• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. kebal hukum berdasarkan doctrin of charitable Immunity sebab menghukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. kebal hukum berdasarkan doctrin of charitable Immunity sebab menghukum"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Rumah sakit pada masa lalu sering dianggap sebagai lembaga sosial yang kebal hukum berdasarkan “ doctrin of charitable Immunity “ sebab menghukum rumah sakit untuk membayar ganti rugi sama artinya dengan mengurangi asetnya, yang pada gilirannya akan mengurangi kemampuannya untuk menolong masyarakat banyak. Namun dengan terjadinya perubahan paradigma perumahsakitan di dunia, di mana rumah sakit merupakan institusi yang padat modal, padat teknologi dan padat tenaga sehingga pengelolaan rumah sakit tidak bisa semata-mata sebagai unit sosial tetapi menjadi unit sosio-ekonomi. Maka sejak saat itu rumah sakit mulai dijadikan sebagai subyek hukum dan sebagai target gugatan atas perilakunya yang dinilai merugikan.

Perubahan paradigma tersebut juga terjadi di Indonesia pada awal tahun 1990-an, di mana rumah sakit tidak lagi sebagai unit sosial semata tetapi menjadi unit sosio-ekonomi sehingga Rumah Sakit di Indonesia juga merupakan sebagai subyek hukum. Rumah Sakit tetap mempunyai tanggung jawab sosial tetapi dalam pengelolaan keuangannya menerapkan prinsip-prinsip ekonomi. Perubahan Rumah Sakit dari unit sosial menjadi unit sosio-ekonomi berdampak semakin kompleksnya rumah sakit dan potensial menimbulkan konflik atau sengketa pelayanan kesehatan apabila tidak dikelola dengan profesional, sehingga

(2)

diperlukan aturan yang mengatur hubungan antara pemilik, pengelola dan staf medis dengan baik. Oleh karena itu rumah sakit perlu mempunyai peraturan internal yang mengatur hubungan ke tiga unsur tersebut yang disebut peraturan internal rumah sakit. Peningkatan kesadaran hukum, serta kepekaan terhadap tuntutan secara hukum yang sering terjadi akhir-akhir ini menyebabkan peraturan internal Rumah Sakit tersebut menjadi acuan yang sangat penting bagi Rumah Sakit.

Rumah sakit adalah tempat di mana masyarakat datang dengan masalah kesehatan. Rumah sakit sebagai salah satu pemberi pelayanan kesehatan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan fungsi-fungsinya yaitu fungsi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Rumah sakit merupakan tempat di mana dokter, perawat dan profesi kesehatan lainnya melakukan aktifitas profesionalnya. Rumah sakit juga sebagai tempat dilaksanakan pendidikan dan riset di bidang kesehatan serta bagian dari masyarakat mendapatkan pekerjaan dan penghasilan. 1

Menurut M. Magula, ciri lain dari rumah sakit adalah sebagai berikut :2

1. Rumah sakit merupakan sebuah institusi yang besar yang sarat dengan peralatan teknologi canggih, yang dioperasionalkan oleh sekumpulan orang dengan keahlian dan bakat sesuai dengan yang diperlukan.

2. Rumah sakit merupakan sebuah struktur organisasi yang komplek, di mana orang ditempatkan untuk melakukan pekerjaan tertentu dengan kompensasi finansial sesuai kebutuhan dalam rencana kerja serta dibatasi oleh peraturan, regulasi maupun prosedur yang sesuai dengan kebutuhan birokrasi dan kebutuhan hukum.

1

M. Magula, 1982, Understanding Organizations : A guide for the Nurse executive, 1st ed., An Aspen Publication, Massachusetts, hlm 30.

2

(3)

3. Sebuah organisasi dengan banyak unit, departeman, staf, jabatan dan peran yang kesemuannya itu saling kait mengkait dan saling bergantungan satu sama lainnya.

4. Sebuah sistim yang harus dinamis dan adaptif sebagai akibat berinteraksi terus-menerus dengan lingkungan eksternal, sosial dan lingkungan organisasi.

5. Sebuah tempat kerja yang sarat dengan masalah, sehingga perlu ada sistim untuk mengatasi masalah.

6. Sebuah fasilitas public esensial yang mempresentasikan adanya investasi sumber daya manusia, modal dan sumber daya lainnya untuk memberikan pelayanan penting (critical service) kepada masyarakat.

7. Sebuah institusi yang memasukan personil, peralatan, dana, informasi, pasien yang kemudian mengubahnya melalui proses kerja organisasi, alokasi sumber daya, koordinasi upaya, integrasi psikososial, manajemen dan kemudian diserahkan kembali kepada lingkungannya dalam bentuk hasil akhir, sambil mempertahankan identitas dan integritasnya sebagai suatu sistim sepanjang waktu.

Rumah sakit merupakan suatu organisasi yang sangat berbeda dengan organisasi-organisasi lainnya. Organisasi rumah sakit sangat rumit dan unik, dikarenakan mengatur semua kebijakan dan kegiatan yang terdiri dari satuan fungsional yang berbeda dalam tugas dan tanggung jawabnya, serta harus selalu bekerja bersama-sama dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Pengelolaan rumah sakit sangat komplek dan syarat masalah tetapi rumah sakit dituntut harus memberikan pelayanan yang berkualitas. Mutu pelayanan kesehatan adalah hal yang paling utama bagi pasien, dan memenuhi keinginan customer internal maupun eksternal, serta harus terus-menerus meningkatkan kualitas/mutu pelayanan kesehatan secara optimal.

Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa “ Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur,

(4)

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”. Selanjutnya pada Pasal 21 disebutkan bahwa “Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan”.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan bahwa pengaturan penyelenggaraan rumah sakit bertujuan :

a. Mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

b. Memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit.

c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit. d. Memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya

manusia rumah sakit, dan rumah sakit.

Penyelenggaraan pelayanan kesehatan perorangan di rumah sakit melibatkan dokter, tenaga kesehatan lainnya, pasien/keluarga dan rumah sakit itu sendiri. Ketiganya merupakan subyek hukum yang terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan dan melahirkan hubungan medis maupun hubungan hukum.3 Dokter dan rumah sakit berkedudukan sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan sedangkan pasien sebagai penerima jasa pelayanan kesehatan.

3

(5)

Ketika pasien datang ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan berarti pasien telah memberikan kesepakatan untuk menerima jasa pelayanan dokter atau tenaga kesehatan lainnya yang ditawarkan oleh rumah sakit. Pada saat inilah mulai terjadi hubungan hukum antara dokter dengan pasien, antara rumah sakit dengan pasien, dan antara rumah sakit dengan dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya.

Dilihat dari kaca mata hukum, hubungan hukum antara pasien dengan dokter termasuk dalam ruang lingkup perjanjian. Dikatakan sebagai perjanjian karena ada kesanggupan dokter untuk mengupayakan kesembuhan pasien, sebaliknya pasien menyetujui tindakan terapeutik yang dilakukan oleh dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Posisi yang demikian ini menyebabkan terjadinya kesepakatan berupa perjanjian terapeutik, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Rutten bahwa perjanjian tidak lain adalah kesepakatan.4

Perjanjian/ kontrak terapeutik antara dokter dengan pasien, rumah sakit dengan pasien, atau antara rumah sakit dengan dokter adalah hubungan antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang lainnya, yang diatur dalam kaidah-kaidah Hukum Perdata. Kaidah-kaidah hukum perdata mengatur pelaksanaan hak dan kewajiban timbal balik, di mana hak pasien menjadi kewajiban dokter dan rumah sakit serta hak dokter dan rumah sakit menjadi kewajiban pasien.5

4

Bahder Johan Nasution, 2005, Hukum Kesehatan Pertanggungjawaban Dokter , PT Rineka Cipta , Jakarta, hlm 6.

5

(6)

Dokter, pasien dan rumah sakit adalah tiga subyek hukum terkait dalam bidang kesehatan. Ketiganya membentuk hubungan medis dan/atau hubungan hukum dalam bidang medis. Hubungan hukum medis dan hubungan hukum antara dokter, pasien dan rumah sakit, merupakan hubungan yang obyeknya, adalah pemeliharaan kesehatan pada umumnya dan pelayanan kesehatan pada khususnya yang bersifat inspanning verbintenis.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi di bidang pelayanan kesehatan berdampak pada peningkatan pengetahuan, kesadaran dan pemikiran kritis masyarakat akan hak dan kewajibannya. Dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan terkadang muncul kendala atau permasalahan-permasalahan, dengan pernyataan ketidakpuasan terhadap pelayanan yang pasien terima atau bahkan sampai menuntut/melaporkan ke penegak hukum dengan dugaan adanya kelalaian atau lebih sering disebut malpraktik yang menimbulkan persengketaan antara provider (rumah sakit) dan customer (pasien) yang berakhir dengan tuntutan hukum di pengadilan. Terhadap sengketa pelayanan kesehatan yang terjadi, rumah sakit harus bertanggung jawab untuk berupaya menyelesaikan sengketa tersebut dengan baik.

Pengertian tanggung jawab antara lain dikemukakan oleh S.J. Fockema Andreae, yang menyatakan : Tanggung jawab adalah kewajiban untuk memikul pertanggungjawaban, dan hingga memikul kerugian (bila dituntut) berkaitan

(7)

dengan hukum dan administratif”.6

Pertanggungjawaban dalam istilah Bahasa Inggris, dapat diartikan menjadi dua hal yaitu : responsibility dan liability. Adanya pembagian tanggung jawab yang baik itu responsibility ataupun liability membawa pengertian yang berbeda dari segi hukumnya. Responsibility diartikan sebagai tanggung jawab yang disebabkan perbuatan atas dirinya sendiri. Sedangkan liability lebih diartikan sebagai tanggung jawab yang disebabkan perbuatannya terhadap orang lain, sehingga liability inilah yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia sebagai pertanggungjawaban hukum. Apabila seseorang melakukan kesalahan, kelalaian dan akibat dari kelalaian/kesalahan itu menimbulkan kerugian bagi orang lain maka seseorang itu dapat diminta tanggung jawab hukumnya, sehingga orang yang menderita kerugian akibat dari kesalahan/kelalaian itu berhak untuk menggugat ganti rugi.

Liability atau tanggung jawab hukum ini berlaku juga bagi rumah sakit. Apabila sebuah rumah sakit melakukan kelalaian/kesalahan dalam memberikan pelayanan kesehatan, maka pasien dapat menggugat tanggung jawab hukum, untuk membayar ganti rugi.

Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, disebutkan bahwa “ Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimannya “. Pasal 46 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit disebutkan

6

Arifin P. Soeria Atmadja, 1983, Mekanisme Pertanggung Jawaban Keuangan Negara : Suatu Tinjauan Yuridis, Gramedia, Jakarta, hlm 43

(8)

bahwa “ Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di rumah sakit.

Mengenai tanggung jawab hukum dalam lapangan hukum perdata dikenal beberapa macam jenis tanggung jawab hukum yaitu7 :

1. Contractual liability

Tanggung jawab ini muncul karena adanya ingkar janji, yaitu tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual.

2. Liability in tort

Tanggung jawab ini muncul karena adanya perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) yang dilakukan oleh seseorang yang karena salahnya telah menimbulkan kerugian bagi orang lain.

3. Strict liability

Dalam sistem hukum civil law system rezim strict liability untuk dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum akibat dari perbuatan melawan hukum, mensyaratkan adanya unsur kesalahan sebagai salah satu syarat utama untuk meminta pertanggungjawaban. Dalam konsep pertanggungjawaban ini pembuktiannya dari yang dirugikan kepada pihak yang merugikan.

4. Vicarious liability

Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya (subordinate). Dalam kaitannya pelayanan medis maka rumah sakit ( sebagai employer) dapat bertanggung gugat atas kesalahan yang dibuat oleh dokter yang bekerja dalam kedudukan sebagai sub ordinate (employee). Lain halnya jika dokter bekerja sebagai mitra (attending physician atau independent contractor) sehingga kedudukannya setingkat dengan rumah sakit. Hal ini sejalan dengan Pasal 1367 KUHPerdata bahwa “ Seorang tidak saja bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada di bawah pengawasannya “. Asal mula sengketa biasanya terjadi pada komunikasi yang kurang efektif antara dokter dengan pasien atau terjadinya miskomunikasi antara tenaga kesehatan lain dengan pasien, sehingga pasien atau keluarganya merasa dirugikan

7

Sofwan Dahlan, 2005, Hukum Kesehatan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hlm 65-66

(9)

atas tindakan medis tersebut. Kondisi seperti ini biasanya dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang telah diberikan oleh rumah sakit, yang biasanya terkait fasilitas, sarana, sikap dokter atau tenaga kesehatan lain yang bekerja di sana. Apalagi bila rumah sakit tidak segera merespon keluhan pasien, maka beda pendapat (sengketa medis) akan berkelanjutan. Bisa jadi pasien dan keluarga menyampaikan kasus tersebut ke media masa atau melaporkan kepada pihak yang berwajib/aparat penegak hukum.

Haruslah disadari bahwa pada dasarnya pasien selaku konsumen pelayanan medis /dokter sering kali dalam posisi lemah. Pasien dan keluarga bisanya hanya menerima atas segala pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit ataupun tenaga kesehatan pada dirinya dan terkadang tidak berani menyampaikan hal-hal yang tidak sesuai standar. Perkembangan teknologi informasi saat ini memberikan dampak pada tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang makin tinggi serta makin kritis akan hak dan kewajibannya untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas dan aman (patient safety). Beberapa dekade ini hubungan antara rumah sakit dan dokter selaku produsen jasa pelayanan kesehatan dengan pasien selaku konsumen belumlah harmonis, hal ini dapat dilihat dari banyaknya kasus malpraktek yang marak terjadi sejak 2006 hingga 2012, tercatat ada 182 kasus kelalaian medis (medical negligence) dan malpraktek (malpractice) yang terbukti dilakukan dokter di seluruh Indonesia. Malpraktek ini terbukti dilakukan dokter setelah melalui sidang yang dilakukan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).8

8

SG Wibisono, “Sampai Akhir 2012, Terjadi 182 Kasus Malpraktek

http://www.tempo.co/read/news/2013/03/25/058469172/Terjadi-182-Kasus-Malpraktek , diakses tanggal 15 November 2014, Jam 15.30 WIB

(10)

Pada umumnya isu dugaan malpraktik itu mencuat karena dipicu oleh ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan rumah sakit dan atau pelayanan dokter yang menanganinya ataupun terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan akibat dari suatu tindakan kedokteran atau tindakan medis. Bentuk ketidakpuasan pasien atau keluarga bisa diekspresikan ataupun hanya disimpan dalam hati. Berdasarkan laporan dari Lembaga Ombudsman Daerah (LOD) Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2014 terdapat 14 (12,50 %) kasus pengaduan bidang kesehatan dan merupakan urutan ke 2 terbanyak setelah pengaduan di bidang pendidikan sebanyak 19 (13.97%) kasus. Salah satu kasus di bidang kesehatan yang ditangani oleh LOD DIY adalah tentang pengaduan ketidakpuasan pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan menduga adanya dugaan malpraktik medis.

Pada tahun 2012 hingga 2013 di RSUD Panembahan Senopati Bantul ada 2 pasien yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang dituangkan dalam surat kabar atau media masa, namun masalah tersebut segera dapat diselesaikan dengan baik. Tahun 2014 ada 1 kasus pengaduan pasien atas dugaan malpraktik yang dilakukan oleh seorang dokter umum kepada MKDKI.

Menurut informasi dari bagian layanan pelanggan RSUD Panembahan Senopati Bantul, setiap bulan terdapat pengaduan langsung rata-rata 2-3 pengadu, pengaduan lewat sms center direktur rata-rata 30 sms yang masuk setiap bulannya, rata-rata kurang dari 5 yang disampaikan melalui email dan banyak melalui surat tertulis yang dimasukan di kotak saran. Adapun isi dari surat-surat

(11)

tersebut sebagian besar berupa komplain atau kritikan namun ada juga yang berisi ucapan terima kasih atau pujian terhadap pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul yang terkait dengan sikap petugas rumah sakit dan juga terkait sarana prasarana rumah sakit yang dinilai kurang memadai atau kurang standar. 9

Jawaban, penjelasan atau penyelesaian mengenai masalah-masalah yang terkait dengan kritikan atau komplain di atas langsung ditangani di bawah koordinasi Seksi Hukum, Pemasaran dan Kemitraan RSUD Panembahan Senopati Bantul berkoordinasi dengan bagian atau unit/instalasi yang terkait. Penyelesaiannya masih bersifat segmental, tergantung staf medis fungsional atau tenaga kesehatan mana yang bermasalah, penyelesaiannya belum terpadu dan belum terorganisir dengan baik bagi setiap profesi tenaga kesehatan yang ada di Rumah Sakit. Selain itu belum adanya lembaga/bagian/komite yang khusus menangani sengketa pelayanan kesehatan, yang berakibat lambannya responsibilitas keluhan pasien, terkadang keluhan pasien/keluarga ditanggapi sekilas melalui balasan surat, balasan sms ataupun balasan melalui email sesuai media yang digunakan pasien/keluarga dalam memberikan informasi atau laporan keluhannya. Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

9

Hasil wawancara, Prayan Tika Kurniawati, staf layanan pelanggan RSUD Panembahan Senopati Bantul, Tanggal 20 Mei 2015

(12)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, agar pembahasan lebih terarah dan sistematis, maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Faktor-faktor apa sajakah yang melatarbelakangi munculnya sengketa pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul?

2. Bagaimanakah prosedur penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan kendala-kendala apa yang dihadapi dalam pelaksanaanya ?

3. Bagaimanakah bentuk-bentuk pertanggungjawaban hukum RSUD Panembahan Senopati Bantul terhadap sengketa pelayanan kesehatan ditinjau dari Pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penilitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya sengketa pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul.

2. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis prosedur penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaanya.

(13)

3. Untuk mengetahui, mengkaji dan menganalisis bentuk-bentuk pertanggungjawaban hukum RSUD Panembahan Senopati Bantul terhadap sengketa pelayanan kesehatan yang terjadi ditinjau dari Pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Secara Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam rangka pengembangan ilmu hukum khususnya bagi mahasiswa Magister Hukum Kesehatan mengenai pertanggungjawaban hukum rumah sakit terhadap sengketa pelayanan kesehatan yang terjadi ditinjau dari pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

b. Memberikan sumbangan ilmiah bagi ilmu pengetahuan hukum dalam pengembangan hukum perdata, khususnya pemahaman teoritis tentang pertanggungjawaban hukum rumah sakit terhadap sengketa pelayanan kesehatan yang terjadi ditinjau dari pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Bagi pimpinan rumah sakit/Direktur, hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai sarana untuk mengevaluasi sejauh mana penanganan penyelesaian sengketa kesehatan di RSUD Panembahan Senopati Bantul, apakah sudah dilaksanakan sesuai dengan

(14)

perundang-undangan yang berlaku atau belum guna tanggung gugat dan tanggung jawab rumah sakit kepada pasien.

b. Bagi dokter, perawat, bidan dan tenaga kesehatan lainnya hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai alat untuk instrospeksi diri sejauh mana mereka memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, apakah sudah sesuai dengan standar atau sesuai dengan kontrak terapeutik sehingga pasien/keluarga merasa puas atas pelayanan kesehatan yang dia terima sehingga tidak terjadi konflik yang dapat berkembang menjadi sengketa pelayanan kesehatan antara pasien, dokter dan rumah sakit.

c. Bagi masyarakat pada umumnya dan pengguna jasa pelayanan kesehatan khususnya di RSUD Panembahan Senopati Bantul, penelitian ini akan memberikan gambaran hak dan kewajibannya serta langkah-langkah penyelesaian sengketa yang terbaik bila terjadi sengketa pelayanan kesehatan.

d. Bagi penulis, untuk bisa mendalami lebih jauh tentang latar belakang terjadinya sengketa, prosedur penyelesaian sengketa dan alternatif penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan di rumah sakit serta bentuk-bentuk tanggung jawab rumah sakit terhadap sengketa pelayanan kesehatan yang terjadi.

e. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lain yang lebih mendalam khususnya mengenai

(15)

tanggung jawab hukum rumah sakit terhadap sengketa pelayanan kesehatan ditinjau dari pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Pertanggungjawaban Hukum RSUD Panembahan Senopati Bantul Terhadap Sengketa Pelayanan Kesehatan Ditinjau Dari Pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, menurut sepengetahuan penulis di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian yang serupa, namun penulis temukan ada 2 peneliti sebelumnya yang melakukan penelitian hampir sama, adapun peneliti tersebut adalah :

1. Adhiyatno Priyambodo, 2012. Judul penelitian sebelumnya adalah“ Perlindungan Hukum Bagi Dokter Rumah Sakit Bethesda Dikaitkan Dengan Ketentuan Pasal 29 ayat (1) Huruf s Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit”. Rumusan Masalahnya : a). Faktor apa yang menyebabkan perlunya perlindungan hukum oleh rumah sakit Bethesda bagi dokter yang terlibat dalam sengketa medis karena diduga melakukan malpraktik medis. b). Apakah Rumah Sakit Bethesda sudah memberikan perlindungan hukum bagi dokter yang terlibat dalam sengketa medis karena diduga melakukan malpraktik medis dan bagaimana bentuk perlindungan hukumnya. Kesimpulan : a) Faktor yang menyebabkan perlunya perlindungan hukum bagi dokter Rumah Sakit Bethesda yang

(16)

terlibat dalam sengketa medis adalah karena merasa tidak nyaman terlibat dalam sengketa medis, sehingga melakukan tindakan “defensive medicine” di mana tindakan tersebut merupakan kewajiban untuk melakukan kendali mutu dan kendali biaya dalam pelayanan kesehatan. b) Rumah Sakit Bethesda sudah memberikan perlindungan hukum bagi dokter yang terlibat dalam sengketa medis. Bentuk perlindungan hukumnya adalah dengan menetapkan peraturan dan Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagaimana tertuang dalam Hospital By Laws (HBL) dan Medical Staf By Laws (MSBL).10

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah penulis berusaha untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa, upaya-upaya penyelesaian sengketa pelayanan kesehatan dan bentuk-bentuk tanggung jawab hukum rumah sakit jika terjadi sengketa pelayanan kesehatan, tidak hanya sengketa yang terjadi pada profesi medis saja tapi juga terhadap sengketa yang terjadi dengan tenaga kesehatan lainnya yang berada di rumah sakit dari sisi pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

2. Indriyani Lindawaty, 2011, dengan judul penelitian : “Perlindungan hukum terhadap dokter di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Tahun 2011. Fokus kajiannya adalah“ Bagaimana Perlindungan Hukum Dan Tanggung

10

Adhiyatmo Priyambodo, 2011, “ Perlindungan Hukum Bagi Dokter Rumah Sakit Bethesda Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) Huruf s Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit”, Tesis, Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

(17)

Jawab Rumah Sakit Terhadap Dokter Yang Menjalankan Tugas Di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Sebagai Implementasi Undang-Undang Rumah Sakit Nomor 44 Tahun 2009 Pasal 29 ayat (1) butir s dan Pasal 46. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Perlindungan hukum kepada dokter yang bekerja di rumah sakit belum dilaksanakan dengan baik di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong, sehingga dokter-dokter yang bekerja belum mendapatkan jaminan perlindungan hukum di rumah sakit dalam menjalankan profesinya menjadi seorang dokter.11

Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini adalah penulis lebih menitik beratkan pada faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa pelayanan kesehatan, upaya-upaya penyelesaian sengketa dan bentuk-bentuk tanggung jawab hukum rumah sakit jika terjadi sengketa pelayanan kesehatan ditinjau dari pelaksanaan Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

11

Indriyani Lindawaty, 2011, “Perlindungan hukum terhadap dokter di RSUD Sele Be Solu Kota Sorong Tahun 2011”, Tesis, Program Studi Magister Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dukungan tenaga ahli dan mesin-mesin modern serta system security dan control yang ketat dan tepat, kami mampu memberi jaminan atas kualitas dari produk- produk Smart Card

[r]

Pendapat Jabariah di atas menurut Mu‟tazilah bertentangan dengan ayat-ayat yang mengatakan bahwa Allah tidak menghalangi umat untuk beriman jika datang kepada

The test problem shows that meshless methods have the advantage over the finite element method due to the smoothness of the shape function and shape function derivatives used,

‘Umdat al-Muhtajîn ilâ Suluk Maslak al-Mufradîn merupakan salah satu dari karya-karya al-Râuf al-Sinkîlî yang ditulis dalam bahasa Jawa (baca: Melayu) supaya

(1) Ruang lingkup perjanjian ini adalah PIHAK KEDUA akan melakukan pelayanan medis dan atau pelayanan kesehatan lainnya sesuai dengan lingkup kredensial yang

Paket Pekerjaan : Contract Non Consultant Service for Operational Support for Indivicual Consultant7. Nomor & Tanggal Kontrak : HK.02.03/INDV/IBRD/SATKER-PKP/017/2014, Tanggal

Dari teknik ini peneliti akan memperoleh data-data yang berkaitan dengan penerapan permendiknas nomor 22 tahun 2006, baik itu berupa dokumentasi hasil