• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pengusaha Industri Kecil Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pengusaha Industri Kecil Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PENGUSAHA INDUSTRI KECIL DI PUSAT INDUSTRI KECIL

(PIK) MEDAN TENGGARA Skripsi

Diajukan oleh :

BENNY PRANATA SIANTURI 050501092

EKONOMI PEMBANGUNAN

GUNA MEMPEROLEH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

(2)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analyze the determinants of small enterprise’s revenue in Central of Small Industries. The revenue of Small enterprises (Y) is determined by working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.

The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 70,99%, it means that the independent variables, working capital (K), Labors (L), and working hour (T) affects the dependent variable, small enterprises revenue (Y) as much as 70,99%. And the 29,01% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable Small enterprises revenue (Y), it is proved from the overall test with 99% of interval confident.

Based on the parsial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable up to 99% of interval confident.

(3)

ABSTRAK

Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan industri kecil (Y) dan menjadi objek penelitian adalah modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lama usaha (T). Penelitian ini mengunakan 30 usaha kecil sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary

least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 70,99%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil ) sebesar 70,99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

Variabel independen K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel (21.21716 > 4,64) pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) diketahui bahwa masing-masing variable berpengaruh positif terhadap variable independent pada tingkat kepercayaan 99%.

(4)

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian ...1

1. 2. Perumusan Masalah ...4

1. 3. Hipotesa ... ...5

1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... ...5

BAB II URAIAN TEORITIS 1 Pembangunan Ekonomi ... 7

2. Industri Kecil ... 10

2. 1 Pengertian Industri Kecil ... 10

2. 2 Peranan Industri Kecil ... 12

2. 3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil ... 12

2. 4 Tantangan, Kendala dan Peluang Usaha ... 16

2. 5 Pengembangan Industri Kecil ... 17

2. 6 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil ... 19

2. 7 Pola Kemitraan Bisnis ... 23

3. Pengertian Pendapatan ... 25

4. Pengertian Tenaga Kerja ... 26

4. 1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 28

5. Modal ... 31

6. Lama Usaha ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian ...33

3. 2. Sampel ...33

(5)

3. 5. Test of Goodness of Fit... ...35

3. 6. 2 Uji Multikolinearitas... 37

3. 6. 3 Uji Heteroskedastisitas... ...37

3. 7. Defenisi Operasional ... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Deskripsi Daerah Penelitian... ...40

1. Gambaran Umum Pusat Industri Kecil... ...40

1. 1 Sejarah Singkat Pusat Industri Kecil... ...40

1. 2 Letak Geografis dan Kondisi Demografi PIK ... 40

1. 3 Potensi Ekonomi ... 42

2. Karakteristik Responden ... 44

3. Interpretasi Data ... 46

4. 2. Test of Goodness of Fit ... 49

1. Analisis Koefisien Determinasi ( R2 )... ...49

2. Uji F-statistik... ...49

3. Uji t-statistik... ...51

4. 3. Uji Asumsi Klasik... ...54

1. Uji Linieritas... ...54

2. Multikolinearitas...55

3. Uji Heteroskedastisitas... ...56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... ...58

2. Saran... ...59

DAFTAR PUSTAKA ...61

(6)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1 Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil ...26

2

Pembagian Kelurahan, Luasnya (km2), dan Persentase

terhadap Luas Kecamatan Medan Denai tahun 2007 ...46

3 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per km2...46

4 Banyaknya Industri Besar/Sedang, Kecil, dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kelurahan Pada Tahun 2007 ...47

5 Usia Responden di Pusat Industri Kecil ...49

6 Tingkat Pendidikan Responden di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ...50

7 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara ...50

8 Pendapatan, Modal dan Lama Usaha Responden di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara ...51

(7)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

4. 1 Uji F-statistik ...55

4. 2 Uji t-Statistik pada variabel K (Modal Usaha) ...56

4. 3 Uji t-Statistik pada variabel L (Jumlah Tenaga Kerja) ...57

(8)

ABSTRACT

The main objective of this research is to analyze the determinants of small enterprise’s revenue in Central of Small Industries. The revenue of Small enterprises (Y) is determined by working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.

The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 70,99%, it means that the independent variables, working capital (K), Labors (L), and working hour (T) affects the dependent variable, small enterprises revenue (Y) as much as 70,99%. And the 29,01% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.

Working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable Small enterprises revenue (Y), it is proved from the overall test with 99% of interval confident.

Based on the parsial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable up to 99% of interval confident.

(9)

ABSTRAK

Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan industri kecil (Y) dan menjadi objek penelitian adalah modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lama usaha (T). Penelitian ini mengunakan 30 usaha kecil sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary

least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 70,99%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil ) sebesar 70,99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.

Variabel independen K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel (21.21716 > 4,64) pada tingkat kepercayaan 99%.

Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) diketahui bahwa masing-masing variable berpengaruh positif terhadap variable independent pada tingkat kepercayaan 99%.

(10)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada periode 1970-an pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program

promosi yang secara langsung bertujuan untuk membantu usaha kecil, termasuk program

kredit bersubsidi (program KIK/KMKP), program kredit tidak bersubsidi yang khusus

ditujukan untuk usaha kecil (program KUK), program Bapak Angkat-Mitra Usaha pada

tahun 1992. Tetapi program yang dilakukan pemerintah tersebut mulai dari KIK hingga

KUK tidaklah berhasil. Program KIK/KMKP pada tahun 1990 terpaksa dihentikan

karena banyaknya kredit macet, program Bapak Angkat tidak berhasil karena pada

dasarnya program ini adalah program dimana mewajibkan usaha besar (termasuk usaha

swasta maupun BUMN) untuk membantu usaha kecil dalam berbagai bidang, seperti

pendanaan, pemasaran, dan pelatihan manajemen. Pada saat ini, pemerintah menekankan

pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui pemberian dana perkuatan

kepada UMKM pada berbagai sektor ekonomi melalui Program Kredit Usaha Rakyat

(KUR). Program kredit untuk sektor usaha mikro kecil menengah dan koperasi ini

diberikan dengan pola penjaminan pemerintah.

Program program tersebut dilakukan pemerintah karena pemerintah meyakini

pentingnya industri kecil menengah dalam menyokong roda perekonomian yang ada.

Karena proses pembangunan ekonomi suatu negara secara alami menimbulkan

kesempatan yang sama besar bagi kegiatan ekonomi dari semua skala usaha yang ada.

Pentingnya industri kecil menengah khususnya industri kecil di negara-negara

(11)

seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran terutama dari

golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, proses

pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, serta

masalah urbanisasi dengan segala efek efek negatifnya. Artinya keberadaan atau

perkembangan industri kecil dan menengah diharapkan dapat memberi suatu kontribusi

positif yang signifikan terhadap upaya upaya penanggulangan masalah masalah tersebut

diatas. Sehingga peranan industri kecil dan menengah tersebut dapat diupayakan

pemerintah dalam menanggulangi hal pengangguran, memerangi kemiskinan, dan

pemerataan pendapatan serta dapat mencapai peningkatan produktivitasnya melalui

investasi dan perubahan teknologi.

Namun ada empat alasan atau tafsiran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan

usaha kecil (termasuk usaha mikro) di Indonesia hingga kini kurang berkembang

(AKATIGA, 2003). Anggapan pertama menyoroti kelemahan internal usaha kecil,

khususnya kapasitas manajemen usaha kecil, sebagai penyebab utama mengapa

perkembangan usaha kecil hingga kini kurang berhasil. Anggapan kedua menekankan

bahwa tidak adanya infrastruktur yang baik, yang menghubungkan usaha kecil dengan

sumber permodalan, pelatihan, teknologi dan manajemen. Anggapan yang ketiga melihat

pada relasi yang eksploitatif yang terdapat dalam rantai hulu-hilir usaha kecil sebagai

faktor utama yang menghambat perkembangan usaha kecil yang sehat. Anggapan

keempat kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.

Oleh karena itu, para ahli dan pemerhati usaha kecil, yang pandangannya juga

didukung oleh ahli ahli dari dari organisasi bantuan internasional dan regional, seperti

(12)

kecil yang baru, baik progarm kredit maupun program yang memberikan jasa-jasa bisnis

(business services) harus bersifat ’demand driven’, yaitu terutama ditentukan oleh

kebutuhan riil usaha kecil. Di samping itu, program-program promosi ini juga harus

bersifat ’market-driven’, artinya baik permintaan maupun pemasokan program program

ini akan ditentukan oleh kekuatan pasar dan bukan diwajibkan oleh pemerintah.

Demikian juga di daerah kelurahan Medan Tenggara kecamatan Medan Denai

kota Medan, pertumbuhan dan pengembangan ekonomi diarahkan dengan

menitikberatkan pada sektor industri terutama subsektor industri kecil/rumah tangga atau

kerajinan. Adapun salah satu usaha industri kecil yang banyak terdapat di kelurahan

Medan Tenggara adalah industri kecil konveksi dan dalam hal ini pemerintah telah

menempatkan satu kawasan industri konveksi di daerah ini yang kemudian kawasan ini

diberi nama Pusat Industri kecil (PIK). PIK ini sendiri berdiri pada tahun 1996 dan

pendiriannya dilakukan oleh PEMKO Medan yang saat itu dipegang oleh Bachtiar Jafar.

Selama PIK ini berdiri banyak sekali kendala yang dihadapi oleh para pengusahanya

seperti pemasaran yang tidak mendukung, adanya produk luar negeri yang masuk secara

illegal terutama produk dari Cina dan Korea dan dijual dengan harga murah, sehingga

membuat PIK sulit untuk berkembang dan bersaing dengan pasar yang produknya telah

lebih awal dikenal oleh masyarakat.

Pada awal PIK berdiri jumlah seluruh pengusaha yang berkecimpung dalam unit

usaha konveksi ini adalah 110 unit. Tetapi seiring dengan perkembangan kendala dan

tantangan yang dihadapi apalagi ketika krisis moneter pada tahun 1998 terjadi, banyak

pengusaha yang tidak sanggup untuk bertahan dalam kondisi usaha tersebut karena

(13)

pendapatannya pun tidak sanggup lagi untuk menggantikan modal yang telah mereka

keluarkan dan menyebabkan pengusaha UKM ini enggan untuk meneruskan usahanya

lagi dan lebih beralih ke usaha yang lain. Sehingga sampai dengan saat ini jumlah unit

usaha konveksi yang berada pada kawasan PIK ini hanya berkisar sekitar 35% lagi dari

jumlah awal ketika PIK ini berdiri.

Dengan mengambil studi kasus pada kawasan ini dan berdasarkan latar belakang yang

penulis kemukakan di atas, penulis mengambil titik berat penelitian pada pendapatan

pengusaha kecil konveksi, dan yang menjadi judul skripsi penulis adalah ” Analisis

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Industri Kecil Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara”.

1. 2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul diatas,

maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :

1. Bagaimana pengaruh modal usaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat

Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?

2. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat pendapatan industri kecil

di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?

3. Bagaimana pengaruh lama berusaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di

(14)

1. 3. Hipotesa

Hipotesa adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek

penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan permasalahan

diatas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bahwa modal memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan industri

kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris paribus.

2. Bahwa jumlah tenaga kerja memberikan pengaruh positif terhadap tingkat

pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris

paribus.

3. Bahwa lama berusaha memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan

industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris paribus.

1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh modal terhadap tingkat pendapatan

industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat

pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama berusaha terhadap tingkat

pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan gambaran dan informasi mengenai tingkat pendapatan serta karakteristik

(15)

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak pihak yang berkepentingan dan pemerintah daerah

terhadap kebijaksanaan yang akan diambil dalam pengembangan industri kecil.

3. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas

Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin

(16)

BAB II

URAIAN TEORITIS

1. PEMBANGUNAN EKONOMI

Pengertian dasar dari pembangunan adalah suatu usaha perubahan untuk menuju

ke keadaan yang lebih baik berdasarkan kepada norma-norma tertentu. Perubahan

perubahan yang direncanakan dengan menggunakan pendayagunaan potensi alam,

manusia, dan sosial budaya inilah disebut pembangunan.

Pendayagunaan potensi alam dengan menggali, mengembangkan dan

memanfaatkan sebaik-baiknya seperti tanah, hutan, sumber air, mineral, dan sebagainya.

Potensi manusia berupa penduduk yang besar jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan

dan keterampilannya sehingga mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan

potensi alam tersebut dengan maksimal. Jadi pembangunan nasional suatu bangsa

merupakan suatu usaha besar dari bangsa itu untuk mencapai kesejahteraan lahir batin.

Pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam

arti seluas-luasnya. Kegiatan ekonomi selalu dipandang sebagai bagian dari usaha

pembangunan keseluruhan yang dijalankan masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya

meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

mempertinggi pendapatan masyarakat, sedangkan keseluruhan usaha pembangunan itu

meliputi juga usaha pembangunan social, politik dan kebudayaan.

Mengenai pengertian ataupun defenisi dari pembangunan ekonomi itu sendiri,

(17)

ahli-ahli ekonomi diseluruh dunia. Banyak sekali pengetian-pengertian yang beredar di

masyarakat dari awal kemunculan ilmu ekonomi itu sendiri sampai saat ini.

Menurut H. F. Williamson, pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dimana

suatu Negara dapat menggunakan sumber sumber produksinya sedemikian rupa, hingga

dapat memperbesar produk per kapitanya. Sementara itu, Meier dan Baldwin berpendapat

bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dimana pendapatan nasional nyata

sebuah perekonomian meningkat, dalam jangka waktu yang lama. (Winardi, 1973 : 10).

Sadono Sukirno merumuskan defenisi dari pembangunan ekonomi adalah sebagai

suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat

dalam jangka panjang (Sukirno, 1982 : 13).

Menurut Winardi, pengertian pembangunan ekonomi dapat ditafsirkan sebagai

pertumbuhan pendapatan nasional atau produk nasional bagi Negara yang bersangkutan

tanpa dipersoalkan siapa yang akan mencapai benda benda atau jasa-jasa tambahan

tersebut, penambahan produk atau pendapatan per kepala, dimana juga diperhatikan

pertambahan penduduk yang terjadi (Winardi, 1973: 3).

Dapat kita simpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu kenyataan fisik

sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian

kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba

lebih baik, bertolak dari tiga nilai pokok di atas, proses pembangunan semua masyarakat

paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut (Todaro, 1998 : 22):

a. peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang

kebutuhan hidup hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan

(18)

b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi

juga meluputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan,

serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang

kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil, melainkan

juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara

keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan

ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau Negara/bangsa lain, namun juga

terhadap setiap kekutan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan

mereka.

Tantangan utama pembangunan ekonomi adalah memperbaiki kualitas kehidupan.

Terutama di Negara-negara yang paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang

mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi, namun yang dibutuhkan bukan hanya

itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak

syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus

diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar

kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi perumahan dan

lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual, dan

penyegaran kehidupan budaya. Dengan tercapainya berbagai hal yang diuraikan diatas,

maka pembangunan ekonomi baru dapat dikatakan berlangsung dengan baik den

(19)

2. INDUSTRI KECIL

Baik secara lisan maupun tertulis, banyak pihak menggunakan istilah yang

berbeda untuk membahas industri kecil. Di samping penggunaan istilah industri kecil

(small industry), ada sejumlah penggunaan istilah lain yang bermakna sama, misalnya:

usaha kecil (small business),perusahaan kecil (small firm), usaha skala kecil (small scale

business), dan lain-lain. Ada yang menganggap bahwa industri kecil adalah sub sector.

Anggapan ini sebaiknya diabaikan karena semua istilah mempunyai kadar yang sama.

2.1 Pengertian Industri Kecil

Ada beberapa lembaga pemerintah Indonesia yang membuat patokan atau standar

yang menggolongkan suatu industri dapat dikategorikan sebagai industri kecil. Ukuran

yang digunakan mengacu pada jumlah pekerja, permodalan maupun pemilikan.

Pengertian industri kecil menurut lembaga atau departemen :

a. Badan Pusat Statistik (BPS)

BPS mendefenisikan industri kecil sebagai industri yang mempunyai tenaga kerja

5-19 orang yang terdiri dari pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik dan pekerja

keluarga yang tidak dibayar. Perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja lebih

kecil dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga atau kerajinan

rakyat.

b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deppereindag)

Depperindag mendefenisikan industri kecil sebagai industri kecil yang memiliki nilai

(20)

sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.

254/MPP/Kep/1997 tanggal 28 Juli 1997.

c. Undang-undang No. 9 tahun 1999 tentang Usaha Kecil

Di dalam UU No. 9 / 1999 ditetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang

memiliki nilai asset neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp 200

juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp 1 miliar.

d. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27

Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah

melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun

setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar

tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :

(1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan

(2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan,

perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)

e. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut :

(1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan

(2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(21)

(1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan

(2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

2.2 Peranan Industri Kecil

Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, maka kebijakan pembangunan

ekonomi bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipandang

sebagai keseluruhan usaha pembangunan yang seimbang di berbagai daerah. Laju

perumbuhan ekonomi suatu Negara ataupun suatu daerah tercermin dalam paningkatan

pendapatan perkapita dan penyerapan tenaga kerja. Pencapaian tujuan pembangunan

regional tidak terlepas dari perencanaan pembangunan sesuai potensi sumber daya yang

tersedia di wilayah itu sendiri.

Agar pembanguan regional dapat memberikan manfaat bagi masyarakat maka

lingkungan pembangunan pedesaan merupakan suatu proses yang membawa peningkatan

kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan social disrtai peningkatan taraaf

hidup masyarakatnya.

Di Indonesia industri kecil merupakan tulang punggung pembangunan dan

merupakan salah satu prasyarat tercapainya suatu stabilitas politik karena kemampuannya

memperkecil jumlah pengangguran baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun

perkotaan. Macetnya perkembangan industri kecil sebaiknya akan menimbulkansituasi

(22)

Peran industri kecil dalam proses pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak

dapat di abaikan begitu saja karena selama ini usaha kecil telah memberikan kontribusi

yang besar terhadap pertumbuhan domestic. Sector perdagangan, transportasi dan usaha

kecil telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan domestic. Sector

perdagangan, transportasi dan usaha kecil ternyata berperan penting sebagai penghasil

devisa. Oleh karena itu pengeembangan usah kecil dirasa cukuppenting sampai 25 tahun

mendatang, diproyeksikan kemampuan penyerapan tenaga kerja dari berbagai sector

seperti pertanian, jasa industri sangat terbatas. Dalam kondisi seperti ini industri kecil

diharapkan memainkan peranan khususnya dalam penyerapan tega kerja.

Oleh karena itu industri kecil sangat penting untuk didukung mengingat

alasan-alasan berikut, pertama masalah fleksibilitas dan adaptabilitasnya didalam memperoleh

bahan mentah dan peraltan. Kedua, relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan

ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sector-sektor ekonomi yang

lain. Ketiga, potensinya terhadap penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi

pengangguran, keempat peranannya dalam jangka panjang sebagai basis bagi mencapai

kemandirian pembanguna ekonomi, karena usaha berskala kecil umumnya diusahakan

oleh pengusaha dalam negeri.

2.3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil

Industri kecil dalam perekonomian sendiri memiliki beberapa kekuatan. Kekuatan

tersebut antara lain sebagai berikut :

a. Sangat padat karya, dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat

(23)

per tahun masih sangat tinggi, sehingga upah nominal tenaga kerja, khususnya

dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih sangat relative mural

dibandingkan dengan Negara-negara lain di Asia dengan jumlah penduduk dan

angkatan kerja yang lebih sedikit.

b. Banyak industri kecil membuat produk-produk yang bernuansa kultur seperti

kerajinan dari bamboo dan rotan atau ukir-ukiran dari kayu yang pada dasarnya

merupakan keahlian tersendiri dari masyarakat di masing-masing daerah. Hanya

saja kelemahan pengusaha-pengusaha kecil tersebut selama ini tidak membuat

hak cipta terhadap produk-produk mereka, dan tidak melakukan banyak inovasi

baik dalam proses pembuatan maupun desain, sehingga produk-produk mereka

akan mudah ditiru oleh orang asing dengan kualitas dan desain yang lebih baik

dan memiliki hak cipta.

c. Pengusaha-pengusaha kecil dan rumah tangga lebih banyak menggantungkan diri

pada uang sendiri, atau pinjaman dari sumber informal, untuk modal kerja dan

investasi mereka; walaupun banyak juga yang memakai fasilitas kredit khusus

dari pemerintah. Memang nilai investasi tetap di industri kecil dan rumah tangga

rata-rata jauh lebih rendah dari pada industri besar menengah yang bukan hanya

skala usahanya yang besar tetapi proses produksinya lebih kompleks dan padat

modal.

d. Secara umum kegiatan industri kecil daan rumah tangga di Indonesia masih

sangat agricultured based, karena memang banyak komoditas-komoditas

pertanian yang dapat diolah dalam skala kecil. Karena sektor pertanian paling

(24)

pengembangan industri kecil di Indonesia mempunyai suatu prospek yang sangat

baik termasuk yang berorientasi ekspor. Selain itu karena banyak industri kecil

bergerak dibidang agroindustri, maka pada umumnya kelompok industri lebih

banyak menggunakan bahan baku dan bahan penolong local, atau tingkat

ketergantungan tehadap impor jauh lebih rendah dibandingkan intensitas impor

industri besar dan menengah.

Kelemahan industri kecil terutama dalam hal kemampuan untuk bersaing masih

sangat lemah, tidak hanya di pasar domestik terhadap produk-produk dari industri besar

atau impor tetapi juga di pasar ekspor. Tidak hanya daya saing globalnya, tetapi juga

diversikasi produk dari industri kecil di Indonesia juga rendah. Kelemahan ini juga

disebabkan oleh banyak masalah-masalah yang dihadapi kelompok industri tersebut yang

menjadi kendala serius bagi perkembangan serta pertumbuhannya.

Masalah-masalah tersebut termasuk keterbatasan dana, baik untuk modalm kerja

maupun investasi, kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan penyediaan bahan baku dan

input-input lainnya, keterbatasan sumber daya manusia dengan kualitas baik,

pengetahuan/wawasan yang minim mengenai bisnis, tidak adanya akses ke informasi,

keterbatasan teknologi, dan lainnya. Tingkat keseriusan dari setiap masalah-masalah

tersebut bervariasi, tidak hanya antara subsektor, tetapi juga antara sesama pengusaha di

(25)

2.4. Tantangan, Kendala, Dan Peluang Usaha

Melihat sangat banyaknya usaha kecil dan menengah di Indonesia, hal ini sudah

pasti menyerap banyak tenaga kerja dan terjadinya pemerataan pendapatan. Kondisi ini

menjadikan pemerintah wajib memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah.

Hal ini dimungkinkan, karena tantangan, kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan

menengah cukup tinggi, tetapi peluangnya sangat prospektif. Adapun kendala, tantangan,

dan peluang usaha yang dimaksud adalah seperti berikut:

1. Tantangan yang dihadapi usaha kecil dan menengah

a) GATT/WTO

b) AFTA tahun 2003

c) APEC tahun 2020

d) Blok-blok perdagangan dan investasi lain

2. Kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah

a) Kualitas sumber daya manusia rendah

b) Tingkat produktivitas & kualitas produk dan jasa rendah

c) Kurangnya teknologi dan informasi

d) Faktor produksi, sarana & prasarana belum memadai

e) Aspek pendanaan & pelayanan jasa pembiayaan

f) Iklim usaha yang belum mendukung (peraturan perundangan persaingan

sehat)

g) Koordinasi pembinaan belum berjalan

3. Peluang usaha kecil dan menengah

(26)

b) Pembangunan yang makin berkeadilan dan transparan

c) Ketersediaan SDM yang berkualitas (eks PHK)

d) Sumber daya lama yang beraneka ragam

e) Terpuruknya usaha-usaha pengusaha besar

f) Apresiasi US dolar yang sangat tinggi.

Adanya tantangan dan kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah,

yang diimbangi dengan peluang usaha yang terbuka dengan lebar, tentunya tidak akan

dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Hal ini tentu saja harus dicarikan jalan keluar

dengan sebaik-baiknya. Apalagi pemerintah menyadari usaha kecil dan menegah masih

dapat menyerap tenaga kerja di tengah situasi perekonomian yang sedang terpuruk.

Melihat kondisi ini, tentunya bagi pengusaha kecil dan menengah harus dijadikan

tonggak awal bagi pengembangan dan kesempatan usaha yang seluas-luasnya, terutama

untuk menggantikan posisi pengusaha besar yang sedang terpuruk. Pemerintah tentunya

akan membantu pengusaha kecil dan menengah untuk mengembangkan usaha, tanpa

melihat besar atau kecilnya skala usaha yang dilakukan.

2.5 Pengembangan Industri Kecil

Faisal Basri (1995 : 153) menjelaskan bahwa untuk pengembangan industri kecil

di masa yang datang ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:

a. dalam konteks kebijakan, peran penting pemerintah hendaknya menjamin

terintegrasinya kepentingan industri kecil dalam kebijakan makro ekonomi dan tidak

(27)

pemerataan tetapi lebih terkait dengan kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan

kesempatan kerja.

b. Di tingkat kelembagaan, mekanisme kerjasama antara lembaga pemerintahan, swasta

maupun swadaya harus dikembangkan berdasarkan pembagian kerja fungsional.

c. Prioritas pengembangan industri kecil haruslah dalam konteks pertumbuhan ekonomi

dan kesempatan kerja. Ini berarti pengembangan infrastuktur haruslah diorientasikan

kepada pola distribusi sumber daya yang merata terhadap pelaku ekonomi yang ada.

Inti dari pengembangan industri kecil sebagaimana dikemukakan di atas pada

dasarnya terletak pada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan

adanya sumber daya manusia yang bermutu, maka industri kecil akandapat tumbuh dan

berkembang menjadi industri kecil yang tangguh.

Hingga saat ini sebenarnya sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk

membantu industri kecil.. Mulai dari menciptakan banyak credit schemes dari perbankan,

keharusan BUMN menyisihkan sebagian dari profitnya untuk membantu industri kecil,

menciptakan sentra-sentra, hingga gerakan nasional kemitraan usaha. Tetapi sayangnya

fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini kinerja industri kecil negara-negara lain seperti

Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan. program-program pemerintah selama ini ternyata

tidak terlalu efektif (Tambunan, 1999 : 221).

Menurut Tambunan salah satu penyebabnya adalah bahwa selama ini pemerintah

belum memiliki visi yang jelas mengenai peranan industri kecil di dalam perekonomian

Indonesia, dan hal ini sangat mempengaruhi kebijaksanaan pengembangan industri kecil

selama ini. Industri kecil dianggap penting hanya sebagai salah satu instrument politik

(28)

pendapatan. Industri kecil tidak hanya dilihat sebagai suatu kelompok unit usaha yang

seharusnya terintegrasi sepenuhnya didalam dunia usaha nasional secara nyata. Industri

kecil harus dilihat sebagai unit usaha yang terintegrasi sepenuhnya dengan industri

menengah dan besar d idalam industri nasional. Peranan pemerintah juga harus berubah.

Peranan pemerintah dalam mendukung industri kecil dan menengah hanyalah sebagai

fasilisator, stimulator, regulator, dan stabilisator. Hal utama yang perlu dilakukan

pemerintah, khususnya pemerintah daerah setempat, bukan memberikan segala macam

fasilitas-fasilitas kemudahan seperti credit schemes dengan suku bunga murah, melainkan

menghilangkan segala market distortions, termasuk pemerintah harus hand-off dari segala

macam pengaturan-pengaturan tata niaga yang kenyataanya selama ini hanya

memperbesar distorsi pasar yang lebih merugikan industri kecil itu sendiri.

2.6 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil

Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini untuk pemberdayaan

industri kecil dapat diklasifikasikan dalam beberapa aspek utama berikut :

1. Aspek manajerial, yang meliputi: peningkatan produktifitas, omset, tingkat utilitas,

atau tingkat hunian; peningkatan kemampuan pemasaran; dan pengembangan

sumber daya manusia.

2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan

BUMN dan kewajiban untuk menyaalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20%

dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP,

(29)

3. Pengembangan program kemitraan dengan usaha besar, baik lewat Bapak-Anak

angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu

(backward linkage), modal ventura, maupun subkontrak.

4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK

(Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), atau SUIK ( Sarana

Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI

(Tenaga Penyuluh Industri).

5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha

Bersama) dan KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).

Harus diakui telah banyak upaya pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil yang

dilakukan oleh lembaga-lembaga yang concern dengan pengembangan usaha kecil.

Namun, upaya pembinaan usaha kecil sering tumpang tindih dan dilakukan

sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi mengenai usaha kecil pada gilirannya menyebabkan

pembinaan usaha kecil masih terkotak-kotak atau sector oriented, di mana

masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri.

Akibatnya, dua hal terjadi: (1) ketidakefektifan arah pembinaan serta (2) ketiadaan

indicator keberhasilan yang seragam, karena masing-masing instansi Pembina berupaya

mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan sendiri.

Karena egoisme sektoral atau departemen, dalam praktek sering dijumpai ‘persaingan’

antar organisasi Pembina. Pengusaha kecilpun sering mengeluh karena hanya selalu

menjadi ‘objek’ binaan tanpa ada tindak lanjut atau pemecahan masalah mereka secara

(30)

Assauri (1993) mengusulkan untuk mengembangkan interorganizational process

dalam pembinaan usaha kecil. Dalam praktiknya, struktur jaringan dlam kerangka

organisasi pembinaan usaha kecil dpat dilakukan dalam bentuk incubator bisnis dan

PKPK (Pusat Konsultasi Pengusaha kecil). PKPK adalah ide Departemen Koperasi dan

PPK, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah pengembangan pengusaha kecil

menjadi tangguh dan atau menjadi pengusaha menengah melalui kerja sama dengan

perguruan tinggi dan koordinasi antarinstansi. Saat ini, tercatat sudah ada 16 PKPK di

Indonesia, yang tersebar di 13 propinsi, dan konon diperluas hingga 21 perguruan tinggi

pada 18 propinsi. Kegiatan semacam ini merupakan suatu terobosan yang tepat

mengingat potensi pengusaha kecil di Indonesia sangat memungkinkan untuk

dikembangkan.

Tabel 1 : Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil (UK)

Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan Program atau Intervensi 1. Pemerintah

1.1 Deperin Perumusan Kebijakan pengembangan, implementasi program, dan penyediaan fasilitas

 Pendidikan dan pelatihan

 Penelitian dan pengembangan teknoproduksi.

 Pelayanan teknis melalui UPT

 Pelayanan informasi dan konsultasi

 Perantara UK dengan bapak angkat

1.2 Depdikbud  Peningkatan SDM melalui semua jalur: formal, informal, dan nonformal

Konsep link dan match antara dunia

 Orientasi pendidikan sangat bias

 Program magang

 Pelatihan melalui

pendidikan masyarakat

 Pembinaan melalui kursus-kursus informal

 Perhatian terfokus pada usaha menengah-besar-formal, belum ada program yang berorientasi pada UK

1.3 Depnaker  Pembinaan dan penempatan tenaga kerja

 Perumusan kebijakan

ketenagakerjaan

 Pelatihan melalui BLK

 Pengembangan pusat informasi

 Penetapan KUM dan

monitoring-nya

(31)

Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan Program atau Intervensi ketimbang pengembangan usaha 1.4 Depsos Pembinaan UK sebagai bagian upaya

pengentasan kemiskinan

Pelatihan-pelatihan

1.5 Depkeu  Merancang kebijakan ekonomi yang kondusif bagi pengembangan UK

 Mekanisme control terhadap implementasi kebijakan yang telah diambil masih sangat minim

 Kontrolpelayanan finansial bagi usaha kecil

 Pembentukan dan pembinaan UK, antgara lain melalui alokasi 1-5% dana keuntungan BUMN

 Penyederhanaan produser pelayanan finansial.

1.6 Bappenas  Perencanaan dan pengawasan pembangunan dengan titik berat pada pengentasan kemiskinan

 Mekanisme kontrol terhadap lembaga pelaksana IDT sangat lemah

 Pemetaan desa miskin

 Inpres desa tertinggal (IDT) dengan orientasi penggunaan dana untuk kegiatan produktif

1.7 Depkop dn PPK  Merumuskan kebijakan

pengembangan UK

 Berfungsi sebagai koordinator dalam gerakan pengembangan ekonomi rakyat

 Pningkatan SDM

 Pelayanan konsultsi bekerja sama dengan perguruan tinggi

 Mengembangkan koperasi sebagai salah satu wadah kegiatan ekonomi rakyat

1.8 Pemda bersama Bappeda dan Dinas Tata kota

 Pengaturan perizinan usaha

 Pengaturan tata kota

 Penyediaan fasilitas tempat usaha (sentra atau pusat perdagangan)

 Lokalisasi UK seringkali sangat merugikan karena memisahkan UK dari sestem sosial yang ada.

2. LSM  Lembaga pelayanan alternative bagi usaha kecil yang berfungsi sebagai lembaga perantara untuk menjembatani keterbatasan pemerintah dan swasta dalam menjangkau usaha kecil

 Sangat berpotensi menjadi partner UK karena kedekatan hubungannya dengan UK

 Koordinasi antar LSM maupun lembaga pendukung lainnya sangat minim

 Lingkup kerja terbatas serta ada ketergantungan finansial dan teknisi ahli yang akan mengancam keberlanjutan lembaga

 Pengembangan berbagai kelompok swadaya masyarakat

 Pelatihan teknis produksi dan pengolahan atau administrasi

 Penelitian dan konsultasi

 Intervensi efektif hanya dalam wilayah kerjanya

 Masih belum menjangkau kelompok usaha kecil yang betul-betul marjinal

3. Lembaga swasta dan perorangan

Peningkatan SDM melalui pendidikan dan pelatihan

 Pengembangan SDM

 Perantara dalam pasar kerja 4. Lembaga Penelitian di

Perguruan Tinggi

Penelitian dan pengembangan teknologi produksi serta sumber daya manusia

 Pengembangan skema

pelayanan finansial di pedesaan

 Pelatihan dan teknis menajemen untuk pedagang kecil

 Konsultasi dan pembinaan

(32)

2.7 Pola Kemitran Bisnis

Pola kemitraan di Indonesia hingga detik ini dapat dikategorikan menjadi dua,

yaitu: pola keterkaitan langsung dan keterkaitan tidk langsung. Berikut adalah pola

keterkaitan langsung. Pertama, pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), dimana Bapak

Angkat sebagai inti, sedangkan petani sebagai plasma. Kedua, pola dagang, di mana

bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya.

Ketiga, pola vendor, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak memiliki

hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh

bapak angkatnya. Keempat, pola subkontrak, di mana produk yang dihasilkan oleh anak

angkat merupakan bagian proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, lalu

terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis,

keuangan dan atau informasi.

Pola keterkaitan tidak langsung merupakan pola pembinaan murni. Dalam pola

ini, tidak ada hubungan bisnis langsung antara ‘Pak Bina’ dengan mitra usaha. Bisa

dipahami apabila pola ini lebih tepat dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai bagian

salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: pengabdian kepada masyarakat. Selama

ini, pola pembinaan lewat program ini meliputi pelatihan pengusaha kecil, pelatihan

calon konsultan pengusaha kecil, bimbingan usaha, konsultasi bisnis, monitoring usaha,

temu usaha, dan lokakarya atau seminar usaha kecil.

Berbeda dengan Taiwan, program kemitraan dan jaringan subkontrak agaknya

belum memasyarakat di Indonesia. Penelitian usaha kecil di enam propinsi menemukan

bahwa program kemitraan masih kurang dengan jumlah pengusaha kecil yang ada. Hal

(33)

angkat. Padahal, para pengrajin yang sudah menjalin program kemitraan merasakan

manfaat yang besar dalam bidang permodalan, pemasaran dan yang paling utama adalah

manajemen. Demikian pula, apabila kita simak seberapa jauh jaringan subkontrak telah

berjalan, ternyata hampir senada dengan program kemitraan (Kuncoro, 2000). Rekor

tertinggi dalam jaringan subkontrak ditemui di Sumatera Utara karena sekitar 34%

industri kain dan pakaian jadi telah memiliki perusahaan subkontrak.

Dalam praktiknya, yang muncul ke permukaan adalah saling curiga antara si besar

dan si kecil. Si kecil curiga, jangan-jangan kemitraan malah membuka peluang untuk di

caplok oleh si besar. Hal ini berdasarkan fakta adanya bapak angkat yang ‘memakan’

anak angkatnya sendiri. Si besar pun curiga, jangan-jangan bantuan permodalannya tidak

digunakan untuk mengembangkan bisnis, tetapi malah digunakan untuk tujuan

konsumtif.

Pengamatan di lapangan menunjukkan masih tersendatnya implementasi program

kemitraan. Penyebabnya barangkali karena banyaknya usaha besar (termasuk BUMN)

belum merasakan kehadiran usaha kecil sebagai bagian dari langka manajemen

strategiknya. Mereka membantu dan membina kemitraan semata-mata karena anjuran

pejabat Anu dan ‘ketakutan’ dengan isu kesenjangan sosial.

Program kemitraan BUMN terbagi dua, yaitu program kemitraan dan program

bina lingkungan. Ketentuan pelaksana program adalah sebagai bentuk tanggung jawab

BUMN terhadap lingkungan. Kementrian Negara BUMN menetapkan

kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik

(34)

 Dana PK bersumber dari penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% sampai 3%,

hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program

Kemitraan setelah dikurangi beban operasional, serta pelimpahan dana Program

Kemitraan dari BUMN lain.

 Dana BL bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 1% dari

hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL.

3. PENGERTIAN PENDAPATAN

Dalam mengukur ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep pokok

yang paling sering digunakan adalah melalui tingkat pendapatannya. Pendapatan

menunjukkan seluruh uang yang diterima sesorang atau rumah tangga selama jangka

waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.

Pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima

pekerja atau buruh, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan

pada suatu perusahaan, instansi, atau pendapatan selama bekerja. Setiap orang bekerja

berusaha memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimal agar bisa memenuhi

kebutuhan hidup.

Tujuan utama para pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah

untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi dia dan keluarganya. Dengan

terpenuhinya kebutuhan hidup rumah tangganya, maka kehidupan sejahtera akan

tercapai. menurut Nurmansyah Hasibuan, upah adalah segala macam bentuk penghasilan

(carmings) yang diterima buruh atau pekerja baik berupa uang maupun barang dalam

(35)

Peraturan pemerintah tahun 1982 tentang perlindungan upah dalam pasal 1: “

Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pekerjaan kepada buruh untuk

sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam

bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu perjanjian atau peraturan

perundang-undangan dan dibayangkan atas dasar perjanjian kerja antara perusahaan dan buruh,

termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya”.

Para pekerja lebih mengutamakan pendapatan real agar kebutuhan mereka secara

minimal dapat dipenuhi dengan perhitungan yang tepat. Karena tenaga beli upah (uang)

tersebut sangat dipengaruhi oleh harga umum barang-barang konsumsi atau biaya hidup.

4. PENGERTIAN TENAGA KERJA

Tenaga kerja adalah pengertian tentang potensi yang terkandung dalam diri

manusia yang dikaitkan dengan perdagangan di berbagai kegiatan atau usaha yang ada

keterlibatan manusia, yang dimaksud adalah keterlibatan unsur-unsur jasa atau tenaga

kerja. Yang biasa disebut sebagai tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia

kerja (15-64 tahun), dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk

yang secara potensial dapat bekerja.

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting

disamping sumber alam, modal, dan teknologi.Ditinjau dari segi umum pengertian tenaga

kerja menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa dan

mempunyai nilai ekonomi yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat, secara fisik

(36)

Tenaga kerja menurut Payaman Simanjutak adalah ”Penduduk yang sudah

bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah

dan mengurus rumah tangga. Batas umum tenaga kerja adalah 10 tahun tanpa batas

maksimum”.

Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok

ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita

yang sedang mencari pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna

menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja

adalah penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk mencari kerja.

Sedangkan yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih bersekolah, ibu rumah

tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan.

Pengertian penduduk yang bekerja adalah :

1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja

dengan maksud memperoleh penghasilan paling sedikit satu jam dalam seminggu yang

lalu dan tidak boleh terputus.

2. Mereka yang sebelum seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan,

tetapi mereka adalah pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang

tidak masuk bekerja, petani-petani yang tidak bekerja karena menunggu masa panen dan

orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter, tukang pangkas dan

sebagainya.

Sedangkan yang termasuk dalam kelompok penganggur adalah mereka yang tidak

(37)

4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah

angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPAK

adalah jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja dalam kelompok yang

sama.

Semakin besar TPAK, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok

yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan yang

mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja,

semakin kecil jumlah angkatan kerja, dan akibatnya semakin kecil TPAK.

Dengan demikian terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya TPAK,

antara lain :

- Jumlah penduduk yang masih bersekolah

- Jumlah penduduk yang mengurus rumah tangga

- Umur

- Tingkat upah

- Tingkat pendidikan

Jumlah atau besarnya penduduk dikaitkan dengan pertumbuhan income per capita

suatu negara, yang secara kasar mencerminkan kemajuan perekonomian negara tersebut.

Ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar adalah sangat

menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Tetapi ada pula yang berpendapat lain

(38)

pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk suatu negara harus seimbang dengan

jumlah sumber-sumber ekonominya, baru dapat diperoleh kenaikan pendapatan

nasionalnya. Ini berarti jumlah penduduk tidak boleh terlampau banyak.

Jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja

yang makin besar pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan

atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya mereka

semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan

serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa perekonomian harus

selalu menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru.

Dengan demikian, pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk memperkecil

tingkat pengangguran. Dengan pembangunan ekonomi diharapkan laju pertumbuhan

ekonomi dapat selalu dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat

pertumbuhan penduduk, sehingga kegiatan perekonomian akan menjadi lebih luas dan

selanjutnya dapat memperkecil jumlah orang yang menganggur.

Masalah ketenagakerjaan memang sangat luas dan kompleks. Masalah

ketenagakerjaan mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial kesejahteraan dan

dimensi sosial politik. Dari segi dimensi ekonomis, pembangunan ketenakerjaan

mencakup penyediaan tenaga-tenaga ahli dan terampil sesuai dengan kebutuhan pasar

kerja. Untuk itu harus dibangun sistem pelatihan kerja, sistem informasi pasar kerja dan

sistem antar kerja, baik secara lokal antar daerah, maupun ke luar negeri.

Penciptaan kesempatan kerja dilakukan dengan menumbuhkan dunia usaha

melalui berbagai kebijakan antara lain di bidang produksi, moneter, fiskal, distribusi,

(39)

setiap pengambilan kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan ketenagakerjaan

pada umumnya, selalu mempunyai dimensi ekonomis politis.

Masalah ketenagakerjaan juga mencakup masalah pengupahan dan jaminana

sosial, penetapan upah minimum, syarat-syarat kerja, perlindungan tenaga kerja,

penyelesaian perselisihan, kebebasan berserikat dan hubungan industrial,serta hubungan

dan kerjasama internasional. Semuanya mengandung dimensi ekonomis, sosial dan

politis. Dengan kata lain, masalah ketenagakerjaan tersebut mempunyai multi dimensi,

cakupan luas dan sangat kompleks.

Kompleksitas masalah ketenagakerjaan tersebut kurang disadari dan oleh sebab

itu tidak mendapat perhatian pimpinan Pemerintahan, sejak Orde Baru hingga

pemerintahan sekarang ini. Masalah ketenagakerjaan sering dipandang hanya sebagai

hasil ikutan dari pertumbuhan ekonomi, sehingga yang ditekankan dan dikejar hanya laju

pertumbuhan. Pada satu masa dikesankan bahwa gerakan serikat pekerja dapat

menggangu investasi, sehingga yang ditekankan adalah bagaimana ”menjinakan” serikat

pekerja. Dalam dua periode terakhir ini terkesan bahwa masalah ketenagakerjaan hanya

mencakup hak-hak pekerja.

Seperti dikemukakan di atas, masalah ketenagakerjaan sangat luas dan kompleks,

antara lain mencakup informasi dan perencanaan tenaga kerja, antar kerja daerah dan

penempatan di luar negeri, pelatihan dan produktivitas kerja. Masalah ketenagakerjaan

juga mencakup syarat-syarat kerja termasuk jam kerja dan waktu istirahat , upah dan

jaminan sosial, hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, keselamatan dan kesehatan

(40)

tenaga kerja, kebebasan berserikat. Perluasan kesempatan kerja untuk menanggulangi

pengangguran dan kemiskinan.

Salah satu masalah yang biasa muncul dalam pasar tenaga kerja adalah,

ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan

penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah

(Kusumosuwidho,1981). Ketidakseimbangan itu dapat berupa lebih besarnya penawaran

dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor) dan

sebaliknya, permintaan lebih besar dibandingkan penawaran tenaga kerja kerja (adanya

excess demand for labor).

5. MODAL

Yang dimaksud dengan modal adalah

digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan

sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan

sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal

sendiri adalah modal yang berasal dari dalam

pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar

perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman

Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi

Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi.

Misalnya

abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi

(41)

Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal

masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya

menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang

disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal

masyarakat adalah modal yang dimiliki oeleh pemerintah dan digunakan untuk

kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adala

pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.

Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar.

Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya

mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar

adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya,

bahan-bahan baku.

6. LAMA USAHA

Lama usaha dalam hal ini adalah lamanya suatu usaha industri kecil itu dilakukan

atau umur dari usaha kecil tersebut semenjak industri kecil itu berdiri sampai pada saat

penulis melakukan penelitian ini. Suatu pengertian dimana semakin lama usaha tersebut

berjalan mengakibatkan adanya perkembangan usaha yang signifikan ke arah yang positif

ataupun negatif. Perkembangan dari usaha tersebut tergantung dari iklim perdagangan

dan persaingan yang terjadi di dunia usaha / pasar. Dari segi pengalaman, maka industri

kecil yang memiliki umur yang lebih lama tentunya lebih dapat berkembang dengan baik.

Karena industri tersebut telah lebih dahulu mengenal kondisi pasar yang ada, serta selera

dari konsumen. Industri yang memiliki umur yang bisa di bilang mapan, lebih dapat

(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam

pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis

penelitian. Data dan atau informasi yang tepat dan relevan dengan masalah yang dibahas

diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam BAB

III ini akan dikemukakan mengenai proses pengumpulan data tersebut serta rencana

pengolahannya.

3. 1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Denai Kelurahan Medan Tenggara

Sumatera Utara dan merupakan study kasus pada Pusat Industri Kecil (PIK). Ruang

lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh modal, jumlah

tenaga kerja dan lamanya berusaha terhadap pendapatan industri kecil tersebut.

3.2 Sample

Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling, yaitu teknik penentuan sample berdasarkan pertimbangan tertentu. Jumlah

sampel dalam penelitian ini adalah 30 usaha industri kecil, dimana yang termasuk

didalamnya adalah industri sepatu, tas, dan pakaian.

3.3. Jenis Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer atau data lapangan

(43)

(Kuncoro, 2003). Pengumpulan data primer dilakukan penulis dengan melakukan teknik

pengumpulan data sebagai berikut :

a. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan

pertanyan-pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden.

b. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.

c. Depth Interview, melakukan wawancara atau tanya jawab langsung kepada para

responden.

3.4 Analisis Data

Permasalahan yang akan dibahas adalah sampai sejauh mana pengaruh

faktor modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lamanya berusaha (T) terhadap besarnya

pendapatan pengusaha industri kecil di PIK tersebut dengan menggunakan analisis

regresi berganda karena variabel dependen dipengaruhi tiga variabel independen. Dalam

pengolahan data penelitian ini akan menggunakan program komputer e-views 5.0.

Fungsi matematikanya adalah

Y = α K β1 L β2 T β3………. 1)

Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan

persamaan regresi linear berganda dalam bentuk Logaritma sebagai berikut :

logY = α + β1log K + β2log L + β3log T + μ ………. 2)

Dimana :

Y = Pendapatan Usaha Kecil (Rupiah)

α = Intercept/Konstanta

K = Modal Usaha (Rupiah)

(44)

T = Lama Usaha (T)

β1,β2,β3 = Koefisien Regresi

µ = Error Terms

3. 5. Test of Goodness of Fit

Untuk menganalisa model tersebut dilakukan pengujian sebagai berikut:

3. 5. 1 Koefisien Determinasi (R²)

Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik

dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi

R² merupakan besaran nilai non negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah

antara nol sampai dengan 1 (0 ≤R²≤1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak

ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai

koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan pekiraan model.

3. 5. 2 Uji F (Overall Test)

Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara

bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai sebagai berikut:

 Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

 Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama -sama ada pengaruh variabel

independen terhadap variabel dependen.

Cara menentukan kriteria dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel sebagai

(45)

Jika F hitung > dengan F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya semua

variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap

variabel dependen begitu pula sebaliknya.

3. 5. 3 Uji t (Partial Test)

Uji statistik t (uji parsial) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen

dengan hipotesa sebagai berikut:

 Hipotesis nol atau Ho: bi = 0 artinya variabel independen bukan merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

 Hipotesis alternatif atau Ha: bi ≠ 0 artinya variabel independen merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t hitung > t tabel maka

menolak Ho dan menerima Ha artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap

variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan adalah α = 1 %, α = 5%, α

= 10 %, dan begitu pula sebaliknya.

3. 6. Uji Asumsi Klasik

3. 6. 1 Uji Linieritas

Uji linieritas sangat penting, karena uji ini sekaligus dapat melihat apakah

spesifikasi model yang kita gunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini

kita dapat mengetahui bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk

dimasukkan kedalam model empiris. Dengan kata lain, dengan menggunakan uji

(46)

untuk menguji linieritas adalah uji Ramsey atau Ramsey RESET Test (Pratomo, 2007

:93)..

3. 6. 2 Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas sering terjadi jika diantara variabel bebas (x) saling berkorelasi

sehingga tingkat penelitian pemerkiraan semakin rendah. Di samping itu interval

keyakinan kesimpulan yang diambil keliru. Multikolinearitas yang berat dapat mengubah

tanda koefisien regresi yang seharusnya bertanda (+) berubah (-) atau sebaliknya. Uji

multikolinearitas diperoleh dengan beberapa langkah yaitu

1). Melakukan regresi model lengkap Y = f (X1…Xn) sehingga kita mendapatkan R

square;

2). Melakukan regresi X1 terhadap seluruh X lainnya, maka diperoleh nilai Ri square

(regresi ini disebut auxiliary regression); dan

3). Membandingkan nilai Ri square dengan R square. Hipotesa yang dapat dipakai

adalah Ho diterima apabila Ri square < R square model pertama berarti tidak

terjadi multikolinearitas dan Ha diterima apabila Ri square > R square model

pertama berarti terjadi masalah multikolinearitas.

3. 6. 3 Uji Heteroskedastisitas

Heterokedastisitas adalah suatu kondisi dimana sebaran atau variance (σ2) dari

error term (µ) tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga X makin besar maka sebaran

Y makin lebar atau makin sempit.

Untuk menguji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan Uji White sebagai

(47)

1). Lakukan regresi model yang kita miliki dan kita dapatkan nilai residual untuk

(estimasi error);

2). Lakukan regresi auxiliary kita dapatkan nilai R² dari regresi ini kemudian kita

hitung X² dengan rumus n x X²;

3). Dibandingkan X² dari regresi diatas dengan nilai chi square dengan derajad bebas

2 dan alpha 1 %.

Jika R² x n lebih besar dari nilai tabel chi square (alpha, df) berarti terjadi

(48)

3. 7. Defenisi Operasional

1. Industri kecil dalam penelitian ini didefinisikan di dalam UU No. 9/1999 ditetapkan

bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset neto (tidak

termasuk tanah dan bangunan) yang tidak melebihi Rp. 200 juta atau penjualan per

tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar.

2. Pendapatan adalah total penjualan usaha kecil dalam satu bulan dinyatakan dalam

satuan ribu Rupiah (Rp .000).

3. Modal usaha adalah jumlah modal dalam bentuk uang tunai yang dibutuhkan usaha

kecil dalam mengembangkan operasinya yang dinyatakan dalam satuan ribu Rupiah

(Rp .000).

4. Tenaga kerja adalah jumlah pekerja yang dipekerjakan dalam suatu usaha kecil

termasuk pemilik yang terjun langsung dalam usahanya yang dinyatakan dalam

satuan orang

5. Lama Usaha adalah lamanya usaha yang telah dilakukan oleh pemilik usaha tersebut

(49)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. 1. Deskripsi Daerah Penelitian

1. Gambaran Umum Pusat Industri Kecil 1.1 Sejarah singkat Pusat Industri Kecil

Pusat Industri Kecil berada di Kelurahan medan tenggara yang merupakan salah

satu kelurahan di kecamatan Medan Denai. Maksud dan tujuan didirikannya PIK ini

adalah untuk mengembangkan usaha mikro masyarakat, serta membina masyarakat agar

lebih dapat mandiri dalam kehidupan perekonomian. PIK ini merupakan suatu

konsentrasi dari sekumpulan perusahaan-perusahaan kecil sejenis baik yang berkembang

secara alamiah.maupun yang dibangun oleh pemerintah. PIK berdiri pada tahun 1996

yang pendiriannnya dilakukan oleh PEMKO Medan yang saat itu dipegang oleh Bachtiar

Jafar.

1.2 Letak Geografis dan Kondisi Demografi Pusat Industri Kecil

PIK berada di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tepatnya

berada di Jl. Rahmat Menteng VII Medan. Dan dapat dikatakan letak dari PIK ini sendiri

tergolong strategis, karena jalurnya banyak dilewati oleh kendaraan umum maupun

kendaraan pribadi yang akan menuju stasiun amplas yang merupakan stasiun terpadu

untuk perjalanan keluar kota ataupun propinsi. Sepeti yang telah diterangkan sebelumnya

bahwa Medan Tenggara merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Medan Denai.

Dimana Kecamatan ini sendiri memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kecamatan Medan Tembung

Gambar

Tabel 1 : Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil (UK)
Tabel 4 :
Tabel 5 :
TABEL 6: Tingkat Pendidikan Responden
+6

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001

Team Foundation Service fully supports Source Control, Work Items, Test Management, and Build Automation.. It does not (currently) include support for data warehouse, reports, and

TABEL 21 JUMLAH TUTOR KEAKSARAAN YANG MEMILIKI NUPTK MENURUT KUALIFIKASI PENDIDIKAN TAHUN 2013

M.. total angsuran, jangka waktu pembayaran pembiayaan oleh anggota, jaminan dan hal-hal yang terkait dengan suatu perjanjian yang telah dibuat antara BMT

[r]

Hubungan antara dukungan Sosial Teman Sebaya dengan Kepercayaan Diri Menyelesaikan Skripsi pada Mahasiswa

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan pemeriksaan operasional dalam memahami pelaksanaan kegiatan pembelian barang dagang pada PT.X dan mendeteksi berbagai

Pandangan ini bertalian dengan perhatian terhadap penyelidikan, karena penyelidikan adalah suatu bagian besar dari ilmu sebagai suatu proses. Dalam konteks seperti itulah ilmu