• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ASPEK - DOCRPIJM 1504704070Bab6 AspekTeknis Per Sektor bdg

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VI ASPEK - DOCRPIJM 1504704070Bab6 AspekTeknis Per Sektor bdg"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

ASPEK

TEKNIS

PER

SEKTOR

Bab ini menjelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, analisis kebutuhan pengembangan serta usulan program dan kegiatan masing-masing sektor : Bangkim, PBL, PKPAM, dan PPLP

6.1.

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

6.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada amanat peraturan perundangan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Arahan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpapermukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2. Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3. Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.

Pasal 15 mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah.

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan.

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.

(2)

Peraturan ini menetapkan target berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10% pada tahun 2014.

Mengacu pada Permen PU No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Permukiman mempunyai tugas di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, pembinaan teknik dan pengawasan teknik,serta standardisasi teknis dibidang pengembangan permukiman.

Adapun fungsi Direktorat Pengembangan Permukiman adalah:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan permukiman di perkotaan dan perdesaan;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan kawasan permukiman baru di perkotaan dan pengembangan kawasan perdesaan potensial;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman kumuh termasuk peremajaan kawasan dan pembangunan rumah susun sederhana;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi peningkatan kualitas permukiman di kawasan tertinggal, terpencil, daerah perbatasan dan pulau-pulau kecil termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang pengembangan permukiman;

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

6.1.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

 Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

 Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi rumahtangga kumuh perkotaan.

 Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

 Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

 Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

 Belum optimalnya pemanfaatan Infrastruktur Permukiman yang sudah dibangun.  Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam

pengembangan kawasan permukiman.

 Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung pembangunan permukiman. Ditopang oleh belum optimalnya kapasitas kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

 Ancaman Pertumbuhan Penduduk adalah Migrasi masuk dengan pertumbuhan Penduduk Kabupaten Badung rata-rata 4,00% pe rtahun.

(3)

 Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil, tumbuh secara sporadis dalam bentuk kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar.

B. Kondisi Eksisting

Penanganan kawasan permukiman yang sudah dilakukan di Kabupaten Badung adalah penanganan Kawasan Perdesaan potensial yakni penanganan Kawasan Agropolitan di Desa Pelaga Kecamatan Petang

Sedangkan penangaan kawasan permukiman perkotaan belum diakukan secara koordinatif , dilakukan secara parsial oleh SKPD yang menangani yakni Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung. Kondisi eksisting kawasan permukiman perkoraan di Kabupaten Badung dapat ditinjau dari pola pusat-pusat permukiman dan karateristik Kawasan permukiman.

Pola pusat-pusat permukiman merupakan gambaran pola eksisiting yang menjadi dasar pembentukan sistem perkotaan yang diinginkan dan arahan peningkatan efisiensi perkembangan dan pembangunan kota. Pusat-pusat permukiman membentuk jaringan antar pusat permukiman yang berjenjang antara kota berorde tinggi ke kota berorde rendah sebagai bagian sistem perwilayahan yang lebih luas, yang merupakan implementasi dari keterkaitan antar pusat-pusat permukiman dengan wilayah pelayanan dan fasilitas yang dimilikinya.

Struktur tata ruang wilayah dibentuk oleh tiga elemen utama, yaitu titik-titik simpul kegiatan, jalur-jalur penghubung antar kegiatan dan tempat yang mewadahi seluruh elemen pembentuk struktur.

Berdasarkan arahan struktur tata ruang wilayah Provinsi Bali, fungsi Kuta yang menyatu dengan Denpasar ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Penentuan fungsi tersebut terkait dengan adanya Bandar Udara Ngurah Rai sebagai elemen pembentuk struktur tata ruang wilayah yang merupakan gerbang nasional dan memiliki akses cepat dengan kota-kota internasional.

Elemen pembentuk struktur tata ruang selain yang diarahkan dalam RTRWP Bali adalah Kecamatan Mengwi yang direncanakan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Konsentrasi kegiatan yang mendukung fungsi tersebut terletak pada koridor jalan yang melewati Mengwi – Mengwitani – Kapal – Lukluk – Sempidi - Abianbase, dengan keberadaan beberapa fasilitas skala kabupaten seperti: Pusat Pemerintahan Kabupaten di Sempidi, Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Badung di Kapal, Terminal Tipe A di Mengwi, dan Pasar Hewan di Beringkit. Penentuan fungsi tersebut dilakukan secara kualitatif didasarkan pada kriteria fungsi kota (sebagai PKL) antara lain sebagai berikut:

1. Berfungsi sebagai simpul jaringan transportasi lokal (Kabupaten atau beberapa Kecamatan)

2. Memiliki fungsi pelayanan jasa-jasa pemerintahan dan kemasyarakatan beberapa kecamatan.

Kawasan perkotaan yang juga dikembangkan untuk mendukung struktur tata ruang wilayah adalah Blahkiuh yang diarahkan untuk melayani daerah Badung bagian utara. Selain kawasan perkotaan, Kabupaten Badung juga memiliki kawasan pariwisata yang cukup berpengaruh terhadap struktur tata ruang wilayah. Kawasan pariwisata tersebut adalah Kawasan Pariwisata Kuta, Tuban, dan Nusa Dua (Benoa). Seluruh kawasan pariwisata tersebut terletak di Badung bagian selatan yang identik dengan daerah pantai.

(4)

rencana pengembangan transportasi. Dalam konteks intra wilayah, jaringan pengembangan transportasi untuk memperlancar aksesbilitas pada poros utara – selatan Badung merupakan pendukung utama dalam pembentukan struktur tata ruang yang bertujuan menyelaraskan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Badung. Selain itu dalam konteks antar wilayah adanya transportasi udara yang mengubungkan kabupaten Badung terhadap wilayah regioanal dan mancanegara.

Konsep hirarki menggambarkan keterkaitan antar pusat-pusat permukiman terhadap distribusi secara keseluruhan, yang biasanya diukur dalam bentuk ukuran kota.

Suatu unit hirarki memiliki dua atribut yang dibedakan atas keterkaitan terhadap pusat yang lebih tinggi dan keterkaitan terhadap pusat yang lebih tinggi dan keterkaitan terhadap pusat yang lebih rendah.

Dalam penentuan hirarki pusat-pusat permukiman dilakukan berdasarkan jumlah dan kepadatan penduduk, kelengkapan fasilitas, aksesibitas. Untuk menentukan hirarki pusat permukiman berdasarkan ketiga aspek diatas, digunakan pendekatan Skalogram Guttman, dimana masing-masing variabel penduduk, fasilitas, dan jarak akan diurutkan setelah angka indeksnya dikategorikan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan analisis skalogram diketahui bahwa terdapat 6 hirarki yang mengarah pada 6 tipologi pusat permukiman berdasarkan akumulasi dari ketiga variabel diatas.

Hirarki pusat permukiman berdasarkan analisis skalogram, sebagai berikut :

Hirarki 1. pusat permukiman Kuta;

Hirarki 2. pusat permukiman: Benoa,Tuban, dan Dalung;

Hirarki 3. pusat permukiman Kapal;

Hirarki 4. pusat permukiman Kerobokan, dan Sading;

Hirarki 5. pusat permukiman : Seminyak, Mengwi, Kerobokan Kaja, Kerobokan Klod, Mengwitani, Ungasan, Pecatu, Darmasaba, Munggu, Werdi Bhuwana, Jimbaran, Gulingan, Sulangai, dan Tibu Beneng;

Hirarki 6. pusat permukiman : Sempidi, Legian, Lukluk, Blahkiuh, Penarungan, Abianbase, Mambal, Abiansemal, Sembung, Getasan, Angantaka, Dauh Yeh Cani, Pangsan, Canggu, Kedonganan, Baha, Belok, Ayunan, Sobangan, Sedang, Punggul, Mekar Bhuana, Kuwum, Selat, Kutuh, Bongkasa Pertiwi, Carangsari, Sangeh, Tanjung Benoa, Petang, Cemagi, Tumbak Bayuh, Sibang Kaja, Pererenan, Jagapati, Pelaga, Sibang Gede, Kekeran, Bongkasa, Buduk, Taman.

Secara umum adanya perbedaan Karakteristik pemukiman penduduk dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1).Kondisi Geomorphologi, (2).Kesuburan Tanah, (3).Keadaan Iklim, (4).Sosial Ekonomi, dan (5).Sosial Penduduk. Permukiman di Kabupaten Badung yang heterogen dapat di kelompokan menjadi beberapa karakteristiknya yaitu: 1. Permukiman Pengembang; 2. Permukiman Kumuh; 3. Permukiman Pada Kawasan Fungsional; 4. Permukiman Tradisional; 5. Permukiman Rawan Bencana; dan 6. Permukiman Sekitar Kawasan Khusus. Untuk lebih jelasnya, terkait dengan karakteristik permukiman di Kabupaten badung dapat dilihat pada Tabel 6.1

Tabel 6.1 Karakteristik Permukiman di Kabupaten Badung

No Karakteristik Lokasi

1 Permukiman pengembang

(5)

No Karakteristik Lokasi Perum Wahana Wahyu Graha, Perum Graha

Mutiara.

Perum Taman Wahayu, Perum Sempidi Indah Permai, Perum Grya Wahyu Indah

Kecamatan Mengwi (Kelurahan Sempidi)

Perum Dewata Permai, Perum Multi Permai, Perum Nuansa Indah, Perum Asri Graha, Perum Sading Multi Permai.

Kecamatan Mengwi (Desa Sading)

Perum Dalung Permai, Perum Dalung Asri, Perum Dalung Tiga, Perum Anggi Elok, Perum Cemara Hijau, Perum Garuda Kencana, Perum Cemara Giri Graha, Perum Wahana Graha.

Kuta Utara (Desa Dalung)

2 Permukiman kumuh

a. Permukiman kumuh sekitar kawasan pantai Kec.Kuta Selatan (Kelurahan Tanjung Benoa), Kec. Kuta (Desa Kedonganan)

b. Permukiman Kumuh sekitar Bantaran sungai Kec.Kuta (Kelurahan Kuta, banjar plasa)

c. Permukiman Kumuh di Perkotaan Kec.Mengwi (Desa Lukluk) d. Permukiman Kumuh di pedesaan Kec.Mengwi (Desa Cemagi), Kec.

Abiansemal (Desa Sibang Gede) 3 Permukiman pada kawasan Fungsional

a. Permukiman kawasan Fungsional Pariwisata Kec Kuta Selatan (Desa Pecatu),Kecamatan Kuta Utara, Kuta Dan Kuta Selatan b. Permukiman sekitar Kawasan Daya Tarik

Wisata

Kec. Petang (Kawasan Agropolitan Petang), Desa Belok dan Pelaga c. Permukiman sekitar kawasan Taman Wisata

Alam

Kec. Abiansemal (Desa sangeh)

d. Permukiman sekitar kawasan lindung Kec. Petang (Desa Pelaga,dan Desa Belok)

e. Permukiman sekitar kawasan Tempat suci/warisan budaya

Kec. Mengwi (Desa Mengwi)

4 Permukiman Tradisional

a. Permukiman Desa Wisata Kec. Mengwi (Desa Baha), Kec.Petang(Desa Pangsan),Kec. Abiansemal (Desa Bongkase Pertiwi)

5 Permukiman Rawan Bencana

a. Banjir Kec. Kuta Selatan(Kelurahan Tanjung Benoa, Benoa, Jimbaran),Kecamatan Kuta dan kecamatan kuta utara (Kelurahan Kerobokan kelod,Desa Canggu)

b. Tsunami Kec.Kuta Selatan(Kelurahan Tanjung benoa, Benoa,Jimbaran), Kec.Kuta (Kelurahan kedongan, Tuban,Kuta,legian,Seminyak), Kec. Kuta Utara (Kelurahan kerobokan kelod, Canggu), Kec.mengwi (Desa

Pererenan,Cemagi)

c. Tanah Longsor Kec. Petang (Desa Pelaga, Belok,Petang) d. Gempa Kec. Kuta Selatan(Kelurahan Tanjung Benoa,

(6)

No Karakteristik Lokasi

Taman,Bongkasa, Selat, Sangeh), Kec. Petang (Desa Carangsari, Getasan, Pangsan, petang, Sulangai, Pelaga,Belok)

6 Permukiman Dekat Kawasan Khusus

a. Kawasan Militer Kec.Kuta (Kelurahan Tuban) b. Kawasan BTDC Kec kuta Selatan (kelurahan

Jimbaran)

c. Kawasan Bandara Ngurah Rai Kec.Kuta (Kelurahan Tuban) d. Kawasan Kampus Unud Kec kuta Selatan (kelurahan

Jimbaran)

e. Kawasan Puspem Badung Kec. Mengwi (Desa Sempidi) f. Kawasan Terminal Mengwi Kec.Mengwi (Desa Mengwitani)

C. Permasalahan Pengembangan Permukiman

 Adanya kecenderungan perubahan fungsi perumahan yang ada menjadi kegiatan perdagangan dan jasa pada jalur-jalur jalan utama;

 Perumahan oleh pengembang banyak yang tidak terintegrasi dgn kawasan sekitar.

 Banyaknya pengembang perumahan skala kecil dengan penguasaan lahan memanjang

 Rendahnya fasilitas umum permukiman terutama ruang terbuka hijau public

D. Tantangan Pengembangan Permukiman

 Kawasan perkotaan Mangupura mendapatkan pengaruh pertumbuhan permukiman yang sangat pesat akibat berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung dan dekat dengan Kota Denpasar sebagai Inti dari Kawasan perkotaan Sarbagita;

 Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya Bali dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;

 Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

 Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan Bali Clean and Green;

 Adaptasi terhadap perubahan iklim mikro dalam pengembangan perumahan dan permukiman yang ramah lingkungan.

6.1.3.

Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

(7)

Berdasarkan Dokumen SPPIP/RP2KP Kabupaten Badung bahwa kebutuhan strategis pengembangan permukiman dan infrastruktur perkotaan di Kabupaten Badung sebagaimana disajikan dalam Tabel 6.2 berikut.

Tabel 6.2 Kebutuhan Strategis Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan

No Karakteristik

Permukiman Lokasi Unit Lingkungan

Urutan

4 Permukiman Rawan Bencana

(8)

No Karakteristik

Permukiman Lokasi Unit Lingkungan

Urutan b. Tsunami Kec.Kuta Selatan

(9)

No Karakteristik

Permukiman Lokasi Unit Lingkungan

Urutan c. Tanah Longsor Kec. Petang (Desa

Pelaga,Belok,Petang)

(10)

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :  Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :  Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial  (Agropolitan/Minapolitan)

 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)  Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

6.1.5.

Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Sektor Pengembangan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

Kriteria Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

 Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra.  Kesiapan lahan (sudah tersedia).

 Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

Kriteria Khusus

Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA  Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

(11)

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.  Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan  BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya.

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik  Tingkat kemiskinan desa >25%.

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar telah dipenuhi oleh Kabupaten Badung, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi adalah readiness criteria khusus PISEW.

6.1.6.

Usulan Program dan Kegiatan

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman adalah untuk memenuhi kebutuhan untuk mengisi kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan. Usulan program dan kegiatan tersebut terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan sesuai dengan kewenangannya yaitu pendanaan melalui APBN, APBD Provinsi dan APBD kabupaten. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima.

Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Badung yang dibiayai dari sumber dana APBN dan APBD sebagaimana terlihat pada tabel

(12)
(13)

6.2.

PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

6.2.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

(14)

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

(15)

Gambar : 6.1 Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;  Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

(16)

6.2.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan PBL

A. Isu Strategis

Isu strategis secara nasional, antara lain :

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan

Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan, konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

2. Meningkatkan potensi keselarasan tatanan kehidupan modern, pelesterian panorama, nuansa ruang dan lingkungan alam, mengembangkan sistem budaya yang berorientasi pada tatanan lngkungan hidup serta pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.

(17)

5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional dan profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah lingkungan.

Beberapa isu strategis pada Pemerintah Kabupaten Badung yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan fungsi PKN, PKW, PPK dan pusat-pusat kegiatan khusus yang berpotensi cepat tumbuh dan sedang tumbuh;

2. mengembangkan Kawasan Metropolitan Sarbagita yang berjati diri budaya Bali dan tetap mempertahankan lahan pertanian.

3. menerapkan konsep karang bengang yang juga berfungsi sebagai ruang terbuka hijau, terutama pada jalur pariwisata tetap dipertahankan dengan tujuan menjaga kualitas ruang dan estetika lingkungan;

4. mengendalikan pemanfaatan ruang untuk kawasan budidaya terbangun di kawasan rawan bencana;

5. mengarahkan peruntukan permukiman perkotaan dengan konsep compact city dan permukiman perdesaan diarahkan mengikuti pola mengelompok, untuk menghindari perkembangan secara sporadis dan linier ;

6. membatasi perkembangan kawasan terbangun di kawasan perkotaan dan mengembangkan ruang terbuka hijau kota dengan luas sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan;

7. mengendalikan kawasan strategis kabupaten yang cenderung cepat berkembang;

8. meningkatkan upaya pelestarian nilai sosial budaya, perlindungan asset dan situs warisan budaya daerah dari kemerosotan dan kepunahan

9. melindungi dan mengendalikan kegiatan di sekitar kawasan suci dan tempat suci yang dapat mengurangi nilai kesucian kawasan; dan

10. melindungi kawasan permukiman tradisional

11. menerapkan RTHK minimal 30% dari luas kota untuk kawasan perkotaan yang berfungsi PKN, dengan proporsi 20% RTHK publik

12. menerapkan RTHK minimal 40% dari luas kota untuk kawasan perkotaan yang berfungsi PKL, dengan proporsi 20% RTHK publik

13. mererapkan RTHK minimal 50% dari luas kota untuk kawasan perkotaan yang berfungsi PPK, dengan proporsi 20% RTHK publik

B. Kondisi Eksisting

Sampai dengan tahun 2014 Kabupaten Badung masih dalam proses pemerdaan Rancangan Perda Bangunan Gedung

Disamping software seperti tersebut diatas pembangunan terkait dengan PBL juga telah dilakukan penataan kawasan, yakni kawasan Warisan Budaya Taman Ayun. Serta pembangunan prasarana sistem proteksi kebakaran.

C. Permasalahan dan Tantangan

Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan antara lain:

(18)

 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan lingkungan permukiman.

Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

 Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;  Masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasikan dengan baik.

Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sarana olah raga;

 Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

6.2.3.

Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Berdasarkan isu-isu strategis, kondisi existing, permasalahan dan tantangan sektor PBL dan Lingkungan dilakukan analisa kebutuhan sektor PBL antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

 Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang pesat, permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu dilinungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu dilegalisasi sebagai landasan hukum;

(19)

 Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:  Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Dibutuhkan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Peningkatan sarana dan prasarana dan sarana hidran kebakaran;

 Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan Gedung Negara;

 Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;  Penertiban administrasi aset Negara.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana rekreasi dan olah raga;

 Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Diperlukan kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah.

6.2.4.

Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan

dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program sektor PBL,antara lain :

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)

(20)

 Adanya kawasan rawan bencana;

 Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga(central business district);

 Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

 Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintahdaerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau

(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

 Adanya RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kawasa perencanaan > 5 Ha) atau;

 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dalam skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

 Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:

 Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;  Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;  Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

 Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);

 Ada Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);

 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;  Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

(21)

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):  Ada Perda Bangunan Gedung

 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 tentang Tata Ruang;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/ Gedung Bersejarah:

 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;  Ada DDUB;

 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

 Khusus dukungan Sarana dan Prasarana untuk permukiman tradisional, diutamakan pada fasilitas umum/sosial, ruang-ruang publik yang menjadi prioritas masyarakat yang menyentuh unsur tradisionalnya;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);  Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

 Ada lahan yg disediakan Pemda;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

6.2.5.

Usulan Program dan Kegiatan PBL

(22)
(23)

6.3.

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

6.3.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(24)

perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi

kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan

perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.3.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis

Isu ini didapatkan melalui serangkaian konsultasi dan diskusi dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum; 2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan; 5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat;

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi

Isu Strategis dari Aspek Teknis :

1. Pemanfaatan teknologi dalam pemanfaatan sumber air masih belum maksimal mengingat keterbatasan pendanaan yang dialami oleh masing-masing kelembagaan.

2. Masih tingginya tingkat kebocoran akibat tingginya pencurian air dan masih digunakannya jaringan yang berumur tua.

3. Jangkauan pelayanan air bersih masih belum maksimal karena terbatasnya pemanfaatan sumber air yang ada dan tersebarnya area permukiman sehingga membutuhkan investasi yang besar dalam perluasan jangkauan pelayanan.

4. Lemahnya perlindungan terhadap sumber air merupakan salah satu hal penting mengingat beberapa titik sumber air masih belum terlindungi dengan baik dari segala bentuk pencemaran.

(25)

1. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki instansi terkait mengindikasikan perlunya peningkatan kerjasama dan alih teknologi dengan pihak swasta.

2. Pelayanan air bersih juga masih terkendala karena kurang profesionalnya SDM pengelola air bersih.

3. Tarif air minum dirasa belum seimbang jika dibandingkan biaya dasar produksi sehingga sangat mempengaruhi pengembangan pelayanan.

4. Lembaga pengelola air bersih masih lemah dari segi managemen sehingga menggangu pelayanan secara umum.

5. Belum optimalnya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan air bersih.

6. Terjadinya penurunan debit air akibat perubahan iklim mulai terasa di Kabupaten Badung. Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air baku mengalami penurunan debit sehingga mengganggu penyediaan air bersih ke masyarakat.

B. Kondisi Eksisting

Penyediaan air minum perpipaan di Kabupaten Badung dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mangutama Kabupaten Badung dan PAM PT. Tirtaartha Buanamulia untuk wilayah Badung Selatan. Saat ini masing-masing unit pengelolaan sudah ada di tingkat Kecamatan. Penyediaan air minum untuk PDAM di Kabupaten Badung memanfaatkan sumber berupa mata air, sumur bor dan air sungai.

Terdapat pula penyediaan air minum dalam skala kecil di tingkat kecamatan yang tidak dikelola oleh PDAM tetapi dikelola oleh lembaga desa (PAMDES). Perkembangan dan aktivitas masyarakat saat ini telah mengalami peningkatan sehingga peningkatan prasarana air minum sangat mendesak dilakukan. Penyediaan air minum baik oleh PDAM maupun PAMDES perlu dilakukan evaluasi sistem jaringan secara menyeluruh baik menyangkut kebutuhan air baku maupun peningkatan sistem jaringan baik di tingkat transmisi maupun distribusi.

Berdasarkan Laporan PDAM Badung Juni 2012 menunjukkan kapasitas produksi air minum masing-masing unit bila dibandingkan dengan kemampuan pendistribusiannya masih tersisa sebesar 10% hingga 30%. Kapasitas produksi air minum PDAM secara keseluruhan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun mendatang sangat terbatas dan dapat berpengaruh terhadap menurunnya tingkat pelayanan.

B.1 Aspek Teknis

Sistem penyediaan air minum Perkotaan, pengelolaannya diselenggarakan oleh PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung, yang dibagi menjadi 5 unit pelayanan yaitu: (1) Unit Petang, (2) Unit Abiansemal, (3) Unit Mengwi, (4) Unit Badung Kota (5) Unit Badung Selatan (PT.TB).

Unit Petang

 Unit Air Baku

Sistem Penyediaan Air Minum Unit Petang menggunakan sumber air baku berupa mata air dan sumur bor dengan total kapasitas produksi sebesar 54,80 l/dt. Lokasi Sumber air baku tersebar di beberapa Desa di ataranya Desa Sulangai dan Desa Petang

 Unit Produksi

(26)

 Kinerja Unit Produksi

Kinerja unit produksi pada unit petang cukup baik, dilihat dari kapasitas idle sebanyak 5,57 l/dt, dari total kapasitas terbangun yaitu 56,8 l/dt.

 Unit Distribusi

Untuk wilayah pelayanan Petang jenis pipa distribusi terbuat dari bahan PVC dan Galvanis dengan diameter yang bervariasi menyesuiakan dengan kebutuhan air di masing-masing daerah pelayanan dengan total panjang pipa distribusi sebesar 48.819 m.

Kondisi dari unit distribusi SPAM unit Petang masih beroperasi dengan baik, namun tetap harus dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin. Dalam distribusi air unit Petang memanfaatkan 7 (tujuh) reservoar distribusi untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air. Volume total untuk 7 (tujuh) reservoar sebesar 620 m3.

 Unit Pelayanan

Sistem Penyediaan Air Minum Unit Petang baru melayani 5 (lima) Desa di Kecamatan Petang, masih terdapat 2 (dua) Desa yang belum terlayani PDAM, yaitu Desa Pelaga dan Belok.

Tingkat pelayanan rata-rata mencapai 68 % dengan jumlah pelanggan sebanyak 2.535 SR yang terdiri dari pelanggan golongan sosial sebanyak 60 buah, rumah tangga 2.439 buah, niaga sebanyak 28 buah dan industri sebanyak 8 buah.

 Kehilangan Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, kehilangan air di unit petang sebesar 21,40%

 Konsumsi Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, total konsumsi air minum di unit Petang yaitu sebesar 101,30 Lt/Or/hr.

Unit Abiansemal

 Unit Air Baku

Sistem Penyediaan Air Minum Unit Abiansemal menggunakan sumber air baku berupa mata air dan sumur bor dengan total kapasitas pengambilan sebesar 78,5 l/dt. Lokasi Sumber air baku tersebar di beberapa Desa diataranya Desa Bongkasa dan Desa Blahkiuh.

 Unit Produksi

Unit produksi pada SPAM Unit Abiansemal dilakukan dengan chlorinasi.  Kinerja Unit Produksi

Kinerja unit produksi pada unit Abiansemal cukup baik, dilihat dari kapasitas idle sebanyak 14,63 l/dt, dari total kapasitas terbangun yaitu 86,5 l/dt atau sekitar 6 %.  Unit Distribusi

Untuk wilayah pelayanan Abiansemal jenis pipa distribusi terbuat dari bahan PVC dan Galvanis dengan diameter yang bervariasi menyesuiakan dengan kebutuhan air dimasing-masing daerah pelayanan dengan total panjang pipa distribusi 87.414 m.

(27)

Distribusi air unit Abiansemal memanfaatkan beberapa reservoar distribusi untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air dengan total kapasitas reservoar yang dimiliki 1.500 m3.

 Unit Pelayanan

SPAM unit Abiansemal melayani 14 (empat belas) Desa di Kecamatan Abiansemal namun terdapat 2 (dua) Desa yang belum terlayani yaitu Desa Mekar Buana dan Sibangkaja. Serta terdapat 2 (dua) desa yang sistem pengolahan air minumnya di kelola oleh masyarakat setempat (non PDAM)

Cakupan pelayanan rata-rata mencapai 57,49 % dengan jumlah pelanggan sebanayak 6.380 SR yang terdiri dari pelanggan golongan sosial, rumah tangga, niaga dan industri.

 Kehilangan Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, kehilangan air di Unit Abiansemal sebesar 51,48%

 Konsumsi Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, total konsumsi air minum di unit petang yaitu sebesar 112.82 Lt/Or/hr.

Unit Mengwi

 Unit Air Baku

Sistem Penyediaan Air Minum Unit Mengwi menggunakan sumber air baku berupa mata air dan sumur bor dengan total kapasitas pengambilan sebesar 52,95 l/dt. Lokasi Sumber air baku tersebar di beberapa Desa diataranya Desa Baha dan Desa Kuwum.

 Unit Produksi

Unit produksi pada SPAM Unit Mengwi dilakukan dengan chlorinasi.

 Kinerja Unit Produksi

Kinerja unit produksi pada unit Mengwi cukup, dilihat dari kapasitas idle sebanyak 16,54 l/dt, dari total kapasitas terbangun yaitu 69,50 l/dt atau sekitar 4,2 %.

 Unit Distribusi

Untuk wilayah pelayanan Mengwi jenis pipa distribusi terbuat dari bahan PVC dan Galvanis dengan diameter yang bervariasi menyesuiakan dengan kebutuhan air dimasing-masing daerah pelayanan dengan total panjang pipa distribusi sebesar 88.465 m.

Kondisi dari unit distribusi SPAM unit Mengwi masih beroperasi dengan baik, namun tetap harus dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin. Dalam distribusi air unit Mengwi memanfaatkan beberapa reservoar distribusi untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air. Kapasitas total untuk seluruh resevoar sebesar 900 m3.  Unit Pelayanan

(28)

Cakupan pelayanan rata-rata mencapai 49,56 % dengan jumlah pelanggan sebnayak 8.494 SR yang terdiri dari pelanggan golongan sosial, rumah tangga, niaga dan industri.

 Kehilangan Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, kehilangan air di Unit Mengwi sebesar 54,45%

 Konsumsi Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, total konsumsi air minum di unit petang yaitu sebesar 117.10 Lt/Or/hr.

Unit Badung Kota

 Unit Air Baku

Sistem Penyediaan Air Minum Unit Badung Kota menggunakan sumber air baku yang berasal dari sumur bor yang berada di daerah Kapal, Anggungan, Lukluk dan Darmasaba serta air permukaan (IPA Ayung I dan II) dengan total kapasitas pengambilan sebesar 281,12 l/dt.

 Unit Produksi

Unit produksi pada SPAM Unit Badung Kota dilakukan dengan chlorinasi untuk sumur bor, dan pengolahan lengkap untuk air permukaan. Selain dari sumber-sumber tersebut, sistem penyediaan air pada unit Badung Kota memperoleh pasokan air dari unit Badung Selatan dengan kapasitas terbangun sebesar 70 l/dt.  Kinerja Unit Produksi

Kinerja unit produksi pada unit Badung Kota cukup, dilihat dari kapasitas idle sebanyak 38,18 l/dt, dari total kapasitas terbangun yaitu 336,99 l/dt atau sekitar 5,3 %.

 Unit Distribusi

Untuk wilayah pelayanan Badung Kota jenis pipa distribusi terbuat dari bahan PVC dan Galvanis dengan diameter yang bervariasi menyesuiakan dengan kebutuhan air dimasing-masing daerah pelayanan.

Kondisi dari unit distribusi SPAM unit Kuta (PDAM) masih beroperasi dengan baik, namun tetap harus dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin. Dalam distribusi air unit Kuta (PDAM) memanfaatkan reservoar distribusi Belusung dan reservoar distribusi Anggungan untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air. Total kapasitas reservoar 3.000 m3.

 Kehilangan Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, kehilangan air di Unit Badung Kota sebesar 31,78%

 Konsumsi Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, total konsumsi air minum di unit petang yaitu sebesar 135.68 Lt/Or/hr.

Unit Badung Selatan (PAM PT.TB)

(29)

Sistem Penyediaan Air Minum Unit Badung Selatan (PAM PT.TB) menggunakan sumber air baku yang berasal dari sumur bor yang berada di daerah Kampial dan Simpangan serta air permukaan (IPA Ayung I dan II dan IPA Estuary) dengan total kapasitas terbangun sebesar 1067,83 l/dt pengambilan sebesar 755,02 l/dt.

 Unit Produksi

Unit produksi pada SPAM Unit Badung Selatan (PAM PT.TB) dilakukan dengan chlorinasi untuk sumur bor, dan pengolahan lengkap untuk air permukaan.

 Kinerja Unit Produksi

Kinerja unit produksi pada unit Badung Selatan kurang baik, dilihat dari kapasitas idle sebanyak 312,81 l/dt, dari total kapasitas terbangun yaitu 1067,83 l/dt atau sekitar 29 %.

 Unit Distribusi

Untuk wilayah pelayanan Kuta & Kuta Selatan (PAM PT.TB) jenis pipa distribusi terbuat dari bahan PVC dan Galvanis dengan diameter yang bervariasi menyesuiakan dengan kebutuhan air dimasing-masing daerah pelayanan.

Kondisi dari unit distribusi SPAM unit Badung Selatan (PAM PT.TB) masih beroperasi dengan baik, namun tetap harus dilakukan pemantauan dan pemeliharaan secara rutin. Dalam distribusi air unit Badung Selatan (PAM PT.TB) memanfaatkan reservoar distribusi Belusug dan Reservoar Distribusi Estuary untuk mengatasi fluktuasi pemakaian air. Total kapasitas reservoar sebesar 6.000 m3.  Unit Pelayanan

SPAM unit Badung Selatan (PAM PT.TB) melayani seluruh wilayah di Kecamatan Kuta Selatan dan Sebagian Kecamatan Kuta. Cakupan pelayanan rata-rata mencapai 97,28 % dengan jumlah pelanggan sebanyak 24518 SR yang terdiri dari pelanggan golongan sosial, rumah tangga, niaga dan industri.

 Konsumsi Air

Berdasarkan data laporan teknik PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung bulan Juni tahun 2012, total konsumsi air minum di unit Baung Selatan yaitu sebesar 327,69 Lt/Or/hr.

Di Kabupaten Badung terdapat beberapa sistem bukan jaringan perpipaan yang sumbernya bisa didapat dari beberapa sumber air, misalnya Sumur dangkal, Mata Air, Sungai (air Permukaan) dan sumber air lainnya.

Terdapat beberapa Kelompok PAM Desa yang tersebar di seluruh Kabupaten Badung, yaitu di Kecamatn Petang,Abiansemal dan Mengwi. Sumber air yang dimanfaatkan oleh PAM Desa berupa mata air yang berada di wilayah pelayanan PAM Desa tersebut. Secara teknis perencanaan sistem penyediaan air yang dikelola Desa tersebut dibantu oleh pemerintah Kabupaten melalui Dinas Cipta Karya Kabupaten Badung.

Pelayanan Air Minum dengan sistem Bukan Jaringan Perpipaan (BJP), saat ini masih sebesar 27,56 %, menyebar di seluruh wilayah Kecamatan di Kabupaten Badung. Pemerintah Kabupaten Badung berkomitmen akan menurunkan secara bertahap keadaan ini hingga mencapai 0,00 % di tahun 2025, sesuai target pemerintah.

Cakupan pelayanan Ari Minum Kabupaten Badung Sampai dengan bulan Juni 2012, untuk sistem dengan Jaringan Perpipaan (JP), saat ini baru mencapai 72,44 %, terdiri dari :

(30)

B.2 Aspek Non Teknis

Aspek Non Teknis antara lain menyangkut kondisi keuangan, tarif dan kinerja keuangan PDAM maupun PAM Desa. Aspek institusioanal dan manajemen, meliputi kondisi organisasi, kondisi ketatalaksanaan, dan kondisi sumber daya manusia.

C. Permasalahan

 Kehilangan Air di Beberapa Unit Masih di atas angka toleransi (20%), permasalahan ini disebabkan karena adanya jaringan distribusi yang umurnya sudah lebih dari 20 tahun, sehingga perlu pergantian / peremajaan.

 Terbatasnya Kapasitas Produksi dan kurangnya sumber air baku untuk

Pengembangan Dari Tahun 2012 Sampai Tahun-Tahun Berikutnya.

Permasalahan ini antara lain disebabkan karena : Penyebaran sumber air tidak merata pada setiap Unit pelayanan; dan Kurangnya sumber air baku di wilayah Kabupaten Badung.

 Permasalahan Penambahan Cakupan Pelayanan; Jaringan pipa distribusi belum menjangkau seluruh wilayah pelayanan terutama kawasan baru.

 Meningkatnya Biaya Produksi; Biaya listrik yang semakin meningkat; Biaya bahan kimia yang semakin meningkat mengikuti inflasi; Perlengkapan mekanikal elektrikal yang harus dilakukan pergantian secara berkala

 Belum adanya optimalisasi pemberdayaan SDM atau (profesional planning) dimana rencana pemanfaatan SDM dengan latar belakang keahlian yang dimiliki  Belum dilakukan fit and propertest terhadap SDM di tingakat staf

 Mayoritas pelanggan PDAM Tirta Mangutama Kabupaten Badung merupakan golongan rumah tangga sehingga sulit dilakukan subsidi silang.

 Tingkat konsumsi air/pelanggan/bulan di unit petang dan abiansemal masih rendah

 Pada umumnya pengelola SPAM perdesaan mengalami kesulitan melakukan pemeliharaan / perbaikan bila terjadi kerusakan atau gangguan pada sistem perpipaan atau pompa / mekanikal elektikal yang digunakan. Dalam keadaan ini, pengelola / masyarakat sering minta bantuan teknis kepada PDAM, sebagai pengelola SPAM Perkotaan.

 Managemen penyelenggara / pengelolaan SPAM Perdesaan perlu dibentuk / dibenahi, agar operasional dan pemeliharaan SPAM dapat berjalan baik, sehingga pelayanan air minum kepada masyarakat bisa memenuhi kriteria dan kebutuhan.

 Kendala yang terjadi untuk pelayanan air minum Bukan Jarinagn Perpipaan (BJP) relatif kompleks, dan sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungan, seperti keadaan giografis daerah dan keberadaan Sumber Daya Air, seperti : Lokasi sumber air berada jauh dari wilayah pemukiman, Kualitas air yang digunakan hampir tidak pernah dipantau / diteliti di laboratorium, Sumur yang digunakan rawan pencemaran dan kapasitasnya menurun di musim kemarau.

(31)

D. Tantangan

 Tantangan dalam peningkatan cakupan kualitas air minum saat ini adalah mempertimbangkan masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki akses air minum yang aman yang tercermin pada tingginya angka prevalensi penyakit yang berkaitan denganair. Tantangan lainnya dalam pengembangan SPAM adalah adanya tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

 Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

 Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.

 Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

 Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

 Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

 Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

 Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.

 Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta

 Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif

6.3.3.

Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (basic need) seperti SPAM MBR, SPAM Desa Rawan Air/Pesisir/Terpencil, PAMSIMAS, SPAM IKK, dan SPAM lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Selain kebutuan masyarakat, SPAM juga dibutuhkan untuk pengembangan sektor perdagangan, industri dan pariwisata.

6.3.4.

Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan

Pendanaan Pengembangan SPAM

Program-program Pengembangan SPAM, antara lain:

A. Program SPAM IKK, dengan kriteria :

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

(32)

B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan kriteria :  Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

 Kegiatan: Stimulan jaringan pipa distribusi maksimal 40% dari target total SR untuk MBR

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

C. Program Perdesaan Pola Pamsimas, dengan kriteria:

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total.

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

D. Program Desa Rawan Air/Terpencil, dengan kriteria:

 Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)

 Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama.  Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM.

E. Program Pengamanan Air Minum, dengan kriteria:

 Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko.

 Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum darihulu sampai hilir.  Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) :

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya

3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

 Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≥ 250 mm;

 Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm.

 Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;

4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007)

5. Ada indikator kinerja untuk monitoring  Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

 Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama

(33)

7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun

8. Institusi pengelola pasca konstruksi sudah jelas (PDAM/PDAB, UPTD atau BLUD)

9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas.

Skema Kebijakan Pendanaaan

a) Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM

Kegiatan SPAM Air Baku Unit Produksi Trasmisi dan Distribusi (SR dan HU) KOTA APBN APBD, PDAM, KPS, (APBN) APBN, PDAM, KPS, APBN (MBR) IKK APBN APBN APBN (s.d. Hidran Umum) Desa Rawan Air APBN APBN APBN (s.d. Hidran Umum) Desa dengan air baku

mudah (Pamsimas)

APBN APBN, APBD, Masyarakat PAMSIMAS (APBN : 70%, APBD : 10%, dan Masyarakat : 20%.)

b) Pendekatan Pembiayaan APBN

1. Non Cost-Recovery

 Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan perbatasan/ pulau terdepan;

 Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasan-kawasan tertinggal (kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;

 Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan

 pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK.

2. Cost recovery

 Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan

 Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.

c) Alternatif Pola Pembiayaan

 Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi;

 Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar);

(34)

angsuran dari pendapatan PDAM dalam masa tertentu (10 tahun atau lebih). Dilaksanakan oleh PDAM yang diperkirakan dapat mengangsur sesuai dengan perjanjian;

 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;

 Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB;

 CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.

6.3.5.

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM

(35)

Gambar

Gambar : 6.1 Lingkup Tugas PBL
Gambar 6.2 Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat dan Komunal
Gambar 6.3 Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat
Gambar 6.4 Skema Kebijakan Pendanaan Pengelolaan Persampahan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim , Op.. dari tujuan hidupnya yaitu untuk memperoleh ridho Allah SWT. Etos kerja Islami ini sesungguhnya juga memberikan

Begitu juga bobot basah akar (g) yang relatif besar pada pemberian media tanam kompos kulit buah kakao dengan subsoil Ultisol pada M2 yang berbeda tidak nyata

Subjek penelitian pada judul ansambel musik tradisional Batak Karo dalam ibadah Gereja Batak Karo Protestan Yogyakarta adalah ansambel musik tradisional Batak

Kegiatan yang sudah ada di dalam kawasan cagar alam yang tidak sesuai dan mengganggu fungsi kawasan secara bertahap akan dipindahkan dengan diberi penggantian yang layak

Hasil pada pengujian lekatan antara agregat kasar (batu split ) terhadap mortar dimana pada permukaan agregat kasar diberi resin, menunjukan nilai yang lebih rendah sebesar

Uji statistik deskriptif digunakan untuk menafsirkan besarnya rata- rata, nilai tertinggi, nilai terendah, dan standar deviasi dari variabel.. Tayangan Iklan terhadap

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengencer yang dapat mempertahankan kualitas semen (pH semen, motilitas spermatozoa, persentase sperma hidup, dan persentase

Kondisi ini tidak mendorong karyawan untuk mengarahkan segala daya dan potensinya untuk bekerja produktif, sehingga muncul perilaku yang tidak diharapkan oleh perusahaan