• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoristis

2.1.1Pengertian Leverage

Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban-kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini sama dengan rasio sovabilitas. Rasio solvabilitas adalah rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam pembayaran kewajibannya jika perusahaan tersebut dilikuidasi. Perusahaan yang tidak sovabel yaitu perusahaan yang total utangnya lebih besar dari total asetnya. Rasio ini juga menyangkut struktur keuangan perusahaan, struktur keuangan adalah bagaimana perusahaan mendanai aktivitasnya. Biasanya, aktivitas perusahaan didanai dengan hutang jangka pendek dan modal pemegang saham.

Menurut Brigham (2006:101) seberapa jauh perusahaan menggunakan utang (financial leverage) akan memiliki 3 (tiga) implikasi penting yaitu:

a. Dengan memperoleh dana melalui utang, para pemegang saham dapat mempertahankan kendali mereka atas perusahaan tersebut dengan sekaligus membatasi investasi yang mereka berikan,

b. Kreditor akan melihat pada ekuitas, atau dana yang diperoleh sendiri, sebagai suatu batasan keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi dari jumlah modal yang diberikan pemegang saham, maka semakin kecil resiko yang dihadapi kreditor.

c. Jika perusahaan mendapatkan hasil dari investasi yang didanai dengan dana hasil pinjaman lebih besar daripada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian dari modal pemilik akan diperbesar, atau diungkit (leverage)

(2)

Ada beberapa macam rasio leverage, antara lain debt ratio (debt to total asset), debt to equity ratio, long term debt to equity, dan time interested earned. Namun, penelitian ini hanya berfokus pada debt to assets. Debt to total assets (DTA) menunjukkan beberapa bagian dari keseluruhan kebutuhan dana yang dibelenjai dengan utang atau beberapa bagian dari aktiva yang digunakan untuk menjamin utang. Kredit lebih menyukai rasio hutang yang rendah karena semakin rendah rasio ini, maka semakin rendah perlindungan terhadap kreditur dalam peristiwa likuidasi. Disisi lain, pemegang saham akan menginginkan leverage yang lebih besar karena dapat meningkatkan laba yang diharapkan.

2.1.2 Stuktur Modal dan Leverage Keuangan

“Struktur merupakan komposisi pendanaan parmanen perusahaan, yaitu bauran pendanaan jangka panjang perusahaan. Struktur modal merupakan dari struktur keuangan dimana struktur keuangan mencerminkan kebijakan manajemen perusahaan dalam mendai aktivanya” (Sawir, 2004: 2). Tujuan manajemen struktur modal kerja adalah menciptakan bauran sumber dana permanen sedemikian rupa agar mampu memaksimalkan harga saham dan agar tujuan manejemen keuangan untuk memaksimalkan nilai perusahaan tercapai. Bauran pendanaan yang ideal dan selalu diupayakan manajemen ini disebut sruktur modal optimal.

Perusahaan dalam menentukan struktur modalnya pasti bertujuan untuk meminimalkan biaya modal yang akan dikeluarkan, karena biaya ini secara potensial akan mengurangi pembayaran deviden tunai kepada para pemegang saham. Jika biaya modal ini dapat diminimalasir, jumlah deviden tuani yang akan

(3)

dibayarkan akan meningkat, dan hal ini tentunya dapat memaksimumkan harga saham. Penentuan struktur modal, yang menyangkut bauran pendanaan yang berasal dari modal sendiri dan utang yang akan digunakan oleh perusahaan pada akirnya menyangkut penentuan berapa banyak utang (leverage keuangan) yang akan digunakan perusahaan unutk mendai aktivanya. Menurut Syahyunun (2004:113), “Financial Leverage dapat didefenisikan sebagai kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajaban-kewajaban keuangan yang sifatnya tetap”. Jika perusahaan menggunakan utang, berarti memiliki kewajaban tetap untuk membayar bunga atas utang yang diambil dalam rangka pendanaan perusahaan.

Menurut Sawir (2004:2), “ada dua aspek yang perlu dipertimbangkan oleh manajemen perusahaan dalam pengambilan keputusan keuangan yaitu tingkat pengembalian (return) dan resiko (risk)”. Keputusan keuangan yang berhubungan dengan leverage, seperti yang telah disebutkan sebelumnya akan membawa konsekuensi pada peningkatan resiko pemegang saham biasa. Resiko yang dihadapi oleh perusahaan atau pemegang saham biasa dibagi menjadi dua macam, yaitu resiko bisnis (business riks) berkaitan dengan ketidakpastian tingkat pengembalian atas aktiva suatu perusahaan dimasa mendatang, dan resiko keuangan (financial riks) terjadi karena adanya penggunaan utang dalam struktur modal perusahaan yang mengakibatkan perusahaan harus menanggung beban tetap secara periodic berupa beban bunga.

Resiko keuangan (financial risk) adalah tambahan resiko yang dibebankan kepada para pemegang saham biasa akibat dari pengambilan keputusan pendanaan dengan utang. Risiko ini terjadi karena pember pinjaman (utang) yang

(4)

menerima bayaran bunga secara tetap, dianggap tidak menanggung resiko bisnis. Pada dasarnya, pendanaan melalui utang akan meninggatkan tingkat pengambalian yang diharapkan dari suatu investasi, tetapi disisi lain, pendanaan melalui utang juga meningkatkan tingkat resiko atas investasi. Menurut Brigham dan Hoston (2006: 6) kebijakan struktur modal melibatkan adanya suatu pertukaran antara resiko dan pengembalian:

a. penggunaan lebih banyak utang akan meningkatkan resiko yang ditanggung oleh para pemengang saham,

b. namun penggunaan utang yang lebih besar biasanya akan menyebabkan terjadinya espektasi tingkat pengembalian atas ekuitas yang lebih tinggi.

Menurut Agnes Sawir (2004:2) “Leverage Keuangan dapat diukur berdasarkan nilai buku yaitu dengan rasio nilai buku seleruh utang terhadap total aktiva (Debt to Asset Ratio – DAR). Pengukuran manfaat penggunaan utang atau analisis leverage keuangan dapat dilakukan dengan memperbandingkan tingkat pengembalian aktiva (Sawir, 2004:4).

Menurut Alwin (1994:301) Leverage keuangan dapat diukur dengan membandingkan total hutang dengan seluruh aktiva dalam perusahaan yang disebut juga dengan leverage factor. Leverage factor 80% berarti perusahaan mengunakan 80% hutang dan 20% modal sendiri. Jansen dan Meckling dalam Meythi (2005) telah mengembangkan teori agensi yang menjelaskan tentang pola hubungan antara principal dan agen. Penunjukan manajer oleh pemegang saham akan memunculkan perbedaan kepentingan karena manajer diberi kekuasaan untuk membuat keputusan yang dapat menciptakan konflik potensial. Masalah agen timbul karena adanya hubungan bukan saja antara pemilik dan manajer,

(5)

tetapi hubungan pemilik dan pemberi pinjaman. Pemberi pinjaman menyediakan dana pada perusahaan dengan maksud untuk memenuhi pengeluaran modal sekarang, yang akan datang, dan struktur modal bagi perusahaan. Faktor ini menentukan resiko bisnis dan resiko keuangan perusahaan. Jika pemberi pinjaman memberikan dana pada perusahaan, bunga dibebankan berdasarkan penilaian pemberi pinjaman atas resiko perusahaan. Jika investasi yang beresiko tidak berhasil, maka pemberi pinjaman menanggung biayanya. Jelas ada insentif dimana manajer bertindak atas nama pemegang saham untuk mengambil keuntungan dari pemberi pinjaman.

Untuk menghindari situasi ini, pemberi pinjaman melakukan monitoring dan teknik pengendalian pada yang diberi pinjaman yang disebut dengan biaya agen. Jika pinjaman yang ada hanya sedikit, maka pengawasan (monitoring) yang dilakukan pemberi pinjamanpun tidak terlalu ketat. Biaya pengawasan tersebut, seperti halnya biaya kebangkrutan, cenderung meningkat pula dengan leverage keuangan. Pada tahun 1986, Michael C. Jensen memperluas konsep teori agensi kedalam area manajemen truktur modal, dengan konsenya yang diberi nama free cash flow (arus kas bebas), dengan pengertian sebagai berikut. ”Arus kas bebas adalah arus kas lebih yang dibutuhkan untuk mendai semua proyek yang memiliki nilai sekarang (NVP) positif saat diskonto relevan”. Jensen mengemukakan bahwa arus kas bebas yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan keputusan yang buruk yang bukan demi kepentingan pemegang saham biasa perusahaan. dengan kata lain, manajer memiliki insentif untuk memegang kas arus bebas dan “bermain” dengannya, bukan mengolahnya, misalnya menjadi pembayaran tunai yang lebih tinggi. Tetapi tidak semuanya

(6)

hilang. Ini mengarah pada yang disebut jansen sebagai hipotesis kontrolnya untuk penciptaan utang (peningkatan utang).

Dengan meningkatkan leverage, pemengang saham akan menikmati pengawasan “control” yang lebih atas tim manajemennya. Contohnya, jika perusahaan menerbitkan utang baru dan menggunakan hasilnya untuk membeli kembali saham yang terutang, maka manajemen wajib membayar tunai untuk menutupi utang. Ini berarti pengurangan jumlah arus kas yang ada pada manajemen untuk dipermainkan. Rasio pengungkit adalah rasio unutk mengatahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika perusahaan tersebut dilikuidasi (Darsono 2005: 54) alat ukur yang digunakan adalah sebagai berikut.

a. Debt to Asset Ratio (DAR)

Rasio ini menekankan pentingnya pendanaan hutang dengan jalan menunjukkan persentase aktiva perusahan yang didukung oleh hutang. Rasio ini juga menyediakan informasi tentang kemampuan perusaaandalam mengaptasi kondisi pengurangan aktiva akibat kerugian tanpa mengurangi pembayaran bunga kepada kreditor. Nilai rasio yang tinggi menunjukkan peningkatan dari ressiko pada kreditor (Darsono 2005: 54). DAR dapat dihitung dengan rumus:

DAR= x 100

b. Debt Equity Ratio (DER)

Rasio ini merupakan persentase penyediaan dana oleh para pemegang saham terhadap pemberi pinjaman. Semakin tinggi rasio menunjukkan semakin

(7)

rendah pendanaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham (Darsono 2005: 54). DER dapat dihitung dengan rumus:

DER= x 100

c. Long term Debt to Equity Ratio (LDER)

Rasio ini menunjukkan perbandingan antara klaim keungan jangka panjang yang digunakan untuk mendanai kesempatan investasi jangka panjang dengan pengembalian jangka panjang pula (Brigham,1996:543). Rasio dapat dihitung dengan rumus

LDER= x 100

2.1.3. Pengertian Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecil perusahaan menurut berbagai cara, antara lain: total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan lain-lain. Pada dasarnya menurut Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2005: 138) ukuran perusahaan hanya terbagi dalam 3 kategori yaitu : “perusahaan besar (large firm), perusahaan menengah (medium-size) dan perusahaan kecil (small firm). Penentuan ukuran perusahaan ini didasarkan kepada total asset perusahaan”. Menurut Edy Suwito dan Arleen Herawaty (2005: 138) yang mengambil pendapat Moses (1987) menemukan bukti bahwa : “Perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan-perusahaan yang lebih besar menjadi subyek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat

(8)

umum/general public)”. Size (ukuran) perusahaan menurut hasil penelitian Cooke (1992) terbukti mempengaruhi luas pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Penelitian Miswanto (1999) tentang pengaruh ukuran perusahaan terhadap risiko bisnis menemukan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif terhadap risiko bisnis. Dengan kata lain penelitian ini membuktikan bahwa size perusahaan berpengaruh terhadap risiko investasi yang berarti pula berpengaruh terhadap return investasi.

Hasil lainnya ditemukan oleh Albretch dan Richardson (2001), bahwa perusahaan-perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar diteliti dan dipandang dengan lebih kritis oleh para investor. Koefisien laba dan nilai buku ekuitas mempunyai perbedaan antara kelompok ukuran perusahaan. Barth et al (1998), Collins dan Kothari (1989), Bhushan (1989), dan Atiase (1985) menemukan bahwa ukuran perusahaan berhubungan negatif dengan laba. Hubungan negatif tersebut terjadi karena banyaknya informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan-perusahaan besar, pada saat pengumuman laba, pasar kurang bereaksi. Namun, hasil berlawanan ditemukan Chaney dan Jeter (1992) yang menguji hubungan ukuran perusahaan dengan laba dalam jangka panjang (long window). Semakin banyak ketersediaan sumber informasi pada perusahaan-perusahaan besar, akan meningkatkan laba dalam jangka panjang. Informasi yang tersedia sepanjang tahun pada perusahaan besar memungkinkan pelaku pasar untuk menginterpretasikan informasi yang terdapat pada laporan keuangan dengan lebih

(9)

sempurna, sehingga dapat memprediksi arus kas dengan lebih akurat dan menurunkan ketidakpastian.

2.1.4. Indikator Ukuran Perusahaan

Salah satu ukuran kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba yang maksimal dapat dilihat dari rasio-rasio yang menunjukkan perkembangan atau kemunduran dari operasional normal perusahaan tersebut, hal ini dapat dilihat salah satunya dari rasio pertumbuhan, dimana rasio pertumbuhan menunjukkan ukuran kenaikan atau penurunan kinerja keuangan suatu perusahaan yang dapat dilihat dari perbandingan tahun sebelum dan sesudah maupun sedang berjalan untuk beberapa pos akuntansi keuangan perusahaan. Dalam rasio pertumbuhan ini akan dihitung seberapa jauh pertumbuhan dari beberapa pos penting dalam laporan keuangan. Variabel ini diukur dengan rata-rata jumlah nilai kekayaan yang dimiliki suatu perusahaan (total aktiva). Skala pengukuran yang digunakan adalah skala rasio. Ukuran (size) perusahaan bisa diukur dengan menggunakan total aktiva, penjualan, atau modal dari perusahaan tersebut. Salah satu tolak ukur yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Ismu Basuki: 2006).

(10)

Cooke (1992) meneliti pengaruh size perusahaan, status pendaftaran dan jenis industri terhadap luas pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan Jepang yang terdaftar dibursa. Size perusahaan merupakan variabel penting yang menjelaskan luas pengungkapan dalam laporan tahunan, sedangkan untuk jenis industri ditemukan bahwa perusahaan manufaktur berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan dibandingkan dengan jenis industri lain. Miswanto (1999) dalam penelitiannya mengenai pengaruh ukuran perusahaan pada risiko bisnis menemukan bahwa besar kecilnya perusahaan mempengaruhi risiko bisnis. Dari penelitiannya diperoleh bukti empiris bahwa perusahaan kecil memiliki risiko dan return yang lebih tinggi dibanding perusahaan besar.

2.1.5. Pengertian Profitabilitas

Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan

keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis perusahaan, di samping melihat laopran keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Van Horne, Wachowics (2005: 222), menjelaskan rasio

profitabilitas adalah “rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan

penjualan investasi pada perusaahaan “. Rasio profitabilitas terbagi lagi menjadi dua jenis rasio, yaitu :

(11)

a. rasio profitabilitas yang terkait dengan penjualan b. rasio yang berkaitan dengan investasi

Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara

keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan (operating asset). Dalam kegiatan operasi perusahaan, profit merupakan elemen penting dalam menjamin kelangsungan perusahaan. Dengan adanya kemampuan memperoleh laba dengan menggunakan semua sumberdaya perusahaan maka tujuan-tujuan perusahaan akan dapat tercapai. Penggunaan semua sumber daya tersebut akan memungkinkan perusahaan untuk memperoleh laba yang tinggi. Laba merupakan hasil dari pendapatan oleh penjualan yang dikurangi dengan beban. Untuk mengukur tingkat keuntungan suatu erusahaan, digunakan rasio keuntungan atau rasio profitabilitas yang dikenal juga dengan nama rasio rentabilitas. Kasmir (2008:197) menjelaskan bahwa

Hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu, rasio profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen.

Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampua perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberika tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi. Intinya adalah penggunaan rasio ini menunjukkan efisiensi perusahaan. penggunaan rasio profitabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan antara berbagai komponen yang ada di laporan

(12)

keuangan, terutama laporan keuangan neraca dan dan laporan laba rugi. Pengukuran dapat dilakukan untuk beberapa periode operasi. Tujuannya adalah agar terlihat perkembangan perusahaan dalam rentang waktu tertentu, baik penurunan atau kenaikan sekaligus mencari penyebab perubahan tersebut.

2.1.6 Tujuan dan Manfaat Rasio Profitabilitas

Tujuan penggunaan rasio profitabilitas bagi perusahaan, maupun bagi pihak luar perusahaan yaitu:

a. untuk menghitung atupun mengukur laba yang diperoleh perusahaan dalam satu periode tertentu

b. untuk menilai posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang,

c. untuk menilai perkembangan laba dari waktu ke waktu,

d. untuk menilai besarnya laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri, e. untuk mengukur produktifitas seluruh dana perusahaan yang digunakan baik

modal sendiri maupun modal pinjaman,

f. untuk mengukur prodiktifitas dari seluruh dana perusahaan yang digunakan baik modal sendiri, dan tujuan lainnya

Sementara itu, manfaat yang diperoleh adalah untuk:

a. mengetahui besarnya tingkat laba perusahaan dalam satu periode

b. mengetahui posisi laba perusahaan tahun sebelumnya dengan tahun sekarang c. mengetahui perkembangan laba dari waktu ke waktu,

(13)

e. mengetahui prosuktifitas dari seluruh dana yang digunakan baik modal pinjaman maupun modal sendiri, serta manfaat lainnya.

2.1.7 Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas

Sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, terdapat beberapa jenis rasio profitabilitas yang dapat digunakan. Masing-masing jenis rasio profitabilitas digunakan untuk menilai serta mengukur posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu atau untuk beberapa periode. Penggunaan seluruh atau sebagian rasio profitabilitas tergantung dari kebijakan manajemen. Jelasnya, semakin lengkap jenis rasio yang digunakan, semakin sempurna hasil hasil yang akan dicapai. Artinya pengetahuan tentang kondisi dan posisi profitabilitas perusahaan dapat diketahui secara sempurna. Dalam prakteknya, jenis-jenis rasio yang digunakan adalah:

a. Profit Margin on Sales

Profit margin on sales atau rasio profit margin atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunkan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Rasio ini juga dikenal dengan profit margin.

b. Hasil Pengembalian Investasi (Return on Investment/ROI)

Hasil pengembalian investasi atau lebih dikenal dengan nama return on investment (ROI) atau return on total assets merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. ROI merupakan suatu ukuran efektivitas manajemen dalam mengelola investasinya.

(14)

c. Hasil Pengembalian Investasi (ROI) dengan pendekatan Du Pont

Untuk mencari hasil pengembalian investasi, selain dengan cara yang dikemukakan di atas, dapat pula menggunakan Du pont. Hasil yang diperoleh antara secara seperti rumus diatas dengan pendekatan Du Pont adalah sama. d. Hasil Pengembalian Ekuitas (Return on Equity/ROE)

Hasil Pengembalian Ekuitas atau Return on Equity atau rentabilitas modal sendiri merupakan merupakan rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri. Rasio menunjukkan efisiensi pengguna modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, maka akan semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya.

e. Laba Per Saham Biasa (Earning Per Share of Common Stock)

Rasio laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencari keuntungan bagi pemegang saham meningkat. Dengan pengertian lain, tingkat pengembalian yang tinggi. Keuntungan pemegang saham adalah jumlah keuntungan setelah dipotong pajak. Keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham biasa adalah jumlah keuntungan yang dikurangi pajak, deviden, dan dikurangi hak-hak lain untuk pemegang saham prioritas.

Menurut Brigham (2006:95) ada beberapa cara untuk mengukur tingkat profitabilitas suatu perusahaan yaitu margin laba atas penjualan basic earning power, Return on Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Peneliti membatasi hanya menggunakan satu cara yakni dengan memakai rasio Return on Total Assets mengukur profitabilitas perusahaan. Return on Total Assets adalah ukuran keefektifan manajemen dalam menghasilkan laba dengan aktiva yang tersedia.

(15)

Semakin tinggi tingkat pengembalian yang dihasilkan maka perusahaan akan semakin baik.

ROA = x 100%

2.1.8. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Sebagai pembanding, akan dikemukakan beberapa penelitian terdahulu yang memiliki kemiripan konsep dengan penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut akan disajikan pada tabel 2.1 berikut ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No. Nama, Tahun

dan Judul

Variabel Hasil Penelitian 1. Endang Lestari,

2010, Pengaruh Modal kerja dan leverage terhadap profitabilitas perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Variabel independen : working capital turnover dan leverage (debt to total assets) ; variabel dependen: profitabilitas (ROA)

Secara parsial, baik working

capital turnover dan leverage

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas. Secara simultan, baik working

capital turnover dan leverage

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas perusahaan 2 Listyarini Widyaningrum, 2009, hubungan antara leverage keuangan dengan tingkat aktivitasi perusahaan yang terdaftar dibursa efek Indonesia Variabel independen: leverage keuangan (DAR, DER, LDER); Variabel dependen: aktivitas investasi (ART, ITO, FAT, TATO)

Secara simultan leverage keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas investasi perusahaan. Secara parsial leverage keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas investasi perusahaan

Endang Lestari (2010) meneliti tentang pengaruh modal kerja dan leverage terhadap profitabilitas perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek

(16)

Indonesia. Hasil dari penelitian ini adalah modal kerja (Working Capital Turnover) dan Debt to Total Assets (variabel untuk mewakili leverage keuangan) secara parsial tidak berpengaruh terhadap Return on Assets (ROA) yang digunakan sebagai variabel untuk profitabilitas perusahaan otomotif. Modal kerja (Working Capital Turnover) dan Debt to Total Assets (variabel untuk mewakili leverage keuangan) tidak berpengaruh secara simultan terhadap ROA (variabel untuk mewakili profitabilitas perusahaan). Listy Widyaningrum (2009) Hubungan antara leverage keuangan dengan tingkat aktivitas investasi perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil penelitian ini adalah secara simultan leverage keuangan secara signifikan terhadap aktivitas investasi perusahaan. Secara parsial leverage keuangan berpengaruh secara signifikan terhadap aktivitas investasi perusahaan.

2.2. Kerangka Berfikir

Kerangka berfikir merupakan kerangka konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah penting. Berdasarkan latar belakang masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan diatas, maka dibuat kerangka konseptual seperti dibawah ini.

(17)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

Variabel bebas X Variabel Terikat (Y)

Modal kerja

Dalam penelitian ini DAR dan tota aktiva digunakan sebagai variabel indikator dari leverage keuangan dan ukuran perusahaan, untuk mengetahui apakah leverage keuangan dan ukuran perusahaan memiliki hubungan yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas perusahaan. Hubungan kausual antara leverage keungan dan ukuran perusahaan dengan tingkat profitabilitas perusahaan dihubungkan dengan teori agensi yang dikembangkan oleh Jansen menjelaskan bahwa penggunaan utang dapat mengurangi biaya keagenan dari arus kas bebas dan membuat manajer untuk menjadi lebih efesien sehingga penggunaan aktiva perusahaan yang menunjukkan ukuran perusahaan menjadi lebih produktif. Kebijakan pendanaan (dengan utang) yang baik akan meningkatkan nilai perusahaan apabila manajemen perusahaan mampu menggunakan sumber- sumber ekonomi yang mereka miliki dengan efektif dan efesien sehingga menghasilkan tingkat profitabilitas yang baik pula. Maka, dengan asumsi posisi struktur modal optimal, maka dapat dirumuskan sebuah hipotesa bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara leverage keuangan dan ukuran perusahaan dengan tingkat profitabilitas perusahaan.

Leverage DAR (X1) Ukuran Perusahaan Total Aktiva (X2) Profitabilitas Return on Assets (Y)

(18)

Pada dasarnya, jika perusahaan meningkatkan jumlah utang sebagai sumber dananya hal tersebut dapat meningkatkan resiko keuangan. Jika perusahaan tidak dapat mengelola dana yang diperoleh dari utang secara produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang negatif dan berdampak terhadap menurunnya profitabilitas perusahaan. Sebaliknya jika utang tersebut dapat dikelola dengan baik dan digunakan untuk proyek investasi yang produktif, hal tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif dan berdampak terhadap profitabilitas perusahaan.

2.3. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah posisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris (Erlina, 2007: 4). Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H1 : DAR berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI

H2 : Total aktiva berpengaruh terhadap profitabilitas pada perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI

H3 : DAR dan total aktiva berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan otomotif yang terdaftar di BEI

Gambar

Tabel 2.1  Penelitian Terdahulu  No.  Nama, Tahun
Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Data yang diperoleh dari kuesioner disajikan dalam bentuk tabel distribusi, kecenderungan pola komunikasi, kecen- derungan kemandirian anak, hubungan karakteristik orang

Penerapan authentic assessment dalam pembelajaran matematika di sekolah menengah mendorong siswa untuk menjadi aktif dalam menampilkan hasil belajar karena apa yang

Rencana Kerja Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Kota Magelang tahun 2013 yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendapatan dan Pengelolaan

d. Meningkatkan Profesionalisme Guru Melalui KKG.. Guru merasakan manfaat dari kegiatan tersebut. Pendidikan dan pelatihan yang diikuti guru-guru di MIN 3 Kota Palangka

POTENSIAL MESENCHYMAL STEM CELL-DERIVED EXTRACELLULAR VESICLES (MSC-EVS) SEBAGAI TERAPI TERBARU DALAM OBAT ISKEMIK RETINAL 70 dalam cairan vitreous, tapi pada saat. Menggunakan

Kriteria Baik Sekali (4) Baik (3) Cukup (2) Pendampingan Perlu (1) Informasi Menemukan seluruh informasi penting pada teks Menemukan sebagian besar informasi penting pada

dari lahan tersebut sangat potensial untuk pengembangan usaha pertanian, namun.. 12,9 juta ha belum dapat dikelola secara

Menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap