BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Serapan Fourier Transform Infrared (FTIR)
Karakterisasi mikroskopik yang pertama dilakukan adalah analisis FTIR. Analisis serapan FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi yang terkandung dalam tiga sampel kontrol dan enam sampel uji nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS). Spektrum transmitansi IR sampel diperlihatkan pada Gambar 4.1 sampai 4.7. Tabel 4.1 memperlihatkan bilangan gelombang gugus-gugus fungsi yang dimiliki oleh ketiga sampel kontrol dan keenam sampel uji.
Gambar 4.1 Pola FTIR Sampel Uji B1 nHA (10%) + CS (90%)
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0 10 20 30 40 50 60 70 80.0
cm-1 %T
3435,16
1634,241539,271414,27
1132,19 1062,16
902,24
Gambar 4.2 Pola FTIR Sampel Uji B2 nHA (20%) + CS (80%)
Gambar 4.3 Pola FTIR Sampel Uji B3 nHA (30%) + CS (70%)
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0 10 20 30 40 50 60 70 80.0
cm-1 %T
3444,51 2923,54 1651,521544,54 1383,54
1063,48 563,50
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0 10 20 30 40 50 60 70 80.0
cm-1 %T
3462,5 1638,13
1383,18 1308,18
1031,9
Gambar 4.4 Pola FTIR Sampel Uji B4 nHA (40%) + CS (60%)
Gambar 4.5 Pola FTIR Sampel Uji B5 nHA (50%) + CS (50%)
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
-10.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
Gambar 4.6 Pola FTIR Sampel Uji B5 nHA (60%) + CS (40%)
Gambar 4.7 Pola FTIR dari (a) nHA, (b) Chitosan from Shrimp Shells, (c) CS,
(d) nHA/CS nanocomposite
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
0.0
4000.0 3000 2000 1500 1000 450.0
cm-1
2922,73 1652,74 1428,771379,77
Berdasarkan Tabel 4.1 gugus fungsi yang teridentifikasi pada sampel kontrol A1 (serbuk nanopartikel hidroksiapatit) diantaranya adalah gugus fosfat
(PO4), gugus karbonat (CO3) dan gugus hidroksil (OH). Gugus fungsi karbonat
(CO3) yaitu gugus NO2 (ν2) pada bilangan gelombang 1563 cm-1 serta gugus CH3
(ν3) pada 1420 cm-1. Sampel kontrol A2 (serbuk Chitosan from Shrimp Shells) dan
sampel kontrol A3 kitosan (CS) memiliki gugus fungsi N-H, C-H, amida I dan
amida II yang merupakan karakteristik dari kitosan.
Peta absorbsi dari keseluruhan sampel uji B1 sampai B6 menunjukkan
adanya tumpang tindih (overlapping) dibeberapa bilangan gelombang. Spektrum
IR pada keenam sampel uji tersebut menunjukkan adanya pita absorbsi fosfat, pita absorbsi karbonat v2 dan v3, serta pita absorbsi hidroksil dari nanopartikel
hidroksiapatit (nHA) bertumpuk dengan gugus N-H, C-H, amida I dan amida II milik kitosan. Tumpang tindih (overlapping) pada beberapa bilangan gelombang
ini mengakibatkan spektra FTIR terlihat lebih lebar pada daerah bilangan gelombang 3472 cm-1 (Gambar 4.7).
Analisis hasil FTIR pada sampel uji B1 sampai B3 memperlihatkan
teridentifikasinya gugus fungsi N-H, amida I dan amida II yang merupakan karakteristik dari kitosan mampu bertumpukan dengan gugus fungsi OH milik nanopartikel hidroksiapatit (n-HA) tetapi tidak terlihat perubahan yang lebih lebar pada spektra FTIR. Sampel uji B1 terindentifikasi memiliki gugus fungsi N-H
gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3444 cm-1 yang bertumpukan dengan
gugus fungsi N-H milik kitosan. Spektra FTIR sampel uji B2 tidak terlihat lebih
lebar, gugus PO4stretching pada bilangan gelombang 1063 cm-1 dan PO4bending
pada 563 cm-1, gugus C-H muncul pada bilangan gelombang 2923 cm-1 dan gugus
fungsi C=C yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida II milik kitosan pada bilangan gelombang 1544 cm-1. Selain itu teridentifikasi gugus fungsi OH dari
nanopartikel hidroksiapatit (n-HA) yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida I milik kitosan pada bilangan gelombang 1651 cm-1. Sampel uji B
3 memilki
gugus fungsi OH pada bilangan gelombang 3462 cm-1 yang bertumpukan dengan
gugus fungsi N-H milik kitosan dan pada bilangan gelombang 1638 cm-1 yang bertumpukkan dengan gugus fungsi amida I milik kitosan. Gugus PO4 stretching
pada bilangan gelombang 1031 cm-1 dan PO4 bending pada 602-563 cm-1. Gugus
C=C pada bilangan gelombang 1638 cm-1 bertumpukkan dengan gugus fungsi amida I dan amida II milik kitosan.
Gugus fungsi yang teridentifikasi pada sampel uji B4 sampai B6
memperlihatkan tumpang tindih (overlapping) dibeberapa panjang gelombang
seperti gugus fungsi N-H milik kitosan yang tumpang tindih dengan gugus fungsi OH milik nHA. Spektra FTIR pada sampel uji B4 sampai B6 berbeda dengan
spektra FTIR pada sampel uji B1 sampai B3. Spektra FTIR pada sampel uji B4
sampai B6 terlihat lebih lebar. Terjadinya overlapping yang menyebabkan
4.2 Hasil Pengujian X-Ray Diffraction(XRD)
Mengacu pada hasil dan pembahasan analisis FTIR, hasil pengujian instrumen X-Ray Diffraction (XRD) memberikan informasi spesifik eksitensi
mengenai fasa apa saja yang terkandung di dalam sampel. Pola XRD digambarkan dalam bentuk profil difragtogram (kurva dengan puncak-puncak), sebagai absis adalah sudut difraksi 2θ dan ordinat adalah kalkulasi intensitas difraksi “count”
yang dilengkapi dengan data jarak antar bidang atom (d=jarak kisi kristal) (Winarti, 2008). Analisa XRD dilakukan dengan mencocokan data ICSD (Inorganic Crystal Structure Database). Data tersebut kemudian dianalisis
sehingga diperoleh parameter kisi kristal, ukuran kristal sampel dan derajat kristalinitas sampel nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS). Berikut adalah pola hasil analisa XRD masing-masing sampel :
Gambar 4.8 Kurva Search Match Terhadap Puncak-puncak Sampel Uji B1
2 theta / deg
-101 0-11 1-10 -1-11 -111 1-11
111
-313 -4-11 132 -1-41 -214 -331 -403 141 240 -422 -224 133 -1-15 -2-43 2-42 -115 -414 -134 323 501 520 250 134 -504 -152 -343 -2-16 432 512 -135 -6-13 -1-61 hydroxyapatite 30.4%
100
Sam pel 1b.raw
Gambar 4.9 Kurva Search Match Terhadap Puncak-puncak Sampel Uji B2
Gambar 4.10 Kurva Search Match Terhadap Puncak-puncak Sampel Uji B3
2 theta / deg
001 -101 0-11 1-10 -1-11 -111 1-11 111
-2-21 -103 022 0-31 -113 -3-12 212 0-32
311 230 -123 032
-322
302 3-12
410 -412 330 401 -4-13 4-20 -2-42
-241 042 0-43 204 4-12 3-23 -3-34 -4-33 3-41 -234 422 -1-35 -424 2-51 0-53 314 -4-43 -206 4-41 -611 -434 610 hydroxyapatite 56.8%
100
001 -101 0-11 110 -1-11 -111 1-11 111
002
020
0-12 210
120
012 102
1-12 121 -212 220 -221 1-22 2-21 -1-31 -3-12 212 0-32 311 230 -123 032
-322
203 3-12 410 014 330 -141 -421 232 1-24 -224 133 -1-15 -2-43 005 -115 -414 -432 323 501 520 -2-52 304 -504 052 -2-53 333 1-35 3-50 -612 -235 035 hydroxyapatite 79.1%
Gambar 4.11 Kurva Search Match Terhadap Puncak-puncak Sampel Uji B4
Gambar 4.12 Kurva Search Match Terhadap Puncak-puncak Sampel Uji B5
2 theta / deg
001 -101 0-11 1-10 -1-11 -111 1-11 111 -201
0-12 2-10 012 102 1-12 121 -212 2-20 -301 1-22 2-21 -302 -3-12 103 0-32 311 2-30 1-32 032
-313 -4-11 040 -1-41 2-32 -2-24 -323 -133 232 1-24 -224 133 -1-15 -205 -423 1-34 -215 015 -5-22 501 5-20 2-50 3-42 -405 052 -3-35 -1-16 5-12 -6-12 -612 -235 0-54 hydroxyapatite 96.3%
100
001 -101 0-11 110 -1-11 -111 1-11 111
-201
0-12 210
120
012 102
1-12 121 -212 220 -301 1-22 -311 130 122 301 0-32 311 230 -123 032 -1-14 203 -411 410 1-40 0-24 -1-42 -4-13 232 223 -224 133 -1-15 -205 -423 430 510 0-25 -5-22 -521 0-44 1-52 143 -4-15 1-44 -441 -415 1-53 243 215 3-43 610 hydroxyapatite 86.3%
Gambar 4.13 Kurva Search Match Terhadap Puncak-puncak Sampel Uji B6
Identifikasi Gambar 4.7 memperlihatkan pola XRD sampel uji B1
nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS) yang menunjukkan puncak tertinggi dimiliki oleh CaHPO4 (Kalsium Hidro-fosfat) yakni pada sudut 2θ =
30.120 . Mayoritas puncak yang teridentifikasi dari sampel uji B1 adalah milik
CaHPO4, meskipun mineral apatit (nanopartikel hidroksiapatit) masih muncul
pada puncak-puncak tertentu. Calculated pattern pada sampel uji B1, CaHPO4
sebesar 69,6% dan hydroxyapatite sebesar 30,4%. Kemungkinan terbentuknya
senyawa CaHPO4 disebabkan ketidaksetabilan stoikiometri dalam senyawa
nanopartikel hidroksiapatit [nHA, Ca10(PO4)6(OH)2] menyebabkan rasio molar
Ca/P>1,67 yang membentuk CaO. Kandungan CaO diatas 55% akan membentuk kalsium hidro-fosfat (CaHPO4).
Identifikasi Sampel B2 puncak tertinggi pada sudut 2θ = 31.840
(Gambar 4.8), B3 pada sudut 2θ = 31.760 (Gambar 4.9), B4 pada sudut 2θ =
31.820 (Gambar 4.10), B pada sudut 2θ = 31.800 (Gambar 4.11) dan sampel uji
2 theta / deg
133 142 240 124 502 233
332 143
314 512 503 205 251 602 342 305 225 440 334 405 620 116 702
Sam pel 6b.raw
B6 puncak tertinggi pada sudut 2θ = 31.760 (Gambar 4.12). Puncak-puncak
tertinggi yang diperlihatkan pola XRD pada sampel uji B2 sampai B5
nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS) dimiliki oleh nanopartikel hidroksiapatit (nHA). Pola XRD sampel uji B2 sampai B5 memperlihatkan masih
muncul puncak milik CaHPO4 di beberapa sudut, namun intensitasnya lebih
rendah dibandingkan puncak yang dimiliki nHA dan terjadi penurunan nilai
calculated pattern CaHPO4 pada setiap kenaikan variasi komposit. Pada sampel
uji B6 fasa CaHPO4 tidak teridentifikasi, puncak-puncak hanya dimiliki oleh nHA
(Gambar 4.13).
Munculnya fasa CaHPO4 diprediksi menyebabkan ketidaksetabilan
[nHA, Ca10(PO4)6(OH)2]. Ketidaksetabilan ini kemungkinan berpengaruh pada
nilai parameter kisi, ukuran kristal dan derajat kristalinitas. Hasil perhitungan data XRD yang menunjukkan nilai parameter kisi dan ukuran kristal nanopartikel hidroksiapatit (nHA) dalam nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS) diperlihatkan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Derajat kristalinitas sampel uji B1
sampai B6 disajikan dalam Tabel 4.4.
Tabel 4.2 Parameter Kisi Sampel
Kode Sampel
Parameter Kisi
a,b (Å) Accuracy c (Å) Accuracy
B1 9.4032 96,872 6.8817 99,851
B2 9.4004 97,936 6.8904 99,951
B3 9.3920 98,938 6.8785 99,428
B4 9.3798 97,646 6.8743 99,105
B5 9.3908 98,988 6.8808 98,955
Tabel 4.3 Ukuran Kristal Sampel Kode
Sampel D002 (nm)
B1 21,0
B2 22.0
B3 17,0
B4 17,0
B5 18,0
B6 20,0
Tabel 4.4 Derajat Kristalinitas Sampel
Kode
Sampel Derajat Kristalinitas (%)
B1 34
B2 19
B3 30
B4 31
B5 31
B6 35
Parameter kisi nanopartikel hidroksiapatit (nHA) dalam nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS) menunjukkan nilai parameter kisi a=b≠c masih relevan dengan reverensi yaitu a=b=9,432 Å dan c= 6,881 Å. Struktur kristal nanopartikel hidroksiapatit (nHA) adalah heksagonal (a=b≠c). Hal ini sekaligus menjelaskan bahwa dengan kehadiran fasa lain CaHPO4, nHA masih dalam fase
Perhitungan ukuran kristal sampel dan derajat krisatinitas menunjukkan nilai yang naik-turun. Penjelasan yang mampu diberikan adalah penjelasan nilai-nilai dalam Tabel 4.3 dan 4.4. Pada Tabel 4.3 memperlihatkan ukuran kristal sampel yang dihitung menggunakan persamaan Scherrer. Ukuran kristal yang diperoleh berkisar 17,0-22,0 nm. Ukuran kristal yang diperoleh ini berbanding terbalik dengan nilai FWHM. Sampel yang memiliki nilai FWHM yang rendah akan menghasilkan ukuran kristal yang lebih besar. Pada pengukuran derajat kristalinitas menyatakan banyaknya kandungan kristal dalam suatu material dengan membandingkan luasan kurva kristal dengan luasan amorf+kristal. Terlihat perbedaan derajat kristalinitas pada Tabel 4.4, hal ini menunjukkan bahwa struktur amorf kitosan mempengaruhi derajat kristalinitas nanopartikel hidroksiapatit (nHA) dalam nanokomposit hidroksiapatit/ kitosan (nHA/CS).
4.3 Hasil Pengamatan Scanning Electron Microscopy (SEM)
Karakterisasi SEM untuk mengetahui morfologi sampel dilakukan bersamaan karakterisasi EDAX untuk mengetahui kandungan Ca dan P. Karakterisasi Pengamatan SEM-EDAX dilakukan pada sampel B2 dan B6
nanokomposit hidroksiapatit/kitosan (nHA/CS). Berikut hasil dari karakterisasi SEM pada sampel B2 dan B6 (Gambar 4.14 dan Gambar 4.15) dengan perbesaran
(a) (b) (c)
Gambar 4.14 Struktur Morfologi SEM Sampel Uji B2; (a) Perbesaran 5.000x;
(b) 10.000x dan (c) 30.000x.
(a) (b) (c)
Gambar 4.15 Struktur Morfologi SEM Sampel Uji B6; (a) Perbesaran 5.000x;
(a)
(b)
Gambar 4.16 Microanalysis Report dari EDAX;
(a) Sampel Uji B2, (b) Sampel Uji B6.
Tabel 4.5 Rasio Molaritas Ca/P
Kode Sampel Ca/P
B2 1,56
B6 1,51
Element Wt% At%
OK 44.49 56.39
PK 14.67 09.60
CaK 29.55 14.95
Matrix Correction ZAF
Element Wt% At%
OK 48.38 68.11
PK 17.46 12.70
CaK 34.16 19.19
Analisis morfologi perrmukaan SEM pada sampel B2 dan B6
memperlihatkan nanopartikel hidroksiapatit (nHA) menyebar seragam dalam nanokomposit hidroksiapatit (nHA/CS). Penyebaran seragam dapat terlihat melalui matriks kitosan yang telah saling berhubungan antar sel. Permukaan halus pada kitosan berangsur-angsur mulai terganggu dengan bergabungnya nanopartikel hidroksiapatit (nHA) sehingga menghasilkan permukaan yang lebih kasar dari sebelumnya. Analisis morfologi ini memberikan gambaran bahwa nanopartikel hidroksiapatit (nHA) telah tumbuh dengan baik dalam matriks kitosan (Yildirim, 2004). Morfologi dalam sampel nanopartikel hidroksiapatit (nHA) komposit terlihat membentuk bongkahan atau granula- granula, permukaan terlihat kasar dan diameter bongkahan yang terbentuk berukuran 3 µm.
Observasi SEM dilakukan bersamaan dengan pengukuran EDAX. Rasio molaritas Ca/P dapat dilihat pada Tabel 4.5. Rasio Ca/P pada nHA murni adalah 1.67. Rasio pada sampel uji relatif lebih kecil daripada rasio nHAp murni. Hal ini dikarenakan kemungkinan hadirnya fasa CaHPO4 pada karakterisasi XRD.
Fasa CaHPO4 kemungkinan hadir dan menyebabkan perubahan rasio Ca/P dari [nHA, Ca10(PO4)6(OH)2]. Fasa CaHPO4 terbentuk dari starting material
CaO>55%. Selain itu hasil dari analisis FTIR, memperlihatkan munculnya gugus-gugus fungsi yang mengalami tumpang tindih (overlapping) juga dimungkinkan