• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN PEMERINTAH DESA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN PEMERINTAH DESA"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

RESTRUKTURISASI KELEMBAGAAN PEMERINTAH DESA

SUB TEMA : TATA KELOLA PEMERINTAHAN

Arif Zainudin1, Unggul Sugiharto2 Program Studi Ilmu Pemerintah

Universitas Pancasakti Tegal arif_zainudin88@yahoo.com

ABSTRAK

Pemerintahan Desa merupakan sebuah organisasi pemerintah yang memberikan pelayanan dasar bagi masyarakat. Organisasi pemerintah yang menjalankan fungsi pelayanan dasar maka bentuk organisasi merupakan perwujudan dari urusan yang dimiliki dalam sebuah organisasi pemerintah. Saat ini pemerintah desa memiliki urusan sebanyak 4(empat) yaitu urusan pemerintah yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa, urusan pemerintah yang menjadi wewenang kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa, tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota, dan urusan pemerintah lainnya yang oleh peraturan perundang-undangan diserahkan kepada desa. Untuk dapat menjalankan urusan yang dimiliki oleh pemerintah desa, maka desain organisasi pemerintah desa mencakup tugas urusan tersebut. Adapun desain organisasi pemerintah desa terdiri dari Kepala Desa, Sekertaris Desa, Kaur Umum, Kaur Kesejahteraan Masyarakat, Kaur Pemerintah, Kaur Pembangunan, dan Kaur Keuangan. Namun model organisasi tersebut apakah sesuai dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa dan Permendagri No. 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa ?

Untuk menjawab permasalahan tersebut maka peneliti akan menggunakan metode studi kasus yang diterapkan pada organisasi pemerintahan desa dengan menggabungkan teori dasar organisasi pemerintahan.

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan oleh peneliti maka Desa Kemuning termasuk pada golongan Desa Swakarya. Menurut Permendagri No 84 Tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, bahwa Desa yang tergolong pada Desa Swakarya memiliki struktur Kepala Desa, Sekertaris, dibantu 3 Unit Urusan, dan 3 Unit Seksi.

Kata Kunci : Organisasi, Pemerintahan Desa, Desain Kelembagaan Desa

A. Pendahuluan

Menurut R. Bintarto (2000:68) desa merupakan perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis, sosial, ekonomis politik, kultural setempat dalam hubungan dan pengaruh timbal balik dengan daerah lain. Sedangkan menurut pendapat lain seperti Kartohadikusumo (2003:90) yang mengatakan bahwa desa merupakan kesatuan hukum tempat tinggal suatu masyarakat yang berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Dalam makna kata „desa‟ terdapat beberapa unsur seperti geografis, ekonomi, politik, budaya, dan masyarakat yang terangkum dalam sebuah wadah organisasi yaitu Pemerintahan Desa.

Secara etimologi organisasi berasal dari kata “Organum” yang bermakna Alat yaitu bagian dari anggota atau badan (Mitzberg, 1908). Dalam hidup manusia

1

(2)

sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhannya sendiri. Manusia sangat membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya tersebut. Manusia dalam aktifitasnya melakukan interaksi dengan manusia lain dnegan saling berhubungan atau bekerjasama. Interaksi sosial dalam hubungan kerjasama ini dalam rangka mencapai tujuan bersama tersebut menjadi embrio lahirnya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang selanjutnya secara teoretik kemudian melahirkan konsep dan teori organisasi.

Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa psl 1 menyatakan, Pemerintahan Desa ialah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Latar belakang berdirinya sebuah pemerintahan desa di sebuah wilayah hakekatnya ialah sebagai pemenuhan kebutuhan dasar masyarkatnya, atau sebagai unsur pemerintah yang melayani masyarakatnya. Dalam proses pemenuhan kebutuhan dasar tentunya pemerintahan desa memiliki kewenangan untuk menjalankan fungsi dari pemerintahannya. Adapun kewenangan Pemerintahan Desa menurut UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa psl.18 yaitu penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul dan adat istiadat Desa. Oleh karena itu dalam melaksanakan kewenangan Desa maka organisasi pemerintahan Desa membutuhkan struktur yang sesuai dengan fungsi dan kewenangan Desa.

Dalam memilih tipe model organisasi, Gibson, Ivencevich dan Donelly (1995) mengingatkan bahwa pada dasarnya tidak ada satupun metode tertentu yang dapat dianggap paling baik dan efektif yang dapat digunakan dalam sebuah organisasi. Ketiganya kemudian menyebut hal ini dengan teori pendekatan kontingensi. Pandangan ini kemudian diperkuat oleh pandangan Robbins (2003), yaitu berdasar pada kebutuhan yang diantaranya harus memperhatikan beberapa seperti tujuan dan strategi, besaran organisasi, teknologi, lingkungan, serta pengendalian kekuasaan dalam organisasi tersebut.

Berdasarkan Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tentang susunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa, didalam peraturan tersebut struktur organisasi pemerintahan desa mengalami perubahan. Perubahan tersebut terletak pada struktur pelaksanaan teknis dan sekertaris desa. Pada saat ini pemerintahan desa di wilayah

(3)

Kabupaten Tegal masih menggunakan struktur organisasi lama. Pelaksana teknis masih menggunakan unit urusan dan unit sekertaris masih hanya dibantu oleh staff.

Dengan adanya Permendagri Nomor 84 Tahun 2015 tersebut, pemerintah desa di wilayah Kabupaten Tegal harus merevisi struktur organisasinya yang disesuaikan dengan peraturan terbaru. Berawal dari permasalahan perubahan regulasi mengenai organisasi pemerintahan Desa, maka perlu ada kajian mengenai model/desain organisasi pemerintahan Desa di Wilayah Kabupaten Tegal.

B. Tinjauan Pustaka Organisasi

Secara etimologi organisasi berasal dari kata “Organum” yang bermakna Alat yaitu bagian dari anggota atau badan (Mitzberg, 1908). Dalam hidup manusia sebagai makhluk sosial tidak mungkin dapat mencukupi kebutuhannya sendiri. Manusia sangat membutuhkan manusia lain untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan hidupnya tersebut. Manusia dalam aktifitasnya melakukan interaksi dengan manusia lain dnegan saling berhubungan atau bekerjasama. Interaksi sosial dalam hubungan kerjasama ini dalam rangka mencapai tujuan bersama tersebut menjadi embrio lahirnya kelompok-kelompok dalam masyarakat yang selanjutnya secara teoretik kemudian melahirkan konsep dan teori organisasi.

Penyebutan istilah kelompok dalam kajian ilmu-ilmu sosial dilakukan berbeda, seperti dalam ilmu politik, ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah dan sebagainya. Namun secara umum pembagian kelompok dalam masyarakat tersebut terbagi dalam dua bentuk utama antara gemeinscahft dan gesellsckhaf atau dalam kamus kebahasaan kita disebut juga dengan kelompok sekunder dan primer. Dalam konsepsi antropologi, Koentjaraningrat menyebutnya primary group dengan

association (Koentjaraningrat, 1990:154-160). Sedangkan Nasikun sebagai pakar

sosiologi menyebut kedua bentuk utama kelompok masyarakat tersebut dengan kelompok semu atau quasi group dan kelompok kepentingan atau interest group (Nasikun, 2001:13).

Konsepsi organisasi dapat dilihat dari berbagai perspektif, tergantung pada struktur, fungsi dan tujuannya. Setiap manusia memiliki perbedaan tentang persepsi, kepribadian, pengalaman, nilai dan tujuan hidup yang berbeda. Namun secara umum organisasi merupakan wadah yang memungkinkan manusia dapat meraih hasil yang sebelumnya tidak mungkin dapat dicapai oleh individu secara sendiri-sendiri sehingga organisasi menjadi suatu unit terkoordinasi yang berfungsi guna mencapai

(4)

tujuan tertentu sebagai tujuan bersama. Pada kaitan ini, manusia dalam organisasi telah melebur sebagai sebuah sistem yang terpola. Oleh karena itu, perilaku manusia yang berada dalam suatu kelompok atau organisasi adalah perilaku organisasi.

Pilihan tipe model organisasi dalam penerapannya antara satu organisasi satu dengan yang lain juga berbeda. Karena itu, pemilihan tipe model organisasi yang tepat untuk suatu organisasi tertentu tidak mudah. Hal ini memerlukan pengkajian yang mendalam dari anggota-anggota organisasi yang terlibat didalamnya, khususnya yang mempunyai kompetensi dan tanggung jawab terhadap pemilihan organisasi yang akan digunakan oleh organisasi yang bersangkutan. Sebab kesalahan dalam pemilihan bentuk organisasi yang digunakan akan dapat mengganggu kinerja organisasi.

Dalam memilih tipe model organisasi, Gibson, Ivencevich dan Donelly (1995) mengingatkan bahwa pada dasarnya tidak ada satupun metode tertentu yang dapat dianggap paling baik dan efektif yang dapat digunakan dalam sebuah organisasi. Ketiganya kemudian menyebut hal ini dengan teori pendekatan kontingensi. Pandangan ini kemudian diperkuat oleh pandangan Robbins (2003), yaitu berdasar pada kebutuhan yang diantaranya harus memperhatikan beberapa seperti tujuan dan strategi, besaran organisasi, teknologi, lingkungan, serta pengendalian kekuasaan dalam organisasi tersebut.

Tipe model organisasi adalah pola formal tentang bagaimana orang dan aktifitasnya dikelompokkan dan dibagi berdasar pada kebutuhan yang dikoordinasikan. Terdapat dua cara adaptasi yang dapat dilakukan dalam menjalankan organisasi. Pertama , melalui perubahan internal , yaitu menyesuaikan struktur internal organisasi, pola kerja, perencanaan dan aspek internal lainnya terhadap karakteristik lingkungan. Kedua, dengan berusaha untuk menguasai dan mengubah kondisi lingkungan sehingga menguntungkan organisasi.

Konsepsi tentang sebuah desain tipe model organisasi melahirkan banyak rumusan. Menurut Suwarno (2009:201) yang meminjam konsepsi Mintzberg (1979:109) dan Mintzberg dan Quin (1996:231), desain tipe model organisasi bersifat unik sehingga tidak ada desain organisasi yang sama persis antara satu dengan yang lain, desain tipe model organisasi harus dibuat sesuai dengan kebutuhan dimana pandangan ini telah juga disebut dalam pemikiran Gibson, Ivencevich dan Donelly (1995:164) diatas. Sebab dalam konsepsi Mintzberg, secara umum literatur yang membahas desain tipe model organisasi selalu mengabaikan para praktisi

(5)

organisasi, atau lebih banyak disampaikan oleh para akademisi sehingga orientasi kerja organisasi sering tidak dapat diaplikasikan.

Mintzberg memperkenalkan lima bagian utama sebagai elemen dasar sebuah orgnaisasi. Lima elemen dasar tersebut adalah strategic apex, middle line, supporting

staff, technostructure dan operating core. Kelima elemen dalam sebuah desain

organisasi berbeda tanggung jawab dan fungsinya. Mintzberg menggambarkannya sebagaimana gambar berikut.

Gambar 1

Elemen Organisasi (Mitzberg, 1979:20)

Berangkat dari gambar tersebut, lima elemen dasar tesebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Strategic Apex atau organisasi puncak. Sesuai dengan peran dan pisisinya

sebagai pemimpin (manajer) tertinggi dalam sebuah organisasi, strataegic apex memiliki tanggung jawab secara keseluruhan terhadap kinerja organisasi. Karena itu pemimpin adalah pengendali kinerja organisasi dengan kewenangan atau kekuasaan yang dimiliki.

b. Midle Line atau organisasi menengah. Sesuai dengan peran dan posisinya,

manajer menengah, merupakan organisasi fungsional sebagai penghubung antara strategic apex dengan operating core, dimana elemen tersebut merupakan sebuah mata rantai operasional organisasi dengan menggunakan kekuasaan formal di delegasikan.

(6)

c. Operating Core atau pelaksana. Sesuai dengan peran dan posisinya, operating core merupakan pelaksana dari sebuah kebijakan. Operating core melakukan pekerjaan dasar yang berhubungan langsung dengan produksi barang dan jasa.

d. Technostructure atau perumus. Sesuai dengan peran dan posisinya,

technostructure merupakan pembuat desain atau perencana kinerja sebuah organisasi.

e. Supporting Staff atau dari unit khusus. Sesuai dengan peran dan posisinya,

supporting staff memiliki tugas dan fungsi memberikan dukungan kepada organisasi di luar alur kerja operasional organisasi.

Jika setiap organisasi memiliki kebutuhan dan kepentingan karena organisasi menjadi tempat berkumpulnya orang, bagaimana jika ada diantara lima elemen dasar organisasi tersebut terdapat bagian yang lebih dominan diantara bagian yang lain. Hal ini juga telah dijawab oleh Mintzberg (1979:78). Oleh Winardi hal ini akan melahirkan apa yang disebut dengan konfigurasi organisasi. Menurut Mintzberg sebagaimana dirumuskan oleh Winardi, terdapat lima bentuk konfigurasi organisasi (Winardi, 2011; 1118-119).

Pertama, bilamana pada sebuah organisasi, strategic apex yang paling

dominan, yang dicirikan dengan kontrol terhadap organisasi menjadi tersentralisasi, maka organisasi tersebut termasuk dalam konfigurasi organisasi sederhana (simple

stucture). Kedua, bilamana pada sebuah organisasi, midle line yang paling dominan,

sehingga unit-unit secara esensial beroperasi dan bekerja secara otonom, maka organisasi tersebut termasuk dalam konfigurasi struktur divisional (divisional

structure). Ketiga, bilamana pada sebuah organisasi, technostructure yang dominan

sehingga kontrol kinerja organisasi terstandarisasi, maka organisasi tersebut masuk dalam konfigurasi birokrasi mesin (machine bureacracy). Keempat, bilamana pada sebuah organisasi, operating core-nya yang paling dominan, maka organisasi termasuk dalam konfigurasi organisasi profesional birokrasi. Kelima, hak ini terjadi jika pada sebuah organisasi, supporting staff-nya yang dominan sehingga kontrol dilakukan saling menyesuaikan dengan kebutuhan, maka akan melahirkan konfigurasi organisasi yang disebut dengan adhokrasi.

Bahasan mengenai struktur organisasi dalam modul ini akan berangkat dari konfigurasi sebagaimana telah dikonsep-teorikan oleh Mintzberg diatas dengan penjelasan secara lebih mendalam disertai dengan perkembangan dan

(7)

bentuk-bentuk baru organisasi modern yang merespon perubahan sosial zaman. Konsep struktur organisasi Mintzberg tersebut lahir akhir tahun 1970-an dimana saat ini bentuk organisasi sudah berkembang pesat. Namun dilihat dari konfigurasinya, struktur dasar organisasi yang dirumuskan oleh Mintzberg belum tergantikan oleh pakar organisasi yang lain.

Pemerintah Desa

Menurut Syafie (1997:109) mengemukakan bahwa Desa merupakan suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat, termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Desa menurut UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa psl 1. Yaitu desa dan desa adata atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kemudian menurut Egon E. Bergel (1955:121), mendefinisikan desa sebagai

“setiap pemukiman para petani (peasants)”. Sebenarnya faktor pertanian bukanlah

ciri yang harus melekat pada setiap desa. Ciri utama yang melekat pada setiap desa adalah fungsinya sebagai tempat tinggal (menetap) dari suatu kelompok masyarakat yang relatif kecil.

Selanjutnya koentjaraningrat (1977:134) melengkapi pengertian tentang desa melalui pemilahan pengertian komunitas dalam dua jenis yaitu komunitas besar (seperti: kota, negara bagian, negara) dan komunitas kecil (seperti : band, desa, rukun tetangga dan sebagainya). Dalam hal ini Koentjaraningrat mendefinisikan desa sebagai “komunitas kecil yang menetap tetap di suatu tempat” (1977:162). Koentjaraningrat tidak memberikan penegasan bahwa komunitas desa secara khusus tergantung pada sektor pertanian. Dengan kata lain artinya bahwa masyarakat desa sebagai sebuah komunitas kecil itu dapat saja memiliki ciri-ciri aktivitas ekonomi yang beragam tidak disektor pertanian saja.

(8)

Berdasarkan beberapa pengertian tentang konsep desa yang telah dibahas sebelunya, terdapat unsur-unsur Desa yaitu wilayah, masyarakat, sumber ekonomi, hukum, dan pemerintahan sebagai pengatur unsur-unsur tersebut.

Selanjutnya pengertian pemerintahan desa itu sendiri adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (psl 1 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa).

Dalam penataan Desa menurut Psl 7 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat melakukan penataan Desa. Penataan sebagaimana yang dimaksud bertujuan untuk mewujudkna efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan Desa, meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa, mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik, meningkatkan kualitas tata kelola Pemerintahan Desa serta meningkatkan daya saing Desa.

Tugas Pemerintah Daerah dalam urusan penataan Desa meliputi pembentukan desa beserta sistem tata pemerintahan, penghapusan Desa, penggabungan Desa, perubahan status Desa, dan penetapan Desa.

Dalam pembentukan Desa, menurut psl 8 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa. Ada beberapa syarat kriteria minimal dalam pembentukan Desa yaitu:

1) Wilayah Jawa paling sedikit 6.000 (enam ribu) jiwa atau 1.200 (seribu dua ratus) kepala keluarga;

2) Wilayah Bali paling sedikit 5.000 (lima ribu) jiwa atau 1.000 (seribu) kepala keluarga;

3) Wilayah Sumatera paling sedikit 4.000 (empat ribu) jiwa atau 800 (delapan ratus) kepala keluarga;

4) Wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara paling sedikit 3.000 (tiga ribu) jiwa atau 600 (enam ratus) kepala keluarga;

5) Wilayah Nusa Tenggara Bara paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) jiwa atau 500 (lima ratus) kepala keluarga;

6) Wilayah Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan paling sedikit 2.000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) kepala keluarga;

(9)

7) Wilayah Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara paling sedikit 1.500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) kepala keluarga;

8) Wilayah Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara paling sedikit 1.000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) kepala keluarga;

9) Wilayah Papua dan Papua Barat paling sedikit 500 (lima ratus) jiwa atau 100 (seratus) kepala keluarga.

Selain syarat jumlah kependudukan masih ada beberapa yang harus dipenuhi apabila membentuk desa yaitu

a. Wilayah kerja yang memiliki akses transportasi.

b. Sosial budaya yang dapat menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat, c. Memiliki potensi yang meliputi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan

sumber daya ekonomi pendukung.

d. Batas wilayah Desa yang dinyatakan dalam bentuk peta Desa yang telah ditetapkan dalam peraturan Bupati/Walikota.

e. Sarana dan prasarana bagi Pemerintahan Desa dan pelayanan publik.

f. Tersedianya dana operasional, penghasilan tetap, dan tunjangan lainnya bagi perangkat Pemerintah Desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Tata kelola Pemerintahan Desa dipimpin oleh Kepala Desa, jabatan yang dipegang oleh pimpinan tertinggi pemerintahan Desa. Kepala Desa dipilih secara langsung oleh dan dari penduduk Desa warga negera republik Indonesia yang memenuhi persyaratan dengan masa jabatan 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan. Kepala Desa dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Sedangkan pengisian jabatan dan masa jabatan Kepala Desa Adat berlaku ketentuan hukum adat di Desa Adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat serta prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintahan.

Proses pengaturan Desa harus berlandaskan pada asas sebagai berikut: a. Rekognisi merupakan pengakuan terhadap hak asal usul;

b. Subsidaritas yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat Desa;

(10)

c. Keberagaman yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat Desa, tetapi dnegna tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;

d. Kebersamaan yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun Desa;

e. Kegotongroyongan meruapakan kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun Desa;

f. Musyawarah yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat Desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;

g. Demokrasi yaitu sistem pengorganisasian masyarakat Desa dalam suatu sistem pemeirntahan yang dilakukan oleh maysarakat Desa atau dengan persetujuan masyarakat Desa serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha esa diakui, diatas, dan dijamin;

h. Kemandirian yaitu suatu proses yang dilakukan oleh Pemerintahan Desa dan masyarakat Desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;

i. Partisipasi yaitu turut berperan aktif dalam suatu kegiatan; j. Kesetaraan yaitu kesamaan dalam kedudukan dan peran;

k. Pemberdayaan yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat Desa melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa; l. Keberlanjutan yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi,

terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan Desa.

Asas-asas yang telah disepakati tersbuet telah tertuang dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa merupakan dasar pengelolaan pemerintahan Desa.

Asas legalitas menjadi dasar legitimasi pemerintahan Desa, dengan kata lain setipa penyelenggaraan pemerintahan desa harus memiliki legitimasi yaitu kewenangan yang diberikan oleh perturan. Kewenangan (authority, gezag) merupakan kekuasan yang diformalkan untuk orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap bidang pemerintahan tertentu yang berasal dari pelimpahan urusan pemerintah. sedangkan wewenang (bevoegdheid) merupakan kemampuan untuk

(11)

melakukan tindakan-tindakan hukum tertentu. S.F. Marbun, menyebutkan wewenang mengandung arti kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis adalah kemampuan bertindak yang berdasarkan oleh undang-undang yang berlaku untuk melakukan aktifitas pemerintahan. (Sadjijono, 2008)

Menurut psl 19 UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, Pemerintahan Desa dalam menjalankan tugas memiliki kewenangan dasar yaitu

1) Kewenangan berdasarkan hak asal usul; 2) Kewenangan lokal berskala Desa;

3) Kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota;

4) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kewenangan Pemerintah Desa yang tercantum dalam UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, hanya mengatur secara umum sifat kewenangan yang dimiliki atau yang harus dilakukan oleh pemerintahan desa. Hal ini tentunya dalam bentuk atau jenis tugas dan kewenangan tentunya akan berbeda dari seluruh pemerintahan Desa di Indonesia.

Dalam menjalankan kewenangannya Kepala Desa dibantu perangkat desa yang terdiri dari (1) Sekertariat Desa, (2) Pelaksanaan Kewilayahan, dan (3) Pelaksana Teknis. Kemudian badan kelengkapan yang harus dimiliki oleh Pemerintahan Desa yakni Badan Permusyawaratan Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Pemerintahan Desa

.

C. Metodologi

Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus, dengan memilih objek penelitian yang akan dikaji. Lokasi penelitian yang dikaji tersebut yakni Pemerintah Desa Kemuning. Struktur organisasi pemerintah Desa Kemuning merupakan salah satu Pemerintah Desa yang terletak pada wilayah Pemerintah Kabupaten Tegal dengan struktur organisasi bertentangan dengan Permendagri No. 84 tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa.

(12)

Selanjutnya hasil yang diharapkan dari penelitian ini ialah tersusunnya model/desain organisasi pemerintah Desa.

D. Hasil dan Pembahasan Pemerintah Desa Kemuning

Desa Kemuning merupakan salah satu desa dari 20 Desa dalam kawasan administratif Kecamatan Kramat Kabupaten Tegal. Dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat Desa, memiliki sumber daya manusia untuk melaksanakan tugas teknis nya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Adapun SDM Desa Kemuning dijabarkan pada tabel berikut ini.

Tabel I. Aparatur Desa Kemuning Tahun 2016

No. Nama Posisi Pendidikan

Terakhir

1. Sutikno Kepala Desa SLTA

2. Siti Rofikoh Amalia Sekdes SLTA

3. Rohmat Kasi Pemerintahan SLTP

4. Indah Listiowati Kasi Pembangunan SLTA

5. Satori Kasi Kesra SLTA

6. Karsad Kasi Trantib SD

7. Akhmad Daroji Kaur Keuangan SLTA

8. Untung Mugiono Kaur Umum SLTA

Sumber: profile desa kemuning 2015

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan jumlah aparatur desa kemuning ialah 9 orang. Mayoritas aparatur Desa Kemuning berpendidikan SLTA dengan jumlah 6 orang, dan 2 orang lainnya berpendidikan SLTP dan SD. Menurut pasal 50 ayat 1 poin a UU No. 6 Tahun 2014, disebutkan bahwa perangkat desa berpendidikan minimal SLTA atau yang sederajat. Dengan adanya peraturan tersebut, maka Kepala Desa dapat mengganti perangkat desa yang tidak sesuai dengan kriteria pendidikan. Amanah dari UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, yaitu peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan kapasitas organisasi. Menurut Riyadi Soeprapto, 2010: 35, dalam meningkatkan kapasitas pemerintah desa dilakukan dengan 3 tingkatan yaitu tingkatan individual, tingkatan institusional, dan tingkatan sistem.

Pada uraian sebelumnya telah disinggung bahwa Desa Kemuning memiliki kelemahan dalam sumber daya manusia yakni tingkat pendidikan. Menurut World Bank dalam mengembangkan sumber daya manusia dilakukan dengan cara training, rekruitmen dan pemutusan pegawai profeional. Setelah melakukan pengembangan sumber daya manusia tahapan selanjutnya yaitu pengembangan institusional.

(13)

Pengembangan institusional dilakukan untuk meningkatkan kapasitas struktur organisasi, prosedur dan mekanisme pekerjaan, dan pola hubungan atau jaringan organisasi. Peningkatan kapasitas institusional langkah pertama yaitu restrukturisasi organisasi pemerintah desa. Adapun struktur organisasi pemerintah desa kemuning saat ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Kemuning

Sumber : Profile Desa Kemuning 2015

Menurut Miztberg 1979:20, terdapat 5 elemen dasar organisasi yaitu Strategic

Apex, Midle Line, Suport Staff, Technostructure dan Operating Core. Dalam

organisasi Pemerintah Desa Kemuning terdapat 4 elemen organisasi seperti dapat terlihat dalam gambar 1. Unit Pimpinan atau Kepala Desa menjalankan fungsi

Strategic Apex, kemudian sekertaris menjalankan fungsi midle line yang dibantu oleh

unit urusan yang menjalankan fungsi suporting staff. Untuk unit pelayanan teknis dalam organisasi tersebut dinamakan Seksi yang menjalankan fungsi operating core.

Dengan tujuan menyempurnakan atau mengembangkan kapasitas institusional sesuai dengan amanah dari UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, pada paragraf 1 pasal 79 ayat 1 tugas pemerintah desa menyusun perencanaan pembangunan desa sesuai kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan kabupaten/kota. Oleh karena itu pada organisasi pemerintah desa memerlukan

Strategic Apex

Midle Line

Operating Core

Kasi. Trantib Kaur. Keuangan Kaur. Umum Kasi. Pembangunan

Kasi. Pemerintah Kasi. Kesra

Sekertaris Kepala Desa

(14)

fungis technostructure yang menjalankan tugas pembuat/perencana desain sistem kinerja organisasi.

Model Organisasi Pemerintah Desa

Dalam mendesain sebuah struktur organisasi pemerintah desa, menurut pasal 11 ayat 1 Permendagri No 84 tahun 2015 tentang Sususnan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa, terlebih dahulu menentukan klasifikasi desa tersebut. Melihat kondisi saat ini Desa Kemuning dapat diklasifikasikan kedalam Desa Swakarya (Transisi) dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a) Sudah mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri; b) Lembaga sosial desa dan pemerintahan sudah berfungsi;

c) Administrasi desa sudah berjalan; d) Adat istiadat mulai longgar;

e) Mata pencaharian mulai beragam;

f) Sudah ada hubungan dengan daerah sekitarnya. (Siartha,2004:13) Berdasarkan kriteria Desa Kemuning termasuk dalam Desa Swakarya, maka dalam menyusun struktur organisasi pemerintah Desa waji memiliki unit urusan dengan jumlah 3 dan unit seksi dengan jumlah 3 seksi. Adapun bentuk struktur organisasi baru pemerintah desa kemuning dapat dilihat dalam gambar berikut ini.

Gambar 2. Struktur Organisasi Baru Pemerintah Desa Kemuning

Sumber : Olah data penelitian 2016

Melihat gambar 2, pemenuhan atas elemen dasar organisasi dapat terpenuhi seperti strategix apec, midle line, suport staff, technostucture, dan operating core, dengan pemenuhan elemen dasar organisasi tersebut maka organisasi pemerintah

Strategic Apex

Midle Line

Operating Core

Kaur. Keuangan Kaur.Tata

Usaha & Umum

Kasi. Pelayanan Kasi. Pemerintah Kasi. Kesra

Sekertaris Kepala Desa

Suport Staff

Kaur.

Perencanaan

Te

ch

no

st

ru

tur

e

(15)

desa kemuning layak untuk menjalankan fungsi pelayanan dasar di pemerintahan desa.

Berdasarkan gambar 2, setiap unit struktur organisasi mempunyai fungsi dan tugas yang berbeda, adapun fungsi dan tugas tersebut dapat dilihat pada uraian berikut ini.

1. Kepala Desa : menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat.

2. Sekertaris : Membantu Kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan. 3. Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum : memiliki fungsi seperti melaksanakan

urusan ketatausahaan seperti tata naskah, administrasi surat menyurat, arsip, dan ekspedisi, dan penataan administrasi perangkat desa, penyediaan prasarana perangkat desa dan kantor, penyiapan rapat, pengadministrasian aset, inventarisasi, perjalanan dinas, dan pelayanan umum.

4. Kepala Urusan Keuangan : memiliki fungsi seperti melaksanakan urusan keuangan seperti pengurusan administrasi keuangan, administrasi sumber-sumber pendapatan dan pengeluaran, verifikasi administrasi keuangan, dan admnistrasi penghasilan Kepala Desa, Perangkat Desa, BPD, dan lembaga pemerintahan desa lainnya.

5. Kepala Urusan Perencanaan : memiliki fungsi mengoordinasikan urusan perencanaan seperti menyusun rencana anggaran pendapatan dan belanja desa, menginventarisir data-data dalam rangka pembangunan, melakukan monitoring dan evaluasi program, serta penyusunan laporan.

6. Kepala Seksi Pemerintahan : mempunyai fungsi melaksanakan manajemen tata praja Pemerintahan, menyusun rancangan regulasi desa, pembinaan masalah pertanahan, pembinaan ketentraman dan ketertiban, pelaksanaan upaya perlindungan masyarakat, kependudukan, penataan dan pengelolaan wilayah, serta pendataan dan pengelolaan Profil Desa.

7. Kepala Seksi Kesejahteraan : mempunyai fungsi melaksanakan pembangunan sarana prasarana perdesaan, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan, dan tugas sosialisasi serta motivasi masyarakat di bidang budaya, ekonomi, politik, lingkungan hidup, pemberdayaan keluarga, pemuda, olahraga, dan karang taruna.

8. Kepala Seksi Pelayanan : memiliki fungsi melaksanakan penyuluhan dan motivasi terhadap pelaksanaan hak dan kewajiban masyarakat, meningkatkan

(16)

upaya partisipasi masyarakat, pelestarian nilai sosial budaya masyarakat, keagamaan, dan ketenagakerjaan.

Model organisasi pemerintah Desa Kemuning yang telah diuraikan sebelumnya ialah organisasi yang didasari oleh fungsi pemerintah desa yakni melayani masyarakat dengan kebutuhan pelayanan dasar.

E. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka kewajiban pemerintah desa kemuning dan pemerintah Kabupaten Tegal merestrukturisasi kelembagaan pemerintah desa sehingga model kelembagaan pemerintah desa sesuai dengan peraturan Permendagri No. 84 tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. Seperti yang telah disinggung bahwa model yang tepat untuk Desa Kemuning yaitu memiliki Kepala Desa, Sekertaris kemudian dilengkapi dengan 3 unit Urusan dan 3 Unit Seksi.

Selanjutnya untuk lebih komprehensif restrukturisasi pada pemerintah desa di seluruh wilayah Kabupaten Tegal maka terlebih dahulu mengklasifikasikan kriteria desa. Sehingga dalam menentukan model organisasi pemerintah desa akan lebih tepat. Dimungkinkan dalam setiap pemerintah Desa pada wilayah Kabupaten Tegal struktur organisasi akan berbeda disesuaikan dengan kapasitas Desa.

Daftar Pustaka

Gibson, James L., John M. Ivancevich., James H. Donelly Jr. (1995), Organizations, 5th

edition, Business Publications, Inc.

Koentjaraningrat. (1990), Pengantar Ilmu Antropologi, Cet-8, Rineka Cipta, Jakarta

Mintzberg, Henry. (1979), The Structuring Of Organizations, Prentice-Hall, Englewood Cliffs. NJ.Book Review.

Mintzberg, Henry dan James Brian Quin. (1996), The Strategiy Process: Concep, Contexts

Cases, Prentice-Hall, inc, New Jersey.

Mercher, Arlyn J. (1994), Struktur dan Proses Organisasi, Rineka Cipta, Jakarta Siartha,Putu. 2004. Geografi Perdesaan dan Perkotaan. Leutika:Jogjakarta.

Riyadi Soeprapto, MS, 2010, The Capacity Building For Local Government Toward Good Governance, Word bank.

(17)

Winardi, J. (2004), Manajemen Perilaku Organisasi, Edisi I, Penerbit Prenada Media, Jakarta

________. (2011), Teori Organisasi dan Pengorganisasian, Edisi-6, RajaGrafindo Persada, Jakarta

Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa

Permendagri No. 84 tahun 2015 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa

Gambar

Gambar 1. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Kemuning
Gambar 2. Struktur Organisasi Baru Pemerintah Desa Kemuning

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari perancangan adalah aplikasi pembelajaran kebudayaan Jawa bersifat read only dan berisi tentang materi adat istiadat, alat musik, lagu daerah, tarian tradisional,

DOKUMENTASI PEMELIHARAAN RUTIN JALAN DAN JEMBATAN WILAYAH 2 RUAS RANDUDONGKAL – BELIK (KABUPATEN PEMALANG). Pekerjaan Pengecatan Pohon Ayoman Km

Hal ini terlepas bahwa sebelum itu, pikiran- pikiran untuk berhenti telah disampaikannya kepada kalangan dekat dan keluarga, bahkan masyarakat pada umumnya, ketika

Dari Putri Cempa lahir seorang putra yang bernama Raden Fatah, yang kemudian menjadi Raja Islam pertama di Jawa (Demak). Ada beberapa pendapat tentang berdirinya kerajaan

Solusi untuk kendala dalam mensosialisasikan Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 7 Tahun 2010, peneliti dapat memberikan solusi seharusnya saat diberlakukan

Adapun tujuannya adalah untuk menginventarisasi komoditas basis HHBK yang digunakan masyarakat di kawasan PT UDIT, menggali potensi yang berasal dari HHBK tersebut

Beberapa penelitian yang dilakukan dalam pengenalan citra wajah mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi wajah ketika citra wajah sebagai input dari algoritma pengenalan

merupakan langkah pertamanya untuk memahami kebenaran. Setiap anak memiliki naluri sebagai peneliti, karena itu beri kesempatan untuk bereksplorasi dengan lingkungan