• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

5 2.1. Kajian Teori

2.1.1. Model Pembelajaran Tematik

Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, maka kegiatan pembelajaran bagi siswa kelas awal SD sebaiknya dilakukan dengan Pembelajaran tematik, yaitu pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna bagi siswa. Tema adalah pokok pikiran/gagasan yang menjadi pokok pembicaraan (Poerwadarminta dalam pusat kurikulum , 2006). Dengan tema diharapkan memberikan keuntungan, di antaranya:

1) Siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu, 2) Siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai

kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;

3) pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan; 4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan

matapelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;

5) Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;

(2)

6) Siswa lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari matapelajaran lain;

7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam proses belajar secara aktif, sehingga siswa dapat memperoleh pengalaman langsung dan terlatih untuk dapat menemukan sendiri pengetahuan yang dipelajarinya. Melalui pengalaman langsung siswa akan memahami konsep-konsep yang mereka pelajari dan menghubungkannya dengan konsep lain yang telah dipahaminya. Teori pembelajaran ini dimotori para tokoh Psikologi Gestalt, yang menekankan bahwa pembelajaran haruslah bermakna dan berorientasi pada kebutuhan dan perkembangan anak.

Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar sambil melakukan sesuatu. Oleh karena itu, guru perlu merancang pengalaman belajar yang mempengaruhi kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan pembelajaran lebih efektif. Selain itu penerapan pembelajaran tematik sangat membantu siswa yang masih melihat segala sesuatu sebagai satu keutuhan (holistik).

(3)

2.1.2. Media Perkalian dan Pembagian 2.1.2.1. Pengertian media

Media pembelajaran diartikan sebagai semua benda yang menjadi perantara dalam terjadinya pembelajaran. Berdasarkan fungsinya media dapat berbentuk alat peraga dan sarana. Namun dalam keseharian kita tidak terlalu membedakan antara alat peraga dan sarana. Sehingga semua benda yang digunakan sebagai alat dalam pembelajaran matematika kita sebut alat peraga matematika. Demikian pula pada penelitian ini, media matematika kita sebut alat peraga matematika.

Menurut Estiningsih (1994) alat peraga merupakan media pembelajaran yang mengandung atau membawakan ciri-ciri konsep yang dipelajari. Contoh: papantulis, buku tulis, dan daun pintu yang berbentuk persegipanjang dapat berfungsi sebagai alat peraga pada saat guru menerangkan bangun geometri dalam persegi panjang. Fungsi utama alat peraga adalah untuk menurunkan keabstrakan dari konsep, agar siswa mampu menangkap arti sebenarnya dari konsep yang dipelajari. Dengan melihat, meraba, dan memanipulasi alat peraga maka siswa mempunyai pengalaman nyata dalam kehidupan tentang arti konsep. Sedangkan sarana merupakan media pembelajaran yang fungsi utamanya sebagai alat bantu untuk melakukan pembelajaran. Dengan menggunakan sarana tersebut diharapkan dapat memperlancar pembelajaran.

(4)

Contoh: papan tulis, jangka, penggaris,lembar tugas (LT), lembar kerja (LK), dan alat-alat permainan.

2.1.2.2. Langkah-langkah Penggunaan media

Bila kita cermati pembelajaran yang terjadi di sekolah saat ini, masih banyak yang dikelola secara klasikal. Artinya semua siswa diperlakukan sama oleh guru. Pembelajaran klasikal merupakan pembelajaran yang paling disenangi oleh guru karena cara ini mudah dilaksanakan.

Pada pembelajaran klasikal umumnya komunikasi terjadi searah, yaitu dari guru ke siswa, dan hampir tidak terjadi sebaliknya. Oleh sebab itu penggunaan alat peraganya didominasi oleh guru. Pada umumnya hanya sebagian kecil dari siswa yang dapat memanfaatkan alat peraga tersebut. Untuk meminimalisasi dominasi guru dalam penggunaan alat peraga, maka perlu direncanakan dan dikembangkan alat peraga untuk kelompok atau individu.

Menurut Arief S. Sadiman (1996) ada beberapa keuntungan bila alat peraga digunakan untuk kelompok, antara lain: (1) adanya tutor sebaya dalam kelompok, akan dapat membantu guru dalam menerangkan pemanfaatan alat peraga kepada temannya, (2) kerjasama yang terjadi dalam penggunaan alat peraga kelompok akan membuat suasana kelas lebih menyenangkan, (3) banyaknya

(5)

anggota kelompok yang relatif kecil akan memudahkan siswa untuk berdiskusi dan bekerjasama dalam pemanfaatan alat.

Dua hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan alat peraga kelompok yakni: (1) tugas-tugas pelengkap dari alat peraga/sarana yang menjadi tanggung jawab kelompok hendaknya mengaktifkan semua anggota kelompok, agar tidak terjadi dominasi oleh seorang anggota kelompok, (2) pemilihan anggota kelompok dalam melaksanakan tugas-tugas pemanfaatan alatperaga haruslah secermat mungkin, sehingga tidak terjadi penumpukan siswa yang pandai atau sebaliknya dalam satu kelompok.

2.1.3. Tujuan Penggunaan Alat Peraga

a) Memberikan kemampuan berpikir matematika secara kreatif. Bagi sebagian siswa, matematika tampak seperti suatu sistem yang kaku, yang hanya berisi simbol-simbol dan sekumpulan dalil-dalil untuk dipecahkan. Padahal sesungguhnya matematika memiliki banyak hubungan untuk mengembangkan kreatifitas.

b) Mengembangkan sikap yang menguntungkan ke arah berpikir

matematika. Suasana pembelajaran matematika di kelas haruslah sedemikian rupa, sehingga para siswa dapat menyukai pelajaran tersebut. Suasana semacam ini merupakan salah satu hal yang dapat membuat para siswa memperoleh kepercayaan diri akan kemampuannya

(6)

dalam belajar matematika melalui pengalaman-pengalaman yang akrab dengan kehidupannya.

c) Menunjang matematika di luar kelas, yang menunjukkan penerapan matematika dalam keadaan sebenarnya. Siswa dapat menghubungkan pengalaman belajarnya dengan pengalaman-pengalaman dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan keterampilan masing-masing mereka dapat menyelidiki atau mengamati benda-benda di sekitarnya, kemudian mengorganisirnya untuk memecahkan suatu masalah.

d) Memberikan motivasi dan memudahkan abstraksi. Dengan alat peraga diharapkan siswa lebih memperoleh pengalaman-pengalaman yang baru dan menyenangkan, sehingga mereka dapat menghubungkannya dengan matematika yang bersifat abstrak.

e) Dari tujuan di atas diharapkan dengan bantuan penggunaan alat peraga dalam pembelajaran dapat memberikan permasalahan-permasalahan menjadi lebih menarik bagi siswa yang sedang melakukan kegiatan belajar. Karena penemuan-penemuan yang diperoleh dari aktivitas siswa biasanya bermula dari munculnya hal-hal yang merupakan tanda tanya, maka permasalahan yang diselidiki jawabannya itu harus didasarkan pada obyek yang menarik perhatian siswa. Jadi bila memungkinkan hal itu haruslah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan yang mengarah pada bahan diskusi dalam berbagai cabang penyelidikan, misalnya dari buku, dari guru atau bahkan dari siswa sendiri. Hal itu dapat ditentukan melalui

(7)

peragaan dari guru dan diskusi yang melibatkan seluruh kelas atau oleh kelompok kecil/seorang siswa yang bekerja dengan lembar kerja. Dengan menggunakan suatu lembar kerja, mereka dapat menggunakan bahan-bahan yang dirancang untuk mengarahkan dalam menjawab pertanyaan yang akan membantu mereka menemukan suatu jawaban yang dimaksudkan pada arti pertanyaannya. Oleh karena itu sebaiknya setiap alat peraga dilengkapi dengan kartu-kartu atau lembar kerja atau petunjuk penggunaan alat untuk menjawab permasalahan.

2.1.4. Prinsip-Prinsip Umum Penggunaan Alat Peraga

Menurut Briggs (1977) selain mempersiapkan langkah-langkah penggunaan alat peraga, seperti persiapan guru, lingkungan, persiapan siswa, maka perlu pula mengetahui prinsip-prinsip umum dalam penggunaan alat peraga, di antaranya sebagai berikut.

a) Penggunaan alat peraga hendaknya sesuai dengan tujuan pembelajaran. b) Alat peraga yang digunakan hendaknya sesuai dengan metode/strategi

pembelajaran.

c) Tidak ada satu alat peragapun yang dapat atau sesuai untuk segala macam kegiatan belajar.

d) Guru harus terampil menggunakan alat peraga dalam pembelajaran. e) Peraga yang digunakan harus sesuai dengan kemampuan siswa dan

(8)

f) Pemilihan alat peraga harus obyektif, tidak didasarkan kepada kesenangan pribadi.

g) Keberhasilan penggunaan alat peraga juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.

2.1.5. Perkalian dan Pembagian

Perkalian dan pembagian merupakan operasi hitung yang harus dikuasai siswa sejak kelas rendah. Hal ini supaya pembelajaran di kelas-kelas selanjutnya tidak mengalami hambatan. Dalam penelitian ini dibahas tentang bagaimana membelajarkan perkalian dasar, perkalian lanjut, pembagian dasar, dan pembagian lanjut.

2.1.5.1. Perkalian Dasar

Menurut Widowati (2012) Perkalian dasar adalah perkalian dari dua bilangan yang masing-masing terdiri dari satu angka (dalam penelitian ini disebut perkalian dua bilangan satu angka). Pembelajaran perkalian dasar dilakukan dengan memberikan masalah nyata kepada siswa sehingga siswa mengonstruksi sendiri tentang konsep perkalian di kepalanya. Masalah-masalah yang diberikan kepada siswa hendaknya masalah yang dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Untuk pembinaan keterampilan, guru dapat memberikan permainan-permainan terkait perkalian dasar. Hal ini supaya siswa mahir perkalian dasar dengan sendirinya tanpa merasa tertekan perasaannya.

(9)

2.1.5.2. Perkalian Lanjut

Perkalian lanjut adalah perkalian yang melibatkan dua bilangan selain dua bilangan satu angka. Artinya perkalian dari dua bilangan dengan salah satu bilangannya lebih dari satu angka atau kedua-duanya lebih dari satu angka. Pembelajaran perkalian lanjut dilakukan dengan memanfaatkan sifat-sifat perkalian. Sifat-sifat tersebut adalah:

a. Komutatif a × b = b × a b. Distributif

a × (b + c) = (a × b) + (a × c)

a × (b + c + d) = (a × b) + (a × c) + (a × d)

Pembelajaran perkalian bersusun diawali dengan memberikan media kartu perkalian dan pembagian untuk memudahkan siswa mempelajari nilai tempat ratusan, puluhan, dan satuan. Dengan sifat distributif, siswa diajak menalar teknik bersusun dalam menyelesaikan perkalian yaitu dengan mengumpulkan ratusan dengan ratusan, puluhan dengan puluhan, dan satuan dengan satuan. Dengan peragaan ini, perkalian bersusun tanpa menyimpan atau dengan menyimpan tidak akan mengalami kendala.

2.1.5.3. Pembagian dasar

Definisi pembagian adalah sebagai berikut.a : b = c artinya adalah ada sekumpulan benda sebanyak a dibagi rata (sama banyak) dalam b

(10)

kelompok. Maka cara membaginya dilakukan dengan pengambilan berulang sebanyak b sampai habis dengan setiap kali pengambilan dibagi rata ke semua kelompok (Widowati: 2012)

Banyaknya pengambilan ditunjukkan dengan hasil yang didapat oleh masing-masing kelompok yaitu c. Hasil bagi (c) adalah banyaknya satuan pengambilan b dalam setiap kali mengambil untuk dibagi rata. Jika banyaknya anggota yang dimuat oleh masing-masing kelompok adalah c, maka banyaknya pengambilan b satuan sampai habis pada kumpulan benda sebanyak a adalah c kali. Mengapa? Sebab untuk setiap kali pengambilan sebanyak b anggota dari kumpulan benda beranggotakan a selalu dibagi rata pada masing-masing kelompok sebanyak b. Sehingga jika hasil pada masing-masing anggota adalah c, maka dapat dipastikan bahwa banyaknya satuan pengambilan b anggota sampai habis dari sekumpulan benda sebanyak a itu adalah c kali. Dalam membelajarkan pembagian dasar, siswa diberikan pengalaman membagi, misalnya dengan membagikan sejumlah barang kepada beberapa temannya.

Dengan memberikan pengalaman, siswa akan selalu mengingat konsep pembagian tersebut di kepalanya. Selanjutnya dengan memberi banyak latihan, siswa diajak untuk mengamati hubungan antara bilangan yang dibagi, pembagi, dan hasil baginya. Setelah dicermati ternyata bilangan yang dibagi = pembagi × hasil bagi.

(11)

2.1.5.4. Pembagian Lanjut

Pembagian lanjut adalah pembagian yang tidak berhubungan langsung dengan perkalian dua bilangan satu angka. Pembagian lanjut dilakukan dengan teknik yang dikenal dengan sebutan “pembagian bersusun”. Untuk mengetahui mengapa pembagian bersusun selalu diawali dengan kumpulan terbesar terlebih dahulu barulah kemudian dilanjutkan ke satuan kumpulan benda berikutnya yang lebih kecil, guru dapat mengawalinya dengan membagi rata sedotan 36 kepada 3 orang temannya. Peraga 36 ditunjukkan di papan tulis dengan 3 ikat sedotan yang masing-masing ikatannya sebanyak 10 satuan, dan 6 sedotan yang tidak diikat. Sedotan yang diikat dimasukkan di kantong puluhan (kantong sebelah kiri) dan yang tidak diikat dimasukkan di kantong satuan (kantong di sebelah kanannya). Dari peragaan itu guru kemudian meminta 4 orang siswa untuk maju ke depan bermain peran. Salah seorang siswa ditunjuk sebagai pihak yang melakukan pembagian dan 3 siswa lainnya berperan sebagai pihak yang menerima bagian. Guru mengamati jalannya peragaan. Ada 2 cara pembagian yang dapat dilakukan pada kegiatan bermain peran tersebut. Cara pertama adalah 3 ikat yang puluhan dilepas ikatannya untukdigabung dengan satuannya yakni sebanyak 6. Sehingga seluruhnya menjadi 36. Selanjutnya dari 36 sedotan itu diambil secara berulang tiga-tiga sedotan sampai habis dengan setiap kali ambil dibagi rata pada 3 orang temannya. Hingga pembagian habis itu ternyata setelah masing-masing siswa disuruh menghitung banyak sedotan yang

(12)

diterimanya, ternyata masing-masing menerima sedotan sebanyak 12. Guru kemudian menulis di papan tulis 36 : 3 = 12.

2.1.6. Hakekat Matematika

2.1.6.1. Pengertian Matematika

Matematika merupakan ilmu yang mempunyai peranan sangat penting dalam berbagai aktivitas yang dilakukan manusia di dalam kehidupannya. Aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari pemanfaatan dan penerapan konsep-konsep yang ada di dalam matematika. Sebagai ilmu yang universal, matematika tidak dapat terpisahkan dari berbagai disiplin ilmu lain yang ada dalam kehidupan manusia.

Menurut Freudenthal (Zulkardi, 2001), matematika haruslah dihubungkan dengan realitas dan matematika sebagai aktivitas manusia. Sementara itu Maulana (2006), menyatakan bahwa matematika merupakan kegiatan manusia dan oleh karena matematika merupakan kegiatan manusia, matematika dapat dipelajari dengan baik bila disertai dengan mengerjakannya.

Berdasarkan pernyataan para ahli tersebut, maka dengan kata lain matematika merupakan bagian dari seluruh kegiatan dan aktivitas manusia. Oleh karena itu, manusia akan mampu memahami dan menguasai matematika hanya jika manusia tersebut mempelajarinya disertai dengan mengerjakan konsep-konsep matematika baik itu

(13)

aktivitas yang dikerjakan dalam kehidupan sehari-hari, maupun aktivitas yang dilakukan dalam proses pembelajaran.

Matematika adalah satu diantara mata pelajaran yang sangat vital dan berperan strategis dalam pembangunan iptek, karena mempelajari matematika sama halnya melatih pola inovatif dalam memecahkan masalah yang dihadapi. Pentingnya ilmu matematika dalam kehidupan manusia tidak perlu diperdebatkan lagi. “Ilmu matematika tidak hanya untuk matematika saja tetapi teori maupun pemakaiannya praktis banyak membantu dan melayani ilmu-ilmu lain” (Ruseffendi dkk, 1993:106). Bisa dikatakan bahwa semua aspek kehidupan manusia tidak dapat dilepaskan dari ilmu ini. Artinya bahwa matematika digunakan oleh manusia di segala bidang.

Meskipun ilmu matematika merupakan ilmu yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat umum, namun sering kali ilmu ini dipahami dengan cara yang salah. Ilmu ini sering kali sekedar dipahami sebagai rumus-rumus yang sulit sehingga banyak siswa yang kurang menyukainya.

Matematika merupakan ilmu yang mengkaji obyek abstrak dan mengutamakan penalaran deduktif. “Objek Matematika adalah benda pikiran yang bersifat abstrak dan tidak dapat diamati dengan panca indra” (Pujianti, 2004:1).

(14)

2.1.7. Pembelajaran Matematika

Treffers (Zulkardi, 2001) mengklasifikasikan pendidikan matematika berdasarkan matematika horizontal dan vertikal ke dalam empat tipe sebagai berikut. 1) Mekanistik, pendekatan ini sering disebut sebagai pendekatan tradisional yang didasarkan pada drill and practice dan pola. Pendekatan ini menganggap siswa sebagai sebuah mesin (mekanik). 2) Empiristik, pendekatan ini menganggap bahwa dunia adalah realistis, yang membuat siswa dihadapkan pada sebuah situasi yang mengharuskan mereka menggunakan aktivitas matematisasi horizontal. 3) Strukturalistik, pendekatan ini didasarkan pada teori himpunan dan permainan yang bisa dikategorikan ke daam matematisasi horizontal. Tetapi ditetapkan dari dunia yang dibuat sesuai dengan kebutuhan, yang tidak ada kesamaanya dengan dunia siswa. 4) Realistik, yaitu pendekatan yang menggunakan situasi dunia nyata atau suatu konteks sebagai titik tolak dalam belajar matematika. Pada tahap ini siswa melakukan aktifitas matematisasi horizontal, yaitu pada saat siswa mengorganisasikan masalah dan mencoba mengidentifikasi aspek matematika yang ada pada masalah tersebut. Kemudian, dengan menggunakan matematisasi vertikal siswa sampai pada tahap pembentukan konsep.

2.1.8. Pembelajaran Matematika di SD

Proses belajar akan dirasakan bermakna jika siswa terlibat langsung dan melakukan aktivitas belajar. Hal ini sesuai dengan teori belajar yang

(15)

dikemukakan oleh David Ausubel (Maulana, 2008b: 66) “Belajar bermakna adalah belajar untuk memahami apa yang sudah diperolehnya, untuk kemudian dikaitkan dan dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih mengerti.”

2.1.9. Metode Demonstrasi

2.1.9.1. Pengertian metode demonstrasi

Metode adalah cara yang digunakan dalam menyampaikan materi pembelajaran. Dalam suatu metode mengandung pengertian terlaksananya kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Metode dilaksanakan melalui prosedur tertentu. Keaktifan siswa dalam belajar mendapat perhatian utama dibandingkan keaktifan guru yang bertindak sebagai fasilitator. Istilah metode yang penekanannya pada keaktifan guru selanjutnya diganti dengan istilah strategi pembelajaran yang menekankan pada kegiatan siswa (Surakhmad, 1994:96).

Metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk memperhatikan sesuatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkenaan dengan bahan pelajaran. Menurut Hamzah (2007: 81) menjelaskan bahwa metode ini mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui pengunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan.

(16)

Biasanya, setelah guru melakukan demonstrasi, mengajak siswa untuk mempraktekkannya. Siswa diberi kesempatan melakukan keterampilan atau proses yang sama di bawah bimbingan guru. Sebagai hasilnya, peserta akan memperoleh pengalaman belajar langsung setelah melihat, melakukan, dan merasakan sendiri. Tujuan dari demonstrasi yang dikombinasikan dengan praktik adalah membuat perubahan pada ranah keterampilan. Hal ini untuk menanamkan pengetahuan kepada siswa tentang cara menggunakan barang atau alat yang benar atau membuktikan suatu kejadian.

Adapun tujuan peneliti menggunakan metode demonstrasi adalah (1) memperlihatkan cara kerja suatu operasi matematika; (2) membuktikan teori dan penggunaan alat peraga matematika; (3) memberikan pemahaman siswa yang tidak mungkin disampaikan secara penjelasan saja; (4) meningkatkan keterampilan menggunakan operasi hitung perkalian dan pembagian yang menghasilkan dua angka.

2.1.9.2. Kelebihan metode demonstrasi

Tidak ada metode yang paling baik dan sesuai untuk diterapkan pada setiap kompetensi dasar yang akan diajarkan. Setiap metode memilliki kelebihan dan kekurangan. Kelebiha dari metode demonstrasi adalah sebagai berikut

(17)

a). Membantu siswa didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses penyelesaian operasi matematika.

b). Memudahkan menghitung operasi perkalian dan pembagian. c). Kesalahan-kesalahan yang terjadi dari hasil ceramah dapat

diperbaiki dengan peragaan dan contoh konkrit, dengan menghadirkan objek sebenarnya berupa bilangan.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa metode demonstrasi adalah metode yang digunakan untuk membelajarkan siswa dengan cara menceritakan dan memperagakan suatu langkah-langkah pengerjaan sesuatu dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan bagian pelajaran.

2.1.9.3. Langkah-langkah metode demonstrasi dalam pembelajaran Setiap metode memilki langkah-langkah sendiri yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan langkah tersebut menjadikan karakteristik atau kekhasan dari metode tersebut. Adanya karakteristik metode dalam langkah-langkahnya. Maka pembelajaran tidak dapat hanya menggunakan satu metode saja, tetapi bisa lebih dari satu metode.

Menurut Hamzah (2007) metode demonstrasi memiliki langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

(18)

a) Menunjukkan dan mengenalkan operasi perkalian dan pembagian dengan menggunakan kartu perkalian dan pembagian yang akan didemonstrasikan.

b) Memberikan penjelasan sambil menunjukkan dan memeragakan cara mencari perkalian dan pembagian dengan menggunakan kartu perkalian dan pembagian.

c) Siswa memperagakan kembali cara menghitung perkalian dan pembagian dengan menggunakan kartu perkalian dan pembagian. d) Apabila ada siswa yang mengalami kesulitan dalam operasi hitung

perkalian dan pembagian, guru dapat memberikan bimbingan dan peragaan kembali cara menghitung perkalian dan pembagian dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian.

2.1.9.4. Penerapan metode demonstrasi dengan media kartu perkalian dan pembagian

Penerapan metode demonstrasi dengan media kartu perkalian dan pembagian pada siswa dalam pembelajaran matematika dapat berupa siswa demonstrasi menghitung perkalian dan pembagian menggunakan kartu perkalian dan pembagian (Mardianingrum:2011). Siswa sebelum memulai dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian, diberikan penjelasan oleh guru tentang tata cara dan penggunaan kartu perkalian dan pembagian dengan tepat dan benar. Kemudian, siswa dibentuk dalam satu kelompok untuk melakukan

(19)

diskusi dan diberi soal latihan berupa perkalian dan pembagian yang hasilnya dua angka untuk dikerjakan secara berkelompok, kemudian wakil dari masing-masing kelompok mendemonstrasikan menghitung soal perkalian dan pembagian dengan menggunakan perkalian dan pembagian di depan kelas.

Siswa yang semula tidak aktif dalam pembelajaran akan memperhatikan siswa lain yang berdemonstrasi memperagakan cara menghitung perkalian dan pembagian. Dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian tersebut dapat menumbuhkan pemahaman siswa tentang operasi hitung perkalian dan pembagian. Pemahaman siswa yang meningkat akan berdampak pada meningkatnya hasil belajar matematika tentang operasi hitung perkalian dan pembagian hingga mencapai tingkat ketuntasan 75% dari jumlah siswa kelas II dengan rata-rata klasikal di atas KKM yaitu 6,0.

2.1.10. Belajar

Menurut Winkel, Belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.

Menurut Ernest R. Hilgard dalam (Sumardi Suryabrata, 1984:252) belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari

(20)

perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Sifat perubahannya relatif permanen, tidak akan kembali kepada keadaan semula. Tidak bisa diterapkan pada perubahan akibat situasi sesaat, seperti perubahan akibat kelelahan, sakit, mabuk, dan sebagainya.

Jadi, pengertian belajar adalah suatu proses untuk merubah tingkah laku sehingga diperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Belajar pada hakikatnya adalah “perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktifitas tertentu. Walaupun pada hakikatnya tidak semua perubahan termasuk kategori belajar.

2.1.11. Hasil Belajar

Hasil belajar pada dasarnya adalah hasil yang dicapai dalam usaha penguasaan materi dan ilmu penegetahuan yang merupakan suatu kegiatan yang menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Melalui belajar dapat diperoleh hasil yang lebih baik.

Belajar berarti mengubah tingkah laku. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Suhardiman (1988) bahwa belajar adalah mengubah tingkah laku. Belajar akan membantu terjadinya suatu perubahan pada diri individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya dikaitkan dengan perubahan ilmu pengetahuan, melainkan juga berbentuk percakapan, ketrampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak dan penyesuaian diri. Belajar menyangkut segala aspek organisme dan tingkah laku pribadi seseorang, prestasi belajar pada hakekatnya merupakan hasil dari belajar sebagai rangkaian jiwa raga.

(21)

Psikofisik untuk menuju perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa, dan karsa, ranah kognitif, efektif dan prestasi motorik.

Prestasi belajar sebagai suatu hasil belajar akan menjangkau tiga ranah atau matra seperti yang dikemukakan oleh (Bloom dalam Dimyati, 2002), yaitu ranah kognitif, efektif, dan psikomotorik dimana ranah tersebut dipenuhi menjadi beberapa jangkauan kemampuan. Jangkauan kemampuan ranah kognitif tersebut adalah meliputi (1) pengetahuan dan ingatan (knowledge); (2) Pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh (coprehention); (3) penerapan (application) ; (4) menguraikan, menentukan hubungan (analysis); (5) mengorganisasikan, merencanakan membentuk bangunan baru (syntesis), dan (6) menilai (evaluation).

Termasuk kedalam ranah afektif (affective) adalah; (1) sikap menerima (receiving); (2) partisipasi (participation); (3) menentukan penilaian (valuing); (4) mengorganisasi (organization); dan (5) pembentukan pola hidup (characterization).

Sedangkan ranah psikomotor menurut (Simpson dalam Dimyati, 2002) meliputi: (1) persepsi; (2) kesiapan; (3) gerakan terbimbing; (4) gerakan yang terbiasa; (5) gerakan kompleks; (6) pentesuaian pola gerakan; (7) kreativitas. Dengan demikian hasil belajar dapat dikatakan sempurna apabila target jangkauan mengenai pencapaian tingkat sebagaimana yang telah diasebutkan sesuai denga tujuan belajar yang diharapkan siswa.

(22)

Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil maksimum yang telah dicapai oleh siswa setelah mengalami proses belajar mengajar dalam mempelajari materi pelajaran tertentu. Hasil belajar tidak mutlak berupa nilai saja, akan tetapi dapat berupa perubahan atau peningkatan sikap, kebiasaan, pengetahuan, keuletan, ketabahan, penalaran, kedisiplinan, ketrampilan dan sebagaimana yang menuju pada perubahan positif. Prestasi belajar menunjukkan kemampuan siswa yang sebenarnya yang telah mengalami proses pengalihan ilmu pengetahuan dari seseorang yang dapat dikatakan dewasa atau memiliki pengetahuan kurang. Walaupun sebenarnya prestasi ini bersifat sesaat saja, tetapi sudah dapat dikatakan bahwa siswa tersebut benar-benar memiliki ilmu pada materi atau bahasan tertentu. Jadi, dengan adanya prestasi belajar, orang dapat mengetahuii seberapa jauh siswa dapat menangkap , memahami, memiliki materi pelajaran tertentu. Atas dasar itu pendidik dapat menentukan strategi belajar-mengajar yang lebih baik.

2.2. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti sudah dilakukan oleh peneliti lain yang menggunakan metode demonstrasi untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Penelitian tersebut antara lain seperti yang dilakukan oleh peneliti berikut ini:

2.2.1. Anggraeni (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Prestasi Belajar Matematika pada Pokok Bahasan Trigonometri dengan Metode Demonstrasi pada Siswa kelas III di SMP 4 Malang” yang hasilnya

(23)

menunjukkan dengan penggunaan metode demonstrasi prestasi belajar siswa dapat meningkat.

2.2.2. Rumain (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Penguasaan Konsep Penjumlahan Bilangan Cacah melalui Metode Demonstrasi di Kelas III SDN Pukul Kecamatan Kraton Pasuruan” yang hasilnya dengan penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan penguasaan konsep penjumlahan bilangan cacah.

2.2.3. Widowati (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode demonstrasi Menggunakan Kartu Bilangan Bulat untuk Meningkatkan Hasil Belajar Matematika dalam menyelesaikan Penjumlahan Bilangan Bulat pada Siswa Kelas IV SDN Kebotohan Pasuruan” dan hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika dalam menyelesaikan operasi hitung penjumlahan tersebut.

2.2.4. Mardianingrum (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Siswa Kelas IV SDN Purwantoro 8 Malang” menyatakan bahwa dengan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas IV SD.

2.2.5. Hanesti (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Peningkatan Hasil Belajar Jaring-jaring Kubus dan Balok melalui Metode demonstrasi di Kelas IV SDN Tanjungrejo 2 Malang” hasilnya dengan penerapan metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar jaring-jaring kubus dan balok pada siswa kelas IV SDN Tanjungrejo 2 Malang.

(24)

Dengan referensi kelima penelitian tersebut peneliti ingin memperbaiki prestasi belajar siswa kelas II SDN Keniten Kecamatan Pecalungan dengan menggunakan metode demonstrasi dengan media kartu perkalian dan pembagian.

2.3. Kerangka Berpikir 2.3.1. Kondisi Awal

Kegiatan pembelajaran matematika di kelas II SDN Keniten kurang menarik perhatian siswa karena guru kurang memanfaatkan media yang ada di sekitar sekolah. Siswa merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran yang selalu monoton, kurang bervariasi sehingga menyebabkan hasil belajar yang kurang memuaskan.

2.3.2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan pembelajaran matematika materi perkalian dan pembagian bilangan dua angka dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian melalui metode demonstrasi siswa akan semakin mudah memahami materi yang dipelajari. Dalam penelitian ini, pada siklus I demontrasi penggunaaan media kartu perkalian dan pembagian dilakukan oleh siswa secara kelompok besar. Sementara pada siklus II demontrasi penggunaaan media kartu perkalian dan pembagian dilakukan oleh siswa secara kelompok kecil/berpasangan.

(25)

2.3.3. Kondisi Akhir

Dengan menggunakan media kartu perkalian dan pembagian melalui metode demonstrasi diduga dapat meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas II SDN Keniten semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Untuk lebih jelasnya kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat penulis gambarkan seperti pada diagram di bawah ini.

Gambar 1 Kerangka Berpikir

Gambar 1 Diagram Alur Kerangka Berpikir Tindakan

Kondisi Awal

Sudah menggunakan media kartu perkalian dan pembagian melalui

metode demonstrasi

SIKLUS I Menggunakan media

kartu perkalian dan pembagian melalui metode demonstrasi

secara kelompok besar Belum menggunakan

media kartu perkalian dan pembagian melalui

metode demonstrasi

Hasil belajar matematika rendah

SIKLUS II Menggunakan media

kartu perkalian dan pembagian melalui metode demonstrasi secara kelompok

kecil Diduga menggunakan

media kartu perkalian dan pembagian melalui

metode demonstrasi dapat meningkatkan

hasil belajar matematika siswa kelas

II SDN Keniten semester II tahun pelajaran 2011/2012 Kondisi

(26)

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kajian teori diatas hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah: penggunaan media kartu perkalian dan pembagian melalui metode demonstrasi dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas II SDN Keniten, Kecamatan Pecalungan, kabupaten Batang semester II tahun pelajaran 2011/2012.

Gambar

Gambar 1  Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Perkolasi, adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar.. Proses perkolasi

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual

Komunikasi antar budaya tidak hanya diperuntukkan dalam memahami budaya dari negara atau tempat orang lain, akan tetapi juga dapat digunakan oleh pemimpin dalam

market price pada tanggal 31 Desember 2011.. Sedangkan untuk valuasi dengan metode relative valuation , diperoleh nilai PER Gudang Garam 23,9 yang masih diatas

Agar penerimaan asli daerah melalui sektor pajak hotel dan pajak restoran tetap menjadi andalan maka setiap daerah perlu membangun sektor industri wisata dan prasarana yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keadilan sistem perpajakan memiliki pengaruh terhadap kepatuhan pajak melalui motivasi.Hal ini berarti bahwa wajib pajak

hanya satu bidan yang tidak melaksanakan klaim jampersal hal ini dikarenakan menurut bidan tersebut pengumpulan klaim jampersal dianggap rumit karena sebelum

Berdasarkan referensi hasil penelitian yang telah dibaca penulis, belum diketahui nilai dan mikrozonasi percepatan getaran tanah maksimum di kawasan jalur Sesar