• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four- TierDiagnostic Test

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four- TierDiagnostic Test"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

230

Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan

Four- TierDiagnostic

Test

pada Materi Larutan Elektrolit dan Larutan Non Elektrolit di

Kelas X SMA Islam Al-falah Kabupaten Aceh Besar

Riska Irsanti, Ibnu Khaldun, Latifah Hanum

Prodi Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala, Darussalam Banda Aceh 23111 *Corresponding Author: riskairsanti@yahoo.com

Abstrak

Telah dilakukan penelitian dengan judul Identifikasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Four-Tier Diagnostic Test pada Materi Larutan Elektrolit dan Larutan Non Elektrolit di Kelas X SMA Islam Al-Falah Kabupaten Aceh Besar”. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi ada atau tidak adanya miskonsepsi dan mengetahui penyebab miskonsepsi dalam pemahaman materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit pada siswa di kelas X SMA Islam Al-Falah Kabupaten Aceh Besar. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif sedangkan jenis penelitiannya adalah deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa di kelas X-D yang berjumlah 14 orang yaitu terdiri dari seluruh siswa perempuan. Pemilihan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes diagnostik yaitu dengan tipe four-tier diagnostic test dan untuk mendapatkan informasi lebih lanjut terkait penyebab miskonsepsi pada siswa dilakukan wawancara dengan siswa yang dominan mengalami miskonsepsi. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat miskonsepsi pada pemahaman materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit yaitu sebesar 38,68%. Penyebab miskonsepsi yang dialami siswa dalam pemahaman materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit karena memenuhi kriteria syarat konsep dianggap miskonsepsi seperti adanya atribut yang tidak lengkap, gambaran konsep yang salah dan kegagalan siswa dalam melakukan klasifikasi. Selanjutnya hasil wawancara dengan siswa juga menunjukkan bahwa pada umumnya miskonsepsi pada siswa terjadi karena metode mengajar dan adanya intuisi (pemikiran sendiri) pada siswa.

Kata Kunci: Miskonsepsi, Four-Tier Diagnostic Test ,Larutan Elektrolit dan Larutan Non Elektrolit

Abstract

The research has been conducted under the title "Identification of Student Misconception Using Four-Tier Diagnostic Test on Electrolyte and Non-Electrolyte Solution Material in Class X SMA Islam Al-Falah of Aceh Besar Regency". This study aims to identify the presence or absence of misconceptions and to know the cause of misconception in the understanding of the material of electrolyte solution and non-electrolyte solution on the students in grade X SMA Islam Al-Falah of Aceh Besar District. The approach used in this study is a qualitative approach while the type of research is descriptive. Subjects in this study were students in class X-D which amounted to 14 people consisting of all female students. The sample selection was done by purposive sampling technique. Instrument used in this research is diagnostic test that is with four-tier diagnostic test type and to get more information related to the cause of misconception at student is done interview with student predominantly experiencing misconception. Based on the result of research can be concluded that there is misconception on the understanding of electrolyte solution material and non electrolyte solution that is equal to 38,68%. The causes of misconceptions experienced by students in understanding the material of electrolyte solution and non-electrolyte solution because they meet the criteria of conceptual requirements are considered misconceptions such as the presence of incomplete attributes, illustration of the wrong concept and the failure of students in doing the classification. Furthermore, the results of interviews with students also indicate that in general misconception in students occurs because of teaching methods and the intuition (self-thinking) in students.

Keywords: Misconception, Four-Tier Diagnostic Test, Electrolyte Solution and Non-Electrolyte Solution

(2)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

231

Pendahuluan

Kimia merupakan mata pelajaran yang biasanya diberikan kepada siswa SMA maupun MA. Pelajaran dalam kimia pada umumnya bersifat abstrak, berjenjang dan terstruktur. Oleh karenanya siswa cenderung merasa kesulitan dalam memahami pelajaran kimia. Sehingga terkadang siswa tidak mampu mengartikan sifat kimia yang bersifat abstrak menjadi ilmiah. Ketidakmampuan tersebut membuat siswa dapat salah mengartikan konsep kimia secara benar. Kesalahan siswa dalam menafsirkan konsep kimia secara benar sering dikenal dengan sebutan miskonsepsi (Kean. E & Middelcamp dalam Subagia)

Metode mengajar guru merupakan salah satu faktor penyebab miskonsepsi dapat terjadi. Berdasarkan hasil observasi peneliti selama melakukan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Al-Falah Kabupaten Aceh Besar bahwa pada umumya saat proses pembelajaran kimia siswa cenderung merasa bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru kimia bahwa belum pernah ada dilakukan pengujian terkait miskonsepsi yang dialami siswa pada pembelajaran kimia di SMA Al-Falah Kabupaten Aceh Besar. Siswa pada umumnya menganggap bahwa materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit sulit untuk dipahami, hal itu disebabkan karena siswa tidak melakukan kegiatan praktikum sehingga konsep-konsep yang bersifat abstrak tidak dipahami secara ilmiah.

Miskonsepsi merupakan salah satu pemahaman konsep yang tidak sesuai dengan para ahli (Berg :1991). Salah satu cara untuk mengetahui miskonsepsi siwa adalah dengan tes dignostik. Penggunaan tes diagnostik di awal maupun di akhir pembelajaran dapat membantu guru menemukan miskonsepsi pada materi yang akan dipelajari. Salah satu tes diagnostik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi adalah dengan four-tier diagnostic test (tes diagnostik empat tingkat). four-tier diagnostic test merupakan tes diagnotik berupa pengembangan dari tes diagnostik tingkat tiga. Pengembangan tersebut terlihat ditambahkannya tingkat keyakinan dalam masing-masing jawaban ataupun soal (Fariyani, dkk:2015)

Berdasarkan uraian tersebut dan penelitian yang relevan maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “Identifikasi Miskonsepsi Siswa MenggunakanFour-Tier Diagnostic TestPada Materi Larutan Elektrolit dan Larutan Non Elektrolit di Kelas X SMA Islam Al-Falah Kabupaten Aceh Besar’’.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan guna menggambarkan secara sistematis dan fakta terkait objek yang akan diteliti (Sukardi, 2010). Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dimana berfokus pada identifikasi miskonsepsi siswa menggunakan four-tier diagnostic test.

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 6 April 2017 di SMA Islam Al-falah Kabupaten Aceh Besar. Pemilihan sekolah berdasarkan pengalaman PPL dan wawancara dengan salah satu guru bidang kimia di sekolah tersebut yang menyatakan bahwa pada umumnya proses pembelajaran kimia yang berlangsung siswa cenderung merasa bosan, mengantuk, pasif dan mencatat saja. Siswa juga jarang untuk melakukann praktikum sehingga konsep-konsep yang bersifat abstrak tidak dapat dipahami secara ilmiah sehingga dapat menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas X-D yang berjumlah 14 orang. Pemilihan subjek penelitian berdasarkan teknik purposive sampling dan rekomendasi dari guru bidang studi kimia di sekolah tersebut.

(3)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

232

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan instrumen four-tier diagnostic testyang berjumlah 10 soal. Tes diagnostik bertujuan untuk mengetahui profil miskonsepsi. Soal tes yang akan digunakan terlebih dahulu divalidasi oleh dua dosen pembimbing guna mengetahui kelayakan dari suatu soal sebelum diberikan kepada siswa. Selain itu juga teknik pengumpulan data juga menggunakan wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan informasi mengapa siswa dapat berfikir seperti itu. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam wawancara berkaitan dengan materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit yang sudah diberikan.

Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian selanjutnya dianalisis dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Arikunto (2005:45) sebagai berikut:

P =𝑓

𝑁 𝑥 100% Keterangan:

P= Nilai persentase jawaban responden f= frekuensi jawaban respponden n = jumlah responden

100%= bilangan konstan

BerikutiniTabelanaliskombinasijawabanmenggunakanfour-tier diagnostic test. Tabel 1 Analisis Kombinasi Jawaban pada Four-Tier Diagnostic Test

Kategori Tipe Jawaban

Jawaban Rating Index Confidence Alasan Rating Index Confidence

(1) (2) (3) (4) (5)

Paham Benar CRI > 2,5 Benar CRI > 2,5

Tidak paham konsep

Benar CRI > 2,5 Benar CRI ≤ 2,5 Benar CRI > 2,5 Salah CRI ≤ 2,5 Benar CRI ≤ 2,5 Benar CRI > 2,5

Benar CRI ≤ 2,5 Benar CRI ≤ 2,5

Benar CRI ≤ 2,5 Salah CRI ≤ 2,5

Salah CRI > 2,5 Benar CRI ≤ 2,5 Salah CRI > 2,5 Salah CRI ≤ 2,5

Salah CRI ≤ 2,5 Benar CRI ≤ 2,5

Salah CRI ≤ 2,5 Salah CRI ≤ 2,5

Miskonsepsi

Benar CRI > 2,5 Salah CRI > 2,5 Benar CRI ≤ 2,5 Salah CRI > 2,5 Salah CRI > 2,5 Salah CRI > 2,5 Salah CRI ≤ 2,5 Salah CRI > 2,5 Error Salah CRI > 2,5 Benar CRI > 2,5 Salah CRI ≤ 2,5 Benar CRI > 2,5 (Sumber: Kaltacki, 2015)

Hasil dan Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 06 April 2017 terkait miskonsepsi siswa pada materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit diperoleh hasil persentase miskonsepsi setiap butir soal sebagai berikut.

(4)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

233

1. Pembahasan soal nomor satu

Soal nomor satu menjelaskan mengenai pengertian larutan elektrolit dan larutan non elektrolit. Berdasarkan analisis kombinasi jawaban siswa diperoleh siswa yang menjawab indikasi paham konsep adalah sebesar 78,6%, tidak paham konsep sebesar 0%, Miskonsepsi sebanyak 14,3% dan error sebanyak 7,14%. Berdasarkan persentase yang diperoleh menujukkan siswa paham konsep terhadap soal nomor satu, namun 2 dari 14 siswa (14,3%) mengalami miskonsepsi. Siswa yang mengalami miskonsepsi beranggapan bahwa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik karena terdapat molekul-molekul yang bergerak bebas.

2. Pembahasan soal nomor dua

Soal nomor dua menjelaskan ciri-ciri larutan elektrolit berdasarkan percobaan. Berdasarkan analisis kombinasi dari jawaban siswa dapat diperoleh hasil bahwa persentase paham konsep sebanyak 28,6%, miskonsepsi sebanyak 64,3%, tidak paham konsep sebanyak 7,14% dan error sebanyak 0%. Hasil persentase menunjukkan kategori mikonsepsi sangat tinngi yaitu sebesar 64,3% atau 9 dari 14 siswa. Miskonsepsi yang terjadi dikarenakan siswa beranggapan bahwa larutan asam cuka termasuk salah satu contoh elektrolit kuat karena mengandung ion H+ dan CH3COO-.

3. Pembahasan soal nomor tiga

Soal nomor tiga siswa diminta untuk menjelaskan zat yang bersifat elektrolit. Berdasarkan analisis kombinasi jawaban diperoleh hasil persentase jawaban siswa pada indikasi paham konsep sebesar 14,3%, miskonsepsi sebesar 64,3%, error sebesar 7,14% dan tidak paham konsep sebesar 14,3%. Miskonsepsi siswa terjadi karena hampir semua siswa berfikir bahwa semua zat padat jika dilarutkan dalam air akan bersifat elektrolit.

4. Pembahasan soal nomor empat

Soal nomor empat menjelaskan tentang ciri-ciri larutan elektrolit berdasarkan percobaan. Hasil ersentase jawaban siswa terkait soal tersebut adalah menunjukkan indikasi paham konsep yaitu sebesar 7,14%, miskonsepsi yaitu sebesar 85,7%, tidak paham konsep yaitu sebesar 7,14% dan error yaitu sebesar 0%. Soal ini merupakan salah satu yang mengalami miskonsepsi terbanyak. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa disebabkan karena siswa menganggap bahwa larutan asam klorida (HCl) selalu bersifat elektrolit kuat tanpa berfikir bahwa pelarut juga memiliki pengaruh.

5. Pembahasan soal nomor lima

Soal nomor lima menjelaskan mengenai ciri-ciri larutan elektrolit dan non elektrolit berdasarkan percobaan. Berdasarkan tabulasi data analisis jawaban siswa diperoleh hasil bahwa siswa yang menjawab indikasi paham konsep sebanyak 42,9%, miskonsepsi sebanyak 35,7%, error sebanyak 7,14% dan tidak paham konsep sebanyak 14,3%.

14,3 64,3 64,3 85,7 35,7 35,7 28,6 7,1 57,1 85,7 0,0 10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 80,0 90,0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 P er sen tase (%) Nomor Soal

(5)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

234

Miskonsepsi yang terjadi karena siswa beranggapan bahwa semua senyawa yang memiliki ion positif dan negatif seperti CH3COOH termasuk elektrolit kuat.

6. Pembahasan soal nomor enam

Berdasarakan analisis jawaban siswa terkait soal nomor enam diperoleh hasil bahwa siswa pada kategori paham konsep sebanyak 42,9%, miskonsepsi sebanyak 35,7%, tidak paham konsep sebanyak 7,14% dan error sebanyak 14,3%. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dikarenakan siswa berfikir senyawa NaCl adalah senyawa kovalen polar.

7. Pembahasan soal nomor tujuh

Berdasarkan tabulasi analisis jawaban siswa mengenai soal nomor tujuh diperoleh hasil bahwa persentase jawaban siswa yang menjawab indikasi paham konsep sebanyak 42,9%, miskonsepsi sebanyak 28,6%, error sebanyak 0% dan tidak paham konsep sebanyak 28,6%. Hasil persentase tertinggi jawaban siswa terdapat pada kategori paham konsep, namun 4 dari 14 siswa juga mengalami miskonsepsi.

8. Pembahasan soal nomor delapan

Berdasarkan analisis jawaban siswa terkait soal nomor delapan hasil yang diperoleh menunjukkan persentasejawabansiswapadaindikasipahamkonsepsebesar 85,7%, miskonsepsisebesar 7,14%, error sebesar 0% dantidakpahamkonsepsebesar 7,14%. Dari hasilpersentase yang diperolehmenunjukkanhamperseluruhsiswapahamterhadapsoal yang disajikan.Namun 1 dari 14 siswa masih saja terjadi miskonsepsi. Miskonsepsi yang terjadi siswa beranggapan bahwa senyawa kovalen non polar bersifat elektrolit. Konsep yang sebenarnya bahwa senyawa kovalen polar yang bersifat elektrolit. Senyawa kovalen non polar tidak mampu menghantarkan listrik.

9. Pembahasan soal nomor sembilan

Hasil analis kombinasi jawaban siswa terkait soal nomor sembilan menunjukkan hasil kombinasi jawaban siswa diperoleh persentase paham konsep sebanyak 42,9%, miskonsepsi sebanyak 57,1%, error sebanyak 0% dan tidak paham konsep sebanyak 0%. Hasil persentase diperoleh menunjukkan sebanyak 8 dari 14 siswa mengalami miskonsepsi. Miskonsepsi yang terjadi dikarenakan siswa beranggapan bahwa padatan senyawa ion juga tetap dapat menghantarkan listrik karena adanya ion-ion.

Konsep yang benar bahwa larutan elektrolit dapat menghantarkan listrik tidak hanya memiliki ion-ion saja namun karena adanya ion-ion yang bergerak bebas, namun dalam hal ini senyawa ion dalam bentuk padatan ion-ion tidak bergerak bebas oleh sebab itu senyawa ion dalam bentuk padatan tidak dapat bersifat elektrolit (Keenan: 1984).

10. Pembahasan soal nomor sepuluh

Berdasarkan kombinasi jawaban siswa nomor sepuluh diperoleh hasil persentase jawaban siswa persentase jawaban siswa diperoleh pada indikasi paham konsep sebanyak 0%, miskonsepsi sebanyak 85,7%, error sebanyak 0% dan tidak paham konsep sebanyak 14,3%. Hasil yang diperoleh menunjukkan soal ini merupakan salah satu soal yang memiliki persentase miskonsepsi paling tinggi. Hampir seluruh siswa keliru menganggap bahwa senyawa HCl sebagai senyawa ion bukan sebagai senyawa kovalen. Siswa berfikir setiapl arutan yang mengandung ion H+danCl-termasuksenyawa ion.Konsep yang sebenarnya bahwa HCl termasuk senyawa kovalen karena terbentuk dari ikatan kovalen. Ikatan kovalen terbentuk antara non logam dan non logam, sedangkan ikatan ion logam dengan non logam (Prasetiawan, 2008).

Setelah melakukan tes terhadap 14 siswa terdapat perbedaaan persentase dari setiap kategori. Persentase paham konsep sebesar 38,59%, miskonsepsi sebesar 47,58%, tidak paham konsep sebesar 10,00 % dan error sebesar 3,57%. Berdasarkan hasil persentase yang diperoleh menunjukkan persentase miskonsepsi paling tinggi. Siswa-siswa yang dominan mengalami miskonsepsi selanjutnya dilakukan wawancara. Wawancara berguna dalam mengenal secara lebih dalam terkait miskonsepsi siswa serta mengetahui mengapa siswa sampai pada pemaham seperti itu sehingga guru atau peneliti nantinya dapat mengarahkan siswa tersebut. Hasilnya adalah siswa dapat menyadari kesalahannya. Siswa yang diwawancarai berjumlah 7 orang. Berikut Tabel hasil kombinasi jawaban siswa.

(6)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

235

TabelHasil Kombinasi Miskonsepi dalam Setiap Butir Soal.

No Inisial Siswa

Nomor soal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 HR PK MIS MIS MIS PK PK MIS PK PK MIS

2 IG MIS PK MIS PK MIS MIS PK PK MIS MIS

3 FR PK PK MIS MIS MIS PK PK PK MIS MIS

4 SJ PK MIS PK MIS PK MIS MIS PK MIS MIS

5 RA PK MIS MIS MIS MIS MIS PK PK MIS MIS 6 AN PK TPK TPK MIS TPK TPK TPK TPK PK TPK

7 AM PK MIS MIS MIS PK PK TPK PK PK TPK

8 RR PK MIS MIS MIS PK PK MIS PK MIS MIS

9 PD PK MIS MIS MIS PK MIS PK PK PK MIS

10 HM PK PK MIS MIS MIS PK PK PK MIS MIS

11 EF PK PK TPK TPK TPK ERR PK PK PK MIS

12 AB PK MIS PK MIS PK MIS TPK PK PK MIS

13 SF ERR MIS ERR MIS ERR PK MIS MIS MIS MIS 14 HR MIS MIS MIS MIS MIS ERR TPK PK MIS MIS Keterangan :

PK : PahamKonsep TPK : TidakPahamKonsep MIS : Miskonsepsi

E : Error

Berdasarkan hasil analisis jawaban siswa menggunakan instrumen tes diagnostik FTMC untuk mengidentifikasi miskonsepsi, diperoleh bahwa terdapat miskonsepsi dalam pemahaman materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit yaitu sebesar 38,68%. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa disebabkan oleh beberapa kriteria diantaranya atribut tidak lengkap, sehingga siswa gagal dalam mendefenisikan konsep secara benar dan lengkap. Atribut yang tidak lengkap dapat diketahui bahwa pada saat proses pembelajaran kimia siswa jarang melakukan praktikum, Sehingga siswa sulit untuk mengenal pembelajaran kimia yang bersifat abstrak menjadi ilmiah. Selain itu juga, gambaran konsep yang salah dapat menjadi penyebab miskonsepsi yang dialami siswa. Hal tersebut dapat diketahui ketika siswa beranggapan bahwa senyawa HCl adalah senyawa ion karena terdapat ion H+ dan Cl- konsep yang sebenarnya bahwa senyawa HCl adalah senyawa kovalen (Keenan:1984). Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa siswa gagal dalam melakukan klasifikasi.

Selanjutnya juga dilakukan wawancara dengansiswauntuk menambah informasi terkait miskonsepsi yang dialami siswa. Wawancara dilakukan diluar jam pembelajaran sekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa didapatkan tabulasi data sebagai berikut: Tabulasi Data Wawancara dengan Siswa

Nomor Penyebab Miskonsepsi Jumlah Siswa

1 Metode mengajar 4

2 Pemikiran siswa 2

3 Buku 1

Berdasarkan tabulasi wawancara dengan siswa diperoleh informasi bahwa pada umumnya siswa menyukai pembelajaran kimia namun tergantung pada guru yang mengajar dan materi yang diajarkan. Siswa berfikir pembelajaran kimia akan mudah jika guru yang mengajar juga enak. Materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit merupakan salah

(7)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

236

satu materi yang sulit bagi siswa, hal ini disebabkan tidak ada praktikum terkait materi yang diajarkan sehingga siswa cenderung hanya berfikir secara abstrak saja. Kebanyakan siswa yang miskonsepsi berada pada kategori C. Kategori C merupakan jenis miskonsepsi siswa menjawab pertanyaan dan alasan salah dengan keyakinan yang tinggi yaitu CRI >2,5 yaitu sebesar 46,09%. Miskonsepsi yang terjadi karena siswa menghubungkan konsep dengan pemikiran sendiri.Berikutdapatdilihatgambarpersentasekategorimiskonsepsi yang dialamisiswa.

Berdasarkan gambar diatas kategori miskonsepsi kedua terbanyak yang dialami siswa adalah A. Kategori A merujuk Jawaban benar dengan tingkat keyakinan >2,5 dan alasan salah dengan tingkat keyakinan >2,5 yaitu sebesar 43,91%. Hal demikian terjadi karena tidak ada dilakukan kegiatan praktikum selama proses pembelajaran, sehingga siswa mengaitkan pemikiran sendiri dengan konsep yang sebenarnya. Sebagian siswa beranggapan bahwa senyawa ion dalam bentuk padatan tetap dapat menghantarkan arus listrik karena terdapat ion-ion. Seharusnya untuk konsep yang benar bahwa larutan elektrolit tidak hanya memiliki ion saja, namun karena adanya ion-ion yang bergerak bebas. Berdasarkan wawancara juga dapat diketahui salah satu faktor yang menyebabkan miskonsepsi dialami siswa, seperti adanya faktor internal dan eksternal.

Faktor internal merupakan faktor yang ada dalam diri siswa, dimana sebagian siswa lupa untuk memahami materi larutan elektrolit dan non elektrolit. Faktor eksternal yang dialami siswa berupa kurang tersedianya ruang praktikum dan buku yang menjadi referensi dalam belajar. Buku pegangan yang dirujuk siswa sebagai bahan untuk pembelajaran hanya satu dan dengan sumber yang sama apalagi jika buku yang digunakan sudah mengandung miskonsepsi dari awal, Setiap siswa juga ada yang tidak memiliki buku, hal itu yang menyebabkan timbulnya miskonsepsi yang dialami siswa

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:

1.Terdapat miskonsepsi dalam pemahaman materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit pada siswa kelas X SMA Islam Al-Falah Kabupaten Aceh Besar yaitu sebesar 38,68%.

2.Penyebab miskonsepsi yang dialami siswa dalam pemahaman materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit karena memenuhi kriteria syarat konsep dianggap miskonsepsi seperti adanya atribut yang tidak lengkap, gambaran konsep yang salah dan kegagalan siswa dalam melakukan klasifikasi

0 10 20 30 40 50 %A %B %C %D 43,9 10 46,09 0 P er sen tase (%) Kategori

(8)

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Kimia (JIMPK) Vol. 2. No. 3 (230-237)

237

3.Hasil wawancara dengan siswa menunjukkan pada umumnya penyebab miskonsepsi pada siswa adalah metode belajar dan adanya intuisi (pemikiran sendiri) pada siswa.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian peneliti menyarankan :

1. Kepada guru diharapkan memberikan apersepsi yang cocok untuk materi larutan elektrolit dan larutan non elektrolit sebelum proses pembelajaran dimulai agar siswa memiliki prakonsepsi yang benar.

2. Kepada siswa diharapkan meningkatkan motivasi dalam belajar seperti halnya mencari konsep secara utuh.

3. Kepada peneliti lain hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk penelitian remediasi penanggulangan miskonsepsi.

Referensi

Arikunto, S. 2005.Manajemen penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Berg, E. V. D. 1991. Miskonsepsi Fisika dan Remediasi. Salatiga: Universitas Kristen Satya Wacana.

Fariyani, Q., Rusilowati, A., dan Sugianto. 2015. Pengembangan Four-Tier Diagnostic Test untuk Mengungkap Miskonsepsi Fisika Siswa SMA Kelas. JISE, 4(2):2302- 7827. Keenan. 1984. Kimia Untuk Universitas Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Kaltakci, D dan Eryilmaz, A. 2015. A Review and Comparison og Diagnostic Instrumen to Identify Student’s Misconception in Science. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Tecnologi Education, 11(5): 989-1008

Prasetiawan, Widi. 2008. Kimia Dasar 1. Jakarta:CerdasPustaka Publisher.

Suyono dan Agus. 2012. Penerapan Strategi Konflik Kognitif dalam Mengatasi Miskonsepsi Siswa Pada Materi Pokok Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit Siswa Kelas X SMA Khdijah Surabaya. Prosiding Seminar Nasional Kimia Unesa.

Subagia, dkk. 2014. Analisis Miskonsepsi Siswa pada Pembelajaran Kimia Untuk Materi Larutan Penyangga. Jurnal Pendidikan Kimia.2 (1):76-87.

Sukardi, H.M. 2010. EvaluasiPendidikanPrinsip&Operasionalnya. Jakarta: Bumi Akasara

Referensi

Dokumen terkait

Adapun alasannya adalah: (1) siswa merasa kesulitan untuk memahami materi yang disampaikan oleh mahasiswa, sehingga guru pamong harus mengajarkan materi tersebut;

Hasil pengamatan umur 8 minggu setelah tanam menunjukkan bahwa perlakuan P6 dosis 300 kg/ha, menghasilkan jumlah daun nyata lebih tinggi dan berbeda nyata terhadap perlakuan P0

Kegiatan ini merupakan simulasi pembelajaran di kelas yang dilaksanakan di bangku kuliah selama satu semester sebanyak 2 SKS praktik. Kegiatan ini dilakukan

Calon tersebut adalah Bapak Suroko yang mengusung partai Golkar dengan nomor urut 10, dan calon yang kedua yang berasal dari desa Tanah Datar adalah Ibu Sumini

Dalam kitab undang-undang hukum perdata, gadai diartikan sebagai suatu hak yang di peroleh kreditor (si berpiutang) atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh

Jumlah eritrosit pada semua perlakuan tikus hiperglikemik tidak berbeda nyata dengan kontrol, baik yang diberi ekstrak air daun insulin 30 mg/BB/hari 60

Dari analisa dapat disimpulkan bahwa perlakuan terbaik pada Penelitian Pengaruh Penambahan Carbonated (Soda) Dan Asam Jawa (Tamarindus indicia L.) pada minuman

Pada nilai integritas sosial informan menunjukkan pernyataan yang sesuai dengan kata kunci yaitu menyediakan waktu untuk memberikan edukasi kepada pasien dan