PENGATURAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DALAM UPAYA MENINGKATKAN INVESTASI
DI PROVINSI LAMPUNG
Jurnal Ilmiah
RAISA HARLY RUNIDA AGUSTINE
HUKUM ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG 2013
PENGATURAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU SATU PINTU DALAM UPAYA MENINGKATKAN INVESTASI DI PROVINSI LAMPUNG
Raisa Harly Runida Agustine
Jurusan Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum
Universitas Lampung, Jl Soemantri Brojonegoro No.1 Gedung Meneng Bandar Lampung 35145
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaturan pelayanan perizinan terpadu satu pintu dalam upaya meningkatkan investasi di Provinsi Lampung dan mengkaji faktor penghambat dalam pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Provinsi Lampung. Untuk dapat memberikan pelayanan yang transparan, perlakuan yang sama, mudah, efisien, cepat, berkeadilan, akuntabilitas, dan kepastian hukum, diperlukan pengaturan pelayanan perizinan secara terpadu satu pintu. Pendekatan dalam penelitian yaitu pendekatan normative empiris. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan sekunder yang dilakukan dengan studi pustaka dan lapangan. Setelah melakukan riset peneliti menemukan faktor-faktor penghambat dalam pelayanan di Provinsi Lampung adalah masih kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam PTSP, terjadi perbedaan persepsi antara satu dengan yang lain, proses perizinan yang melibatkan satuan kerja lainnya, serta fasilitas IT yang kurang memadai.
Kata Kunci : Pelayanan perizinan Satu Pintu
ABSTRACT
This research is aims to examine the one door integrated permit service in effort to improving investment in Lampung province and to examine the inhibiting factors in one door integrated permit service in Lampung province. To be able to give transparent service with equal treatment which is easy, efficient, fast, fair, accountable and having legal certainty, one door integrated permit service regulation is needed This research is classified as normative empirical approach. And conducted by using primary and secondary data. Data were collected by literature study and field study There are many factors become obstacles in
developing service conductury by PTSP such as; the lack of human resources, the difference of perspective among the officer, permit process involving sectoral unit, and last is the lack of IT facilities.
Key words : one door integrated permit service,
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Untuk memberikan pelayanan yang transparan, perlakuan yang sama, mudah, efisien, cepat, berkeadilan, akuntabilitas, dan kepastian hukum, diperlukan pelayanan di bidang penanaman modal, baik pelayanan perizinan maupun nonperizinan yang dilaksanakan secara terpadu satu pintu, yang dalam tingkat provinsi disebut dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang penanaman modal. PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya di mulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang di lakukan dalam satu tempat.
Pada Tahun 2007 Pemerintah mengeluarkan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Pasal 26 ayat (1) menjelaskan bahwa “PTSP bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan,
fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal”.1 Selanjutnya tentang kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan penanaman modal diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khususnya Pasal 25 ayat (4) di antaranya menyatakan bahwa ”perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan” melalui PTSP.
Dalam otonomi daerah pada tahun 2006 dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP), pemerintah daerah diharuskan menyesuaikan pengaturan perizinannya dengan ketentuan tersebut. Dengan berlakunya ketentuan tersebut akan banyak timbul permasalahan baik dari tugas dan fungsi masing-masing instansi maupun pihak instansi terkait yang berkepentingan dalam permasalahan perizinan. Kemudian pada tahun 2011 dikeluarkanlah Pergub
1 UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Lampung No. 15 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan dan Nonperizinan Kepada Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Provinsi Lampung. Dengan dikeluarkannya Pergub tersebut, maka kewenangan pelayanan perizinan di Provinsi Lampung di serahkan ke BPMPPT Provinsi Lampung. Sehingga satuan kerja yang biasanya menangani proses perizinan tidak lagi mengeluarkan surat izin dari pemohon. Berdasarkan uraian tersebut, maka menarik untuk mengetahui pengaturan dan faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat dalam pelayanan perizinan terpadu satu pintu dalam upaya meningkatkan investasi di Provinsi Lampung. Pendekatan dalam penelitian, yaitu pendekatan hukum normatif – empiris. Sumber data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder dengan prosedur pengumpulan data terdiri dari studi pustaka dan studi lapangan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaturan pelayanan perizinan terpadu satu pintu dalam upaya meningkatkan investasi di Provinsi Lampung?
2. Apakah faktor-faktor penghambat dalam pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Provinsi Lampung?
METODE PENELITIAN
Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan normatif empiris. Sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Metode pengumpulan data baik primer maupun sekunder menggunakan studi kepustakaan dan studi lapangan. Metode pengolahan data menggunakan seleksi data, klasifikasi data dan sistematika data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kualitatif.
PEMBAHASAN
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Lampung
Berdasarkan Pergub Lampung No. 33 Tahun 2010 tentang Rincian tugas, Fungsi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Derah Provinsi Lampung, maka tugas pokok Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPMPPT) Provinsi Lampung yang diatur dalam pasal 100 ayat (1) adalah:
“BPMPPT mempunyai tugas
pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pelayanan penanaman modal dan perizinan terpadu yang menjadi kewenangannya, tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang diberikan pemerintah kepada Gubernur serta tugas lain sesuai dengan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Gubernur berdasarkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” BPMPPT Provinsi Lampung, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menyelenggarakan fungsi :
a. Perumusan kebijakan teknis pengelolaan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu;
b. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dibidang pelayanan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas
dibidang Penanaman Modal dan Pelayanaan Perizinan Terpadu;
d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur di bidang Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu;
e. Pengelolaan administratif
3.2 Pembentukan PTSP di Provinsi Lampung
Pembentukan PTSP di Provinsi Lampung didasari oleh Perda No. 12 Tahun 2007 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat Daerah Pemerintah Provinsi Lampung. Pada tahun 2009 diterapkan Perda No. 12 Tahun 2009 tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah provinsi Lampung, yang berisi penggabungan antara Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan investor dalam melakukan investasi di Provinsi Lampung.
Untuk rincian tugas diatur dalam Pergub Lampung No. 33 Tahun 2010 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Provinsi Lampung, terbentuklah dengan resmi BPMPPT Provinsi Lampung.
3.2 Pengaturan PTSP di Provinsi Lampung
Pengaturan PTSP diatur dengan dikeluarkannya Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman PPTSP di tingkat
nasional. Kemudian di Provinsi Lampung dalam memudahkan dan memberikan pelayanan prima kepada investor, melalui Pergub Lampung No. 15 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan dan Nonperizinan Kepada Kepala BPMPPT Daerah Provinsi Lampung2 maka telah dilimpahkan kewenangan 17 satuan kerja kepada BPMPPT Provinsi Lampung di bidang perizinan.
Perizinan yang tadinya masih ditangani oleh 17 (tujuh belas) satuan kerja yang kemudian dilimpahkan ke BPMPPT Provinsi Lampung yaitu:
1. Dinas Perhubungan Provinsi Lampung
2. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung
3. Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Lampung
4. Dinas Perkebunan Provinsi Lampung 5. Dinas Kehutanan Provinsi Lampung 6. Dinas Komunikasi dan Informatika
Provinsi Lampung
7. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung
8. Dinas Nakertrans Provinsi Lampung
2 Pergub Lampung No. 15 Tahun 2011 tentang
Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan dan Nonperizinan Kepada Kepala BPMPPT Daerah Provinsi Lampung
9. Dinas Pengairan dan Pemukiman Provinsi Lampung
10. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Lampung
11. Dinas Pertanian dan Holtikultura Provinsi Lampung
12. Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 13. BPLHD Provinsi Lampung
14. Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung
15. BPM dan PPTD Provinsi Lampung 16. Dinas Sosial Provinsi Lampung 17. BAPPEDA Provinsi Lampung
3.3 Mekanisme Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Lampung
Menurut hasil wawancara dengan Kepala BPMPPT Ruslan proses pelayanan perizinan dari pemohon dilakukan oleh unit pelayanan (front office) yang di dalamnya terdapat koodinator, petugas informasi dan pengaduan, petugas
penerima berkas dan penyerahan dokumen izin. Setelah itu baru dilakukan pemrosesan izin di back office, yaitu orang-orang yang bekerja di dalam kantor tersebut. Setelah itu, mereka berkoordinasi dengan SKPD terkait untuk mendapatkan rekomendasi izin. Dari SKPD tekhnis tersebut akan dikembalikan kembali ke back office. Lalu, dari back office akan
dikembalikan lagi ke front office yang selanjutnya akan dikeluarkan izin dan diberikan kembali oleh pemohon. Mengenai persyaratan, masa berlaku izin dan waktu proses telah diatur di dalam Standar Prosedur Operasional. Peraturan itu diatur dalam Peraturan Kepala BPMPPT Provinsi Lampung No. 503/5998.a/II.06/2011 tentang Standar Prosedur Operasional (Standard Operating Procedure) Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan pada BPMPPT Provinsi Lampung.3
3.4 PTSP Dalam Upaya Meningkatkan Investasi di Provinsi Lampung Pemberian pelayanan kepada masyarakat merupakan kewajiban utama bagi pemerintah.4 Berikut adalah upaya BPMPPT dalam meningkatkan investasi: 1. BPMPPT menata PTSP Bidang
Penanaman Modal, lebih meningkatkan fasilitas mulai dari nomor antrian, penataan ruang tunggu, pelayanan informasi berbasis IT melalui SPIPISE (Sistem Pelayanan Informasi dan Perizinan Investasi Secara Elektronik), serta pengaduan pelayanan.
3Peraturan Kepala BPMPPT Provinsi Lampung
No. 503/5998.a/II.06/2011 tentang Standar Prosedur Operasional (Standard Operating Procedure) Pelayanan Perizinan dan
Nonperizinan pada BPMPPT Provinsi Lampung.
4 Hukum Perizinan Dalam sektor Pelayanan Publik
2. Sumber Daya Manusia yang ada di diklatkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI sehingga kompetensinya meningkat. 3. Sarana dan prasarana yang ada, mulai
dari komputer dan sistemnya, AC dan pendukung lainnya, juga di benahi. Semua itu dilakukan untuk mengembangkan PTSP dalam meningkatkan pelayanan perizinan sehingga dapat meningkatkan investasi di Provinsi lampung.
3.5 Faktor Penghambat Dalam PTSP di Provinsi Lampung
Berdasarkan hasil wawancara dengan Gunawan selaku Kasubbid Perizinan Kesejahteraan Rakyat diketahui bahwa faktor-faktor penghambat dalam PTSP di Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:
1. Masih kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam PTSP yang memiliki kualifikasi tentang penguasaan IT, bahasa asing maupun peraturan yang berlaku terutama dalam PTSP guna terciptanya pelayanan yang prima.
2. Dalam hal pelaksanaan tugas sering terjadinya persepsi yang masih belum utuh sehingga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan persepsi antara
yang satu dengan yang lainnya. Pelaksanaan PTSP di daerah di dukung oleh pemerintah pusat melalui Kementrian Dalam Negeri ( Direktorat Jendral
Pembangunan Derah) dan BKPM RI yang tujuannya adalah sama yaitu mengoptimalkan kinerja pelayanan perizinan, tetapi di daerah kadang masih ditemukan pendapat bahwa PTSP yang dijalankan mengikuti peraturan BKPM RI saja padahal keduanya memiliki tujuan yang sama. Contohnya, BKPM RI memberikan bantuan dana guna mengoptimalkan perizinan, hal ini menguatkan persepsi dari daerah bahwa PTSP yang dijalankan adalah PTSP BKPM RI. Padahal aturan keduanya mempunyai tujuan yang sama. Persepsi yang belum utuh ini tentunya akan mengganggu dalam pelaksanaan PTSP dalam rangka pelayanan prima.
3. Dalam proses mekanisme perizinan yang masih melibatkan satuan kerja lainnya yaitu dalam hal pemberian rekomendasi izin sesuai dengan satuan kerja masing-masing yang dipandang dapat membuat suatu proses perizinan yang bisa memakan waktu lebih lama dan kurang efisien dalam hal penggunaan waktu serta kurang praktis
dalam mekanisme perizinan itu sendiri dalam pelayanan PTSP.
4. PTSP di tuntut untuk memberikan pelayanan yang cepat, muda dan transparan yang dapat diakses oleh para investor. Tetapi kendalanya adalah fasilitas IT yang kurang memadai. Sistem pelayanan perizinan sebagian belum dapat dilaksanakan secara online.
PENUTUP 4.1 Kesimpulan
Pengaturan PTSP kepada BPMPPT melalui Pengaturan PTSP diatur dengan dikeluarkannya Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang Pedoman PPTSP di tingkat nasional. Kemudian di Provinsi Lampung dalam memudahkan dan memberikan pelayanan prima kepada investor, Pergub Lampung No. 15 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan di Bidang Perizinan dan Nonperizinan kepada BPMPPT Provinsi Lampung, yang berisi perizinan yang tadinya ditangani oleh 17 (tujuh belas) satuan kerja dilimpahkan ke BPMPPT Provinsi Lampung. Selain itu, mekanisme mengenai pelayanan PTSP telah diatur dalam Peraturan Kepala BPMPPT Provinsi Lampung No. 503/5998.a/II.06/2011 tentang Standar Prosedur Operasional (Standard Operating
Procedure) Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan pada BPMPPT Provinsi Lampung yang mengatur tentang jenis pelayanan, pengertian pelayanan, dasar hukum pelayanan, persyaratan pelayanan, biaya pelayanan, masa berlaku, waktu penyelesaian pelayanan dan kewenangan penandatanganan.
Adapun faktor penghambat dalam pelayanan PTSP di Provinsi Lampung antara lain:
a. Masih kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam PTSP yang memiliki kualifikasi tentang penguasaan IT, bahasa asing maupun peraturan yang berlaku terutama dalam PTSP guna terciptanya pelayanan yang prima.
b. Persepsi masih belum utuh sehingga terjadi perbedaan persepsi antara yang satu dengan yang lainnya. Persepsi yang belum utuh ini tentunya akan mengganggu dalam pelaksanaan PTSP.
c. Proses perizinan yang melibatkan satuan kerja lainnya dalam hal pemberian rekomendasi izin yang dipandang dapat membuat suatu proses perizinan dapat memakan waktu yang lebih lama dan kurang praktis dalam pelayanan PTSP.
d. Fasilitas IT dalam PTSP yang kurang memadai. Sehingga sistem pelayanan perizinan sebagian belum dapat dilaksanakan secara online.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijabarkan di atas, peneliti mencoba memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Sebaiknya BPMPPT meningkatkan sumber daya manusia yang benar-benar berkompeten dalam PTSP yang memiliki kualifikasi tentang penguasaan IT, bahasa asing maupun peraturan yang berlaku dalam PTSP dengan mengadakan penerimaan pegawai yang berkompetensi di bidang perizinan serta penguasaan IT dan bahasa asing.
2. Sebaiknya diadakan sosialisasi kepada sumber daya manusia di bidang pelayanan perizinan agar mengerti tentang tujuan pemerintah pusat untuk mendorong kinerja pelayanan perizinan agar memiliki pandangan yang sama tentang tujuan PTSP.
3. Sebaiknya masing-masing satuan kerja yang memberikan rekomendasi dapat menempatkan sumber daya manusia
nya sesuai dengan masing-masing satuan kerja tersebut dapat berada di satu tempat sehingga tidak memakan waktu yang lebih lama.
4. Sebaiknya perlu pengadaan IT yang maksimal sehingga pelayanan perizinan dapat dijalankan secara menyeluruh melalui online.
DAFTAR PUSTAKA A. Literatur
Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima. Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.
HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Penerbit PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Penerbit PT Citra
Aditya Bakti. Bandung.
Sukirno, Sadono. 1997. Ekonomi Pembangunan. Penerbit PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Sunariyah. 2003. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal, Edisi Ketiga Penerbit UUP AMP YKPN. Yogyakarta.
Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Penerbit Sinar Grafika. Jakarta.
Tim Penyusun Peraturan Daerah Ramah Investasi. 2008. Peraturan derah Ramah Investasi. Indonesian Netherlands Association. Jakarta.
B. Perundang-undangan
UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal .
Permendagri No. 24 Tahun 2006 tentang pedoman PPTSP.
Pergub Lampung No. 15 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Kewenangan Di Bidang Perizinan Dan Non Perizinan Kepada Badan Penanaman Modal Dan .Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Lampung
Pergub Lampung No. 33 Tahun 2010 tentang Rincian tugas, Fungsi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Derah Provinsi LampunPeraturan Kepala BPMPPT Provinsi Lampung No. 503/5998.a/II.06/2011 tentang Standar Prosedur Operasional (Standard Operating Procedure) Pelayanan Perizinan dan Nonperizinan