• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Diskusi

:

Temuan Ilmiah

Perubahan Iklim dan

Implikasinya pada

Kontribusi Nasional

Indonesia

di Tingkat Global

Disusun berdasarkan diskusi yang diadakan pada tanggal 11 November 2014

Institute for Essential Services Reform (IESR)

www.iesr.or.id

(2)

Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan

Implikasinya pada

Kontribusi Nasional Indonesia

di Tingkat Global

Pengantar

Pada tanggal 11 November 2014, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan sebuah diskusi dengan judul “Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global”. Workshop ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut implikasi dari temuan laporan IPCC ke-5 terhadap Intended Nationally Determined Contributions 1 yang harus dia-jukan oleh Indonesia. dalam konteks perundingan internasional mengenai perubahan iklim.

Workshop ini dihadiri oleh beberapa pemangku kepentingan yang berasal dari pemerintah propinsi, pemerintah pusat (sektor), kelompok masyarakat sipil dan akademisi. Para narasumber dari work-shop ini adalah: 1. Dr. Agus Supangat, koordinator Divisi Peningkatan Kapasitas dan Penelitian dan Pengembangan di Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), yang juga adalah ilmuwan di bidang ke-lautan; 2. Moekti Handajani Soejachmoen, Sekretaris Kelompok Kerja Negosiasi Internasional di Dewan Nasional Perubahan Iklim.; 3. Dr. Hardiv Situmeang, chairman dari Komite Nasional Indo-nesia untuk World Energy Council. Sebelumnya beliau menjabat sebagai Direktur dari ASEAN Centre for Energy (ACE).

1 Intended Nationally Determined Contributions (INDCs) merupakan kesepakatan yang disetujui oleh Negara-negara Pihak di negosiasi perubahan iklim internasional yang dituangkan dalam Decision 1/CP19

(3)

1. Laporan IPCC ke-5 dan Dampaknya Pada Indonesia

Laporan IPCC ke-5 telah sepenuhnya diluncurkan pada tanggal 1 November 2014 yang lalu, yang terdiri dari laporan-laporan kelompok kerja IPCC: Working Group 1 mengenai Physical Science Basis, Working Group 2 mengenai adaptasi perubahan iklim, Working Group 3 mengenai mitigasi peru-bahan iklim, dan yang terakhir adalah laporan sintesis yang memuat rangkuman dari hasil kelompok kerja yang ada.

Laporan IPCC ke-5 menyampaikan sejumlah temuan sebagai berikut:

(i) Laporan IPCC ke-5 menitikberatkan pada aspek sosial-ekonomi. Laporan ini dengan jelas me-nyatakan bahwa sektor-sektor ekonomi akan terkena dampak perubahan iklim yang paling besar. Itu sebabnya, banyak yang mengatakan bahwa IPCC AR 5 sangat relevan dengan dunia bisnis 2. (ii) Sisa Carbon budget yang masih dapat dipakai untuk negara maju maupun negara berkembang, sebanyak 275 GtCO2, untuk mencegah kenaikan temperatur rata-rata melebihi 2oC, dimana seba-nyak 515 GtCO2 telah dihasilkan di periode waktu 1870-2011. IPCC AR5 menggunakan skenario yang disebut dengan Representative Concentration Pathways (RCP) yang menggambarkan radiative for-cing yang akan diterima oleh bumi. Terdapat 4 skenario RCP yang ditawarkan dalam IPCC AR5: RCP 2.6 (strategi mitigasi agresif); RCP 8.5 (business as usual); RCP 6.0 (menengah-tinggi) dan RCP 4.5 (menengah-rendah) . Skenario-skenario tersebut digambarkan oleh Gambar 1.

Gambar 1 Penjabaran Skenario RCP yang Digunakan dalam IPCC AR5

Sumber : Supangat3

2 Supangat, Agus, “Memasyarakatkan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim: Sekilas The IPCC’s Fifth Assessment Report”, disampai-kan pada workshop IESR “Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global” 3 Presentasi : Memasyarakatkan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim : Sekilas The IPCC’s Fifth Assessment Report, disampaikan pada workshop IESR, “Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global”

(4)

Dari seluruh skenario yang ditawarkan oleh IPCC, diharapkan negara-negara sepakat untuk melakukan skenario mitigasi agresif (RCP 2.6, Gambar 2). Skenario-skenario ini dibangun dari besaran emisi masih dapat dihasilkan untuk agar kenaikan temperatur rata-rata bumi tidak melebihi 2oC.

Gambar 2 Skenario Carbon Crossroads

Sumber : Supangat4

(iii) Beberapa fakta ilmiah yang ditemukan dan dilaporkan dalam laporan IPCC ke-5 adalah: - Permukaan laut global naik 0,19 m selama periode 1901-2010

- Lautan telah menyerap sekitar 3% dari karbon dioksida yang dihasilkan melalui kegiatan manusia sampai dengan saat ini. Penyerapan karbon akan meningkatkan keasaman laut yang berakibat pada pemutihan karang. Penyerapan karbon tidak hanya meningkatkan keasaman laut, namun juga temperatur laut yang lebih tinggi akan mengurangi populasi

ikan, serta menyebabkan bertambah jauhnya fishing area. Oleh karena itu, diperlukan strate gi yang berhubungan dengan ketahanan pangan laut.

- Tinggi muka laut global diproyeksikan akan terus naik di abad ini. Terdapat sekitar 42 juta

4 Presentasi : Memasyarakatkan Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim : Sekilas The IPCC’s Fifth Assessment Report, disampaikan pada workshop IESR, “Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global”

(5)

orang di Indonesia yang tinggal di wilayah dengan ketinggian kurang dari 10m5. Apa yang dapat dilakukan terhadap 42 juta orang tersebut? Indonesia perlu menyusun strategi untuk memastikan kelangsungan masa depan mereka.

- Peningkatan emisi bukan hanya disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk, namun disebabkan juga oleh karena adanya peningkatan kesejahteraan penduduk. Hal ini menunjukkan bahwa gaya hidup memberikan dampak yang sangat signifikan pada me- ningkatnya emisi gas rumah kaca.

- Suhu rata-rata akan meningkat sebesar 3o-5o C pada akhir abad ini, dibandingkan dengan era pra-industri. Laporan IPCC ke-5 mengidentifikasi beberapa dampak perubah- an iklim yang dapat terjadi, seperti ancaman terjadinya kekurangan pangan dan air, bertam- bahnya jumlah orang yang harus di-relokasi, meningkatnya kemiskinan, serta banjir rob. - Untuk menahan kenaikan suhu di bawah batas 2o C, diperlukan perubahan dalam peng- gunaan teknologi, institusi dan perilaku, yang perlu dilakukan di semua sektor dan selu- ruh wilayah. Poin ini juga menyatakan bahwa bukan hanya negara maju saja yang perlu untuk melakukan tindakan-tindakan mitigasi, namun juga negara-negara berkembang. Tindakan-tindakan mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan efisiensi energi, penggunaan energi yang rendah karbon melalui aplikasi teknologi, peningkatan serapan karbon, serta perubahan pada gaya hidup dan perilaku.

2. Intended Nationally Determined Contributions (INDC) dan Elemen Kesepakatan

2015

Intended Nationally Determined Contributions (INDC) merupakan salah satu kesepakatan Ad hoc Working Group on Durban Platform (ADP) di COP-19 Warsawa, yang merupakan interpretasi dari prinsip Applicable to All Parties. ADP dibentuk di COP-17 Durban tahun 2011 sebagai wadah perun-dingan di tingkat global, yang khusus membahas mengenai tindakan-tindakan yang dapat dilaku-kan secara konkrit dalam menangani, mengendalidilaku-kan dan mengatasi isu perubahan iklim setelah tahun 2020. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa upaya-upaya dalam menghadapi dan mengatasi perubahan iklim yang dilakukan tidak hanya berhenti di tahun 2020 saja. Hasil Warsawa juga memutuskan bahwa INDC harus diajukan di kuartal pertama tahun 2015, bagi negara-negara yang telah siap untuk melakukan hal tersebut (for those Parties ready to do so6). Hingga kini INDC masih sangat erat hubungannya dengan mitigasi, namun tidak menutup kemungkinan bagi masing-masing negara untuk mengajukan INDC di bidang adaptasi, pendanaan, peningkatan kapasitas, dan alih teknologi.

Dalam rejim baru ini, terdapat pergeseran cara pandang dan pendekatan dibandingkan dengan yang dipakai sejak Konvensi Perubahan Iklim yang disepakati tahun 1994. Untuk jangka waktu

hing-5 Pernyataan ini disampaikan oleh Dr. Agus Supangat saat memberikan paparan mengenai hasil dari laporan ke-hing-5 IPCC pada work-shop IESR, “Temuan Ilmiah Perubahan Iklim dan Implikasinya Pada Kontribusi Nasional Indonesia di Tingkat Global.”

(6)

ga 2020, yang diberikan kewajiban adalah negara-negara maju untuk seluruh aspek. Namun setelah tahun 2020, sesuai dengan keputusan yang ada, diharapkan ADP dapat memberikan keluaran yang memiliki kekuatan hukum untuk diimplementasikan dan berlaku setara bagi seluruh Negara Pihak, dengan menyesuaikan pada kapasitas masing-masing.

Partisipasi dari berbagai pihak akan terlihat dari besaran INDC yang diajukan. Pendekatan yang di-lakukan saat ini untuk menentukan INDC dari suatu negara adalah pendekatan kombinasi, yang arti-nya, apa pun yang menjadi pilihan Negara Pihak untuk dilakukan, secara agregat harus berkontribusi dalam upaya-upaya untuk menahan kenaikan temperatur rata-rata agar tidak melebih 2oC.

Gambar 3 Pendekatan Kombinasi untuk Mencapai Tujuan Konvensi7

Gambar 3 memberikan gambaran mengenai pendekatan kombinasi yang saat ini sedang berkem-bang.INDC merupakan pendekatan dari bawah, sedangkan tercapainya tujuan konvensi, yang di-berikan masukan oleh IPCC, merupakan pendakatan dari atas.Sinkronisasi antara keduanya harus dilakukan, agar INDC yang diajukan oleh seluruh Negara Pihak secara agregat, dapat berkontribusi pada pencapaian tujuan konvensi dimana kenaikan suhu global rata-rata, tidak boleh melebihi yang disepakati; apakah 2oC atau pun 1,5oC. Untuk dapat menilai apakah INDC yang diajukan oleh suatu negara setara dengan kemampuan negara yang bersangkutan, maka masing-masing negara perlu menyediakan informasi awal yang dapat menggambarkan kondisi negara untuk menjadi bahan per-timbangan bagi seluruh Negara Pihak, apakah suatu negara boleh mengajukan INDC dengan ling-kup, tipe dan berapa besar kontribusi yang dapat diberikan oleh negara tersebut.

Dalam pengajuan INDC terdapat istilah ‘no back sliding’ yang artinya adalah dalam pengajuan INDC, kualitas kontribusi yang diajukan tidak boleh lebih rendah dari sebelumnya. Artinya, bukan hanya besaran yang harus meningkat, namun juga cakupan sektor, lingkup, serta jenis, haruslah sama. Hal

7 Bodanski, Daniel, “The Durban Platform Negotiations: Work Stream One”, delivered at ADP Special Event December 8th 2012, C2ES. ORG

(7)

ini ditujukan kepada negara-negara maju, dengan maksud agar negara maju dapat memberikan komitmen penurunan emisi yang lebih ambisius dari sebelumnya.

Pengertian INDC seringkali tercampur dengan isu elemen Kesepakatan 2015; padahal kedua hal ini merupakan dua hal yang berbeda. Elemen Kesepakatan 2015 merupakan elemen-elemen yang per-lu tercantum di dalam Kesepakatan 2015, sedangkan INDC merupakan turunan dari Kesepakatan 2015.Tidak seluruh elemen yang ada di dalam Kesepakatan 2015 harus memiliki INDC. Untuk saat ini, baru mitigasi yang merupakan elemen yang harus diturunkan menjadi INDC. Isu lain masih ter-buka untuk dapat diturunkan hingga INDC.

Bagi Indonesia, mitigasi merupakan elemen yang wajib untuk ada di dalam Kesepakatan 2015, dan wajib untuk diturunkan hingga INDC. Hal ini untuk menanggapi adanya temuan laporan IPCC, yang menyatakan bahwa diperlukan aksi-aksi mitigasi yang lebih menyeluruh, dimana aksi-aksi yang hanya dilakukan oleh negara-negara maju saja tidak akan cukup. Melakukan mitigasi saja juga tidak akan cukup, karena perubahan iklim sudah terjadi, yang menyebabkan adaptasi juga harus di-lakukan. Aksi-aksi ini tentu memerlukan dukungan untuk mengimplementasikannya, itu sebabnya, pendanaan, pengembangan dan alih teknologi, serta peningkatan kapasitas perlu untuk menjadi elemen di dalam Kesepakatan 2015.

Belajar dari pengalaman Fast Start Finance (FSF) yang lalu, dimana negara-negara maju wajib menyediakan pendanaan sebesar US$ 30 milyar di periode waktu 2010-2012, diputuskan bahwa transparansi aksi juga harus menjadi bagian dari Kesepakatan 2015. FSF memberikan paparan mengenai berbagai jenis kegiatan terkait dengan perubahan iklim yang dilakukan oleh negara- negara berkembang, dan didanai oleh negara-negara maju. Ternyata, dalam laporannya, banyak ke-giatan yang dilaporkan, sudah berlangsung sebelum tahun 2010. Demikian juga jenis keke-giatan yang dilaporkan dengan menggunakan pendanaan perubahan iklim, padahal aktivitasnya sama sekali tidak berhubungan dengan kegiatan perubahan iklim. Itu sebabnya, transparansi aksi juga harus menjadi bagian dari Kesepakatan 2015.

3. Pilihan-pilihan Mitigasi yang Mungkin bagi Indonesia

Sebagaimana yang tercantum di dalam Artikel 3.4 dari Konvensi, seluruh kegiatan yang dilakukan oleh Negara-negara Pihak diharapkan untuk mendukung pembangunan yang berkelanjutan. Itu se-babnya, setiap aktivitas yang terkait dengan perubahan iklim haruslah terintegrasi ke dalam rencana pembangunan nasional atau program pembangunan nasional. Decision 1/CP16 menyatakan bahwa,

“Agrees that developing countries Parties will take NAMAs in the context of sustainable develop-ment, supported and enabled by technology, financing and capacity building, aimed at achieving a

deviation in emissions relative to ‘business as usual’ emissions in 2020”

Beberapa hal yang dapat menjadi potensi mitigasi untuk Indonesia dari sisi energi, salah satunya adalah yang terkait dengan inisiatif Sustainable Energy for All. Inisiatif ini memiliki 3 tujuan, yaitu: memastikan adanya akses yang universal pada layanan energi modern, menggandakan laju efisiensi energi global, dan menggandakan porsi energi terbarukan dalam bauran energi global.

(8)

Gambar 4 Konsep NAMAs untuk Penurunan Emisi

Sumber: Situmeang , Kebijakan untuk Mengurangi Emisi yang dimiliki Indonesia

Beberapa isu nasional yang terkait dengan energi terbarukan yang harus diselesaikan di tingkat nasional adalah:

(i) Terkait dengan energi terbarukan

- Integrasi kebijakan perubahan iklim ke dalam kebijakan energi nasional untuk mendukung pengem-bangan energi terbarukan

- Adanya kebijakan jangka panjang dan aturan-aturan yang berlaku untuk mendukung pengembangan energi terbarukan dan penyalurannya, serta institusi yang dapat menjaga peran energi terbarukan secara berkelanjutan

- Adanya instrumen-instrumen kebijakan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan dan penyebarannya, misalnya : pendanaan jangka panjang, Feed-in Tariff, insentif, dan lain-lain.

- Pemetaan sumber-sumber pendanaan dan karakteristik site untuk memastikan adanya potensi energi terbarukan

- Efektifitas biaya dan tingkat implementasi dengan melakukan assessment dari teknologi yang ada, termasuk tantangan-tantangan dan hambatan-hambatan yang ada, biaya yang diperlukan, pengaturan lahan, dampak lingkungan, penciptaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan, pengembangan ekonomi dan sosial, akses pada grid, power purchase agreement, instrumen

(9)

kebijakan, ketersediaan pendanaan yang berkelanjutan, dan lain-lain.

- Integrasi grid (on/off grid) yang stabil, aman, dan integrasi energi terbarukan off-grid yang ekonomis, sistem operasi dan stabilitas dinamik dari integrasi energi terbarukan off-grid, membu-tuhkan komunikasi yang terintegrasi, serta dukungan keputusan; integrasi off-grid dari berbagai sumber energi (energi terbarukan) dan perluasan jangkauan energi terbarukan yang off-grid terma-suk set-up hybrid, manajemen aset, integrasi energi terbarukan ke dalam perencanaan perluasan jangkauan grid, standar teknis untuk applikasi sambungan off-grid.

- Adanya riset dan pengembangan teknologi, diseminasi teknologi dan peningkatan kapasitas yang diperlukan, partisipasi pelaku-pelaku non pemerintah (sektor swasta), manufaktur lokal (partisipasi industri), investasi jangka panjang, dan lain sebagainya.

- Integrasi penyaluran energi terbarukan sebagai aksi mitigasi ke dalam bauran energi nasional jangka panjang untuk peran energi terbarukan yang berkelanjutan sebagai bagian kunci, guna me-nyeimbangkan sisi permintaan dan pasokan.

- Memasukan energi terbarukan sebagai bagian dari INDC dan melakukan proses-proses yang diper-lukan untuk memenuhi kerangka UNFCCC INDC serta proses-prosesnya.

(ii) Terkait dengan efisiensi energi

- Integrasi kebijakan perubahan iklim ke dalam kebijakan energi nasional untuk mendukung efisiensi energi

- Keberadaan kebijakan jangka panjang dan aturan-aturan implementasi untuk mendukung efisiensi energi dan institusi yang diperlukan untuk menjaga keberlanjutan dari peran efisiensi energi

- Ketersediaan instrumen kebijakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan efisiensi energi, misalnya: pendanaan jangka panjang, sistem insentif dan disinsentif, dan lain-lain

- Matriks konfirmasi mengenai peran potensi efisiensi energi sebagai pilihan aksi-aksi mitigasi untuk sektor-sektor pembangkit listrik, industri, dan transportasi, misalnya di sisi permintaan (pengguna akhir: residensial, komersial dan pelanggan publik), building codes, standard dan labeling untuk peralatan rumah tangga, integrated city. Sektor transportasi: meningkatkan efisiensi energi untuk moda transportasi dan teknologi kendaraan.

- Efektifitas biaya dan tingkat implementasinya melalui assessment dari teknologi-teknologi yang terkait, termasuk tantangan dan hambatannya, biaya-biaya yang terkait, instrumen kebijakan, ketersediaan paket pendanaan, dan lain-lain.

- Adanya riset dan pengembangan, diseminasi teknologi dan peningkatan kapasitas yang diperlu-kan, partisipasi pelaku-pelaku non-pemerintah (sektor swasta), manufaktur lokal (partisipasi indus-tri), dan investasi jangka panjang, dan lain-lain.

(10)

- Integrasi efisiensi energi sebagai aksi-aksi mitigasi di sektor pembangkit listrik, industri dan transportasi ke dalam aksi mitigasi nasional jangka panjang dari sektor energi untuk mendukung peran efisiensi energi yang berkelanjutan

- Memasukkan efisiensi energi sebagai bagian dari INDCs dan melakukan proses-proses yang diper-lukan untuk memenuhi kerangka INDC di bawah UNFCCC

(iii) Usulan-usulan potensi mitigasi untuk pembangkit listrik

- Menggunakan teknologi zero carbon dan memberikan peran yang lebih luas kepada energi terba-rukan dengan cara:

* Meningkatkan peran panas bumi dan sumber tenaga terbarukan lainnya berdasarkan pemetaan potensi nasional yang tersedia

* Pembakaran biomasa atau pembangkit co-fired yang didasari oleh pemetaan potensi ketersediaan nasional

- Low carbon Technology, Fuel Switching dan Peningkatan Efisiensi

* Super critical dan ultra super critical pembangkit listrik tenaga batu bara; penggunaan teknologi batu bara yang lebih maju, misalnya integrated gasification combined cycle (IGCC) * Revitalisasi dan modernisasi dari pembangkit listrik termal yang sudah ada untuk mening- katkan tingkat efisiensi, kinerja operasi dan kapasitas

* Mempromosikan penggunaan bahan bakar yang lebih bersih sebagai bagian dari upaya untuk beralih dari bahan bakar fosil dengan faktor emisi yang tinggi, ke bahan bakar yang memiliki faktor emisi lebih rendah

* Peningkatan sistem distribusi pembangkit yang terintegrasi termasuk distribusi dan sistem transmisi sistem untuk manajemen aset

*Menggunakan superkonduktor dengan temperatur tinggi dalam peralatan listrik yang meningkatkan efisiensi, kapasitas sistem dan realibilitas serta keamanan

* Intervensi di sisi pengguna akhir: efisiensi energi untuk residensial, komersial dan pelang- gan publik

- Teknologi baru

* Memperkenalkan teknologi-teknologi baru untuk pembangkit listrik, termasuk teknologi CCS (Carbon Capture Storage)

(11)

4. Kesimpulan

Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari diskusi ini adalah:

1. Laporan IPCC AR5 menjelaskan berbagai dampak perubahan iklim di tingkat global yang akan memberikan dampak pada Indonesia. Untuk kaitannya dengan INDC, perlu adanya tinjauan ulang yang memasukkan komponen dampak perubahan iklim di Indonesia terhadap sektor-sektor ekonomi kunci seperti pasokan energi (supply), penggunaan energi (demand), transportasi, dan hal-hal lainnya.

2. Pekerjaan rumah bagi Indonesia terkait dengan kontribusi Indonesia pada tingkat global adalah: a. Melakukan koordinasi antar sektor agar besaran emisi yang akan diturunkan melalui INDC, dalam hal ini untuk mitigasi, agar dapat lebih terukur dan dapat dipertanggungjawabkan.

b. Dalam kaitannya dengan Nationally Appropriate Mitigation Action (NAMA), masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Indonesia dalam memproduksi NAMA, untuk menggenapi komitmen Indonesia terkait dengan 26% penurunan emisi domestik secara sukarela, dan 41% penurunan emisi tambahan jika ada bantuan Internasional.

c. Isu yang akan menjadi prioritasi di COP 20 adalah:

- Berkenaan dengan upfront information untuk INDC yang harus disepakati

- Untuk dapat menghasilkan draft text mengenai Kesepakatan 2015. Draft text ini harus segera keluar dalam bentuk siap untuk diratifikasi, setidaknya 6 bulan sebelum Kesepakatan tersebut disahkan. Berdasarkan aturan main yang berlaku di UNFCCC, sebuah dokumen yang siap untuk diratifikasi, draft-nya harus disebarkan setidaknya 6 (enam) bulan sebelum periode ratifikasi dan diterjemahkan ke dalam seluruh bahasa resmi Perserikatan Bangsa- Bangsa

d. Bagi Indonesia, isu mitigasi meupakan satu keharusan untuk diturunkan menjadi INDC. Wa-lau demikian, Indonesia juga meminta, agar Negara-negara Pihak diberikan ruang untuk dapat memasukkan elemen-elemen lain, seperti Adaptasi, Pendanaan, Peningkatan Kapasitas, Alih Teknologi serta Transparansi, sebagai bagian dari INDC. Pendekatan komitmen emisi untuk diaju-kan yang paling sesuai dengan Indonesia adalah dalam bentuk economy-wide emission reduction targets, yang artinya, lingkup sektor penurunan emisi dapat diambil dari berbagai sektor secara agregat.

e. Potensi-potensi mitigasi yang terkait dengan energi terbarukan dan efisiensi sangat besar dan memiliki potensi tinggi untuk dapat menjadi bagian dari INDC Indonesia yang akan diajukan oleh UNFCCC. Namun, Indonesia memerlukan enabling environment yang lebih menarik bagi para investor, untuk perkembangan energi terbarukan dan efisiensi energi di Indonesia.

(12)

Institute for Essential Services Reform

(IESR)

Jl. Mampang Prapatan No. R-13

Jakarta 12790

Ph. : +62 - (0)21 - 7992945

Fax : +62 - (0)21 - 7996160

Website : www.iesr.or.id

Facebook id: iesr indonesia

Gambar

Gambar 1 Penjabaran Skenario RCP yang Digunakan dalam IPCC AR5
Gambar 2 Skenario Carbon Crossroads
Gambar 3 Pendekatan Kombinasi untuk Mencapai Tujuan Konvensi 7
Gambar 4 Konsep NAMAs untuk Penurunan Emisi

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh waktu ageing larutan sol uranium pada suhu ruangan terhadap perubahan viskositas larutan sol uranium, hasil peptisasi campuran larutan uranil nitrat pada pH 2,1

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran tingkat kesejahteraan masyarakat nelayan di Desa Dadap Kecamatan Juntinyuat Kabupaten Indramayu, untuk

Susut teknik jaringan tegangan menengah dipengaruhi berbagai faktor yaitu arus beban yang mengalir di jaringan, tegangan antar fasa, panjang penghantar, besarnya luas

Dampak dari pemalsuan umur pernikahan bagi masyarakat Dusun Cungkingan, Desa Badean, Kecamatan Kabat, Kabupaten Banyuwangi ... Analisis Data

Namun seiring dengan dinamika sosial politik yang mengiringi jalannya sejarah seni lukis modern Indonesia, tercipta babak baru yang memunculkan perumusan sikap budaya

Konsonan geseran lelangit lembut bersuara /ɣ/, yang dibunyikan sebagai [ɣ] dalam perkataan didapati hadir pada semua posisi kata iaitu pada awal, tengah, dan akhir.. Konsonan

Melalui kegiatan praktikum menguji kepekaan indra pembau ini siswa diharapkan menemukan konsep mengenai sistem indra pembau dan siswa bisa mendapatkan konsep

Oleh karena itu digunakan lag 8 sebagai input pada permodelan NN untuk meramalkan residual dari model SARIMA (2,1,0)(0,1,1) 7. Sehingga diperoleh hasil peramalan dengan