UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PENGUSAHA INDUSTRI KECIL DI PUSAT INDUSTRI KECIL
(PIK) MEDAN TENGGARA Skripsi
Diajukan oleh :
BENNY PRANATA SIANTURI 050501092
EKONOMI PEMBANGUNAN
GUNA MEMPEROLEH SALAH SATU SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI
ABSTRACT
The main objective of this research is to analyze the determinants of small enterprise’s revenue in Central of Small Industries. The revenue of Small enterprises (Y) is determined by working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.
The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 70,99%, it means that the independent variables, working capital (K), Labors (L), and working hour (T) affects the dependent variable, small enterprises revenue (Y) as much as 70,99%. And the 29,01% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.
Working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable Small enterprises revenue (Y), it is proved from the overall test with 99% of interval confident.
Based on the parsial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable up to 99% of interval confident.
ABSTRAK
Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan industri kecil (Y) dan menjadi objek penelitian adalah modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lama usaha (T). Penelitian ini mengunakan 30 usaha kecil sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary
least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 70,99%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil ) sebesar 70,99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.
Variabel independen K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel (21.21716 > 4,64) pada tingkat kepercayaan 99%.
Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) diketahui bahwa masing-masing variable berpengaruh positif terhadap variable independent pada tingkat kepercayaan 99%.
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penelitian ...1
1. 2. Perumusan Masalah ...4
1. 3. Hipotesa ... ...5
1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian... ...5
BAB II URAIAN TEORITIS 1 Pembangunan Ekonomi ... 7
2. Industri Kecil ... 10
2. 1 Pengertian Industri Kecil ... 10
2. 2 Peranan Industri Kecil ... 12
2. 3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil ... 12
2. 4 Tantangan, Kendala dan Peluang Usaha ... 16
2. 5 Pengembangan Industri Kecil ... 17
2. 6 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil ... 19
2. 7 Pola Kemitraan Bisnis ... 23
3. Pengertian Pendapatan ... 25
4. Pengertian Tenaga Kerja ... 26
4. 1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ... 28
5. Modal ... 31
6. Lama Usaha ... 32
BAB III METODE PENELITIAN 3. 1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian ...33
3. 2. Sampel ...33
3. 5. Test of Goodness of Fit... ...35
3. 6. 2 Uji Multikolinearitas... 37
3. 6. 3 Uji Heteroskedastisitas... ...37
3. 7. Defenisi Operasional ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Deskripsi Daerah Penelitian... ...40
1. Gambaran Umum Pusat Industri Kecil... ...40
1. 1 Sejarah Singkat Pusat Industri Kecil... ...40
1. 2 Letak Geografis dan Kondisi Demografi PIK ... 40
1. 3 Potensi Ekonomi ... 42
2. Karakteristik Responden ... 44
3. Interpretasi Data ... 46
4. 2. Test of Goodness of Fit ... 49
1. Analisis Koefisien Determinasi ( R2 )... ...49
2. Uji F-statistik... ...49
3. Uji t-statistik... ...51
4. 3. Uji Asumsi Klasik... ...54
1. Uji Linieritas... ...54
2. Multikolinearitas...55
3. Uji Heteroskedastisitas... ...56
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan... ...58
2. Saran... ...59
DAFTAR PUSTAKA ...61
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
1 Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil ...26
2
Pembagian Kelurahan, Luasnya (km2), dan Persentaseterhadap Luas Kecamatan Medan Denai tahun 2007 ...46
3 Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk per km2...46
4 Banyaknya Industri Besar/Sedang, Kecil, dan Kerajinan Rumah Tangga Menurut Kelurahan Pada Tahun 2007 ...47
5 Usia Responden di Pusat Industri Kecil ...49
6 Tingkat Pendidikan Responden di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ...50
7 Jumlah Tanggungan Keluarga Responden di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara ...50
8 Pendapatan, Modal dan Lama Usaha Responden di Pusat Industri Kecil Medan Tenggara ...51
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
4. 1 Uji F-statistik ...55
4. 2 Uji t-Statistik pada variabel K (Modal Usaha) ...56
4. 3 Uji t-Statistik pada variabel L (Jumlah Tenaga Kerja) ...57
ABSTRACT
The main objective of this research is to analyze the determinants of small enterprise’s revenue in Central of Small Industries. The revenue of Small enterprises (Y) is determined by working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T). There are 30 small enterprises taken as the sample of the research and it applies Ordinary Least Square (OLS) analytic method in estimating the result of the research.
The result of the estimation shows that determination coeficient (R2) is 70,99%, it means that the independent variables, working capital (K), Labors (L), and working hour (T) affects the dependent variable, small enterprises revenue (Y) as much as 70,99%. And the 29,01% remain is explained by other variables which is not included in this estimation model.
Working capital (K), Labors (L), and age of that small enterprise (T) as the independent variables thoroughly have an affect on the dependent variable Small enterprises revenue (Y), it is proved from the overall test with 99% of interval confident.
Based on the parsial test, it is known that each of the independent variables has positive affect on the independent variable up to 99% of interval confident.
ABSTRAK
Sasaran utama penelitian ini adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan pengusaha industri kecil di Pusat Industri Kecil. Variabel-variabel yang dianggap mempengaruhi pendapatan industri kecil (Y) dan menjadi objek penelitian adalah modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lama usaha (T). Penelitian ini mengunakan 30 usaha kecil sebagai sample dan menggunakan metode analisis ordinary
least square (OLS) dalam mengestimasi hasil penelitiannya.
Hasil estimasi memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R2) sama dengan 70,99%, hal ini berarti bahwa variabel-variabel independen yaitu K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) dapat memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil ) sebesar 70,99% sedangkan sisanya yaitu sebesar 29,01% dijelaskan oleh variabel lain (µ = error term) yang tidak dimasukkan ke dalam model estimasi.
Variabel independen K (Modal Usaha), L (Jumlah Tenaga Kerja), T (Lama Usaha) memberikan pengaruh terhadap variabel dependen Y (Pendapatan Industri Kecil) secara bersama-sama, terbukti dari F-hitung lebih besar dari F-tabel (21.21716 > 4,64) pada tingkat kepercayaan 99%.
Berdasarkan hasil uji parsial (uji t) diketahui bahwa masing-masing variable berpengaruh positif terhadap variable independent pada tingkat kepercayaan 99%.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Pada periode 1970-an pemerintah Indonesia telah meluncurkan berbagai program
promosi yang secara langsung bertujuan untuk membantu usaha kecil, termasuk program
kredit bersubsidi (program KIK/KMKP), program kredit tidak bersubsidi yang khusus
ditujukan untuk usaha kecil (program KUK), program Bapak Angkat-Mitra Usaha pada
tahun 1992. Tetapi program yang dilakukan pemerintah tersebut mulai dari KIK hingga
KUK tidaklah berhasil. Program KIK/KMKP pada tahun 1990 terpaksa dihentikan
karena banyaknya kredit macet, program Bapak Angkat tidak berhasil karena pada
dasarnya program ini adalah program dimana mewajibkan usaha besar (termasuk usaha
swasta maupun BUMN) untuk membantu usaha kecil dalam berbagai bidang, seperti
pendanaan, pemasaran, dan pelatihan manajemen. Pada saat ini, pemerintah menekankan
pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui pemberian dana perkuatan
kepada UMKM pada berbagai sektor ekonomi melalui Program Kredit Usaha Rakyat
(KUR). Program kredit untuk sektor usaha mikro kecil menengah dan koperasi ini
diberikan dengan pola penjaminan pemerintah.
Program program tersebut dilakukan pemerintah karena pemerintah meyakini
pentingnya industri kecil menengah dalam menyokong roda perekonomian yang ada.
Karena proses pembangunan ekonomi suatu negara secara alami menimbulkan
kesempatan yang sama besar bagi kegiatan ekonomi dari semua skala usaha yang ada.
Pentingnya industri kecil menengah khususnya industri kecil di negara-negara
seperti tingginya tingkat kemiskinan, besarnya jumlah pengangguran terutama dari
golongan masyarakat berpendidikan rendah, ketimpangan distribusi pendapatan, proses
pembangunan yang tidak merata antara daerah perkotaan dan daerah pedesaan, serta
masalah urbanisasi dengan segala efek efek negatifnya. Artinya keberadaan atau
perkembangan industri kecil dan menengah diharapkan dapat memberi suatu kontribusi
positif yang signifikan terhadap upaya upaya penanggulangan masalah masalah tersebut
diatas. Sehingga peranan industri kecil dan menengah tersebut dapat diupayakan
pemerintah dalam menanggulangi hal pengangguran, memerangi kemiskinan, dan
pemerataan pendapatan serta dapat mencapai peningkatan produktivitasnya melalui
investasi dan perubahan teknologi.
Namun ada empat alasan atau tafsiran mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
usaha kecil (termasuk usaha mikro) di Indonesia hingga kini kurang berkembang
(AKATIGA, 2003). Anggapan pertama menyoroti kelemahan internal usaha kecil,
khususnya kapasitas manajemen usaha kecil, sebagai penyebab utama mengapa
perkembangan usaha kecil hingga kini kurang berhasil. Anggapan kedua menekankan
bahwa tidak adanya infrastruktur yang baik, yang menghubungkan usaha kecil dengan
sumber permodalan, pelatihan, teknologi dan manajemen. Anggapan yang ketiga melihat
pada relasi yang eksploitatif yang terdapat dalam rantai hulu-hilir usaha kecil sebagai
faktor utama yang menghambat perkembangan usaha kecil yang sehat. Anggapan
keempat kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar.
Oleh karena itu, para ahli dan pemerhati usaha kecil, yang pandangannya juga
didukung oleh ahli ahli dari dari organisasi bantuan internasional dan regional, seperti
kecil yang baru, baik progarm kredit maupun program yang memberikan jasa-jasa bisnis
(business services) harus bersifat ’demand driven’, yaitu terutama ditentukan oleh
kebutuhan riil usaha kecil. Di samping itu, program-program promosi ini juga harus
bersifat ’market-driven’, artinya baik permintaan maupun pemasokan program program
ini akan ditentukan oleh kekuatan pasar dan bukan diwajibkan oleh pemerintah.
Demikian juga di daerah kelurahan Medan Tenggara kecamatan Medan Denai
kota Medan, pertumbuhan dan pengembangan ekonomi diarahkan dengan
menitikberatkan pada sektor industri terutama subsektor industri kecil/rumah tangga atau
kerajinan. Adapun salah satu usaha industri kecil yang banyak terdapat di kelurahan
Medan Tenggara adalah industri kecil konveksi dan dalam hal ini pemerintah telah
menempatkan satu kawasan industri konveksi di daerah ini yang kemudian kawasan ini
diberi nama Pusat Industri kecil (PIK). PIK ini sendiri berdiri pada tahun 1996 dan
pendiriannya dilakukan oleh PEMKO Medan yang saat itu dipegang oleh Bachtiar Jafar.
Selama PIK ini berdiri banyak sekali kendala yang dihadapi oleh para pengusahanya
seperti pemasaran yang tidak mendukung, adanya produk luar negeri yang masuk secara
illegal terutama produk dari Cina dan Korea dan dijual dengan harga murah, sehingga
membuat PIK sulit untuk berkembang dan bersaing dengan pasar yang produknya telah
lebih awal dikenal oleh masyarakat.
Pada awal PIK berdiri jumlah seluruh pengusaha yang berkecimpung dalam unit
usaha konveksi ini adalah 110 unit. Tetapi seiring dengan perkembangan kendala dan
tantangan yang dihadapi apalagi ketika krisis moneter pada tahun 1998 terjadi, banyak
pengusaha yang tidak sanggup untuk bertahan dalam kondisi usaha tersebut karena
pendapatannya pun tidak sanggup lagi untuk menggantikan modal yang telah mereka
keluarkan dan menyebabkan pengusaha UKM ini enggan untuk meneruskan usahanya
lagi dan lebih beralih ke usaha yang lain. Sehingga sampai dengan saat ini jumlah unit
usaha konveksi yang berada pada kawasan PIK ini hanya berkisar sekitar 35% lagi dari
jumlah awal ketika PIK ini berdiri.
Dengan mengambil studi kasus pada kawasan ini dan berdasarkan latar belakang yang
penulis kemukakan di atas, penulis mengambil titik berat penelitian pada pendapatan
pengusaha kecil konveksi, dan yang menjadi judul skripsi penulis adalah ” Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Industri Kecil Di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara”.
1. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang pemilihan judul diatas,
maka permasalahan pokok yang akan diteliti adalah :
1. Bagaimana pengaruh modal usaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di Pusat
Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?
2. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat pendapatan industri kecil
di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara ?
3. Bagaimana pengaruh lama berusaha terhadap tingkat pendapatan industri kecil di
1. 3. Hipotesa
Hipotesa adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek
penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan permasalahan
diatas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Bahwa modal memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan industri
kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris paribus.
2. Bahwa jumlah tenaga kerja memberikan pengaruh positif terhadap tingkat
pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris
paribus.
3. Bahwa lama berusaha memberikan pengaruh positif terhadap tingkat pendapatan
industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara, cateris paribus.
1. 4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh modal terhadap tingkat pendapatan
industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat
pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.
3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama berusaha terhadap tingkat
pendapatan industri kecil di Pusat Industri Kecil (PIK) Medan Tenggara.
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran dan informasi mengenai tingkat pendapatan serta karakteristik
2. Sebagai bahan masukan bagi pihak pihak yang berkepentingan dan pemerintah daerah
terhadap kebijaksanaan yang akan diambil dalam pengembangan industri kecil.
3. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas
Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin
BAB II
URAIAN TEORITIS
1. PEMBANGUNAN EKONOMI
Pengertian dasar dari pembangunan adalah suatu usaha perubahan untuk menuju
ke keadaan yang lebih baik berdasarkan kepada norma-norma tertentu. Perubahan
perubahan yang direncanakan dengan menggunakan pendayagunaan potensi alam,
manusia, dan sosial budaya inilah disebut pembangunan.
Pendayagunaan potensi alam dengan menggali, mengembangkan dan
memanfaatkan sebaik-baiknya seperti tanah, hutan, sumber air, mineral, dan sebagainya.
Potensi manusia berupa penduduk yang besar jumlahnya harus ditingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya sehingga mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan
potensi alam tersebut dengan maksimal. Jadi pembangunan nasional suatu bangsa
merupakan suatu usaha besar dari bangsa itu untuk mencapai kesejahteraan lahir batin.
Pembangunan ekonomi selalu ditujukan untuk mempertinggi kesejahteraan dalam
arti seluas-luasnya. Kegiatan ekonomi selalu dipandang sebagai bagian dari usaha
pembangunan keseluruhan yang dijalankan masyarakat. Pembangunan ekonomi hanya
meliputi usaha suatu masyarakat untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan
mempertinggi pendapatan masyarakat, sedangkan keseluruhan usaha pembangunan itu
meliputi juga usaha pembangunan social, politik dan kebudayaan.
Mengenai pengertian ataupun defenisi dari pembangunan ekonomi itu sendiri,
ahli-ahli ekonomi diseluruh dunia. Banyak sekali pengetian-pengertian yang beredar di
masyarakat dari awal kemunculan ilmu ekonomi itu sendiri sampai saat ini.
Menurut H. F. Williamson, pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dimana
suatu Negara dapat menggunakan sumber sumber produksinya sedemikian rupa, hingga
dapat memperbesar produk per kapitanya. Sementara itu, Meier dan Baldwin berpendapat
bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses, dimana pendapatan nasional nyata
sebuah perekonomian meningkat, dalam jangka waktu yang lama. (Winardi, 1973 : 10).
Sadono Sukirno merumuskan defenisi dari pembangunan ekonomi adalah sebagai
suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita suatu masyarakat meningkat
dalam jangka panjang (Sukirno, 1982 : 13).
Menurut Winardi, pengertian pembangunan ekonomi dapat ditafsirkan sebagai
pertumbuhan pendapatan nasional atau produk nasional bagi Negara yang bersangkutan
tanpa dipersoalkan siapa yang akan mencapai benda benda atau jasa-jasa tambahan
tersebut, penambahan produk atau pendapatan per kepala, dimana juga diperhatikan
pertambahan penduduk yang terjadi (Winardi, 1973: 3).
Dapat kita simpulkan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu kenyataan fisik
sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin, melalui serangkaian
kombinasi proses social, ekonomi dan institusional, demi mencapai kehidupan yang serba
lebih baik, bertolak dari tiga nilai pokok di atas, proses pembangunan semua masyarakat
paling tidak harus memiliki tiga tujuan inti sebagai berikut (Todaro, 1998 : 22):
a. peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai macam barang
kebutuhan hidup hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan
b. Peningkatan standar hidup yang tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi
juga meluputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan,
serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang
kesemuanya itu tidak hanya untuk memperbaiki kesejahteraan materil, melainkan
juga menumbuhkan jati diri pribadi dan bangsa yang bersangkutan
c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara
keseluruhan, yakni dengan membebaskan mereka dari belitan sikap menghamba dan
ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau Negara/bangsa lain, namun juga
terhadap setiap kekutan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan
mereka.
Tantangan utama pembangunan ekonomi adalah memperbaiki kualitas kehidupan.
Terutama di Negara-negara yang paling miskin, kualitas hidup yang lebih baik memang
mensyaratkan adanya pendapatan yang lebih tinggi, namun yang dibutuhkan bukan hanya
itu. Pendapatan yang lebih tinggi itu hanya merupakan salah satu dari sekian banyak
syarat yang harus dipenuhi. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus
diperjuangkan, yakni mulai dari pendidikan yang lebih baik, peningkatan standar
kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi perumahan dan
lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual, dan
penyegaran kehidupan budaya. Dengan tercapainya berbagai hal yang diuraikan diatas,
maka pembangunan ekonomi baru dapat dikatakan berlangsung dengan baik den
2. INDUSTRI KECIL
Baik secara lisan maupun tertulis, banyak pihak menggunakan istilah yang
berbeda untuk membahas industri kecil. Di samping penggunaan istilah industri kecil
(small industry), ada sejumlah penggunaan istilah lain yang bermakna sama, misalnya:
usaha kecil (small business),perusahaan kecil (small firm), usaha skala kecil (small scale
business), dan lain-lain. Ada yang menganggap bahwa industri kecil adalah sub sector.
Anggapan ini sebaiknya diabaikan karena semua istilah mempunyai kadar yang sama.
2.1 Pengertian Industri Kecil
Ada beberapa lembaga pemerintah Indonesia yang membuat patokan atau standar
yang menggolongkan suatu industri dapat dikategorikan sebagai industri kecil. Ukuran
yang digunakan mengacu pada jumlah pekerja, permodalan maupun pemilikan.
Pengertian industri kecil menurut lembaga atau departemen :
a. Badan Pusat Statistik (BPS)
BPS mendefenisikan industri kecil sebagai industri yang mempunyai tenaga kerja
5-19 orang yang terdiri dari pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik dan pekerja
keluarga yang tidak dibayar. Perusahaan industri yang mempunyai tenaga kerja lebih
kecil dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri rumah tangga atau kerajinan
rakyat.
b. Departemen Perindustrian dan Perdagangan (Deppereindag)
Depperindag mendefenisikan industri kecil sebagai industri kecil yang memiliki nilai
sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
254/MPP/Kep/1997 tanggal 28 Juli 1997.
c. Undang-undang No. 9 tahun 1999 tentang Usaha Kecil
Di dalam UU No. 9 / 1999 ditetapkan bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang
memiliki nilai asset neto (tidak termasuk tanah dan bangunan) yang melebihi Rp 200
juta, atau penjualan per tahun tidak lebih besar dari Rp 1 miliar.
d. Berdasarkan Keputuasan Menteri Keuangan Nomor 316/KMK.016/1994 tanggal 27
Juni 1994, usaha kecil didefinisikan sebagai perorangan atau badan usaha yang telah
melakukan kegiatan/usaha yang mempunyai penjualan/omset per tahun
setinggi-tingginya Rp 600.000.000 atau aset/aktiva setinggi-setinggi-tingginya Rp 600.000.000 (di luar
tanah dan bangunan yang ditempati) terdiri dari :
(1) badang usaha (Fa, CV, PT, dan koperasi) dan
(2) perorangan (pengrajin/industri rumah tangga, petani, peternak, nelayan,
perambah hutan, penambang, pedagang barang dan jasa)
e. Menurut UU No 20 Tahun 2008 ini, yang disebut dengan Usaha Kecil adalah entitas yang memiliki kriteria sebagai berikut :
(1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
(2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).
(1) kekayaan bersih lebih dari Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan
(2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
2.2 Peranan Industri Kecil
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional, maka kebijakan pembangunan
ekonomi bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dapat dipandang
sebagai keseluruhan usaha pembangunan yang seimbang di berbagai daerah. Laju
perumbuhan ekonomi suatu Negara ataupun suatu daerah tercermin dalam paningkatan
pendapatan perkapita dan penyerapan tenaga kerja. Pencapaian tujuan pembangunan
regional tidak terlepas dari perencanaan pembangunan sesuai potensi sumber daya yang
tersedia di wilayah itu sendiri.
Agar pembanguan regional dapat memberikan manfaat bagi masyarakat maka
lingkungan pembangunan pedesaan merupakan suatu proses yang membawa peningkatan
kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan social disrtai peningkatan taraaf
hidup masyarakatnya.
Di Indonesia industri kecil merupakan tulang punggung pembangunan dan
merupakan salah satu prasyarat tercapainya suatu stabilitas politik karena kemampuannya
memperkecil jumlah pengangguran baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun
perkotaan. Macetnya perkembangan industri kecil sebaiknya akan menimbulkansituasi
Peran industri kecil dalam proses pertumbuhan ekonomi Indonesia juga tidak
dapat di abaikan begitu saja karena selama ini usaha kecil telah memberikan kontribusi
yang besar terhadap pertumbuhan domestic. Sector perdagangan, transportasi dan usaha
kecil telah memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan domestic. Sector
perdagangan, transportasi dan usaha kecil ternyata berperan penting sebagai penghasil
devisa. Oleh karena itu pengeembangan usah kecil dirasa cukuppenting sampai 25 tahun
mendatang, diproyeksikan kemampuan penyerapan tenaga kerja dari berbagai sector
seperti pertanian, jasa industri sangat terbatas. Dalam kondisi seperti ini industri kecil
diharapkan memainkan peranan khususnya dalam penyerapan tega kerja.
Oleh karena itu industri kecil sangat penting untuk didukung mengingat
alasan-alasan berikut, pertama masalah fleksibilitas dan adaptabilitasnya didalam memperoleh
bahan mentah dan peraltan. Kedua, relevansinya dengan proses desentralisasi kegiatan
ekonomi guna menunjang terciptanya integrasi kegiatan pada sector-sektor ekonomi yang
lain. Ketiga, potensinya terhadap penciptaan dan perluasan kesempatan kerja bagi
pengangguran, keempat peranannya dalam jangka panjang sebagai basis bagi mencapai
kemandirian pembanguna ekonomi, karena usaha berskala kecil umumnya diusahakan
oleh pengusaha dalam negeri.
2.3 Kekuatan dan Kelemahan Industri Kecil
Industri kecil dalam perekonomian sendiri memiliki beberapa kekuatan. Kekuatan
tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Sangat padat karya, dan persediaan tenaga kerja di Indonesia masih sangat
per tahun masih sangat tinggi, sehingga upah nominal tenaga kerja, khususnya
dari kelompok berpendidikan rendah di Indonesia masih sangat relative mural
dibandingkan dengan Negara-negara lain di Asia dengan jumlah penduduk dan
angkatan kerja yang lebih sedikit.
b. Banyak industri kecil membuat produk-produk yang bernuansa kultur seperti
kerajinan dari bamboo dan rotan atau ukir-ukiran dari kayu yang pada dasarnya
merupakan keahlian tersendiri dari masyarakat di masing-masing daerah. Hanya
saja kelemahan pengusaha-pengusaha kecil tersebut selama ini tidak membuat
hak cipta terhadap produk-produk mereka, dan tidak melakukan banyak inovasi
baik dalam proses pembuatan maupun desain, sehingga produk-produk mereka
akan mudah ditiru oleh orang asing dengan kualitas dan desain yang lebih baik
dan memiliki hak cipta.
c. Pengusaha-pengusaha kecil dan rumah tangga lebih banyak menggantungkan diri
pada uang sendiri, atau pinjaman dari sumber informal, untuk modal kerja dan
investasi mereka; walaupun banyak juga yang memakai fasilitas kredit khusus
dari pemerintah. Memang nilai investasi tetap di industri kecil dan rumah tangga
rata-rata jauh lebih rendah dari pada industri besar menengah yang bukan hanya
skala usahanya yang besar tetapi proses produksinya lebih kompleks dan padat
modal.
d. Secara umum kegiatan industri kecil daan rumah tangga di Indonesia masih
sangat agricultured based, karena memang banyak komoditas-komoditas
pertanian yang dapat diolah dalam skala kecil. Karena sektor pertanian paling
pengembangan industri kecil di Indonesia mempunyai suatu prospek yang sangat
baik termasuk yang berorientasi ekspor. Selain itu karena banyak industri kecil
bergerak dibidang agroindustri, maka pada umumnya kelompok industri lebih
banyak menggunakan bahan baku dan bahan penolong local, atau tingkat
ketergantungan tehadap impor jauh lebih rendah dibandingkan intensitas impor
industri besar dan menengah.
Kelemahan industri kecil terutama dalam hal kemampuan untuk bersaing masih
sangat lemah, tidak hanya di pasar domestik terhadap produk-produk dari industri besar
atau impor tetapi juga di pasar ekspor. Tidak hanya daya saing globalnya, tetapi juga
diversikasi produk dari industri kecil di Indonesia juga rendah. Kelemahan ini juga
disebabkan oleh banyak masalah-masalah yang dihadapi kelompok industri tersebut yang
menjadi kendala serius bagi perkembangan serta pertumbuhannya.
Masalah-masalah tersebut termasuk keterbatasan dana, baik untuk modalm kerja
maupun investasi, kesulitan dalam pemasaran, distribusi dan penyediaan bahan baku dan
input-input lainnya, keterbatasan sumber daya manusia dengan kualitas baik,
pengetahuan/wawasan yang minim mengenai bisnis, tidak adanya akses ke informasi,
keterbatasan teknologi, dan lainnya. Tingkat keseriusan dari setiap masalah-masalah
tersebut bervariasi, tidak hanya antara subsektor, tetapi juga antara sesama pengusaha di
2.4. Tantangan, Kendala, Dan Peluang Usaha
Melihat sangat banyaknya usaha kecil dan menengah di Indonesia, hal ini sudah
pasti menyerap banyak tenaga kerja dan terjadinya pemerataan pendapatan. Kondisi ini
menjadikan pemerintah wajib memberikan dukungan kepada usaha kecil dan menengah.
Hal ini dimungkinkan, karena tantangan, kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan
menengah cukup tinggi, tetapi peluangnya sangat prospektif. Adapun kendala, tantangan,
dan peluang usaha yang dimaksud adalah seperti berikut:
1. Tantangan yang dihadapi usaha kecil dan menengah
a) GATT/WTO
b) AFTA tahun 2003
c) APEC tahun 2020
d) Blok-blok perdagangan dan investasi lain
2. Kendala yang dihadapi usaha kecil dan menengah
a) Kualitas sumber daya manusia rendah
b) Tingkat produktivitas & kualitas produk dan jasa rendah
c) Kurangnya teknologi dan informasi
d) Faktor produksi, sarana & prasarana belum memadai
e) Aspek pendanaan & pelayanan jasa pembiayaan
f) Iklim usaha yang belum mendukung (peraturan perundangan persaingan
sehat)
g) Koordinasi pembinaan belum berjalan
3. Peluang usaha kecil dan menengah
b) Pembangunan yang makin berkeadilan dan transparan
c) Ketersediaan SDM yang berkualitas (eks PHK)
d) Sumber daya lama yang beraneka ragam
e) Terpuruknya usaha-usaha pengusaha besar
f) Apresiasi US dolar yang sangat tinggi.
Adanya tantangan dan kendala yang dihadapi oleh usaha kecil dan menengah,
yang diimbangi dengan peluang usaha yang terbuka dengan lebar, tentunya tidak akan
dibiarkan begitu saja oleh pemerintah. Hal ini tentu saja harus dicarikan jalan keluar
dengan sebaik-baiknya. Apalagi pemerintah menyadari usaha kecil dan menegah masih
dapat menyerap tenaga kerja di tengah situasi perekonomian yang sedang terpuruk.
Melihat kondisi ini, tentunya bagi pengusaha kecil dan menengah harus dijadikan
tonggak awal bagi pengembangan dan kesempatan usaha yang seluas-luasnya, terutama
untuk menggantikan posisi pengusaha besar yang sedang terpuruk. Pemerintah tentunya
akan membantu pengusaha kecil dan menengah untuk mengembangkan usaha, tanpa
melihat besar atau kecilnya skala usaha yang dilakukan.
2.5 Pengembangan Industri Kecil
Faisal Basri (1995 : 153) menjelaskan bahwa untuk pengembangan industri kecil
di masa yang datang ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu:
a. dalam konteks kebijakan, peran penting pemerintah hendaknya menjamin
terintegrasinya kepentingan industri kecil dalam kebijakan makro ekonomi dan tidak
pemerataan tetapi lebih terkait dengan kelangsungan pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja.
b. Di tingkat kelembagaan, mekanisme kerjasama antara lembaga pemerintahan, swasta
maupun swadaya harus dikembangkan berdasarkan pembagian kerja fungsional.
c. Prioritas pengembangan industri kecil haruslah dalam konteks pertumbuhan ekonomi
dan kesempatan kerja. Ini berarti pengembangan infrastuktur haruslah diorientasikan
kepada pola distribusi sumber daya yang merata terhadap pelaku ekonomi yang ada.
Inti dari pengembangan industri kecil sebagaimana dikemukakan di atas pada
dasarnya terletak pada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Dengan
adanya sumber daya manusia yang bermutu, maka industri kecil akandapat tumbuh dan
berkembang menjadi industri kecil yang tangguh.
Hingga saat ini sebenarnya sudah banyak yang dilakukan pemerintah untuk
membantu industri kecil.. Mulai dari menciptakan banyak credit schemes dari perbankan,
keharusan BUMN menyisihkan sebagian dari profitnya untuk membantu industri kecil,
menciptakan sentra-sentra, hingga gerakan nasional kemitraan usaha. Tetapi sayangnya
fakta menunjukkan bahwa hingga saat ini kinerja industri kecil negara-negara lain seperti
Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan. program-program pemerintah selama ini ternyata
tidak terlalu efektif (Tambunan, 1999 : 221).
Menurut Tambunan salah satu penyebabnya adalah bahwa selama ini pemerintah
belum memiliki visi yang jelas mengenai peranan industri kecil di dalam perekonomian
Indonesia, dan hal ini sangat mempengaruhi kebijaksanaan pengembangan industri kecil
selama ini. Industri kecil dianggap penting hanya sebagai salah satu instrument politik
pendapatan. Industri kecil tidak hanya dilihat sebagai suatu kelompok unit usaha yang
seharusnya terintegrasi sepenuhnya didalam dunia usaha nasional secara nyata. Industri
kecil harus dilihat sebagai unit usaha yang terintegrasi sepenuhnya dengan industri
menengah dan besar d idalam industri nasional. Peranan pemerintah juga harus berubah.
Peranan pemerintah dalam mendukung industri kecil dan menengah hanyalah sebagai
fasilisator, stimulator, regulator, dan stabilisator. Hal utama yang perlu dilakukan
pemerintah, khususnya pemerintah daerah setempat, bukan memberikan segala macam
fasilitas-fasilitas kemudahan seperti credit schemes dengan suku bunga murah, melainkan
menghilangkan segala market distortions, termasuk pemerintah harus hand-off dari segala
macam pengaturan-pengaturan tata niaga yang kenyataanya selama ini hanya
memperbesar distorsi pasar yang lebih merugikan industri kecil itu sendiri.
2.6 Strategi Pemberdayaan Industri Kecil
Strategi pemberdayaan yang telah diupayakan selama ini untuk pemberdayaan
industri kecil dapat diklasifikasikan dalam beberapa aspek utama berikut :
1. Aspek manajerial, yang meliputi: peningkatan produktifitas, omset, tingkat utilitas,
atau tingkat hunian; peningkatan kemampuan pemasaran; dan pengembangan
sumber daya manusia.
2. Aspek permodalan, yang meliputi: bantuan modal (penyisihan 1-5% keuntungan
BUMN dan kewajiban untuk menyaalurkan kredit bagi usaha kecil minimum 20%
dari portofolio kredit bank) dan kemudahan kredit (KUPEDES, KUK, KIK, KMKP,
3. Pengembangan program kemitraan dengan usaha besar, baik lewat Bapak-Anak
angkat, PIR, keterkaitan hulu-hilir (forward linkage), keterkaitan hilir-hulu
(backward linkage), modal ventura, maupun subkontrak.
4. Pengembangan sentra industri kecil dalam suatu kawasan, apakah berbentuk PIK
(Pemukiman Industri Kecil), LIK (Lingkungan Industri Kecil), atau SUIK ( Sarana
Usaha Industri Kecil) yang didukung oleh UPT (Unit Pelayanan Teknis) dan TPI
(Tenaga Penyuluh Industri).
5. Pembinaan untuk bidang usaha dan daerah tertentu lewat KUB (Kelompok Usaha
Bersama) dan KOPINKRA (Koperasi Industri Kecil dan Kerajinan).
Harus diakui telah banyak upaya pembinaan dan pemberdayaan usaha kecil yang
dilakukan oleh lembaga-lembaga yang concern dengan pengembangan usaha kecil.
Namun, upaya pembinaan usaha kecil sering tumpang tindih dan dilakukan
sendiri-sendiri. Perbedaan persepsi mengenai usaha kecil pada gilirannya menyebabkan
pembinaan usaha kecil masih terkotak-kotak atau sector oriented, di mana
masing-masing instansi pembina menekankan pada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri.
Akibatnya, dua hal terjadi: (1) ketidakefektifan arah pembinaan serta (2) ketiadaan
indicator keberhasilan yang seragam, karena masing-masing instansi Pembina berupaya
mengejar target dan sasaran sesuai dengan kriteria yang telah mereka tetapkan sendiri.
Karena egoisme sektoral atau departemen, dalam praktek sering dijumpai ‘persaingan’
antar organisasi Pembina. Pengusaha kecilpun sering mengeluh karena hanya selalu
menjadi ‘objek’ binaan tanpa ada tindak lanjut atau pemecahan masalah mereka secara
Assauri (1993) mengusulkan untuk mengembangkan interorganizational process
dalam pembinaan usaha kecil. Dalam praktiknya, struktur jaringan dlam kerangka
organisasi pembinaan usaha kecil dpat dilakukan dalam bentuk incubator bisnis dan
PKPK (Pusat Konsultasi Pengusaha kecil). PKPK adalah ide Departemen Koperasi dan
PPK, yang diharapkan dapat berfungsi sebagai wadah pengembangan pengusaha kecil
menjadi tangguh dan atau menjadi pengusaha menengah melalui kerja sama dengan
perguruan tinggi dan koordinasi antarinstansi. Saat ini, tercatat sudah ada 16 PKPK di
Indonesia, yang tersebar di 13 propinsi, dan konon diperluas hingga 21 perguruan tinggi
pada 18 propinsi. Kegiatan semacam ini merupakan suatu terobosan yang tepat
mengingat potensi pengusaha kecil di Indonesia sangat memungkinkan untuk
dikembangkan.
Tabel 1 : Lembaga-lembaga Pendukung Pengembangan Usaha Kecil (UK)
Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan Program atau Intervensi 1. Pemerintah
1.1 Deperin Perumusan Kebijakan pengembangan, implementasi program, dan penyediaan fasilitas
Pendidikan dan pelatihan
Penelitian dan pengembangan teknoproduksi.
Pelayanan teknis melalui UPT
Pelayanan informasi dan konsultasi
Perantara UK dengan bapak angkat
1.2 Depdikbud Peningkatan SDM melalui semua jalur: formal, informal, dan nonformal
Konsep link dan match antara dunia
Orientasi pendidikan sangat bias
Program magang
Pelatihan melalui
pendidikan masyarakat
Pembinaan melalui kursus-kursus informal
Perhatian terfokus pada usaha menengah-besar-formal, belum ada program yang berorientasi pada UK
1.3 Depnaker Pembinaan dan penempatan tenaga kerja
Perumusan kebijakan
ketenagakerjaan
Pelatihan melalui BLK
Pengembangan pusat informasi
Penetapan KUM dan
monitoring-nya
Lembaga Pendukung Peran Yang Dilakukan Program atau Intervensi ketimbang pengembangan usaha 1.4 Depsos Pembinaan UK sebagai bagian upaya
pengentasan kemiskinan
Pelatihan-pelatihan
1.5 Depkeu Merancang kebijakan ekonomi yang kondusif bagi pengembangan UK
Mekanisme control terhadap implementasi kebijakan yang telah diambil masih sangat minim
Kontrolpelayanan finansial bagi usaha kecil
Pembentukan dan pembinaan UK, antgara lain melalui alokasi 1-5% dana keuntungan BUMN
Penyederhanaan produser pelayanan finansial.
1.6 Bappenas Perencanaan dan pengawasan pembangunan dengan titik berat pada pengentasan kemiskinan
Mekanisme kontrol terhadap lembaga pelaksana IDT sangat lemah
Pemetaan desa miskin
Inpres desa tertinggal (IDT) dengan orientasi penggunaan dana untuk kegiatan produktif
1.7 Depkop dn PPK Merumuskan kebijakan
pengembangan UK
Berfungsi sebagai koordinator dalam gerakan pengembangan ekonomi rakyat
Pningkatan SDM
Pelayanan konsultsi bekerja sama dengan perguruan tinggi
Mengembangkan koperasi sebagai salah satu wadah kegiatan ekonomi rakyat
1.8 Pemda bersama Bappeda dan Dinas Tata kota
Pengaturan perizinan usaha
Pengaturan tata kota
Penyediaan fasilitas tempat usaha (sentra atau pusat perdagangan)
Lokalisasi UK seringkali sangat merugikan karena memisahkan UK dari sestem sosial yang ada.
2. LSM Lembaga pelayanan alternative bagi usaha kecil yang berfungsi sebagai lembaga perantara untuk menjembatani keterbatasan pemerintah dan swasta dalam menjangkau usaha kecil
Sangat berpotensi menjadi partner UK karena kedekatan hubungannya dengan UK
Koordinasi antar LSM maupun lembaga pendukung lainnya sangat minim
Lingkup kerja terbatas serta ada ketergantungan finansial dan teknisi ahli yang akan mengancam keberlanjutan lembaga
Pengembangan berbagai kelompok swadaya masyarakat
Pelatihan teknis produksi dan pengolahan atau administrasi
Penelitian dan konsultasi
Intervensi efektif hanya dalam wilayah kerjanya
Masih belum menjangkau kelompok usaha kecil yang betul-betul marjinal
3. Lembaga swasta dan perorangan
Peningkatan SDM melalui pendidikan dan pelatihan
Pengembangan SDM
Perantara dalam pasar kerja 4. Lembaga Penelitian di
Perguruan Tinggi
Penelitian dan pengembangan teknologi produksi serta sumber daya manusia
Pengembangan skema
pelayanan finansial di pedesaan
Pelatihan dan teknis menajemen untuk pedagang kecil
Konsultasi dan pembinaan
2.7 Pola Kemitran Bisnis
Pola kemitraan di Indonesia hingga detik ini dapat dikategorikan menjadi dua,
yaitu: pola keterkaitan langsung dan keterkaitan tidk langsung. Berikut adalah pola
keterkaitan langsung. Pertama, pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat), dimana Bapak
Angkat sebagai inti, sedangkan petani sebagai plasma. Kedua, pola dagang, di mana
bapak angkat bertindak sebagai pemasar produk yang dihasilkan oleh mitra usahanya.
Ketiga, pola vendor, di mana produk yang dihasilkan oleh anak angkat tidak memiliki
hubungan kaitan ke depan maupun ke belakang dengan produk yang dihasilkan oleh
bapak angkatnya. Keempat, pola subkontrak, di mana produk yang dihasilkan oleh anak
angkat merupakan bagian proses produksi usaha yang dilakukan oleh bapak angkat, lalu
terdapat interaksi antara anak dan bapak angkat dalam bentuk keterkaitan teknis,
keuangan dan atau informasi.
Pola keterkaitan tidak langsung merupakan pola pembinaan murni. Dalam pola
ini, tidak ada hubungan bisnis langsung antara ‘Pak Bina’ dengan mitra usaha. Bisa
dipahami apabila pola ini lebih tepat dilakukan oleh perguruan tinggi sebagai bagian
salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu: pengabdian kepada masyarakat. Selama
ini, pola pembinaan lewat program ini meliputi pelatihan pengusaha kecil, pelatihan
calon konsultan pengusaha kecil, bimbingan usaha, konsultasi bisnis, monitoring usaha,
temu usaha, dan lokakarya atau seminar usaha kecil.
Berbeda dengan Taiwan, program kemitraan dan jaringan subkontrak agaknya
belum memasyarakat di Indonesia. Penelitian usaha kecil di enam propinsi menemukan
bahwa program kemitraan masih kurang dengan jumlah pengusaha kecil yang ada. Hal
angkat. Padahal, para pengrajin yang sudah menjalin program kemitraan merasakan
manfaat yang besar dalam bidang permodalan, pemasaran dan yang paling utama adalah
manajemen. Demikian pula, apabila kita simak seberapa jauh jaringan subkontrak telah
berjalan, ternyata hampir senada dengan program kemitraan (Kuncoro, 2000). Rekor
tertinggi dalam jaringan subkontrak ditemui di Sumatera Utara karena sekitar 34%
industri kain dan pakaian jadi telah memiliki perusahaan subkontrak.
Dalam praktiknya, yang muncul ke permukaan adalah saling curiga antara si besar
dan si kecil. Si kecil curiga, jangan-jangan kemitraan malah membuka peluang untuk di
caplok oleh si besar. Hal ini berdasarkan fakta adanya bapak angkat yang ‘memakan’
anak angkatnya sendiri. Si besar pun curiga, jangan-jangan bantuan permodalannya tidak
digunakan untuk mengembangkan bisnis, tetapi malah digunakan untuk tujuan
konsumtif.
Pengamatan di lapangan menunjukkan masih tersendatnya implementasi program
kemitraan. Penyebabnya barangkali karena banyaknya usaha besar (termasuk BUMN)
belum merasakan kehadiran usaha kecil sebagai bagian dari langka manajemen
strategiknya. Mereka membantu dan membina kemitraan semata-mata karena anjuran
pejabat Anu dan ‘ketakutan’ dengan isu kesenjangan sosial.
Program kemitraan BUMN terbagi dua, yaitu program kemitraan dan program
bina lingkungan. Ketentuan pelaksana program adalah sebagai bentuk tanggung jawab
BUMN terhadap lingkungan. Kementrian Negara BUMN menetapkan
kep-236/MBU/2003 tanggal 17 Juni 2003 tentang Program Kemitraan Badan Usaha Milik
Dana PK bersumber dari penyisihan laba setelah pajak sebesar 1% sampai 3%,
hasil bunga pinjaman, bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program
Kemitraan setelah dikurangi beban operasional, serta pelimpahan dana Program
Kemitraan dari BUMN lain.
Dana BL bersumber dari penyisihan laba setelah pajak maksimal sebesar 1% dari
hasil bunga deposito dan atau jasa giro dari dana Program BL.
3. PENGERTIAN PENDAPATAN
Dalam mengukur ekonomi seseorang atau rumah tangga, salah satu konsep pokok
yang paling sering digunakan adalah melalui tingkat pendapatannya. Pendapatan
menunjukkan seluruh uang yang diterima sesorang atau rumah tangga selama jangka
waktu tertentu pada suatu kegiatan ekonomi.
Pendapatan dapat juga diuraikan sebagai keseluruhan penerimaan yang diterima
pekerja atau buruh, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan
pada suatu perusahaan, instansi, atau pendapatan selama bekerja. Setiap orang bekerja
berusaha memperoleh pendapatan dengan jumlah yang maksimal agar bisa memenuhi
kebutuhan hidup.
Tujuan utama para pekerja yang bersedia melakukan berbagai pekerjaan adalah
untuk mendapatkan pendapatan yang cukup bagi dia dan keluarganya. Dengan
terpenuhinya kebutuhan hidup rumah tangganya, maka kehidupan sejahtera akan
tercapai. menurut Nurmansyah Hasibuan, upah adalah segala macam bentuk penghasilan
(carmings) yang diterima buruh atau pekerja baik berupa uang maupun barang dalam
Peraturan pemerintah tahun 1982 tentang perlindungan upah dalam pasal 1: “
Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pekerjaan kepada buruh untuk
sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam
bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu perjanjian atau peraturan
perundang-undangan dan dibayangkan atas dasar perjanjian kerja antara perusahaan dan buruh,
termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya”.
Para pekerja lebih mengutamakan pendapatan real agar kebutuhan mereka secara
minimal dapat dipenuhi dengan perhitungan yang tepat. Karena tenaga beli upah (uang)
tersebut sangat dipengaruhi oleh harga umum barang-barang konsumsi atau biaya hidup.
4. PENGERTIAN TENAGA KERJA
Tenaga kerja adalah pengertian tentang potensi yang terkandung dalam diri
manusia yang dikaitkan dengan perdagangan di berbagai kegiatan atau usaha yang ada
keterlibatan manusia, yang dimaksud adalah keterlibatan unsur-unsur jasa atau tenaga
kerja. Yang biasa disebut sebagai tenaga kerja pada dasarnya adalah penduduk pada usia
kerja (15-64 tahun), dan dapat pula dikatakan bahwa tenaga kerja itu adalah penduduk
yang secara potensial dapat bekerja.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting
disamping sumber alam, modal, dan teknologi.Ditinjau dari segi umum pengertian tenaga
kerja menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk menghasilkan barang dan jasa dan
mempunyai nilai ekonomi yang dapat berguna bagi kebutuhan masyarakat, secara fisik
Tenaga kerja menurut Payaman Simanjutak adalah ”Penduduk yang sudah
bekerja, sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan lain seperti bersekolah
dan mengurus rumah tangga. Batas umum tenaga kerja adalah 10 tahun tanpa batas
maksimum”.
Menurut UU No.25 Tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok
ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang laki-laki atau wanita
yang sedang mencari pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna
menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja
adalah penduduk yang bekerja dan yang tidak bekerja tetapi siap untuk mencari kerja.
Sedangkan yang bukan angkatan kerja adalah mereka yang masih bersekolah, ibu rumah
tangga, dan golongan lain-lain atau penerima pendapatan.
Pengertian penduduk yang bekerja adalah :
1. Mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja
dengan maksud memperoleh penghasilan paling sedikit satu jam dalam seminggu yang
lalu dan tidak boleh terputus.
2. Mereka yang sebelum seminggu sebelum pencacahan tidak melakukan pekerjaan,
tetapi mereka adalah pekerja tetap, pegawai-pegawai pemerintah atau swasta yang sedang
tidak masuk bekerja, petani-petani yang tidak bekerja karena menunggu masa panen dan
orang-orang yang bekerja dibidang keahlian seperti dokter, tukang pangkas dan
sebagainya.
Sedangkan yang termasuk dalam kelompok penganggur adalah mereka yang tidak
4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) adalah perbandingan antara jumlah
angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. TPAK
adalah jumlah angkatan kerja dibagi dengan jumlah tenaga kerja dalam kelompok yang
sama.
Semakin besar TPAK, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok
yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan yang
mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja,
semakin kecil jumlah angkatan kerja, dan akibatnya semakin kecil TPAK.
Dengan demikian terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya TPAK,
antara lain :
- Jumlah penduduk yang masih bersekolah
- Jumlah penduduk yang mengurus rumah tangga
- Umur
- Tingkat upah
- Tingkat pendidikan
Jumlah atau besarnya penduduk dikaitkan dengan pertumbuhan income per capita
suatu negara, yang secara kasar mencerminkan kemajuan perekonomian negara tersebut.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk yang besar adalah sangat
menguntungkan bagi pembangunan ekonomi. Tetapi ada pula yang berpendapat lain
pendapat yang mengatakan bahwa jumlah penduduk suatu negara harus seimbang dengan
jumlah sumber-sumber ekonominya, baru dapat diperoleh kenaikan pendapatan
nasionalnya. Ini berarti jumlah penduduk tidak boleh terlampau banyak.
Jumlah penduduk yang makin besar telah membawa akibat jumlah angkatan kerja
yang makin besar pula. Ini berarti makin besar pula jumlah orang yang mencari pekerjaan
atau menganggur. Agar dapat dicapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya mereka
semua dapat tertampung dalam suatu pekerjaan yang cocok dan sesuai dengan keinginan
serta keterampilan mereka. Ini akan membawa konsekuensi bahwa perekonomian harus
selalu menyediakan lapangan-lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru.
Dengan demikian, pembangunan ekonomi sangat diperlukan untuk memperkecil
tingkat pengangguran. Dengan pembangunan ekonomi diharapkan laju pertumbuhan
ekonomi dapat selalu dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi dari tingkat
pertumbuhan penduduk, sehingga kegiatan perekonomian akan menjadi lebih luas dan
selanjutnya dapat memperkecil jumlah orang yang menganggur.
Masalah ketenagakerjaan memang sangat luas dan kompleks. Masalah
ketenagakerjaan mengandung dimensi ekonomis, dimensi sosial kesejahteraan dan
dimensi sosial politik. Dari segi dimensi ekonomis, pembangunan ketenakerjaan
mencakup penyediaan tenaga-tenaga ahli dan terampil sesuai dengan kebutuhan pasar
kerja. Untuk itu harus dibangun sistem pelatihan kerja, sistem informasi pasar kerja dan
sistem antar kerja, baik secara lokal antar daerah, maupun ke luar negeri.
Penciptaan kesempatan kerja dilakukan dengan menumbuhkan dunia usaha
melalui berbagai kebijakan antara lain di bidang produksi, moneter, fiskal, distribusi,
setiap pengambilan kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan ketenagakerjaan
pada umumnya, selalu mempunyai dimensi ekonomis politis.
Masalah ketenagakerjaan juga mencakup masalah pengupahan dan jaminana
sosial, penetapan upah minimum, syarat-syarat kerja, perlindungan tenaga kerja,
penyelesaian perselisihan, kebebasan berserikat dan hubungan industrial,serta hubungan
dan kerjasama internasional. Semuanya mengandung dimensi ekonomis, sosial dan
politis. Dengan kata lain, masalah ketenagakerjaan tersebut mempunyai multi dimensi,
cakupan luas dan sangat kompleks.
Kompleksitas masalah ketenagakerjaan tersebut kurang disadari dan oleh sebab
itu tidak mendapat perhatian pimpinan Pemerintahan, sejak Orde Baru hingga
pemerintahan sekarang ini. Masalah ketenagakerjaan sering dipandang hanya sebagai
hasil ikutan dari pertumbuhan ekonomi, sehingga yang ditekankan dan dikejar hanya laju
pertumbuhan. Pada satu masa dikesankan bahwa gerakan serikat pekerja dapat
menggangu investasi, sehingga yang ditekankan adalah bagaimana ”menjinakan” serikat
pekerja. Dalam dua periode terakhir ini terkesan bahwa masalah ketenagakerjaan hanya
mencakup hak-hak pekerja.
Seperti dikemukakan di atas, masalah ketenagakerjaan sangat luas dan kompleks,
antara lain mencakup informasi dan perencanaan tenaga kerja, antar kerja daerah dan
penempatan di luar negeri, pelatihan dan produktivitas kerja. Masalah ketenagakerjaan
juga mencakup syarat-syarat kerja termasuk jam kerja dan waktu istirahat , upah dan
jaminan sosial, hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja, kebebasan berserikat. Perluasan kesempatan kerja untuk menanggulangi
pengangguran dan kemiskinan.
Salah satu masalah yang biasa muncul dalam pasar tenaga kerja adalah,
ketidakseimbangan antara permintaan akan tenaga kerja (demand for labor) dan
penawaran tenaga kerja (supply of labor), pada suatu tingkat upah
(Kusumosuwidho,1981). Ketidakseimbangan itu dapat berupa lebih besarnya penawaran
dibanding permintaan terhadap tenaga kerja (adanya excess supply of labor) dan
sebaliknya, permintaan lebih besar dibandingkan penawaran tenaga kerja kerja (adanya
excess demand for labor).
5. MODAL
Yang dimaksud dengan modal adalah
digunakan untuk melakukan proses produksi. Modal dapat digolongkan berdasarkan
sumbernya, bentuknya, berdasarkan pemilikan, serta berdasarkan sifatnya. Berdasarkan
sumbernya, modal dapat dibagi menjadi dua: modal sendiri dan modal asing. Modal
sendiri adalah modal yang berasal dari dalam
pemilik perusahaan. Sementara itu, modal asing adalah modal yang bersumber dari luar
perusahaan. Misalnya modal yang berupa pinjaman
Berdasarkan bentuknya, modal dibagi menjadi
Modal konkret adalah modal yang dapat dilihat secara nyata dalam proses produksi.
Misalnya
abstrak adalah modal yang tidak memiliki bentuk nyata, tetapi mempunyai nilai bagi
Berdasarkan pemilikannya, modal dibagi menjadi modal individu dan modal
masyarakat. Modal individu adalah modal yang sumbernya dari perorangan dan hasilnya
menjadi sumber pendapatan bagi pemiliknya. Contohnya adalah rumah pribadi yang
disewakan atau bunga tabungan di bank. Sedangkan yang dimaksud dengan modal
masyarakat adalah modal yang dimiliki oeleh pemerintah dan digunakan untuk
kepentingan umum dalam proses produksi. Contohnya adala
pemerintah, jalan, jembatan, atau pelabuhan.
Terakhir, modal dibagi berdasarkan sifatnya: modal tetap dan modal lancar.
Modal tetap adalah jenis modal yang dapat digunakan secara berulang-ulang. Misalnya
mesin-mesin dan bangunan pabrik. Sementara itu, yang dimaksud dengan modal lancar
adalah modal yang habus digunakan dalam satu kali proses produksi. Misalnya,
bahan-bahan baku.
6. LAMA USAHA
Lama usaha dalam hal ini adalah lamanya suatu usaha industri kecil itu dilakukan
atau umur dari usaha kecil tersebut semenjak industri kecil itu berdiri sampai pada saat
penulis melakukan penelitian ini. Suatu pengertian dimana semakin lama usaha tersebut
berjalan mengakibatkan adanya perkembangan usaha yang signifikan ke arah yang positif
ataupun negatif. Perkembangan dari usaha tersebut tergantung dari iklim perdagangan
dan persaingan yang terjadi di dunia usaha / pasar. Dari segi pengalaman, maka industri
kecil yang memiliki umur yang lebih lama tentunya lebih dapat berkembang dengan baik.
Karena industri tersebut telah lebih dahulu mengenal kondisi pasar yang ada, serta selera
dari konsumen. Industri yang memiliki umur yang bisa di bilang mapan, lebih dapat
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah atau prosedur yang akan dilakukan dalam
pengumpulan data atau informasi guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis
penelitian. Data dan atau informasi yang tepat dan relevan dengan masalah yang dibahas
diharapkan dapat menggambarkan kesimpulan yang lebih baik dan bermutu. Dalam BAB
III ini akan dikemukakan mengenai proses pengumpulan data tersebut serta rencana
pengolahannya.
3. 1. Lokasi dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Denai Kelurahan Medan Tenggara
Sumatera Utara dan merupakan study kasus pada Pusat Industri Kecil (PIK). Ruang
lingkup penelitian ini adalah untuk menganalisis seberapa besar pengaruh modal, jumlah
tenaga kerja dan lamanya berusaha terhadap pendapatan industri kecil tersebut.
3.2 Sample
Sampel penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sample berdasarkan pertimbangan tertentu. Jumlah
sampel dalam penelitian ini adalah 30 usaha industri kecil, dimana yang termasuk
didalamnya adalah industri sepatu, tas, dan pakaian.
3.3. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer atau data lapangan
(Kuncoro, 2003). Pengumpulan data primer dilakukan penulis dengan melakukan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan
pertanyan-pertanyaan tertulis untuk memperoleh informasi dari responden.
b. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan langsung ke lapangan.
c. Depth Interview, melakukan wawancara atau tanya jawab langsung kepada para
responden.
3.4 Analisis Data
Permasalahan yang akan dibahas adalah sampai sejauh mana pengaruh
faktor modal usaha (K), tenaga kerja (L), dan lamanya berusaha (T) terhadap besarnya
pendapatan pengusaha industri kecil di PIK tersebut dengan menggunakan analisis
regresi berganda karena variabel dependen dipengaruhi tiga variabel independen. Dalam
pengolahan data penelitian ini akan menggunakan program komputer e-views 5.0.
Fungsi matematikanya adalah
Y = α K β1 L β2 T β3………. 1)
Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan
persamaan regresi linear berganda dalam bentuk Logaritma sebagai berikut :
logY = α + β1log K + β2log L + β3log T + μ ………. 2)
Dimana :
Y = Pendapatan Usaha Kecil (Rupiah)
α = Intercept/Konstanta
K = Modal Usaha (Rupiah)
T = Lama Usaha (T)
β1,β2,β3 = Koefisien Regresi
µ = Error Terms
3. 5. Test of Goodness of Fit
Untuk menganalisa model tersebut dilakukan pengujian sebagai berikut:
3. 5. 1 Koefisien Determinasi (R²)
Uji ketepatan perkiraan (R²) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik
dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien determinasi
R² merupakan besaran nilai non negatif. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah
antara nol sampai dengan 1 (0 ≤R²≤1). Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai
koefisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan pekiraan model.
3. 5. 2 Uji F (Overall Test)
Uji F dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesa yang dipakai sebagai berikut:
Ho: b1 = b2 = b3 = 0, artinya secara bersama-sama tidak ada pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Ha: b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0, artinya secara bersama -sama ada pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Cara menentukan kriteria dengan membandingkan nilai F hitung dengan F tabel sebagai
Jika F hitung > dengan F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima artinya semua
variabel independen secara bersama-sama merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen begitu pula sebaliknya.
3. 5. 3 Uji t (Partial Test)
Uji statistik t (uji parsial) pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen
dengan hipotesa sebagai berikut:
Hipotesis nol atau Ho: bi = 0 artinya variabel independen bukan merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Hipotesis alternatif atau Ha: bi ≠ 0 artinya variabel independen merupakan
penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.
Untuk mengetahui kebenaran hipotesis digunakan kriteria bila t hitung > t tabel maka
menolak Ho dan menerima Ha artinya ada pengaruh antara variabel dependen terhadap
variabel independen dengan derajat keyakinan yang digunakan adalah α = 1 %, α = 5%, α
= 10 %, dan begitu pula sebaliknya.
3. 6. Uji Asumsi Klasik
3. 6. 1 Uji Linieritas
Uji linieritas sangat penting, karena uji ini sekaligus dapat melihat apakah
spesifikasi model yang kita gunakan sudah benar atau tidak. Dengan menggunakan uji ini
kita dapat mengetahui bentuk model empiris dan menguji variabel yang relevan untuk
dimasukkan kedalam model empiris. Dengan kata lain, dengan menggunakan uji
untuk menguji linieritas adalah uji Ramsey atau Ramsey RESET Test (Pratomo, 2007
:93)..
3. 6. 2 Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas sering terjadi jika diantara variabel bebas (x) saling berkorelasi
sehingga tingkat penelitian pemerkiraan semakin rendah. Di samping itu interval
keyakinan kesimpulan yang diambil keliru. Multikolinearitas yang berat dapat mengubah
tanda koefisien regresi yang seharusnya bertanda (+) berubah (-) atau sebaliknya. Uji
multikolinearitas diperoleh dengan beberapa langkah yaitu
1). Melakukan regresi model lengkap Y = f (X1…Xn) sehingga kita mendapatkan R
square;
2). Melakukan regresi X1 terhadap seluruh X lainnya, maka diperoleh nilai Ri square
(regresi ini disebut auxiliary regression); dan
3). Membandingkan nilai Ri square dengan R square. Hipotesa yang dapat dipakai
adalah Ho diterima apabila Ri square < R square model pertama berarti tidak
terjadi multikolinearitas dan Ha diterima apabila Ri square > R square model
pertama berarti terjadi masalah multikolinearitas.
3. 6. 3 Uji Heteroskedastisitas
Heterokedastisitas adalah suatu kondisi dimana sebaran atau variance (σ2) dari
error term (µ) tidak konstan sepanjang observasi. Jika harga X makin besar maka sebaran
Y makin lebar atau makin sempit.
Untuk menguji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan Uji White sebagai
1). Lakukan regresi model yang kita miliki dan kita dapatkan nilai residual untuk
(estimasi error);
2). Lakukan regresi auxiliary kita dapatkan nilai R² dari regresi ini kemudian kita
hitung X² dengan rumus n x X²;
3). Dibandingkan X² dari regresi diatas dengan nilai chi square dengan derajad bebas
2 dan alpha 1 %.
Jika R² x n lebih besar dari nilai tabel chi square (alpha, df) berarti terjadi
3. 7. Defenisi Operasional
1. Industri kecil dalam penelitian ini didefinisikan di dalam UU No. 9/1999 ditetapkan
bahwa usaha kecil adalah suatu unit usaha yang memiliki nilai asset neto (tidak
termasuk tanah dan bangunan) yang tidak melebihi Rp. 200 juta atau penjualan per
tahun tidak lebih besar dari Rp. 1 miliar.
2. Pendapatan adalah total penjualan usaha kecil dalam satu bulan dinyatakan dalam
satuan ribu Rupiah (Rp .000).
3. Modal usaha adalah jumlah modal dalam bentuk uang tunai yang dibutuhkan usaha
kecil dalam mengembangkan operasinya yang dinyatakan dalam satuan ribu Rupiah
(Rp .000).
4. Tenaga kerja adalah jumlah pekerja yang dipekerjakan dalam suatu usaha kecil
termasuk pemilik yang terjun langsung dalam usahanya yang dinyatakan dalam
satuan orang
5. Lama Usaha adalah lamanya usaha yang telah dilakukan oleh pemilik usaha tersebut
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. 1. Deskripsi Daerah Penelitian
1. Gambaran Umum Pusat Industri Kecil 1.1 Sejarah singkat Pusat Industri Kecil
Pusat Industri Kecil berada di Kelurahan medan tenggara yang merupakan salah
satu kelurahan di kecamatan Medan Denai. Maksud dan tujuan didirikannya PIK ini
adalah untuk mengembangkan usaha mikro masyarakat, serta membina masyarakat agar
lebih dapat mandiri dalam kehidupan perekonomian. PIK ini merupakan suatu
konsentrasi dari sekumpulan perusahaan-perusahaan kecil sejenis baik yang berkembang
secara alamiah.maupun yang dibangun oleh pemerintah. PIK berdiri pada tahun 1996
yang pendiriannnya dilakukan oleh PEMKO Medan yang saat itu dipegang oleh Bachtiar
Jafar.
1.2 Letak Geografis dan Kondisi Demografi Pusat Industri Kecil
PIK berada di Kelurahan Medan Tenggara Kecamatan Medan Denai tepatnya
berada di Jl. Rahmat Menteng VII Medan. Dan dapat dikatakan letak dari PIK ini sendiri
tergolong strategis, karena jalurnya banyak dilewati oleh kendaraan umum maupun
kendaraan pribadi yang akan menuju stasiun amplas yang merupakan stasiun terpadu
untuk perjalanan keluar kota ataupun propinsi. Sepeti yang telah diterangkan sebelumnya
bahwa Medan Tenggara merupakan salah satu kelurahan dari kecamatan Medan Denai.
Dimana Kecamatan ini sendiri memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Medan Tembung