• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. spinalis dan cairan serebrospinalis (LCS). Cairan ini mempunyai total volume

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. spinalis dan cairan serebrospinalis (LCS). Cairan ini mempunyai total volume"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu komplikasi dari anestesi spinal adalah infeksi ruang subarachnoid akibat kontaminasi dari jarum atau cairan injeksi, atau dari organisme yang menjalar dari kulit.Ruang subarakhnoid terdiri dari trabekel, saraf spinalis dan cairan serebrospinalis (LCS). Cairan ini mempunyai total volume 120-150 ml terdiri dari 60-75 ml diventrikel, 35-40 ml sebagai cadangan dasar otak dan 25-30 ml diruang subarakhnoid daerah spinal. Pada cairan serebrospinal tidak mempunyai antibodi, sehingga mempunyai resiko besar terjadinya infeksi (Davidson dan Molnar, 1993; Covino, 1994).

Munculnya bakteri akibat infeksi dalam ruang subarachnoid tak mungkin terjadi bila prosedur klinis dilakukan secara baik dan aseptik (Covino, 1994; Morgan dan Mikhail, 2004).Raedler et al. (1999) melakukan penelitian tentang kejadian kontaminasi bakteri pada 144 jarum spinal dan 20 jarum epidural yang dikumpulkan setelah lumbarpuncture di ruang subarachnoid atau ruang epidural. Hasil penelitian ditemukan 24 (17,9%) kontaminasi bakteri dari jarum, yang meliputi: coagulase-negative staphylococci (21 jarum; 15,7%), yeasts (2 jarum; 1,5%), enterococcus (1 jarum; 0.8%), pneumococcus (0.8%) dan micrococcus(0.8%).

Puncture yang dilakukan selama tindakan anestesi spinal juga dapat mengakibatkan infeksi pada sistem saraf pusat (SSP). Infeksi tersebut dapat berupa meningitis atau abses, dengan gejala klinis yang bervariasi. Sumber infeksi

(2)

dapat berasal dari kolonisasi melalui penyebaran hematogen atau infeksi lokal. Terdapat sejumlah faktor risiko terjadinya infeksi pasca anestesi neuraksial antara lain adalah sepsis, diabetes melitus, gangguan status imunologi, terapi kortikosteroid, infeksi lokal dan pemakaian kateter jangka panjang(Horlocker dan Wedel, 2008).

Dewasa inimasih sedikit yang melaporkan tentang frekuensi kasus infeksi SSP seperti arachnoiditis, meningitis, dan abses setelah anestesi spinal baik yangmelaporkan sebagai kasus individu atau kelompok (Horlocker dan Wedel, 2008). Namun, penelitian epidemiologi yang dilakukan di Eropa menunjukkan bahwa frekuensi komplikasi infeksi yang terkait dengan teknik neuraksial terus meningkat (Wang et al., 1999; Moen et al., 2004).

Penelitian yang dilakukan pada tahun 1997-1998 di Denmark, diperhitungkan risiko defisit neurologis 1:4343 berikut analgesia (Wang et al., 1999). Moen et al., (2004) melakukan penelitian di Swedia 1990-1999 dilaporkan insiden abses rendah, tetapi terdapat kekhawatiranmeningitis pasca spinal dengan kecenderungan kumanstreptococcus alpha-hemolitik yang berasal dari nosokomial.

Penelitian yang dilakukan Kilpatrick dan Girgis di Kairo pada rentang waktu 1975-80 secara retrospektif ditemukan frekuensi meningitis pasca spinal yaitu 17 dari 1.429 pasien meningitis memiliki riwayat anestesi spinal. Gejala timbul 2-3 hari pasca spinal dan rentang waktu antara awitan gejala dan masuk rumah sakit adalah 1 hingga 83 hari (rerata 15 hari). Kuman yang paling sering didapatkan dari kultur cairan serebrospinal adalah Pseudomonas aeroginosa (10 pasien). Kuman ini tidak didapatkan pada pasien tanpa riwayat anestesi spinal.

(3)

Bakteri lain yang diperoleh yaituStaphylococcus aureus, Staphycoccus mintis dan Mycobacterium tuberculosis (Ni Luh, 2010).

Semakin banyaknya laporan tentang insiden infeksi pasca anestesi neuraksial yang semakin tinggi disebabkan karena tehnik pelaporan yangsemakin baik, perbedaan tehnik asepsis dan antisepsis,pemberian antimikroba profilaksis dan pemakaian kateter.Tehnik antisepsis memiliki peranan penting dalampencegahan infeksi pasca anestesia neuraksial, karena sebagian besar kuman penyebab berasal dari kuman floranormal. Antiseptik yang sering digunakan antara lain alkohol, chlorhexidine, povidone iodinedan hexachlorophene(Smedstad, 1999).

Selama ini masih ada perdebatanmengenai larutan antiseptik yang tepat dan aman untuk teknik neuraksial dan perifer. Povidone iodine dan chlorhexidine glukonat (dengan atau tanpa penambahan isopropil alkohol) dianggap efektif. Namundalam beberapa penelitian klinis mengenai efek bakterial pada anestesia regional (blok spinal, epidural, perifer) dilaporkan bahwa chlorhexidine lebih efektif dibanding povidone iodine. Chlorhexidine efektif terhadap semuabakteri nosokomial, dan bakteri (gram positif dan gram negatif), serta jarang terjadi resistensi. Hal ini juga berlaku padasenyawa organik, seperti darah (Kinironset al., 2001).

Menurut penelitian Hebl (2006), tidak ada kasus neurotoksisitas pada pemberian antiseptikchlorhexidine. Antiseptik dengan chlorhexidine berbahan alkohol secara bermakna menurunkan kecenderungan kolonisasi tempat dan kateter epidural, serta memaksimalkan kecepatan dan potensi aktivitas bakterisidal

(4)

jika dibandingkan dengan antiseptik lainnya. Antiseptik chlorhexidine berbahan alkohol sebaiknya dipertimbangkan sebagai pilihan antiseptik teknik aseptik sebelum anestesi regional.

Dalam praktik pelaksanaan anestesia spinal di RSUP Dr Sardjito antiseptik yang digunakan adalah Povidon iodine 10%.Belum banyaknya penelitian yang dilakukan dalam penggunaan antiseptik pada anestesi regional mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan membandingkan Chlorhexidine dan Povidon Iodin pada Kultur Jarum Spinal, sehingga dapat ditemukan antiseptik yang tepat dan aman untuk anestesi regional di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Antiseptik sebelum anestesi spinal sangat penting karena berpotensi menimbulkan komplikasi yang berupa kolonisasi bakterial. Chlorhexidine dan Povidone iodine merupakan alternatif antiseptik dalam anestesi spinal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa chlorhexidine lebih efektif daripada povidone-iodine untuk digunakan sebagai antiseptik sebelum kanulasi kateter intravaskuler. Tingkat kontaminasi bakteri dari jarum yang digunakan untuk anestesi spinal didesinfeksi belum banyak dicatat, sehingga perlu dilakukan evaluasi terhadap keefektifan antimikroba dari beberapa antiseptik seperti povidone iodine, chlorhexidine, alkohol, dan lain-lain perlu dilakukan sebelum anestesi spinal. Dengan melakukan uji coba perbandingan antara chlorhexidine 0,5% dalam alkohol 70% dan povidon iodine 10%diharapkan dapat memberikan nilai efektifitas untuk mengurangi tingkat kontaminasi bakteri pada jarum spinal.

(5)

C. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, dapat ditarik suatu pertanyaan penelitian: apakah pemberian antiseptik chlorhexidine 0,5% dalam alkohol 70% lebih efektif dalam mengurangi kejadian kolonisasi bakteri pada kultur bakteri dari jarum spinal dibanding pemberian povidone iodine 10%?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran sterilitas dari jarumspinal pada pemberianantiseptik chlorhexidine 0,5% dalam alkohol 70% dan povidone iodine 10%, serta faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

2. Tujuan khusus

Untuk mengetahui insidensi kolonisasibakteri pada kultur bakteri dari jarum spinal pada pemberian chlorhexidine 0,5% dalam alkohol 70% dan povidone iodine 10%, serta faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya.

E. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritik

Bukti ilmiah insidensi adanya kolonisasi bakteri pada pemeriksaan kultur bakteri dari jarum spinal.

2. Aspek Aplikatif

(6)

F. Keaslian Penelitian

Sepengetahuan penulis di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta belum pernah dilakukan penelitian mengenai perbandingan chlorhexidine 0,5% dalam alkohol 70% dan povidone iodine 10% pada kultur bakteri dari jarum spinal pasca SAB. Penelitian serupa yang dilakukan peneliti terdahulu dapat dilihat pada tabel 1 berikut.

(7)

Tabel 1. Review studi

Peneliti Subyek atau sampel penelitian

Intervensi dan parameter yang diukur Hasil Raedler et al.,

(1999)

Pemberian povidone-iodine 10% pada kelompok spinal dan epidural (114 jarum spinal dan 20 jarum epidural)

Analisis Differential mikro-organisme dilakukan setelah inkubasi menggunakan morfologi, kriteria fisiologis dan serologi plasma koagulase-negatif dan koagulase-positif.

Terdapat 24 jarum (17,8%) yang terkontaminasi bakteri, 19 jarum (16,7%) untuk spinal dan 5 jarum (25%) untuk epidural. Kontaminasi bakteri pada jarum spinal ditemukan 18 (15,8%) Coagulase-ve staphylococci, 1 (0,9%) spore-forming bacteria, 1 (0,9%) enterococcus (1; 0.8%), dan 1 (0,9%) pneumococcus, sedangkan kontaminasi untuk jarum epidural adalah 3 (15%) Coagulase-ve staphylococci, 1 (5%) spore-forming bacteria, dan 1 (5%) micrococcus.

Nahmet al., (2004)

100 pasien dibagi dua kelompok yaitu kelompok yang

diberikan chlorhexidine 0,5% + 70% larutan alkohol isoprofil dan kelompok povidone-iodine 10%.

Kulit pasien didesinfeksi 3 kali pada daerah

lumbal menggunakan cairan

antiseptikchlorhexidine 0,5% dengan alkohol 70% dan povidon iodine 10%, kemudian dibiarkan kering selama 3 menit. Setelah dilakukan anestesi spinal, jarum spinal dan trocar disimpan dalam botol kultur steril yang berisi 45 ml tryptic soy broth. Jarum dan trocars kemudian diinkubasi dalam kondisi aerobik selama 48 jam pada suhu 37oC, dan kontaminasi mikroba diidentifikasi dengan metode mikrobiologi.

Lima (5) dari 51 pasien kelompok povidone-iodine menunjukkan pertumbuhan positif, sementara tidak ada kontaminasi yang teramati dari 46 pasien yang diberikanchlorhexidine. Mikroba organisme yang ditemukan pada kelompok povidone-iodine adalah staphylococcus aureusm Escherichia coli, Acinetobacter lwoffii, Acinetobacter baumannii, dan G (+) spesies bacillus.Kesimpulan: 5% klorheksidin + 70% larutan isopropil alkohol menunjukkan lebih efektif mengurangi anti-mikroba dibanding 10% larutan povidone-iodine dalam hal mengurangi tingkat kontaminasi bakteri dari jarum spinal.

Referensi

Dokumen terkait

Ketika daya yang dihasilkan generator tidak mencapai/kurang dari daya yang dibutuhkan maka akan dilakukan pengulangan tahap mencari debit dan head pada lokasi lain,

Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk memenuhi syarat ujian memperoleh gelar Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu

Jika 9 gram senyawa tersebut dilarutkan dalam 50 gram air Kf = 1,86°C/m terbentuk larutan yang membeku pada suhu –7,44°C, maka rumus molekul senyawa tersebut adalah ..... LSD

Analisis SWOT dalam menentukan posisi bersaing (studi kasus PT Wahana Prima Anugerah di Pontianak) merupakan masalah yang diangkat dalam penelitian ini, dan penulis membatasi

Beberapa komoditas di Kota Banda Aceh yang mengalami kenaikan harga pada bulan Desember 2015 antara lain adalah Daging Ayam Ras dengan andil sebesar 0,1315 persen, Sewa Rumah sebesar

bermacam bentuk, seperti gerakan separatis dan lain-lain, antara lain: Gerakan Separatis dengan lepasnya Timor Timur dari Indonesia yang dimulai dengan

Berdasarkan analisis SWOT telah diketahui posisi pengembangan perikanan budidaya ikan nila di kolam air tenang di Kecamatan Sinjai borong terletak pada Kuadran III yang

Aspek Baik Sekali (4) Baik (3) Cukup (2) Perlu Pendampingan (1) Kesesuaian pantun yang dibuat dengan ciri-ciri pantun Memenuhi 4 ciri-ciri pantun Memenuhi 3