• Tidak ada hasil yang ditemukan

9Pembangunan Sektor Agribisnis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "9Pembangunan Sektor Agribisnis"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Pendahuluan

Ekonomi dan lingkungan hidup berasal dari akar kata yang sama yaitu “oikos”. Namun, pada kenyataannya kepentingan ekonomi di satu sisi dan kepentingan pelestarian lingkungan hidup di sisi lain, tidak mudah untuk disamakan, bahkan cenderung bersifat trade-off. Sehingga ekonom dan ahli lingkungan cenderung berseberangan dalam pemikiran pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan.

Kaum ahli lingkungan (konservatis) cenderung berpendapat bahwa pembangunan ekonomi selalu mengorbankan kepentingan kelestarian lingkungan hidup. Revolusi hijau (green revolution) yang terjadi dalam pembangunan pertanian sering dituduh sebagai penyebab kerusakan lingkungan hidup. Sebaliknya ekonom berpandangan bahwa sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dimanfaatkan dalam pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga penduduk tidak merusak lingkungan.

Perkembangan pemikiran tentang kaitan lingkungan hidup dengan pembangunan ekonomi, yang muncul kemudian menamakan diri sebagai kaum “tengah-tengah” (the mid way). Kaum “tengah-tengah” ini menolak sikap ekstrim konservatis dan ekonom, dan mengajukan pemikiran bahwa pelestarian lingkungan hidup sama pentingnya dengan pembangunan ekonomi. Melestarikan lingkungan hidup tanpa pembangunan ekonomi akan menciptakan kemiskinan. Sebaliknya pembangunan ekonomi tanpa pelestarian lingkungan hidup, tidak akan berjalan langgeng. Oleh karena itu, konsep pembangunan ekonomi yang mereka ajukan adalah mengendogenuskan kepentingan lingkungan dalam pembangunan ekonomi, yang dikenal dengan pembangunan ekonomi yang berkelanjutan (sustainability development). Konsep inilah melahirkan ekonomi konservasi pada level mikro, dan ecolabeling pada level global.

Persoalan pokok pada penerapan konsep pembangunan ekonomi berkelanjutan adalah strategi pembangunan ekonomi yang bagaimana harus ditempuh agar kepentingan pelestarian lingkungan dapat diakomodasikan. Dalam makalah ini akan didiskusikan bahwa strategi pembangunan ekonomi

9

Pembangunan Sektor Agribisnis

Sebagai Industrialisasi yang

Lebih Bersahabat dengan

Lingkungan Hidup

(2)

Indonesia di masa Ialu cenderung mengorbankan kepentingan lingkungan hidup. Kemudian akan didiskusikan bahwa strategi pembangunan ekonomi dengan pendekatan sistem agribisnis berpotensi besar untuk mengakomodir kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup.

Strategi Industrialisasi Masa Lalu dan

Dampak Lingkungan

Meskipun pada GBHN setiap PELITA di masa lalu, menempatkan sektor agribisnis (sebagai bentuk pembangunan industri yang didukung pertanian tangguh) sebagai strategi pembangunan ekonomi nasional, pada kenyataannya strategi yang dikembangkan adalah kombinasi strategi strategi industrialisasi berspektrum Iuas dan industri canggih. Industri-industri yang memperoleh keberpihakkan kebijakan (makro) maupun fasilitas (infrastruktur) pada kombinasi strategi tersebut antara lain adalah industri elektronika, otomotif, tekstil, kimia, pesawat terbang, dll.

Karakteristik dari pelaksanaan kombinasi strategi tersebut antara lain adalah: (1) tidak berbasis pada sumber daya dalam negeri, tapi berbasis impor dan merupakan relokasi atau perluasan strategi industri negara lain, (2) tidak melibatkan partisipasi rakyat banyak dan hanya sekelompok kecil masyarakat (pengusaha), (3) bersifat padat modal sehingga konsumsi energi besar, (4) berpusat di perkotaan dan dibangun secara mega proyek baik perusahaan

(mega company), infrastruktur (jalan tol, kawasan industri) maupun fasilitas pendukung (perkantoran, pusat perbelanjaan, perumahan yang mercusuar).

Kebijakan makro ekonomi khususnya nilai tukar rupiah over-valued yang memang diperuntukkan (by design) mendukung strategi tersebut di masa lalu, telah mengorbankan sektor pertanian. Dengan kebijakan nilai tukar rupiah

overvalued, berarti mensubsidi impor sekaligus memajak ekspor produk pertanian, sehingga harga produk pertanian menjadi rendah di dalam negeri (juga by design agar upah buruh murah di perkotaan). Hal ini menyebabkan tingkat keuntungan sektor pertanian menjadi rendah, pendapatan masyarakat pedesaan rendah, dan nilai aset pertanian (lahan) menjadi rendah

(undervalued). Tingkat keuntungan yang rendah pada sektor pertanian-pedesaan dan ditambah pula dengan kebijakan suku bunga perbankan yang relatif tinggi, menyebabkan investasi sektor pertanian-pedesaan tidak layak, sehingga upaya untuk mempertahankan kelestarian ekosistem tidak ada, mendorong urbanisasi (capital drain, brain-drain) dan konversi lahan pertanian menjadi lapangan golf, kawasan pemukiman, dan lain-lain menjadi sangat mudah.

(3)

Kemudian, pemihakan pada para pengusaha dan tidak mengikut-sertakan penduduk lokal, juga terjadi pada pemanfaatan sumber daya alam (hutan, perairan). Akibatnya pengusaha yang mengekploitasi sumber daya hutan dan perairan, menjadi tidak terkontrol (tidak ada kontrol sosial, sementara upaya penegakan lemah) dan tidak memperdulikan dampaknya terhadap lingkungan dan kehidupan penduduk lokal. Demikian juga dalam membuka perkebunan, pengusaha (yang memang tidak tinggal di wilayah tersebut) cenderung menempuh jalan pintas dalam pembukaan lahan dengan cara membakar.

Strategi, kebijakan dan pengelolaan pembangunan dimasa lalu telah mengakibatkan berbagai bentuk permasalahan kemerosotan mutu lingkungan hidup di Indonesia. Pemusatan penduduk dan kegiatan industri di perkotaan telah menyebabkan tekanan yang berlebihan pada ekosistem, sehingga mengganggu keseimbangan ekosistem. Meningkatnya permintaan ruang untuk menampung aktivitas penduduk dan industri di perkotaan, menyebabkan lahan hijau di perkotaan berubah fungsi. Sementara itu aktivitas penduduk dan industri yang begitu intensif per satuan ruang dan waktu, telah menimbulkan polusi gas-gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan udara. Pemanasan udara ini diatasi dengan AC yang justru menghasilkan gas-gas perusak ozon.

Selain tekanan yang berlebihan pada ruang, tekanan yang berlebihan juga terjadi pada sumber daya air. Pemanfaatan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan perkotaan telah melampaui kemampuan penyediaan air secara alamiah (air sungai). Alternatif nyata yang ditempuh masyarakat perkotaan adalah memanfaatkan air tanah (sumur-sumur) yang telah menimbulkan intrusi air laut. Alternatif lain yang ditempuh adalah mengekploitasi air bersih pegunungan dengan bentuk air bersih kemasan (Aqua, Aires, dll.).

Eksploitasi sumber mata air pegunungan yang berlebihan ini dan kerusakan hutan akibat pemanfaatan yang salah, telah mengganggu tata air alamiah dari ekosistem. Air hujan yang jatuh di pegunungan tidak lagi mampu ditahan tapi langsung mengalir ke hilir. Akibatnya banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau, erosi tanah, pelumpuran dan lain-lain. Sementara masyarakat perkotaan berjuang menyelamatkan diri dari banjir, petani dataran rendah mengeluh padinya tergenang, dan petani dataran tinggi juga mengeluh menyaksikan lahan pertanian mereka makin tandus. Hujan tidak lagi berkat tapi sudah menjadi malapetaka.

(4)

Sektor Agribisnis: Industri yang Bersahabat

Dengan Lingkungan

Belajar dari pengalaman masa lalu, bahwa strategi, kebijakan dan pengelolaan pembangunan yang kita tempuh dimasa lalu, bukan hanya tidak berhasil tapi juga mendatangkan multi krisis yakni krisis moneter, ekonomi, pangan dan lingkungan hidup. Oleh karena itu, kita harus meninggalkan strategi industrialisasi tersebut dan beralih kepada strategi industrialisasi yang lebih bersahabat terhadap kepentingan ekonomi rakyat banyak dan lingkungan hidup, yakni sektor agribisnis.

Strategi industrialisasi melalui pengembangan sektor agribisnis yang dimaksud adalah pembangunan secara harmonis dari subsistem dari agribisnis yaitu: subsistem agribisnis hulu (up-stream agribusiness) yakni kegiatan yang menyediakan sarana produksi pertanian; Subsistem usahatani/pertanian primer (on-farm agribusiness) yakni kegiatan produksi pertanian primer; Subsistem agribisnis hilir (dawn-stream agribusiness) yakni kegiatan yang mengolah produk pertanian primer menjadi olahan beserta perdagangannya; dan Subsistem jasa penunjang (supporting institution) yakni kegiatan yang menyediakan jasa bagi agribisnis (penelitian dan pengembangan, perbankan, infrastruktur fisik dan normatif, kebijakan pemerintah, dll).

Prinsip dasar dari pembangunan sektor agribisnis adalah sebagai berikut: Pertama, pembangunan sektor agribisnis berbasis sumber daya dan ekosistem. Artinya, pembangunan sektor agribisnis didasarkan pada potensi ekosistem setiap wilayah, sehingga melibatkan seluruh wilayah dengan segala keberagamannya (keberagaman hayati, keberagaman mikroklimat, keberagaman sosial budaya, keberagaman sumber daya manusia, keberagaman sumber daya lahan, dll.).

Kedua, pembangunan sektor agribisnis adalah pembangunan subsistem-subsistemnya secara harmonis. Subsistem agribisnis hilir tidak akan berhasil dan langgeng bila tidak didukung oleh pengembangan subsistem usahatani dan subsistem usahatani tidak akan berhasil dan langggeng bila tidak didukung oleh pengembangan subsektor agribisnis hulu. Artinya, untuk memenuhi kebutuhan produk hayati yang meningkat dilakukan melalui peningkatan kapasitas ekosistem beserta teknologi pemanfaatannya. Tuntutan keberagaman konsumsi dipenuhi dengan keberagaman komoditas yang dikembangkan dan keberagaman teknologi pengolahan produk.

Ketiga, pengusahaan agribisnis komoditas haruslah integrasi vertikal. Selain untuk mengakomodir prinsip kedua diatas, pengusahaan integrasi

(5)

vertikal ini dimaksudkan agar para petani yang mengusahai usahatani dapat menikmati nilai tambah yang ada pada agribisnis hulu dan hilir. Tidak seperti pembangunan di masa lalu, dimana para petani hanya menikmati nilai tambah kecil yakni pada usahatani sedangkan nilai tambah terbesar yakni pada hulu dan hilir dikuasai dan dinikmati oleh para pengusaha yang semua berada di perkotaan (desa membangun kota).

Bila ketiga prinsip diatas dapat di jalankan maka pembangunan sektor agribisnis sebagai bentuk strategi industrialisasi akan mampu mengakomodir kepentingan ekonomi dan perlindungan lingkungan hidup. Pembangunan sektor agribisnis berarti membangun seluruh wilayah (karena sumber dayanya ada di setiap wilayah) mulai dari Sabang sampai Merauke, mulai ZEE hingga ke pegunungan. Karena manfaat pembangunan sektor agribisnis (nilai tambah) sebagian besar dinikmati oleh masyarakat pedesaan di setiap wilayah, maka akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pedesaan. Peningkatan pendapatan ini mempunyai manfaat ganda; di satu sisi akan dapat menggerakkan perekonomian wilayah (baik sektor agribisnis maupun sektor lain), di sisi lain petani juga memiliki likuiditas yang cukup untuk melakukan investasi konservasi tanah dan air di lahan mereka.

Kemudian, karena yang mengusahai dan menikmati manfaat sumber daya hutan adalah masyarakat setempat, tidak akan sampai merusak hutan seperti yang dilakukan oleh para pengusaha HPH, karena masyarakat lokal telah memiliki sistem kelembagaan tradisional dalam pengelolaan ekologi pedesaan. Demikian juga, pemanfaatan sumber daya perairan, Bila agribisnis perikanan laut dikuasai dan dinikmati oleh masyarakat nelayan, mereka tidak akan merusak hutan bakau atau menggunakan teknologi pukat harimau, karena mereka sadar bila hutan bakau rusak atau perairan rusak, kehidupan ekonominya akan terancam.

Bila pembangunan sektor agribisnis di jadikan sebagai strategi industrialisasi nasional, maka perkembangan kegiatan ekonomi akan menyebar dan beragam, mengikuti penyebaran dan keberagaman ekosistem. Perkembangan kegiatan ekonomi yang demikian, dari sudut ekonomi akan mampu mencapai pertuinbuhan ekonomi sekaligus pemerataan. Sedangkan dari segi kepentingan pelestarian lingkungan hidup, perkembangan kegiatan ekonomi yang demikian berarti menyeimbangkan tekanan penduduk terhadap ruang (kota-desa, dataran tinggi-dataran rendah, Jawa luar Jawa, KBI-KTI) beserta sumber daya alam. Termasuk di dalam keberagaman sektor agribisnis adalah keberagaman komoditas, sehingga kelestarian keberagaman hayati (sebagai blue print) juga dapat di jamin. Kegiatan ekonomi agribisnis

(6)

memang akan menghasilkan produk dan limbah (sama seperti industri lain). Namun produk dan limbah dari sektor agribisnis adalah bahan organik yang bersifat dapat dihancurkan oleh mikroba atau bakeri (biodegradable). Selain itu, agroindustri juga menghasilkan limbah berapa gas CO, CO2 / dll., akan tetapi pada usahatani terdapat “perkebunan karbon” yang dapat menyerap gas karbon melalui fotosintesa tanaman. Dengan demikian siklus karbon yang secara alamiah terdapat dalam ekosistem tidak dirusak.

Dengan perkataan lain, pembangunan sektor agribisnis sebagai strategi industrialisasi pada dasarnya mengintemalisasi kepentingan pelestarian lingkungan hidup (ekosistem), karena keberlanjutan dari sektor agribisnis akan ditentukan kelestarian ekosistem. Sebaliknya, strategi industrialisasi di luar sektor agribisnis mengeksternalisasi kepentingan pelestarian lingkungan hidup, sehingga kalau mau di internalisasi memerlukan upaya penegakan hukum yang pelaksanaannya membutuhkan biaya besar dan tergantung kesadaran tinggi.

Catatan Penutup

Selama ini sumber daya hutan dan perairan pada dasarnya dianggap milik umum (common property), dalam arti semua orang dapat memanfaatkannya asal dapat ijin dari pemerintah. Sumber daya yang demikian pada praktiknya sering terjebak dalam fenomena tragedy of common property right yakni common property is no body property right, sehingga tak seorangpun yang bertanggung-jawab dalam melestarikannya.

Oleh karena itu, diperlukan reformasi kelembagaan pengelolaan sumber daya hutan dan perairan. Sebaiknya, hak pengelolaan dan pemanfaatan atas sumber daya hutan (kecuali hutan lindung) dan perairan diserahkan saja kepada masyarakat lokal (bukan pemerintah setempat) yang telah lama menjadi bagian dari ekosistem hutan atau perairan. Dengan demikian rakyat lokallah yang berhak memanfaatkannya (melalui pengembangan agribisnis) dan melestarikannya. Dalam pemanfaatannya boleh saja masyarakat lokal bekerjasama dengan pengusaha, bukan seperti selama ini pengusaha bekerjasama dengan masyarakat lokal.

Referensi

Dokumen terkait

Manusia lahir ke dunia ini serba terbatas adanya, baik itu cara berpikir, berbuat dan tindakannya, maka manusia tidak bisa lepas dari perbuatan baik maupun buruk yang

Film katalis optimum yang diperoleh bisa mendegradasi zat organik (fenol red) yang menempel dipermukaan keramik sehingga terbukti mempunyai aktivitas fotokatalitik

[r]

Realisasi untuk penerapan jaringan WiMAX menggunakan BTS existing sejumlah 37 di salah satu operator seluler di Malang, berdasarkan hasil perencanaan diperoleh 25

Dalam pengukuran variabel Keahlian audit hanya menggunakan indikator memiliki pengetahuan secara detail atas laporan keuangan, memiliki kemampuan kemampuan melalukan

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata responden menyakini bahwa imunisasi TT yang dilakukan pada ibu hamil itu tidak terlalu penting yaitu sebanyak 14

Diharapkan tulisan ini dapat memberikan arahan kepada mahasiswa dalam membangun konsep dan prinsip dasar (knowledge and understanding); mengembangkan kemampuan pengetahuan,