• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR BAB V PRIORITAS KABUPATEN WAJO BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "LAPORAN AKHIR BAB V PRIORITAS KABUPATEN WAJO BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR

BAB V

PRIORITAS KABUPATEN WAJO BIDANG CIPTA KARYA

5.1 Strategis Nasional Klaster A

Strategi Nasional diperlukan sebagai sebuah langkah strategis

untuk mencapai visi REDD+ di Indonesia untuk mengelola hutan dan

lahan gambut secara berkelanjutan sebagai aset nasional yang dapat

memberi manfaat sebesar-besarnya pada kemakmuran rakyat. Strategi

Nasional REDD+ diformulasikan untuk membangun pondasi dan

memberikan pedoman menuju tata kelola hutan dan lahan gambut yang

baik dan terintegrasi melalui pendekatan sistematis dan proses inklusif

dengan melibatkan banyak pihak.

Dokumen Strategi Nasional dirumuskan tidak hanya berdasarkan

pada penyebab-penyebab deforestasi dan kerusakan hutan dan lahan

gambut, tetapi juga tujuan ke depan untuk mencapai paradigma baru

pengelolaan sumber daya alam Indonesia yang berkelanjutan demi

kemakmuran rakyat. Perumusan ini tentu mempertimbangkan

prinsip-prinsip efektifitas, eficiensi, keadilan dan kesetaraan gender, transparansi

dan akuntabilitas. Strategi Nasional ini juga memastikan bahwa lembaga,

peraturan, proses, dan praktek yang berkaitan dengan pengelolaan

sumber daya lahan dan kehutanan menggunakan pendekatan yang

transformatif dan progresif.

Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) :

1. KSK dengan sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi;

a. Kawasan strategi cepat tumbuh perkotaan, ditetapkan di

Kecamatan Tempe dan Tanasitolo;

b. Kawasan strategi cepat tumbuh simpul transportasi layanan

pelabuhan dan perdagangan ditetapkan di Kawasan Siwa

Kecamatan Pitumpanua;

c. Kawasan strategi cepat tumbuh simpul transportasi dan

perdagangan ditetapkan di Kawasan Anabanua Kecamatan

Maniangpajo, Kawasan Doping Kecamatan Penrang dan

(2)

LAPORAN AKHIR

d. Kawasan strategi Pengembangan lahan pertanian ditetapkan

di Kecamatan Belawa, Pitumpanua, Keera, Pammana,

Gilireng, Maniangpajo, Sabbangparu, Sajoanging dan

Majauleng;

e. Kawasan strategis pengembangan minapolitan ditetapkan di

Kecamatan Pitumpanua, Keera, Sajoanging, Penrang dan

Takkalalla.

2. KSK dengan sudut kepentingan sosial budaya;

a. Kawasan rumah adat Atakkae di Kecamatan Tempe;

b. Kawasan pelestarian budaya dan pendidikan syar agama

islam di Sengkang Kecamatan Tempe, Menge Kecamatan

Belawa, Pitumpanua, Majauleng, Bola, Doping Kecamatan

Penrang, dan Takkalalla;

c. Kawasan pengembangan wisata danau tempe di Kecamatan

Tempe.

3. KSK dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya

alam dan/atau teknologi tinggi;

a. Kawasan pertambangan dan pabrik pengolahan gas alam

Gilireng di Kecamatan Gilireng;

b. Kawasan pelabuhan khusu LNG Keera di Kecamatan Keera;

c. Kawasan pemancar telekomunikasi di Kelurahan Pattirosompe

Kecamatan Tempe;

d. Kawasan bendungan paselloreng di kecamatan Gilireng dan

Kecamatan Majauleng dan Kecamatan Sajoanging dengan

luas lahan lebih kurang 2.572,21 Ha;

4. KSK dengan sudut kepentingan lingkungan hidup;

a. Kawasan sempadan Danau tempe di Kecamatan Tempe;

b. Kawasan WS Walennae – Cenranae di sebagian kawasan WS

Bila Kecamatan maniangpajo, Kawasan WS Siwa Kecamatan

Pitumpanua, Kawasan WS Gilireng Kecamatan Gilireng, dan

Kawasan WS.Keera Kecamatan Keera;

c. Kawasan pengolahan tambang gas alam Gilireng di

(3)

LAPORAN AKHIR

5.2 Strategis Nasional Klaster B

Dalam hal ini Kabupaten/Kota yang berada pada Klaster B adalah

yang hanya memiliki Perda RTRW.

5.3 Pemenuhan SPM

Satu hal yang paling esensial dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah ialah pembagian urusan pemerintahan antara

pemerintah (presiden) dan pemerintahan daerah. Penyelanggaraan

desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara

Pemerintah dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan

tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai

urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan

Pemerintah. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut terjaminnya

kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.

Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang

menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ini

ditentukan menjadi urusan pemerintah. Dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah

menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas

pembantuan. Sesuai isi pasal 10 ayat (3) UU No. 32/2004, urusan

pemerintahan yang tidak menjadi urusan pemerintahan daerah adalah :

(1) politik luar negeri, (2) pertahanan, (3) keamanan, (4) yustisi, (5)

moneter dan fiskal nasional, dan (6) agama.

Bidang-bidang lain diluar 6 bidang diatas menjadi urusan

pemerintahan daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi luas dan nyata.

Dalam rangka merealisasikan otonomi daerah yang luas dan nyata ini

menuntut pemerintahan daerah yang tanggap, mampu dan mempunyai

kinerja yang tahan uji, yang menyangkut pemerintah daerah dan DPRD.

Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan Pemerintahan

Daerah memasuki horison baru dalam tata pemerintahan daerah di

Indonesia. Hal itu menyangkut kewenangan Pemerintah dan

Pemerintahan Daerah yang sepintas lalu lebih luas dibanding dengan

kewenangan Pemerintah (Pusat). Bila dikaji lebih dalam, sebagai

(4)

LAPORAN AKHIR

mengurus 6 urusan seperti tersebut diatas, bukan berarti Pemerintah

melepaskan atau mendelegasikan sepenuhnya urusan lainnya kepada

pemerintahan daerah. Pemerintah (Pusat) masih memegang kendali

kewenangan tersebut, khususnya di bidang pengawasan dan

pengendalian serta pendanaan.

Adapun urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

pemerintah daerah, terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan

pemerintahan yang diserahkan kepada daerah disertai dengan sumber

pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana, serta kepegawaian sesuai

dengan urusan yang didesentralisasikan. Menurut Pasal 14 UU No 32

Tahun 2004, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah

kabupaten/kota merupakan urusan yang ada dalam skala kabupaten/kota

meliputi:

 perencanaan dan pengendalian pembangunan,

 perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang,

 penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman

masyarakat,

 penyediaan sarana dan prasarana umum,

 penanganan bidang kesehatan,

 penyelenggaraan pendidikan,

 penanggulangan masalah sosial,

 pelayanan bidang ketatanegakerjaan,

 fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah,

 pengendalian lingkungan hidup,

 pelayanan pertanahan,

 pelayanan kependudukan, dan catatan sipil,

 pelayanan administrasi umum pemerintahan,

 pelayanan administrasi penanaman modal,

 penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, dan

 urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan

perundang-undangan.

Dalam hubungan dengan penyelenggaraan pelayanan kepada

(5)

LAPORAN AKHIR

kabupaten/Kota maka pelaksanaan urusan wajib dan pilihan tersebut

menjadi acuan dan tolok ukur keberhasilannya. Penyelenggaraan urusan

wajib merupakan penyediaan pelayanan dasar kepada masyarakat sesuai

dengan Standar Pelayanan Minimal sebagai alat ukur yang ditetapkan

pemerintah.

Birokrasi di era otonomi daerah ini tidak bisa tidak harus

mempunyai tolok ukur yang digunakan untuk menilai kinerja pelaksanaan

pelayanan publik. Secara international, tolok ukur tersebut biasa disebut

Minimum Service Standard. Peter F. Drucker berpandangan bahwa tidak

ada di dunia yang disebut negara tertinggal, yang ada adalah under

managed country. Ketertinggalan negara-negara terbelakang terutama

disebabkan oleh ketertinggalan dalam manajemennya. Salah satu

kelemahan dalam manajemen ini adalah karena tidak mampunya

birokrasi memberikan pelayanan, karena :

 manajemennya tidak memiliki wawasan dan bakat bisnis;

 mereka membutuhkan orang-orang baru;

 sasaran dan hasilnya tidak terukur dan tidak nyata.

Sedemikian pentingnya pemberian pelayanan ini, sehingga

Pemerintah melalui PP No. 65 Tahun 2005 tentang Pedoman

Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) telah

menetapkan aturan keharusan diterapkannya urusan wajib daerah,

terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar baik kepada Provinsi

maupun kepada Kabupaten/Kota.

Melalui metode kualitatif dan pengumpulan data dengan wawancara

mendalam (depth interiew), kajian ini telah dilakukan di 7 (tujuh) Provinsi

dan 14 (empat belas) Kabupaten/Kota, yaitu :

1. Provinsi Sumatera Selatan (Kota Prabumulih dan Kabupaten

Muara Enim)

2. Provinsi D.I.Yogyakarta (Kota Yogyakarta dan Kabupaten

Sleman)

3. Provinsi Bali (Kota Denpasar dan Kabupaten Jembrana)

4. Provinsi Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin dan Kabupaten

(6)

LAPORAN AKHIR

5. Provinsi Nusa Tenggara Timur (Kota Kupang dan Kabupaten

Kupang)

6. Provinsi Maluku Utara (Kota Ternate dan Kota Tidore

Kepulauan)

7. Provinsi Papua (Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura)

Kajian ini telah memperoleh temuan-temuan menarik seputar

penerapan standar pelayanan minimal di daerah, khususnya dalam

bidang pendidikan dan kesehatan.

SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar

yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga

secara minimal. SPM merupakan alat Pemerintah dan pemda untuk

menjamin akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara

merata. SPM ditetapkan oleh Pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh

pemda provinsi dan pemda kabupaten/kota dan merupakan bagian dari

penyelenggaraan pelayanan dasar nasional.

Namun demikian, sejak penyelenggaraan kewenangan

dicanangkan melalui PP No. 25 Tahun 2000 belum ada ketentuan yang

mengatur tentang SPM. Saat itu Pemerintah mengeluarkan SE Mendagri

No. 100 Tahun 2002 sebagai landasan penyusunan SPM. Kebijakan

tentang SPM itu sendiri baru ditetapkan setelah lahir UU Nomor 32 tahun

2004 tentang Pemerintahan Daerah, yakni dengan diterbitkannya PP

Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

SPM.

PP tersebut jelas ditujukan kepada Kementerian

Negara/Departemen/ LPND untuk menyusun pedoman dan penerapan

SPM di sektornya masing-masing. Tetapi dalam prakteknya, tidak semua

Kementrian Negara/Departemen/LPND telah menyusun SPM-nya.

Tercatat, setidaknya terdapat 9 instansi pusat yang telah menyusun SPM,

dimana di dalamnya terdapat 2 instansi yang secara intens memperbaiki

SPM-nya sesuai dengan perkembangan kebijakan yang terjadi, yakni

Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional.

Secara teknis, Departemen Dalam Negeri telah menerbitkan

Permendagri Nomor 6 Tahun 2007 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan

(7)

LAPORAN AKHIR

Rencana Capaian SPM. Berdasarkan kebijakan ini, maka pemerintahan

di daerah diminta untuk menyesuaikan pelayanannya sesuai dengan

aturan SPM tersebut.

Sesuai dengan kewenangan yang telah ditetapkan, penyelengaraan

SPM merupakan tugas dan tangungjawab gubernur dan bupati/ walikota,

dan dalam pelaksanaannya melibatkan multidinas/ instansi, baik pada

tahap perencanaan, penerapan, maupun pada tahap monitoring dan

evaluasi.

Pengorganisasian pelaksanaan SPM di daerah diwujudkan dalam

bentuk pembagian urusan yang dilaksanakan oleh masing-masing

pemerintahan pusat, provinsi, kabupaten/kota.

Amat disayangkan, ketiadaan sanksi yang tegas terhadap instansi

yang belum menyusun SPM ataupun yang belum melaksanakan SPM,

menyebabkan PP Nomor 65 Tahun 2005 ini terlihat kurang menggigit dan

terkesan hanya sebagai kebijakan bermodel universal dan bukan

bermodel imperatif. Dengan demikian, wajar saja bila masih banyak

instansi yang setengah hati dalam menyusun SPM-nya, kalaupun ada,

mereka biasanya tidak pernah melaksanakan monitoring dan evaluasi

secara reguler/terprogram akan pencapai SPM tersebut.

5.5 Inovasi/Kreatifitas Program

Perubahan yang terjadi pada masa perkembangan dunia sekarang

ini sangat cepat sekali, hal ini menuntut birokrasi untuk selalu dapat

berfikir cepat mengembangkan kreativitas sekaligus berinovasi. Tuntutan

globalisasi yang tengah melanda dunia di berbagai sektor pelayanan

publik, khususnya peradaban dari luar negeri baik teknologi maupun

aspek sosial yang masuk ke Indonesia dengan cepat dapat disikapi

dengan arif dan bijaksana. Kapasitas aparatur senantiasa dioptimalkan

melalui pengembangan kemampuan profesionalisme aparatur yang

kreatif dan inovatif.

Masyarakat semakin kritis untuk mendapatkan pelayanan terbaik

dari pemerintah. Masyakat bebas memberikan pembanding pelayanan

(8)

LAPORAN AKHIR

Sehingga dapat bersaing dengan pihak swasta baik dari dalam maupun

luar negeri. Setiap kegiatan pelayanan diupayakan selalu dapat dicari

pemecahan permasalahan yang ada untuk dapat dengan segera dicari

solusi yang dapat segera dikerjakan dengan kreatif. Peningkatan

efektivitas kinerja aparatur setiap saat perlu mendapatkan perhatian dari

pemegang kebijakan yang disertai oleh komitmen pribadi dari

masing-masing aparatur untuk selalu berkreasi dan berinovasi dalam setiap

pekerjaan yang menjadi beban tugas pokok dan fungsi mereka. Dari

analisis beban kerja pada masing-masing aparatur yang terangkum dalam

beban kerja instansi diharapkan dapat ditindaklanjuti dengan program

kegiatan pembangunan yang mengarah kepada tercukupinya

kebutuhan-kebutuhan masyarakat secara optimal.

Berkembangnya kreativitas serta inovasi yang dimiliki oleh aparatur

dalam membuat program pembangunan pendukung pelayanan publik

akan meningkatkan derajat kehidupan masyarakat. Selain itu harkat dan

martabat bangsa akan terangkat, sehingga tidak menjadi bangsa yang

selalu terbelakang dalam setiap bidang kegiatan, siap bersaing dalam era

globalisasi untuk menjadi bangsa yang kuat, kokoh untuk memantapkan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan permasalahan hukum yang dikemukakan tersebut di atas, terdapat permasalahan hukum normatif yaitu adanya kekosongan hukum, karena aturan yang mengatur

• Pola pembinaan Pegawai Negeri Sipil harus menggambarkan alur pengembangan karier yang menunjukan keterkaitan dan keserasian antara jabatan, pangkat, pendidikan

Pada proses pengujian dilakukan dengan membandingkan laporan yang ada di NBF dengan laporan yang dihasilkan oleh Openbravo. Untuk menguji efektifitas sistem

Kepentingan dan kebutuhan masyarakat akan hidup sejahtera lahir dan bathin, tempat tinggal dan lingkungan yang baik dan sehat yang terbebas dari dampak negative

Mengingat luasnya permasalahan yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa Prancis maka masalah yang dapat dibatasi dalam penelitian ini adalah mengenai efektifitas metode kelompok

Hal ini semakin diperkuat dengan penjelasan dari gambar, dimana nilai kalor dengan perbandingan komposisi 0,5 lebih tinggi untuk setiap variasi penambahan Black

bahwa pada akhirnya skripsi yang berjudul Komitmen organisasi ditinjau dari kepuasan kerja guru sekolah minggu di GKI Ngagel Surabaya ini dapat selesai. Peneliti menyadari bahwa

Pada rancang bangun mesin bending otomatis untuk begel diameter 8mm, ini juga merupakan otomisasi yakni pengontrolan arus listrik sehingga motor dapat on/off secara