BAB VIII
Aspek Teknis Per Sektor
8.1. Rencana Investasi Pengembangan Perumahan Permukiman 8.1.1. Petunjuk Umum
Rencana Investasi pengembangan permukiman di Kabupaten Gowa
diarahkan kepada peningkatan kualitas lingkungan permukiman dan
pengembangan kawasan permukiman baru. Bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan pusat-pusat pelayanan dalam sistem pengembagan wilayah
Kabupaten Gowa dan sekitarnya.
8.1.2. Profil Pembangunan Permukiman 1. Gambaran Umum
Gambaran Umum pembangunan permukiman di Kabupaten Gowa tidak
jauh berbeda dengan kabupaten lainnya di Sulawesi Selatan, terdiri atas
permukiman perkotaan dan permukiman perdesaan yang masing-masing
memiliki ciri khas yang berbeda.
Pembangunan permukiman perkotaan lebih cepat dibanding perdesaan.
Pemukiman perkotaan yang merupakan konsentrasi penduduk suatu
wilayah yang berperan sebagai pusat pelayanan dan pusat pemasaran
bagi wilayah yang di pengaruhinya. Secara fisik cenderung berkembang ke
daerah pinggiran kota yang sangat dipengaruhi adanya kegiatan ekonom,
Kondisi wilayah dan fungsi kawasan yang demikian seperti aktivitas
perdagangan industri dan transportasi. Dalam perkembangannya
diperhadapkan pada berbagai permasalahan sosial seperti timbulnya
kawasan kumuh, air bersih, dan kebutuhan prasarana dan sarana
lingkungan lainnya.
Permasalahan kawasan kumuh perkotaan telah ditangani antara lain
melalui program perbaikan dan peningkatan lingkungan pemukiman /
NUSSP dan P2KP Serta dilanjutkan dengan PNPM mandiri perkotaan dan
2. Prasaranadan Sarana Dasar Permukiman
Kondisi prasarana dan sarana pemukiman secara kuantitas menyebar baik
perkotaan maupun didaerah perdesaan, seperti peningkatan kualitas
lingkungan perumahan kota, pembangunan infrastruktur pedesaan
(peningkatan jalan/jembatan desa, penyediaan air bersih dan sanitasi serta
fasilitas umum lainnya).
Ditinjau dari tingkat penyediaan terkait dengan tingkat kebutuhan pelayanan
kepada masyarakat terutama daerah perdesaan, PSD masih menunjukkan
adanya indikator keterbatasan.
3. Parameter Teknis Wilayah
Program kegiatan pembangunan pemukiman berdasarkan tingkat
permasalahan sosial ekonomi masyarakat baik perkotaan maupun di
perdesaan seperti peningkatan kualitas pemukiman kumuh perkotaan /
nelayan, pembangunan infrastruktur pedesaan, yang lebih baik
diprioritaskan pada desa-desa tertinggal dan pengembangan wilayah
kecamatan yang terisolir.
Prosedur standar yang digunakan berdasarkan buku petunjuk oleh Dinas
Pekerjaan Umum dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri No.
13 dan No. 59 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah).
4. Aspek Pendanaan
Dana yang digunakan dalam rangka pengembangan permukiman
bersumber pada APBD Kabupaten, APBD Propinsi, APBN dan swadaya
masyarakat, Sumber dana APBN selama ini dialokasikan untuk program
perbaikan dan peningkatan lingkungan permukiman / NUSSP dan P2KP
serta dilanjutkan dengan PNPM mandiri perkotaan dan perdesaaan dengan
dana pendamping atau shering APBD Kabupaten.
5. Aspek Kelembagaan
Penyelenggaraan pembangunan permukiman dilaksanakan Oleh Dinas
Pekerjaan Umum Kabupaten Gowa berkoordinasi dengan instansi terkait
lainnya antara lain Bappeda, Camat, Kepala Desa / Lurah, Pihak kontraktor
Unsur Pelaksana proyek sebagai berikut :
Pelaksanaan secara kontraktual dilaksanakan oleh para kontraktor.
Pelaksanaan secara swakelola oleh masyarakat dilaksanakan oleh organisasi masyarakat, Seperti OMS, BKM, LKM, LKMD, DPP dan
unsur masyarakat lainnya dan juga sebagian dikerjakan langsung oleh
Dinas Pekerjaan Umum secara swakelola seperti pemeliharaan rutin
untuk jalan.
8.1.3. Permasalahan Pembangunan Permukiman
Permasalahan pembangunan permukiman di Kabupaten Gowa meliputi
aspek :
1. Aspek Kelembagaan SDM Aparat
Masih Terbatasnya SDM sebagai unsur pelaksanaan kegiatan, baik dalam
instansi pemerintah maupun dalam organisasi masyarakat sebagai pelaku
kunci utama pada penyelenggaraan pengembangan permukiman, maupun
institusi dan penyediaan prasarana dan sarana pendukung lainnya.
2. Aspek Pendanaan
Terbatasnya sumber dana yang dapat digunakan pembangunan prasarana
dan sarana permukiman dari APBD Kabupaten, APBD Provinsi, APBN,
swasta dan swadaya masyarakat.
3. Aspek Peran Serta Masyarakat
Masih kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnnya berpartisipasi
sebagai pendampingan dalam pengembangan permukiman baik secara
individu maupun organisasi masyarakat yang ada.
4. AnalisisPermasalahan, Alternatif Pemecahan dan Rekomendasi
Melihat tingkat permasalahan yang sangat kompleks yang dihadapi dalam
pengembangan permukiman dalam berbagai aspek, seperti aspek
kelembagaan dan SDM aparatur pelaksana, aspek pendanaan dan aspek
peran serta masyarakat, maka sehubungan dengan hal tersebut ada
beberapa alternatif pemecahan masalah yang direkomendasikan sebagai
a. Perlu dilakukan reorganisasi kelembagaan yang menangani Bidang
Cipta Karya khususnya pengembangan permukiman yang didukung
dengan uraian tugas dan fungsi (tupoksi) yang jelas, serta penempatan
tenaga pelaksana yang sesuai dengan latar belakang pendidikan dan
pengalaman kerja yang dimiliki.
b. Adanya pengorganisasian pendanaan dari berbagai sumber (APBD
Kabupaten, APBD Provinsi, APBN dan swadaya) yang pelaksanaannya
dihimpun oleh suatu satker yang berada dalam SKPD.
c. Peningkatan peran serta masyarakat dala menangani perogran /
kegiatan pengembangan permukiman baik secara individu maupun
organisasi masyarakat.
8.1.4. Usulan Pembangunan Permukiman
1. Sistem Infrastruktur Permukiman Yang di Usulkan
Dengan adanya keserasian dan keseimbangan pembangunanan
infrastruktur permukiman perkotaan dan perdesaan, diharapkan dapat
mengacu kepada konsep pembangunan prasarana dan kota terpadu antar
sektor, sesuai dengan rencana induk sistem prasarana dan sarana yang
ada. Peningkatan kualitas permukiman kumuh dan pengembangan
permukiman baru, yang ditunjang dengan pembangunan sektor lainnya,
seperti pembangunan drainase, persampahan, pengelolaan air limbah dan
pembangunan jalan kota. Sedangkan sistem infrastruktur perdesaan
mengacu pada konsep program pemberdayaan masyarakat setempat,
meliputi program / kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh,
peningkatan prasarana dan sarana KTP2D / DPP, PPIP, Pamsimas,
PNPM Mandiri, RISP dan RISE serta PISEW dan Pembangunan
innfrastruktur permukiman desa tertinggal yang ditunjang dengan
pembangunan jalan kolektor dalam rangka peningkatan eksebilitas
kehidupan dan penghidupan masyarakat menuju terwujudnya masyarakat
yang sejahtera.
2. Usulan dan Prioritas Program Pembangunan Prasarana Permukiman
Usulan dari prioritas program pembangunan prasarana dan sarana
a. Program peningkatan kualitas permukiman kumuh.
b. Program dukungan terhadap RSH.
c. Program revitalisasi kawasan permukiman.
d. Program pembangunan infrastruktur perdesaan.
e. Program pembangunan infrastruktur perkotaan.
f. Program penanganan kawasan mendesak.
3. Usulandan Prioritas Proyek Pembangunan Infrastruktur Permukiman
Usulan dan Prioritas kegiatan pembangunan infrastruktur permukiman
meliputi :
a. Program Peningkatan Prioritas Kualitas Permukiman Kumuh
Perbaikan Lingkungan Permukiman dengan kegiatan :
- Peningkatan prasarana dan sarana lingkungan permukiman.
- Peningkatan kualiitas lingkungan perumahan perkotaan
(NUSSP).
- Penyediaan prasarana dan sarana air minum bagi kawasan
kumuh.
- Pembangunan prasarana dan sarana air limbah percontohan
komunitas (SANIMAS) di Kota Sungguminasa.
Program Nasiolal Pemberdayaan Masyarakat
- Dengan kegiatan penanggulangan kemiskinan perkotaan (PNPM
P2KP yang dilanjutkan dengan PNPM Mandiri ).
b. Program Prioritas Dukungan Terhadap Kawasan RSH, Skala kawasan
dan skala lingkungan berupa penyediaan infrastruktur primer :
- Pembangunan Jalan akses, jalan poros, drainase primer.
- Penyediaan SPAM.
- Pembangunan prasarana dan sarana air limbah
terpusat/komunal.
c. Program Prioritas Pembangunan Infrastruktur Perdesaan.
Pengembagan prasarana dan sarana Desa Argropolitan.
Pengembangan KTP2D / DPP.
Bantuan teknis pengembangan permukiman perdesaan.
Peningkatan infrastruktur skala kawasan.
Program nasional pemberdayaan masyarakat, berupa program pembangunan / pengembangan infrastruktur sosial ekonomi wilayah.
Skala Komunitas :
Peningkatan infrastruktur desa-desa tertinggal dengan program
peningkatan prasarana dan sarana perdesaan skala komunitas.
Usulan prioritas proyek pembangunan infrastruktur permukiman telah
disusun secara tabulasi, seperti pada lampiran.
4. Contoh Kerangka Dasar Pembangunan Permukiman
Kerangka pengembangan dan strategi pengembangan perumahan
permukiman di Kabupaten Gowa pada dasarnya dilaksanakan dengan
memperhatikan konsep pengembangan tata ruang wilayah yang terdiri dari
3 kawasan utama :
a. Kawasan Lindung
Merupakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
keserasian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan
sumber daya buatan.
d. Kawasan Penyangga
Merupakan kawasan yang dikembangkan secara terbatas dengan
tujuan untuk melindungi kerusakan kawasan lingdung dengan tepat.
e. Kawasan Urban / Perkotaan
Merupakan kawasan yang mempunyai kegiatan non pertanian dengan
susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman, pertokoan,
pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan
8.2. Rencana Investasi Penataan Bangunan Lingkungan
8.2.1. PetunjukUmum
Rencana Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Gowa meliputi 4
(empat) kawasan yaitu : kawasan industri Patallassang, kawasan wisata
Malino dan sekitarnya, Pusat Pemerintahan (kantor daerah) dan kawasan
Pendidikan. Dengan adanya rencana penataan pembangunan dan
lingkungan (PBL) di empat kawasan tersebut dimaksudkan untuk
meningkatkan fungsi pelayanan dan mendorong peningkatan jasa disektor
perdagangan transportasi dan pariwisata serta pendidikan.
1. Penataan Bangunan
a. Permasalahan Penataan Bangunan
Penyelenggaraan bangunan di Kabupaten Gowa mengacu pada aturan
yang dipersyaratkan oleh Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Jenderal
Cipta Karya, maupun Peraturan dan Perundang-undangan lainnya yang
berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung. Secara fisik
pada umumnya bangunan bangunan memenuhi syarat teknis maupun
keserasian bangunan dan lingkungannya seperti yang terjadi dikawasan
perumahan. perkotaan, perdagangan dan pada kawasan khusus seperti
kawasan wisata dan kawasan bersejarah. Akan tetapi masih terdapat
bangunan yang melanggar garis sempadan jalan, sungai, dan kawasan
non budi daya lainnya.
b. Landasan Hukum
Undang–undang No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman.
Amanat undang-undang No. 28 tahun 2002, tentang bangunan gedung.
Peraturan pemerintah No. 36 Tahun 2005, tentang peraturan pelaksanaan UUGB, Bahwa semua bangunan gedung harus layak
2. Penataan Lingkungan
Kegiatan penataan lingkungan untuk mendukung fungsi kawasan tertentu
belum terlaksana, disebabkan karena tidak jelasnya penanganan oleh
instansi yang berwenang yang melakukan perencanaan, pengaturan dan
pembinaan teknis maupun dalam pelaksanaan fisik di lapangan.
Selain itu terdapat beberapa kendala antara lain :
a. Masih terbatasnya kemampuan sumber daya manusia aparatur daerah
yang menangani.
b. Masih terbatasnya kemampuan APBD untuk mendanai
kegiatan-kegiatan tersebut.
c. Serta masih kurangnya pemahaman tentang pentingnya penataan
lingkungan dalam rangka mendorong peningkatan fungsi kawasan
seiring dengan meningkatnya lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi
kerakyatan. Faktor penataan lingkungan memiliki strategis dalam
pengembangan wilayah dan peningkatan jasa distribusi angkutan dan
perdagangan, maupun jasa-jasa palayanan lainnya.
3. Pencapaian Penataan Bangunan dan Lingkungan
Upaya dalam penataan bangunan lingkungan baik ditingkat penyusunan
rencana maupun pelaksanaan fisik di lapangan dirasakan belum maksimal.
4. Kebijakan Penataan Gedung dan Lingkungan di Kabupaten Gowa
Kebijakan penataan bangunan gedung dan lingkungan masih terbatas pada
kegiatan rehabilitasi bangunan gedung yang mengalami kerusakan, seperti
pada bangunan perkantoran, dan rumah dinas. Sedangkan penataan
lingkungan belum terlaksana seperti yang diharapkan.
8.2.2. Profil Rincian Penataan Bangunan Gedung Lingkungan
Kondisi fisik bangunan dan lingkungan pada daerah perkotaan
menunjukkan tanda-tanda kekumuhan, yang merupakan daerah Urban.
Pembangunan yang dilakukan oleh masyarakat tidak mengindahkan
rencana tata ruang yang ada, bahkan tidak melaporkan izin pada Dinas
Beberapa hal yang mempengaruhi kurangnya kesadaran masyarakat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya penataan kota sehingga tidak menimbulkan
kekumuhan dan dampak lingkungan lainnya, rendahnya kemampuan
ekonomi masyarakat khususnya masyarakat urban, pengetahuan tentang
desain bangunan dan faktor sosial budaya masyarakat.
1. Gambaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Secara umum Penataan bangunan dan lingkungan di Kabupaten Gowa
khususnya di daerah perkotaan dan perdesaan sudah berdasarkan rencana
tata ruang yang ada. Namun masyarakat tidak memperhatikan hal tersebut,
hanya mengikuti selera dan keinginan mereka sendiri, sehingga struktur
dan model serta luasan lahan yang digunakan tidak mengikuti kaidah yang
sudah ditetapkan dalam konsep tata ruang, dan aspek teknis sering
diabaikan sehingga hasilnya kurang baik. Pelaksanaan pembangunan
seperti diuraikan di atas perlu dibenahi oleh pihak berkompeten secara
tegas dan konsisten, namun tetap dilakukan secara persuasif sehingga
pembangunan yang berjalan tidak menimbulkan dampak buruk terhadap
lingkungan.
2. Kondisi Penataan Gedung dan Lingkungan
Lingkungan selalu menjadi aspek pertimbangan dalam proses
perencanaan, termasuk dalam penataan gedung dan lingkungan. Hasil
survei lapangan menunjukkan bahwa kondisi bangunan dan lingkungan
sebagai berikut :
Kondisi bangunan khususnya pemukiman penduduk sebagian tidak
memenuhi beberapa kriteria teknis suatu bangunan antara lain : Jarak antar
rumah, penataan dan elevasi sehingga menjadi pemicu terjadinya
kebakaran. Hal tersebut menimbulkan lingkungan yang kumuh yang
memperlihatkan ketidak teraturan, kondisi seperti ini memicu terjadinya
banjir yang disebabkan buruknya kondisi drainase pada misim hujan,
sehingga menyebabkan genangan air di areal permukiman yang bisa
bertahan berminggu-minggu, sehingga berpotensi menimbulkan berbagai
8.2.3. Pemasalahan Yang Dihadapi
1. Sasaran Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
a. Agar penyelenggaraan penataan bangunan gedung tertib, fungsional,
andal dan efisien.
b. Agar penyelenggaraan bangunan dan lingkungan permukiman produktif
dan berjati diri.
c. Agar penyelenggaraan penataan dan revitalisasi kawasan dan
bangunan dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi.
d. Agar penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dapat
mewujudkan arsitektur perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan
gedung yang dilindungi dan dilestarikan, guna menunjang kearifan
budaya lokal.
e. Agar pengembangan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan
gedung dapat menunjang pembangunan regional / internasional yang
berkelanjutan.
2. Rumusan Masalah
Dari masalah di atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
Apakah lingkungan permukiman daerah urban perkotaan dan lingkungan
nelayan yang tidak teratur, cenderung rawan kebakaran dan berpotensi
menjadi lingkungan kumuh.
8.2.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi
Wujud bangunan dirancang dengan dasar pertimbangan fungsi mengikuti
bentuk bangunan. Khusus pada bangunan perdagangan (trading)
dirancang dengan pertimbangan bentuk, harus bersifat rekreatif dan
dinamis serta memberikan dampak psikologis yang mendukung sebagai
bangunan bisnis. Disamping itu faktor lain yang perlu diperhatikan dalam
mengelola wujud bangunan yaitu : kondisi topografi , iklim lingkungan, ciri
arsitektur tropis, mencerminkan budaya setempat, keserasian dengan
lingkungan sekitar serta mempertimbangkan pemakaian bahan bangunan
Untuk wujud bangunan yang menyangkut fungsi bangunan yang
monumental, atau menyangkut lingkungan kota, atau memerlukan
penampilan bangunan yang bercirikan tradisional / khas daerah, maka perlu
dikonsultasikan dengan tenaga ahli yang berpengalaman yang ditunjuk oleh
kepala daerah.
1. Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan.
a. Masih banyak perda terkait bangunan gedung dan lingkungan di
Kabupaten Gowa yang perlu disesuaikan dengan UUBG.
b. Masih tidak dilibatkan tim ahli bangunan gedung yang berfungsi dalam
pembinaan penataan bangunan dan lingkungan .
c. Pemda belum menerbitkan Sertifikasi Layak Fungsi (SLF) bagi seluruh
bangunan gedung yang ada terutama bangunan baru hasil
pembangunan.
2. Rekomendasi
a. Penyelenggaraan penataan bangunan gedung agar tertib, fungsional,
andal dan efisien.
b. Pemda harus bertindak sebagai policy dalam penyelenggaraan
lingkungan permukiman agar produktif dan berjati diri.
c. Menyelenggarakan penataan yang revitalisasi kawasan dan bangunan
agar dapat memberikan nilai tambah fisik, sosial dan ekonomi.
d. Menyelenggarakan penataan bangunan dan lingkungan untuk
mewujudkan arsitektur perkotaan dalam pelestarian arsitektur bangunan
gedung yang dilindungi dan dilestarikan untuk menunjang kearifan
budaya lokal.
e. Mengembangkan teknologi dan rekayasa arsitektur bangunan gedung
untuk menunjang pembangunan regional / internasional yang
berkelanjutan.
8.2.5. Program yang Diusulkan
a. Melakukan penataan bangunan yang direvitalisasi atau di relokasi agar
b. Penataan bangunan dan lingkungan untuk mewujudkan arsitektur
perkotaan dan pelestarian arsitektur bangunan gedung yang dilindungi
dan dilestarikan untuk menunjang kearifan budaya lokal.
c. Pengembangan permukiman masyarakat agar produktif dan berjati diri.
1. Usulan dan Prioritas Program.
a. Penetapan kebijakan strategi.
b. Penyusunan norma standar .
c. Koordinasi pengembangan perumahan.
d. Sosialisasi perundang-undangan bidang perumahan.
e. Koordinasi bidang perumahan dengan lembaga / badan usaha.
f. Fasilitas dan stimulasi pembangunan perumahan masyarakat.
g. Pembangunan sarana dan prasarana rumah sederhana sehat.
h. Monitoring evaluasi dan pelaporan.
2. Usulan dan Prioritas Proyek Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan
Bangunan perkantoran seperti kantor daerah Kabupaten Gowa dan
beberapa kantor pemerintahan lainnya yang berada pada daerah berkontur
rendah, yang selama ini selalu tergenang banjir diusulkan relokasi pada
daerah bebas banjir, sehingga fungsi pelayanan tidak terganggu terutama
pada musim hujan.
Selain itu pembangunan yang akan dilakukan harus secara konsisten
mengacu pada rencana tata ruang yang ada, dan aturan-aturan lain yang
mengatur tentang pelaksanaan dan pengaturan bangunan.
Program Prioritas Penataan Bangunan Gedung dan Lingkungan adalah :
a. Revitalisasi bangunan bersejarah Balla Lompoa.
b. Penataan lingkungan dan bangunan.
Kawasan Industri Patallassang;
Kawasan Wisata Malino dan sekitarnya;
Kawasan Pendidikan Samata – Bontonompo;
Pusat Pemerintahan (Kantor Daerah);
3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Pengelolaan.
Sumber pembiayaan induk penyelenggaraan proyek bersumber dari
PEMDA melalui dana APBD II dan APBD I, juga bersumber dari dana
pusat dan masyarakat serta kalangan swasta, sejak tahun anggaran 2009
sumber dana dari pusat beralih ke dana APBD.
8.3. Rencana Investasi Sub – Bidang Air Limbah
8.3.1. Petunjuk Umum
1. Umum
Kerangka dasar penulisan ini bersifat umum dan fleksibel dapat
disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi. Muatan yang disajikan
menggambarkan kondisi saat ini dan permasalahannya serta rencana
pencapaian yang akan dilaksanakan, termasuk beberapa kebutuhan
program dalam rangka memenuhi tujuan pembangunan daerah jangka
menengah.
Sub Bidang Air Limbah pada Bidang Cipta Karya Dinas Pekerjaan Umum
memiliki program kegiatan yang bertujuan untuk mencapai kondisi
masyarakat hidup sehat dan sejahtera, dalam lingkungan yang bebas dari
pencemaran air limbah permukiman .Air limbah yang dimaksud adalah Air
Limbah Permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri dari Limbah
Domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan
tinja manusia dari lingkungan permukiman serta Air Limbah industri rumah
tangga yang tidak mengandung bahan beracun dan berbahaya (B3).
2. Kebijakan, Program dan Kegiatan Pengelolaan Air Limbah Dalam Rencana Kabupaten / Kota
Penanganan masalah pengelolaan air limbah dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Gowa bersifat mutlak, tetapi pengembangkan /
penyediaan secara berkala. Prioritas pengembangan pada daerah-daerah
yang belum terjangkau.
8.3.2. Profil Pengelolaan Air Limbah
Gambaran Umum Pengelolaan Air Limbah saat ini on site (penangan
1. Pengelolaan oleh masyarakat (tiap unit rumah tangga), dengan
membuat jambang keluarga dan septick tank sendiri.
2. Pengelolaan oleh Pemerintah, tetapi terbatas pada prasarana umum
dengan membuat MCK dan septikc tank komunal.
a. Tingkat Kesehatan Masyarakat Lingkungan
Dampak dari limbah yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan
bagi masyarakat saat ini belum terasa secara luas. Sedangkan pada
daerah tertentu seperti pada lingkungan kegiatan industri rumah
makan, buangan rumah tangga belum dinetralisasikan sebelum
dibuang pada daerah hilir sebagai akhir pembuangan, dampak
sudah sangat terasa. Oleh karena itu untuk mengantisipasi akibat
yang ditimbulkan pada tahun mendatang, seiring dengan semakin
meningkatnya usaha sosial ekonomi masyarakat perlu dibuat aturan
dan master induk penanganannya agar tidak menimbulkan masalah
dikemudian hari.
b. Prasarana dan Sarana Pengelolaan Air Limbah
Prasarana dan sarana pengelolaan air Limbah pada jenis limbah
tertentu seperti untuk tinja, sudah terlaksana. Sedangkan untuk
limbah lain perlu dilakukan penanganan, karena hal tersebut juga
mempengaruhi kelestarian lingkungan yang pada akhirnya bermuara
pada kerugian manusia, terutama pada dekade mendatang.
8.3.3. Permasalahan Yang dihadapi
Dengan belum tersedianya sarana dan prasarana pengolahan limbah air
buangan kota dan buangan rumah tangga, maka akan menimbulkan
pencemaran pada sungai dan laut. Disamping itu belum terpindahnya
antara drainase air hujan dengan limbah buangan rumah tangga,
mengakibatkan volume limbah menjadi besar, sehingga mengakibatkan
kapasitas sarana yang diperlukan cukup besar dalam mengolah limbah
tersebut.
1. Sasaran Pengelolaan Prasarana dan Sarana Air Limbah
Sasaran pengelolaan sarana dan prasarana air limbah terutama sampah
pada daerah perkotaan, sedangkan pada daerah perdesaan masih sangat
2. Rumusan Masalah
Sejauh mana dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh buangan rumah
tangga dan limbah perkotaan terhadap lingkungan dan kelangsungan
biota laut.
Berapa besar kapasitas prasarana dan sarana pengelolaan air limbah
yang diperlukan untuk menjawab permasalahan limbah yang dihadapi.
8.3.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi
Persoalan limbah menjadi masalah hampir di semua tempat terutama pada
daerah industri dan perkotaan, demikian pula di daerah Kabupaten Gowa
yang mengalami perkembangan dengan beragam aktifitas penduduknya.
1. Analisis Permasalahan
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk seiring pertumbuhan kota
dari tahun ke tahun berpotensi untuk menghasilkan produksi air limbah baik
yang dihasilkan oleh industri jasa (hotel, rumah makan dan sebagainya).
2. Alternafif Pemecahan Masalah
Hal yang utama adalah pengadaan sarana dan prasarana pengolahan air
limbah. Selain itu, saluran pembuangan air hujan yang selama ini
tergabung dengan air limbah buangan harus dipisahkan, hal ini bertujuan
untuk mengefisienkan dana yang diperlukan.
3. Rekomendasi
Atas permasalahan yang dihadapi seperti yang disebutkan pada sarana
dan prasarana pengolahan air limbah guna menetralkan air limbah /
buangan sebelum dilepas pada pembuangan akhir, yaitu sungai dan laut.
8.3.5. Sistem Prasarana yang Diusulkan
Agar pengolahan air limbah dapat mencapai tujuan dan sasaran
peruntukannya, maka perlu dilaksanakan secara terencana dan terarah.
Pemberlakuan aturan hukum mengenai sanksi bagi setiap individu, jabatan
atau lembaga swasta penghasil limbah, yang melanggar kesepakatan,
wajib melakukan pengolahan limbah secara terpadu sebelum
1. Kebutuhan Pengembangan Pengelolaan
Pengelolaan dan pengolahan air limbah yang berasal dari berbagai sumber
perlu dikembangkan seiring dengan bertambahnya jumlah penghasil air
limbah. Demikian pula dengan umur ekonomis dan cakupan pelayanannya,
dengan proyeksi pelaksanaan jangka menengah dan jangka panjang.
2. Usulan dan Prioritas Program
Usulan dan prioritas program ditujukan untuk air limbah industri yang
dianggap berbahaya bagi lingkungan khususnya pada manusia dan biota
laut dan sungai. Demikian halnya dengan buangan rumah tangga dan
kegiatan ekonomi produktif lainnya yang menghasilkan limbah.
Program Air Limbah yang diusulkan adalah :
a. Pembangunan IPLT, guna mengantisipasi limbah cair yang ada
dikawasan perkotaan.
b. Pembangunan septick tank komunal pada kawasan permukiman pada
tingkat kepadatan tinggi.
c. Penambahan armada pengangkut tinja.
d. Pengembangan sistem penanganan air limbah terpusat (severage
system) untuk Kota Sungguminasa.
3. Pembiayaan Pengelolaan
Agar penganganan air limbah ini dapat tercapai tujuan maka pelu dilakukan
sosialisasi kepada segenap lapisan masyarakat baik sebagai individu,
lembaga swasta, kelompok industri maupun dan seluruh pihak terkait agar
penanganan pengolahan air limbah dilakukan secara partisipatif demi
kebaikan bersama, sehingga beban pemerintah untuk investasi
pembangunan prasarana dan sarana air limbah yang diperlukan dapat
diminimalkan, skenarionya perlu dilakukan secara proporsional antara
pemerintah, masyarakat dan swasta. Mengingat dampak yang diperlukan
terhadap lingkungan cukup signifikan maka sumber pendanaan khususnya
8.4. Rencana Investasi Sub-Bidang Persampahan
8.4.1. Petunjuk Umum
1. Umum
Kabupaten Gowa dengan fungsinya sebagai permukiman kota rata-rata
pertumbuhan penduduk dan penyebaran penduduk mencapai 2,10 %
pertahun. Tingginya perkembangan penduduk dan penyebaran penduduk
yang belum merata, menyebabkan permasalahan sampah di Kabupaten
Gowa dari hari ke hari menjadi bertambah komplek. Dengan jumlah
penduduk pada tahun 2011 mencapai 659.513 Jiwa, maka volume
timbunan sampah Kabupaten Gowa mencapai 1.649 m3 per hari dan 182
m³ perhari di Kota Sungguminasa.
2. Kebijakan, Program Dan Kegiatan Pengelolaan Persampahan Dalam Rencana Kabupaten / Kota
Sejalan dengan adanya kebijakan ini, maka di daerah dibentuk dinas-dinas
daerah yang bertugas dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan
pengelolaan sampah atau kebersihan sebagaimana urusan yang
diserahkan ke pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Penetapan lembaga pengelola kebersihan kota merupakan bagian dari
kebijakan kepala daerah sebagai gambaran tingkat perhatian atas
permasalahan kebersihan kota, penempatan sumber daya manusia
dilembaga pengelola kebersihan yang berperan sebagai dinas fungsional
teknis penyelenggara pengelola sampah kota, sangat jarang ditemukan
yang berkompeten di bidangnya.
Beban kerja pengelolaan sampah- sampah kota semakin hari semakin
bertambah banyak dan kompleks. Kompleksitas masalah tidak hanya
dalam teknis, tetapi juga dalam hal sosial kemasyarakatan, ekonomi,
lingkungan dan bahkan poltik dan keamanan.
8.4.2. Profil Persampahan
1. Gambaran Umum Sistem Pengelolaan Persampahan
Sistem pengumpulan sampah setempat dilakukan dengan sistem
a) Individual. tiap unit RT mengumpulkan sampah di bak yang kemudian
diangkut ke TPS.
b) Komunal, pengumpulan sampah pada beberapa kelurahan.
2. Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Pengelolaan Persampahan yang ada (Aspek Teknis)
Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dan perkembangan
sosial ekonomi dengan segala dinamika di wilayah Kabupaten Gowa
berdampak pada meningkatnya kompleksitas permasalahan lingkungan
yang dihadapi, seperti masalah persampahan. Akibat terbatasnya sarana
dan prasarana, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas,
minimnya dana operasional (termasuk maitenance dan regenerasi
peralatan), dan kapasitas TPA eksisting yang terbatas, mengakibatkan
cakupan pelayanan pengangkutan sampah dan pengelolaan sampah tidak
terlayani. Secara keseluruhan sampah kota yang tidak terangkut secara
akumulasi kondisinya sangat memprihatinkan dan cenderung tidak
ditangani sesuai dengan kaidah lingkungan.
Paradigma umum yang dijumpai saat ini dalam pengelolaan sampah di
Kabupaten Gowa Adalah: KUMPUL-ANGKUT-BUANG. Saat ini prioritas
alokasi anggaran untuk mengelolaan sampah cenderung pada prioritas
rendah, terutama pada kondisi perekonomian yang sulit.
3. Aspek Pendanaan
Perhatian terhadap pengelolaan persampahan masih belum memadai baik
dari pihak kepala daerah maupun DPRD. Secara umum alokasi
pembiayaan untuk sektor persampahan masih dibawah 1% dari total
anggaran APBD. Rendahnya biaya tersebut pada umumnya disebabkan
karena pengelolaan persampahan masih belum menjadi prioritas dan
menggunakan pola penanganan sampah yang ada tidak memperhitungkan
faktor keselamatan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Demikian juga dengan rendahnya dana penarikan retribusi (secara nasional
hanya mencapai 22%), sehingga biaya pengelolaan sampah masih menjadi
beban APBD. Rendahnya biaya pengelolaan persampahan pada umumnya
disebabkan karena masalah persampahan belum mendapatkan perhatian
yang cukup. Hal ini akan berdampak buruk pada kualitas penanganan
4. Aspek Kelembagaan Pelayan Persampahan
Lembaga atau instansi pengelola persampahan merupakan motor
penggerak seluruh kegiatan pengelolaan sampah dari sumber sampai TPA.
Kondisi kebersihan suatu kota atau wilayah merupakan output dari
rangkaian pekerjaan manajemen pengelolaan persampahan yang
keberhasilannya juga ditentukan oleh faktor- faktor lain. Kapasitas dan
kewenangan instansi pengelola persampahan menjadi sangat penting
karena besarnya tanggung jawab yang harus dipikul dalam menjalankan
roda pengelolaan yang biasanya tidak sederhana bahkan cendrung cukup
rumit sejalan dengan makin besarnya kategori kota.
5. Aspek Peraturan Perundangan
Pemerintah daerah secepatnya memberi instruksi guna mengatasi secara
intensif permasalahan persampahan dengan kapasitas dan tanggung jawab
yang lebih terfokus pada pengelolaan persampahan. Hal ini juga harus
diimbagi dengan legitimasi peraturan daerah yang terkait dengan
pengelolaan persampahan, misalnya evaluasi / peninjauan kembali biaya
retribusi persampahan yang applicable, sanksi hukum bagi yang melanggar
peraturan kebersihan, dll.
6. Aspek Peran Serta Masyarakat
Masyarakat (Individu maupun Kelompok) sebenarnya telah mampu
melakukan sistem pengelolaan sampah baik untuk skala individual maupun
skala lingkungan terutama di lingkungan permukimannya. Upaya untuk
menarik swasta ke dalam komponen kegiatan pengelolaan sampah belum
dilakukan secara memadai termasuk memberikan insentif baik berupa
pengurangan pajak bea masuk bahan atau instalasi yang berkaitan dengan
proses pengolahan sampah.
8.4.3. Aspek Permasalahan
1. Aspek Kelembagaan
a. Organisasi belum sesuai dengan kapasitas kewenangan pelayanan
yang dibutuhkan.
c. Terbatasnya SDM yang dimiliki untuk pengoperasian persampahan.
d. Fungsi pengolahan masih tercampur antara pengelolaan yang berperan
sebagai operator dan regulator.
e. Manajemen pelayanan persampahan masih perlu ditingkatkan.
f. Belum Optimalnya pelaksanaan perda yang ada dan sanksi yang tegas
bagi pelanggaran.
2. Aspek Operasional/Teknik :
a. Armada alat berat dilokasi TPA belum ada (excavator dan wheel loader)
sementara hanya bulldozer yang ada di lokasi.
b. Armada angkutan sampah tidak sebanding dengan jumlah sampah yang
dihasilkan setiap hari;
c. Jumlah personil Bidang Kebersihan masih sangat kurang
d. Sistem operasional TPA masih open dumping, ke depan setelah TPA
Pattalassang beroperasi maka TPA Open dumping tidak dimanfaatkan
lagi.
e. Sarana pengolahan sampah untuk mengurangi volume sampah yang
akan dibuang ke TPA belum ada.
f. Sarana dan prasarana operasional yang dibutuhkan meliputi garasi
bulldozer/ pos jaga, jalan masuk, pagar.
3. Aspek Pembiayaan :
a. Belum optimalnya potensi pendanaan masyarakat.
b. Terbatasnya dana yang dilokasikan untuk pengelolaan persampahan.
c. Pendapatan operasi dan pemeliharaan tidak dapat meliputi biaya
operasi dan pemeliharaan.
4. Aspek Peran Serta Masyarakat :
a. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya kebersihan.
b. Bentuk partisipasi masyarakat belum optimal, terbatasnya pada retribusi
yang rendah.
c. Pembangunan dibidang persampahan yang berbasis masyarakat masih
sangat terbatas.
d. Bidang usaha swasta tidak tertarik untuk investasi dibidang
8.4.4. Analisis Permaslahan dan Rekomendasi 1. Analisis Permasalahan
Dalam pengembangan sistem pembuangan sampah, maka hal yang selalu
dipikirkan adalah:
a. Sistem pengumpulan sampah
Alat pengumpul yang cukup efesien adalah gerobak dorong dengan
kapasitas 23 m2. Gerobak dorong dapat mengangkut 34 bak sampah
sekaligus. Waktu yang diperlukan untuk mengisi gerobak adalah ±100
menit. Bila 1 hari gerobak beroperasi 7-8 maka diperlukan 4 kali pulang
pergi 1 gerobak sampah yang ditunjang oleh kondisi topografis.
b. Sistem pengangkutan sampah
Cara pengangkutan sampah dari penampungan untuk sementara
menggunakan truk sampah, mengangkut bak-bak sampah pada
jalan-jalan besar.
Truk press mampu menampung sampah 8,5 m3 setelah dipres yang
artinya mempunyai bobot 1.700 kg. Berat total diperkirakan 4 ton.
Disarankan supaya truk sampah dan muatannya kurang dari 9 ton.
Melihat jenis-jenis truk sampah dengan pemadat yang terjual dipasaran
yang dilengkapi convactor mampu menekan sampah sehingga
mempunyai kepadatan ±400 kg/m3, ini artinya daya tampung truk
sampah sebesar ±15 m3. Selain truk press diperlukan juga truk biasa
yang mempunyai daya angkut setengah dari truk press. Alternatif lain
dapat pula digunakan trailer sebagai kendaraan pengangkut sampah.
Lazimnya trailer ini hanya digunakan untuk mengangkut sampah dari
penampungan sementara ke penampungan akhir.
c. Penampungan Sementara
Untuk sampah-sampah non rumah tangga, yang menghasilkan sampah
perhari dalam jumlah besar, membutuhkan penampungan sementara.
Apabila hasil sampah kurang dari 6 m3 perhari di usulkan di gunakan
penampungan khusus dan apabila sampah yang dihasilkan lebih dari 6
m3 diusulkan untuk menggunakan kontainer 5,6 m3 atau 8,5 m3,
Untuk penempatan container di pasar-pasar memerlukan area parkir.
Selain di pasar-pasar, container juga d’perlukan pada industri-industri,
seperti yang telah digunakan saat ini. Container dengan kapasitas 8,6
m3 dan 8,4 m3 telah diusulkan untuk digunakan sebagai penampungan
sementara.
d. Pembuangan Akhir
Alternatif penanganan sampah di pembuangan akhir adalah diolah
menjadi pupuk, investasi pendahuluan yang besar jumlahnya sangat
diperlukan dalam pengelolahan sampah, kecuali pembakaran terbuka.
Ditinjau dari sudut ekonomis hasilnya belum tentu memuaskan. Sampah
dengan pengolahan composting memerlukan investasi yang sangat
besar dan hasil akhirnya berupa pupuk yang harus bersaing dengan
pupuk organik yang sudah beredar di pasaran.
Pencemaran udara bisa terjadi dengan pembakaran sampah secara
terbuka dan bila tidak terkendali bisa menyebabkan kebakaran di
sekitarnya. Dengan demikian alternatif lain yang harus dilakukan adalah
dibuang. Apabila dibuang ke laut efeknya dapat mencemari biota di laut,
terlebih lagi pantai dan laut disekitar Kabupaten Gowa yang digunakan
sebagai sarana rekreasi dan perikanan laut.
2. Alternatif Pemecahan Masalah
Alternatif Pemecahan Masalah yang bisa ditempuh antara lain adalah :
a. Sistem Pengumpulan Sampah
Alat pengumpulan yang cukup efisien adalah gerobak dorong dengan
kapasitas 23 m3, maka gerobak dorong dapat mengangkut 34 bak
sampah sekaligus.
b. Sistem Pengangkutan Sampah
Cara pengangkutan sampah dari penampungan sementara
menggunakan truk sampah yang mengangkut sampah di bak-bak
sampah pada jalan-jalan besar.
Untuk sampah-sampah non rumah tangga, yang menghasilkan sampah
dalam jumlah besar sehari-hari membutuhkan penampungan
sementara. Apabila hasil sampah yang dihasilkan lebih dari 6 m3 perhari
diusulkan digunakan penampungan khusus dan apabila sampah yang
dihasilkan lebih dari 6 m3 diusulkan untuk menggunakan container 5,6
m3 atau 8,5 m3, kemudian diangkut dengan truk container.
d. Pembuangan Akhir
Alternatif penanganan sampah di pembuangan akhir adalah diolah
menjadi pupuk, investasi pendahuluan yang besar jumlahnya sangat
diperlukan dalam pengolahan sampah, kecuali proses pembakaran
terbuka.
8.4.5. Sistem Pengelolahan Sampah Yang Diusulkan
1. Kebutuhan Pengembangan
Perkiraan produksi sampah yang dihasilkan oleh masyarakat Kabupaten
Gowa dapat diasumsikan bahwa setiap orang menghasilkan 2-3 liter air per
hari, maka pada akhir tahun perencanaan (tahun 2018) produksi sampah
yang dihasilkan, adalah 1.947 m3per hari.
Adapun perkiraan jumlah timbulan sampah dari hasil proyeksi dan analisis
tingkat produksi sampah berdasarkan peningkatan jumlah penduduk
sebagai produsen penghasil utama sampah dengan diasumsikan bahwa
standar produksi sampah adalah 2,5 liter/orang/hari. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.1.
Perkiraan Timbulan dan Kebutuhan Sampah di Kabupaten Gowa Tahun 2014-2018
NO. TAHUN JUMLAH PENDUDUK
TIMBULAN (LITER/HARI) 1 2014 716,680 1,791,701
2 2015 731,730 1,829,326
3 2016 747,096 1,867,741
4 2017 762,785 1,906,963
5 2018 778,803 1,947,008
2. Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Sampah
Usulan dan Prioritas Program Pengelolaan Sampah di Kabupaten Gowa,
yaitu:
a. Penyediaan prasarana dan sarana yakni air bersih, instalasi listrik,
pagar, workshop dan talud di TPA.
b. Penyusunan Sistem Manajemen Operasi dan Pemeliharaan (O&P) TPA.
c. Peningkatan mutu SDM pengelola persampahan dengan
mengalokasikan dana kursus/diklat bagi pegawai yang berprestasi.
d. Penyediaan fasilitas container sampah pada setiap lokasi TPS.
e. Penyediaan armada sampah (dump truck, arm roll, dll) dan alat berat
pengelola sampah di TPA ( wheel loader, excavator, dll).
f. Penyediaan fasilitas box sampah pada lingkungan perkantoran,
perbelanjaan, pelayanan umum dan lain-lain untuk tiga jenis sampah
(sampah organik, non organik dan sampah berbahaya).
3. Pembiayaan Pengelolaan
Alokasi anggaran sarana dan prasarana program persampahan dituangkan
dalam bentuk Rencana Program Jangka Menengah Daerah Kabupaten
Gowa (dan Rencana Program Jangka Panjang Daerah Kabupaten Gowa.
8.5. Rencana Investasi Sub-Bidang Drainase
8.5.1. Petunjuk Umum
1. Umum
Kebutuhan sarana dan prasana bidang penyehatan dan lingkungan salah
satunya yaitu sarana drainase, yang saat ini merupakan salah satu
kebutuhan pokok yang tidak dapat ditawar lagi. Kondisi rendahnya tingkat
kesehatan masyarakat, degradasi kualitas sumber air baku dan lingkungan
merupakan indikasi kebutuhan sarana dan prasarana Penyehatan
Lingkungan Permukiman.
Perkembangan perumahan dan permukiman yang sangat pesat sering
kurang terkendali dan tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang maupun
konsep pembangunan yang berkelanjutan, mengakibatkan banyaknya
kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi sebagai tempat parkir air
akhirnya meningkatkan volume air permukaan yang masuk ke saluran
drainase dan sungai.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan Tujuan dari Rencana Investasi Sub Bidang Drainase adalah
sebagai berikut:
a. Mampu menyiapkan program penanganan drainase dengan sasaran
individu/kelompok/institusi dari berbagai stakeholder yang terlibat
langsung maupun tak langsung dalam penyelenggaraan drainase yaitu
Institusi pengelolahan sistem dan jaringan drainase dan kawasan
tertentu.
b. Adanya kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab institusi
pengelola drainase.
c. Usulan program penyuluhan harus jelas agar peran serta masyarakat
dalam kegiatan pemeliharaan sarana dan prasarana drainase dapat
lebih ditingkatkan.
3. Arah Kebijakan Penanganan Drainase
Penanganan drainase perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan
sebagai prasarana kota yang dilandaskan pada konsep drainase yang
berwawasan lingkungan.
Sasaran kebijakan pengembangan sistem drainase adalah sebagai berikut :
a. Terlaksananya pengembangan sistem drainase yang terdesentralisir,
efektif, efisien dan terpadu.
b. Terciptanya pola pembangunan bidang drainase yang berkelanjutan
melalui kewajiban melakukan konservasi air dan pembangunan
berwawasan lingkungan.
c. Terciptanya peningkatan koordinasi antara kabupaten/kota dalam
penanganan sistem drainase.
4. Isu-Isu Strategis dan Permasalahan
a. Kecenderungan Perubahan Iklim
Adanya fenomena perubahan iklim akibat pemanasan global yang di
tandai dengan kekeringan panjang, curah hujan tinggi berpotensi
mengakibatkan bencana. Perubahan-perubahan tersebut menyebabkan
penanganan drainase yang relatif lebih sulit dan memerlukan biaya yang
b. Perubahan Fungsi Lahan Basah
Akibat kebutuhan lahan yang sangat besar untuk pengembangan
permukiman, industri sering kurang terkendali, tidak sesuai dengan
Rencana Tata Ruang maupun konsep pembangunan berkelanjutan.
Akibat banyaknya kawasan-kawasan rendah yang semula berfungsi
sebagai tempat parkir air (Retarding Pond) lahan basah (wet land)
seperti rawa-rawa, situ-situ, embun dan lain-lain ditimbun sehingga
merubah keseimbangan pola tata air.
c. Belum Adanya Ketegasan Fungsi Sistem Drainase.
d. Kelengkapan Perangkat Peraturan.
e. Penanganan Drainase Belum Terpadu.
f. Pengendalian Debit Puncak.
8.5.2. Profil Drainase
1. Gambaran Umum Kondisi Sistem Drainase Saat Ini
Dengan pertumbuhan penduduk dan kebutuhan prasarana dan sarana
perkotaan yang semakin berkembang dan meningkat di Kabupaten Gowa.
Menggeser areal yang tadinya merupakan ruang terbuka dan secara tidak
langsung menjadi daerah genangan terutama pada musim hujan. Hal ini
menyebabkan daya tampung drainase yang ada tidak mampu menyalurkan
air buangan berupa air hujan terutama jika kejadiannya bersamaan dengan
naiknya air pasang maka akan menimbulkan banjir pada daerah kota.
2. Aspek Teknis
Permasalahan yang dihadapi dalam implementasi pembangunan atau
perbaikan sistem drainase di perkotaan antara lain:
a. Tuntutan genangan yang terjadi harus lebih kecil dibandingkan dengan
perdesaan.
b. Pembebasan lahan dan relokasi (pemindahan) penduduk lebih sulit
dilaksanakan dibandingkan dengan daerah perdesaan yang jarang
penduduknya.
c. Diperlukan penyesuaian terkait dengan adanya limbah domestik dan
limbah industri.
d. Diharapkan sistem drainase yang dibangun/diperbaiki harus sesuai
Perbaikan sistem drainase di daerah perkotaan pada umumnya mengikuti
tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Mempelajari sistem drainase yang sudah ada saat ini.
b. Merumuskan rencana perbaikan sistem drainase.
c. Perencanaan fasilitas drainase. seperti saluran drainase, tanggul,
gorong-gorong, kolam retensi, stasiun pompa dan lain-lain.
d. Pelaksanaan pekerjaan.
e. Operasi dan pemeliharaan fasilitas drainase.
Survei dan Investigasi Yang Diperlukan 1) Umum
Kondisi lokasi sistem drainase yang ada saat ini harus diketahui
secara detail untuk perencanaan sistem drainase. Survei dan
investigasi yang diperlukan meliputi:
a) Topografi.
b) Iklim.
c) Hidrologi.
d) Daerah genangan.
e) Tata guna lahan dan rencana pengembangan masa
mendatang .
f) Sistem drainase yang ada.
2) Topografi
Informasi umum pada lokasi harus diketehui secara rinci.
Informasi yang diperlukan meliputi:
a) Lokasi sistem drainase
b) Elevasi permukaan tanah
c) Batas-batas administrasi
Survei topografi seperti persiapan peta topografi dan survei
tambahan (spot survey) profil saluran drainase dan
bangunan-bangunan drainase diperlukan sebelum perencanaan fasilitas
drainase.
3) Iklim dan Hidrologi
Iklim dan hidrologi sangat menentukan dalam perencanaan
hidrologi adalah seberapa besar curah hujan yang terjadi dalam
sebulan/setahun, intensitas hujan pada masa tertentu dan
dimensi saluran yang diperlukan dalam menyalurkan air limpasan
tersebut agar aman bagi lingkungan, terutama daerah yang perlu
mendapatkan perlindungan dari genangan banjir.
4) Genangan Banjir
Genangan banjir dimaksudkan untuk mengetahui seberapa lama
suatu genangan dalam suatu lingkungan/kawasan. Selain itu
untuk mengetahui sejauh mana dampak yang ditimbulkan serta
seberapa besar dimensi dan waktu yang diperlukan untuk
membuang genangan banjir tersebut sehingga tidak
menimbulkan masalah bagi lingkungan sekitarnya.
5) Sistem Drainase Yang Telah Ada
Dalam perencanaan drainase perlu dimiliki data eksisting dari
drainase yang ada beserta kondisinya. Bertujuan untuk
menghitung sejauh mana sistem drainase yang ada dalam
mengatasi banjir dan seberapa besar sisa banjir yang akan
disalurkan beserta dimensi saluran yang diperlukan untuk
mengatasi permasalahan banjir, hingga dianggap tidak
menimbulkan dampak negatif dari lingkungan tersebut.
Merumuskan Rencana Sistem Drainase
Agar penanganan permasalahan banjir bisa berjalan efektif, selain
pertimbangan teknis dan non teknis, juga diperlukan keterpaduan
program antar dinas dan masyarakat, termasuk prilaku yang
diperlukan untuk mencegah munculnya potensi yang dapat
menyebabkan terjadinya banjir.
Oleh karena itu perencanaan sistem drainase harus
mempertimbangkan aspek teknis dan non teknis.
Secara teknis rencana sistem drainase yang semestinya dilakukan
adalah sistem drainase tersier, sekunder, dan sinkron.
1) Perencanaan Sistem Drainase
a) Survey kawasan rawan banjir dikaitkan dengan arus
perkembangan kota.
b) Melakukan study kelayakan dan study terkait.
c) Investigasi yang meliputi topografi, hidrologi, iklim, tata guna
lahan dan rencana pengembangan kota.
2) Tantangan
a) Prasarana drainase belum memadai, karena masih luasnya
daerah rawan banjir. Pertumbuhan fisik Kota Sungguminasa
dipengaruhi oleh laju pertumbuhan perumahan seperti Citra
Land dan sebagainya yang konsekuensinya pertumbuhan
penduduk semakin meningkat, yang pada akhirnya
mempengaruhi ketersediaan lahan untuk pembangunan
saluran drainase. Makin sempitnya ruang terbuka
menyebabkan makin besarnya pengaliran (koefisien run-off)
air permukaan sehingga beban sistem drainase perkotaan
semakin berat. Dengan demikian pembangunan sistem
drainase perkotaan harus mengantisipasi laju pertumbuhan
penduduk, sejalan dengan arahan Rencana Tata Ruang Kota
maupun pertahapan pelaksanaannya. Dengan demikian
perkembangan perumahan dan permukiman di
Sungguminasa yang sangat pesat perlu dibarengi
pengelolaan drainase seperti dari manggarupi ke Citra Land II
Yusuf Bauty sebaiknya dibuatkan saluran drainase primer
yang membela dua kawasan permukiman tersebut.
Sedangkan untuk saluran pembuangan yang saat ini masih
dikelola oleh Dinas Pengelolahan Sumber Daya Air (PSDA),
disarankan untuk dialihfungsikan menjadi saluran primer
untuk kawasan perkotaan.
b) Harus ada keseimbangan pembangunan antar kota dan
dalam kota : penanganan drainase perlu memperhatikan
fungsi drainase perkotaan sebagai prasarana kota yang
lingkungan. Untuk kawasan Metropolitan Mamminasata, maka
saluran primer perlu terinterkoneksi antar Kota Sungguminasa
dengan Kota Makassar, Kota idaman Pattalassang dengan
Kota baru Moncongloe Maros. Disamping itu saluran primer
sebagai saluran yang menerima masukan aliran dari
saluran-saluran sekunder, sehingga harus terinterkoneksi dan
terpadu.
c) Faktor sosial ekonomi budaya : Kurangnya kesadaran
masyarakat terhadap sanitasi lingkungan dapat menimbulkan
permasalahan dalam pembangunan drainase, sebagai contoh
adalah masyarakat yang membuang sampah ke dalam
saluran, kesemuanya menyebabkan penyempitan saluran
disamping menghambat pembangunan sistem drainase.
Sedangkan kondisi yang ingin dicapai pada program
pembangunan saluran drainase/gorong-gorong sekaitan dengan
ketiga tantangan diatas pada 5 tahun (2014-2018) yang akan
datang adalah untuk mengatasi dan mengurangi daerah yang
rawan genangan secara bertahap dengan mempertimbangkan
kemampuan dan ketersediaan sumber daya yang ada. Untuk itu
perlu pemantapan keterpaduan penanganan pengendalian banjir
dan sektor/sub sektor terkait lainnya berdasarkan keseimbangan
tata air. Disamping itu pengalihfungsian saluran pembuang
menjadi saluran primer perkotaan.
Disamping hal-hal diatas perlu juga diperhatikan pelibatan/peran
serta masyarakat dalam seluruh pelaksanaan rencana drainase.
Untuk rencana saluran drainase yang baik dapat dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menganalisis data hidrologi.
2. Melaksanakan pengukuran.
3. Menggambar saluran.
3. Aspek Kelembagaan
Secara umum organisasi pengelola prasarana dan sarana perkotaan terdiri
dari tiga tingkatan, yaitu eksekutif/direktur, manajer menengah, dan
operator. Disamping itu diperlukan tingkat keempat sebagai penentu
kebijakan, yaitu pemegang otoritas, pada masing-masing tingkatan, dari
puncak sampai bawah, yang memerlukan perencanaan untuk bekerja,
rencana meliputi visi, misi, tujuan, obyektif dan rencana kerja. fungsi
akuntabilitas di dasarkan pada tingkat kesuksesan pelaksanaan rencana
tersebut.
Organisasi atau lembaga pengelola prasarana dan sarana pengendalian
banjir diperkotaan harus dibentuk, tidak hanya pada kawasan perkotaan
saja, tetapi juga diseluruh daerah tangkapan air dan kawasan perairan
pantai, sumber permasalahan berasal. Institusi ini mempunyai tanggung
jawab mengendalikan peningkatan debit dari daerah hulu dengan jalan
menurunkan aliran permukaan.
Disamping itu, lembaga ini juga bertanggung jawab terhadap
pengembangan rencana dan program, persiapan dan implementasi sistem
pembangunan, melakukan operasi dan pemeliharaan, manajemen
keuangan, dan menjaga sistem pendukung pengambilan keputusan.
4. Aspek Pendanaan
Pembangunan drainase tidak memberikan keuntungan secara langsung
kepada masyarakat, sehingga sulit dilakukan secara mandiri / swadaya
kecuali yang sifatnya yang sangat sederhana bahkan di daerah kota
masyarakat cenderung acuh dan kurang peduli, sehingga otomatis
pembangunan drainase menjadi tugas pemerintah. Namun disisi
pemeliharaan bisa saja dilakukan secara partisipasi oleh masyarakat.
5. Aspek Peraturan Perundangan
Untuk dapat melaksanakan konsep penanganan banjir secara
komprehenshif berdasarkan paradigma manajemen air diperlukan
seperangkat peraturan. Dalam peraturan tersebut harus meliputi filosofi
manajemen air (khususnya air hujan) dan implementasinya kedalam
diharapkan dan sanksi terhadap pihak-pihak yang melanggar. Peraturan
harus disusun sedemikian rupa sehingga mudah dipahami oleh pengelolah
dan masyarakat yang menjadi stakeholder.
6. Aspek Peran Serta Masyarakat
Untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki masyarakat terhadap
fasilitas yang akan dikembangkan perlu diperhatikan aspek sosial budaya
masyarakat setempat. Hal ini perlu menghindari terjadinya pertentangan
tujuan antara kehendak pemerintah dan masyrakat. Juga untuk
menghilangkan kesan bahwa fasilitas yang di bangun semata-mata untuk
pemerintah, sehingga masyarakat tidak peduli dengan keberhasilannya.
Oleh karena itu perlu adanya pendekatan dan sosialisasi yang terus
menerus sebelum proyek dilaksanakan. Masyarakat perlu dilibatkan pada
setiap tahap kegiatan pembangunan, mulai dari perumusan gagasan,
perencanaan, pelaksanaan, sampai operasi dan pemeliharaan.
8.5.3. Permasalahan Yang Dihadapi
Permasalahan yang dihadapi dapat dilihat dari beberapa aspek, yaitu
permasalahan sistem drainase yang ada, sasaran drainase, dan rumusan
masalah.
1. Permasalahan Sistem Drainase Yang Ada
Dari permasalahan banjir yang selama ini terjadi di Kabupaten Gowa,
sistem drainase yang ada baru bisa terpenuhi 40% yang termasuk baik,
sedang 60% masih termasuk kategori buruk, sehingga diperlukan
peningkatan/pemenuhan sebesar 60%, disamping itu terhadap kondisi yang
dianggap sudah baik tetap memerlukan pemeliharaan secara periodik baik
dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat.
2. Sasaran Drainase
Saluran drainase yang sudah ada diharapkan mampu mengatasi banjir
yang selama ini terjadi di permukiman penduduk, terutama di daerah
bantaran sungai maupun permukiman yang dekat dengan daerah muara.
Namun sasaran utama yang sangat perlu mendapat perhatian selain
daerah permukiman adalah areal perkantoran/pelayanan umum maupun
3. Rumusan Masalah
a. Mengapa sistem drainase yang ada belum mampu mengatasi
permasalahan banjir yang terjadi selama ini.
b. Faktor apa saja yang menjadi potensi penyebab banjir dan bagaimana
mengatasinya.
8.5.4. Analisis Permasalahan dan Rekomendasi
1. Analisis Kebutuhan
Melihat permasalahan banjir yang selama ini terjadi di Kabupaten Gowa,
hal itu menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan prasarana drainase tersebut
masih jauh dari kebutuhan. Oleh karena itu untuk menjaga keseimbangan
antara kebutuhan dan kemampuan pemda dalam membiayai pembangunan
drainase, perlu dilakukan sistem prioritas berdasarkan fungsi
kawasan/wilayah daerah banjir tersebut sekaligus membuat skenario yang
sesuai.
2. Analisis Sistem Drainase
Pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang begitu cepat telah
menyebabkan perubahan tata guna lahan. Banyak lahan yang semula
berupa lahan terbuka atau hutan berubah menjadi areal permukiman
maupun industri. Hal ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan namun
sudah merambah ke kawasan budidaya dan kawasan lindung yang
berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan fungsi lahan
tersebut adalah meningkatnya aliran tanah. Akibatnya setelah distribusi air
yang makin timpang antara musim hujan dan musim kemarau, debit banjir
meningkat dan ancaman kekeringan semakin besar.
Bertolak dari permasalahan tersebut maka konsep dasar penanganan
drainase berkelanjutan adalah, meningkatkan daya guna air, meminimalkan
kerugian serta memperbaiki dan konservasi lingkungan. Diperlukan
usaha-usaha komprehensif dan integratif yang meliputi seluruh proses, baik yang
bersifat struktural maupun non struktural untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Analisis Jaringan Drainase
Setiap perencanaan dan pelaksanaan jaringan drainase yang dilakukan
sekunder maupun primer, sehingga tidak ada satupun saluran drainase
yang terputus dengan jaringan drainase lainnya. Dari hasil investigasi yang
ada sudah menunjukkan ke arah tersebut. Oleh karena itu, maka master
plan drainase perlu lebih disempurnakan dan disosialisasikan
keberadaannya bagi seluruh lapisan masyarakat.
4. Analisis Ekonomi
Seluruh tahapan pembangunan sistem drainase, mulai dari studi dan
perencanaan rinci sampai pelaksanaan fisik dan siap dioperasikan,
direncanakan selesai dalam jangka waktu empat tahun, umur teknis
bangunan diperkirakan 50 tahun terhitung sejak dimulainya operasi.
Biaya pembangunan terdiri dari biaya dasar pembangunan (investasi awal),
biaya operasi, pemeliharaan dan penggantian.
Sedangkan keuntungan yang diperoleh berasal dari hilangnya kerugian
banjir dengan adanya pembangunan sistem drainase.
5. Alternatif Penyelesaian Masalah
Pembangunan drainase berupa saluran dengan berbagai tipe pada
masing-masing kawasan/areal, tergantung dari debit banjir dan luas areal kawasan.
Sedangkan pada daerah hilir di dekat muara dipasang klep otomatis yang
bertujuan untuk mengatasi masuknya air laut pada saat pasang.
6. Rekomendasi
Untuk menyelesaikan masalah banjir yang dialami Kabupaten Gowa
selama ini, maka perlu penanganan secara sinergis melibatkan masyarakat
dan pemerintah dengan memperhatikan segala yang terkait terutama aspek
teknis dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.
8.5.5. Sistem Drainase Yang Diusulkan
1. Usulan dan Prioritas Program
a. Rehabilitasi dan pembangunan drainase di semua kawasan sebagai
saluran banjir.
b. Pembangunan bronjong dan talud di daerah bantaran sungai.
c. Pembangunan dan rehabilitasi drainase jalan.
a. Pembangunan tanggul bantaran sungai.
b. Pembangunan drainase pada jaringan jalan di seluruh wilayah.
3. Pembiayaan Proyek Penyediaan Drainase
Sumber dana yang diharapkan dalam pembangunan drainase, diharapkan
bersumber pemerintah daerah melalui dana APBD, dana APBD provinsi
maupun dari dana APBN, dan juga partisipasi masyarakat.
8.6. Rencana Investasi Pengembangan Air Minum
8.6.1. Petunjuk Umum
Sub bidang air minum Direktorat Jendral Cipta Karya Kementrian Pekerjaan
Umum memiliki program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan
pelayanan air minum di perdesaan maupun perkotaan, khusunya bagi
masyarakat miskin di kawasan rawan air. Selain itu meningkatkan
keikutsertaan swasta dalam investasi pembangunan sarana air minum
diperkotaan.
Beberapa hal penting diperhatikan dalam pengembangan sistem
pengadaan air minum antara lain:
Peran kabupaten/kota dalam pengembangan wilayah
Rencana pembangunan kabupaten/kota
Memperhatikan kondisi alamiah dan tipologi kabupaten/kota bersangkutan, seperti struktur dan marfologi tanah topografi dan
sebagainya.
Pembangunan dilakukan dengan pendekatan pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Dalam penyusunan RPIJM harus memperhatikan Rencana Induk Sistem Pengembangan Air Minum.
Logical frework (Kerangka logis) penilaian kelayakan investasi pengelolaan air minum.
Keterpaduan pengelolaan air minum dengan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dilaksanakan pada setiap tahapan
penyelenggaraan pengembangan, sekurang-kurangnya dilaksanakan
pada setiap perencanaan, baik dalam penyusunan rencana induk
Memperhatikan perundangan dan peraturan serta pedoman petunjuk yang tersedia.
8.6.2. Gambaran Kondisi Pelayanan Air Minum
1. Gambaran Umum Sistem Penyediaan Dan Pengelolahan
Cakupan eksisting pelayanan sektor air bersih/air minum dikelompokkan
dalam 3 (tiga) kategori : (i) Cakupan kecil (0-35%), (ii) Cakupan sedang
(36-70%), (iii) Cakupan besar (71-100%). Kabupaten Gowa masuk dalam
kategori sedang dengan cakupan 36-70%.
2. Kondisi Sistem Sarana Dan Prasarana Penyediaan Dan Pengelolaan Air
Kondisi sistem sarana dan prasarana penyediaan dan pengelolaan air
minum yang dikelola PDAM di Kabupaten Gowa saat ini, sudah tidak
mampu lagi memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat kota secara baik.
Oleh karena itu dari hasil evaluasi yang dilakukan menunjukkan perlunya
peningkatan kapasitas sarana dan prasarana demikian pula kualitas air
yang tidak memenuhi syarat, kurang layak untuk di komsumsi khususnya
pada musim hujan.
Kondisi sarana dan prasarana air minum yang ada di Kabupaten Gowa
untuk jenis pelayanan perpipaan yang pengelolaan oleh Perusahaan
Daerah Air Minum Gowa, dimana kapasitas produksi tahun ini PDAM
bangun tambahan kapasitas 40 liter per detik di IKK.
a) Sistem Non Perpipaan
Aspek Teknis
Sistem non perpipaan yang ada umumnya berupa sumur, baik
berupa sumur gali maupun sumur bor, dimana untuk sumur bor
masih sangat terbatas penggunaanya akibat biaya yang cukup besar
dan bisa memicu terjadinya intrusi air laut masuk ke sumber air
penduduk. Sementara untuk sumur gali permasalahannya adalah
kualitas air yang dihasilkan umumnya memiliki rasa yang asin,
disamping itu cenderung terjadi pencemaran, karena banyak yang
masih belum dilantai dan disekat dengan septik tank warga sehingga
cenderung terkontaminasi dengan sumur mereka yang menimbulkan
Aspek Pendanaan
Mengingat ketersediaan dana dari pemerintah maupun kemampuan
masyarakat dalam membiayai penyediaan sarana dan prasarana air
bersih, maka diperlukan dukungan dan dari pihak ke tiga yang
diharapkan mampu membantu kebutuhan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan air bersih sehingga kesehatan masyrakat
terkait dengan konsumsi air bersih bisa terpenuhi.
Aspek Kelembagaan dan Peraturan
Belum adanya lembaga yang menangani masalah ini baik yang
dilakukan oleh lembaga pemerintah maupun masyarakat, sehingga
sampai saat ini hanya dilakukan secara individu. Penanganan
prasarana ini juga biasanya dilakukan melalui program
pemberdayaan masyarakat dan program yang dilakukan oleh Dinas
Permukiman dan Tata Ruang Daerah maupun Provinsi.
b) Sistem Perpipaan
Aspek Teknis
Tingkat pelayanan yang rendah disebabkan karena ketersediaan air
baku yang ada tidak memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan, sehingga perlu mencari sumber air baku baru yang
diperkirakan mampu memenuhi tujuan tersebut.
Operasional dan maintenence yang tidak sesuai standar menjadi
kendala. Disamping itu ketersediaan tenaga untuk melayani
operasional sistem perpipaan tersebut sangat kurang, sehingga
menyebabkan pelayanan kepada pelanggan mengalami kendala.
Aspek Pendanaan
Terbatasnya dan APBD, disebabkan karena alokasi dana lebih
diprioritaskan pada kebutuhan lain yang sifatnya lebih urgen,
menyebabkan higga saat ini pemenuhan dana untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat belum terjangkau jaringan pipa belum dapat
direalisasikan. Untuk menyediakan prasarana dan sarana memang
memerlukan investasi yang cukup besar, terlebih jika yang akan