• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ujian Akhir Mata Kuliah Sains Terintegrasi Dosen Pengampu: Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd. Jawaban Pertanyaan. Oleh: I Nengah Arnawa NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ujian Akhir Mata Kuliah Sains Terintegrasi Dosen Pengampu: Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd. Jawaban Pertanyaan. Oleh: I Nengah Arnawa NIM."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Ujian Akhir Mata Kuliah

Sains Terintegrasi

Dosen Pengampu: Prof. Dr. I Wayan Suastra, M.Pd.

Jawaban Pertanyaan

Oleh:

I Nengah Arnawa

NIM.0929061007

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2010

(2)

Jawaban Tentamen Sains Terintegrasi 1

1. Jelaskan pendapat anda tentang pengintegrasian sains, teknologi, dan masyarakat dalam kaitannya dengan pembelajaran sains agar mampu mengembangkan pembelajaran berparadigma I2M3 (Inspiratif, Interaktif, Memotivasi, Menantang, dan Menyenangkan). Berikan salah satu contohnya.

Jawaban:

Sains, teknologi, dan masyarakat merupakan tiga aspek yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Untuk dapat menciptakan pembelajaran sains yang memiliki paradigma Inspiratif, Interaktif, Memotivasi, Menantang, dan Menyenangkan (I2M3) maka ketiga aspek penting ini harus diintegrasikan secara baik dalam pembelajaran sains di kelas. Cara pengintegrasiannya dapat dilaksanakan dengan menekankan kembali aspek filosofis dari ilmu pengetahuan alam yang meliputi aspek ontologis, epistemologis, dan aksiologis dari sains. Aspek ontologis melibatkan apa saja konten sains yang dibelajarkan, aspek epistemologis meliputi bagaimana cara-cara membelajarkan sains yang meliputi proses, produk, dan sikap tersebut di kelas, serta aspek aksiologis menyangkut tujuan atau manfaat dari kegiatan pembelajaran sains bagi kehidupan siswa. Ketiga landasan filosofis ini harus ditekankan dalam setiap pembelajaran sains. Wujud pengintegrasian ketiga landasan filosofis tersebut sangat berkaitan dengan sains sebagai ilmu pengetahuan yang utuh, teknologi sebagai aplikasi dari produk-produk sains, dan masyarakat sebagai pengguna teknologi serta pendukung kemajuan sains.

Aspek epistemologi dari pembelajaran sains yang menyangkut cara-cara bagaimana membelajarkan sains kepada pebelajar menjadi salah satu perhatian utama dalam bidang pendidikan sains di sekolah. Salah satu paradigma dalam pembelajaran sains yang ditekankan melalui PP 19 Tahun 2005 pasal 19 ayat 1 adalah pembelajaran I2M3. Pembelajaran I2M3 adalah pembelajaran yang berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Seperti apa yang telah dipaparkan sebelumnya, agar pembelajaran I2M3 ini dapat berlangsung, maka konten sains, teknologi, dan masyarakat harus diintegrasikan. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah memilih model-model,

(3)

Jawaban Tentamen Sains Terintegrasi 2

pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mampu membawa suasana belajar yang interaktif, menginspirasi siswa, memotivasi siswa, menantang siswa untuk terus belajar, dan membuat pembelajaran sains menjadi menyenangkan. Model-model pembelajaran inovatif dengan pendekatan pembelajaran kontekstual, pendekatan diskoveri dan inkuiri, berbasis budaya, pendekatan lingkungan, pendekatan manfaat, dan pendekatan kooperatif dapat diterapkan oleh guru di kelas-kelas sains sehingga kegiatan belajar menjadi lebih bermakna, menginspirasi siswa, menarik interaksi siswa, memotivasi, menantang siswa untuk berinvestigasi, dan tentu menyenangkan.

Contoh pengintegrasian sains, teknologi, dan masyarakat untuk mewujudkan pembelajaran I2M3 dalam pembelajaran fisika misalnya dalam membelajarkan konsep torsi pada tingkat sekolah menengah atas. Dalam kegiatan pembelajaran guru dapat menerapkan metode diskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan terkait aplikasi konsep torsi dalam kehidupan sehari-hari. Banyak bentuk produk teknologi baik yang sederhana-tradisional sampai kompleks-modern yang menerapkan konsep torsi (momen gaya), misalnya segala bentuk pengungkit tradisional (pencongkel buah kelapa, bajak tradisional, penjepit dari bambu, cangkul, dayung sampan, dsb.), pengungkit modern (gunting, stapler, pembuka botol, tang, dsb.), dan mesin atau produk teknologi modern lainnya (kunci pas, pintu, generator, dynamo, mesin listrik, mesin tambang, mesin pengangkat peti kemas, mesin-mesin konstruksi, dsb.), serta mesin alami tubuh manusia berupa otot bisep pada lengan dan kaki yang bekerja berdasarkan konsep torsi.

Dengan demikian, sangat banyak aspek teknologi beserta penggunaanya di masyarakat, baik yang sudah menjadi budaya lokal (local genius) maupun budaya global yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran di kelas (indoor) ataupun di luar kelas (outdoor). Semuanya akan bermuara pada pembelajaran yang (1) inspiratif karena memberikan inspirasi kepada siswa tentang lingkungan, teknologi dalam masyarakat kesehariannya, dan realitas alamnya, (2) interaktif karena pembelajaran bersifat kontekstual, familiar, dan bermakna bagi dirinya, sehingga ketertarikan itu akan membangun interaksi siswa – siswa dan siswa – guru, terlebih lagi dibelajarkan melalui aktivitas belajar kelompok/koperatif, (3) memotivasi karena apa yang dipelajari sangat berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa dan

(4)

Jawaban Tentamen Sains Terintegrasi 3

bermanfaat bagi dirinya, (4) menantang karena materi atau kasus yang dibelajarkan melalui aktivitas penemuan/investigasi dan berkisar pada Zone Proximal Development siswa, misalnya melalui pengintegrasian masalah terkait teknologi modern yang sedang berkembang atau mungkin teknologi tradisional yang sudah menjadi budaya di daerah siswa tetapi belum pernah dijelaskan secara ilmiah, (5) menyenangkan karena pembelajaran dilaksanakan bebas dari tekanan, kooperatif dan kolaboratif, bersifat kontekstual dan bermakna bagi diri siswa.

Demikian salah satu contoh pengintegrasian sains, teknologi, dan masyarakat dalam pembelajaran fisika agar pembelajaran menjadi I2M3. Sesungguhnya masih banyak lagi konsep-konsep dalam fisika atau cabang ilmu pengetahuan alam lainnya yang dapat dibelajarkan dengan mengintegrasikan sains, teknologi, masyarakat, dan juga lingkungan agar terwujud pembelajaran I2M3, karena pada dasarnya sebuah fenomena atau realitas alam dapat dikaji dari tidak hanya dari satu sudut padang cabang ilmu pengetahuan.

2. Terdapat empat pilar pendidikan yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sains di sekolah. Jelaskan keempat pilar tersebut dalam kaitannya dengan kurikulum sains yang berlaku saat ini dan bagaimana pula peran guru dalam pembelajaran. Jawaban:

Terdapat empat pilar pendidikan yang dicetuskan oleh UNESCO yaitu learning to know, learning to do, learning to be dan learning to live together.

Learning to know atau belajar untuk mengetahui, merupakan kegiatan

memperoleh, memperdalam, dan memanfaatkan pengetahuan. Kegiatan memperoleh pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara misalnya membaca, bertanya, mencari informasi sendiri, mendengarkan, berdiskusi, dan sebagainya. Learning to know menjadi salah satu pilar pendidikan karena pada dasarnya pengetahuan itu selalu berkembang setiap saat, sehingga belajar untuk mengetahui harus selalu dilakukan. Pilar pertama ini menyangkut tentang penguasaan yang dalam dan luas tentang bidang ilmu tertentu. Hal ini berarti bahwa pembelajaran sains di sekolah harus menekankan konten materi dari sains tersebut, meliputi di dalamnya produk-produk sains berupa fakta, konsep, prinsip, generalisasi, teori, dan hukum-hukum. Kurikulum pendidikan sains di Indonesia saat ini telah merencanakan learning to know ini dengan baik. Organisasi materi sains

(5)

Jawaban Tentamen Sains Terintegrasi 4

telah dilakukan secara terstruktur melalui perumusan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator yang baik. Terkait dengan hal tersebut telah terjadi perubahan peran guru dalam pembelajaran sains di sekolah. Guru tidak lagi menjadi sumber informasi tetapi menjadi kawan belajar bagi siswa. Guru tidak lagi menjadi penentu pengetahuan apa yang seharusnya dimiliki siswa, tetapi menjadi fasilitator dan mediator bagi siswa dalam mempelajari suatu pengetahuan tertentu.

Learning to do menekankan pada keterampilan-keterampilan yang harus

dimiliki oleh pebelajar. Learning to do atau belajar untuk melakukan berarti bahwa pebelajar belajar untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki, bekerjasama dalam tim, dan belajar memecahkan masalah dalam berbagai situasi. Pilar inilah yang masih terlihat goyah dalam kurikulum pendidikan sains di Indonesia saat ini. Pembelajaran sains biasanya lebih menekankan pada kemampuan kognitif pebelajar, sehingga keterampilan proses sains dan sikap ilmiah menjadi jarang dikembangkan serta dilatihkan. Guru dalam hal ini harus berperan banyak dalam mengorkestra pembelajaran di kelas sehingga kinerja ilmiah dan keterampilan siswa untuk melakukan sesuatu dengan baik (to do something well) dapat berkembang. Membelajarkan siswa melalui keterampilan proses sains tidak hanya dapat mengembangkan keterampilan melakukan sesuatu dan bersikap ilmiah, tetapi juga dapat mengembangkan pengetahuan dan kemampuan kognitif siswa.

Pilar pendidikan yang ketiga adalah learning to be, yaitu belajar untuk dapat mandiri, menjadi orang yang bertanggung jawab untuk mewujudkan tujuan bersama. Learning to be sangatlah penting karena kehidupan saat ini yang berkembang pesat dan sangat kompleks, akan menuntut pengembangan manusia seutuhnya dan manusia yang unggul. Manusia seutuhnya adalah manusia yang seluruh aspek kepribadiannya berkembang secara optimal dan seimbang, baik aspek intelektual, emosi, sosial, fisik, psikologis, maupun moral. Untuk mencapai hal tersebut individu dituntut banyak belajar mengembangkan seluruh aspek kepribadiannya. Bidang pendidikan khususnya pembelajaran sains diharapkan mampu mencapai tujuan ini. Dalam pembelajaran sains, guru diharapkan dapat mendesain proses pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap ilmiah siswa karena di dalam sikap ilmiah tersebut aspek intelektual, emosi, psikologis, maupun moral dilatihkan kepada pebelajar. Kegiatan pembelajaran sains harus menginspirasi

(6)

Jawaban Tentamen Sains Terintegrasi 5

dan mencerahkan diri pebelajar sehingga sedikit demi sedikit mampu mengenali jati dirinya (to be), bermoral kuat (being morally), serta menjadi individu utuh yang unggul (being excellence).

Learning to live together berarti belajar untuk hidup bersama. Berdasarkan pilar ini, kegiatan belajar harus diarahkan pada kemampuan memahami dan menghargai orang lain, menghargai budaya, sejarah, dan agama orang lain. Hal ini sangat penting karena dalam kehidupan global, kita tidak hanya berinteraksi dengan beraneka kelompok etnik, budaya, agama, daerah, ras, keahlian, dan profesi, tetapi juga hidup bersama dan bekerja sama dengan aneka kelompok tersebut. Agar mampu berinteraksi, berkomunikasi, bekerja sama, dan hidup bersama dengan baik dan hamonis, maka manusia dituntut belajar hidup bersama. Pendidikan merupakan jalan untuk memenuhi tuntutan itu dan kurikulum pendidikan di Indonesia baru mulai beranjak untuk membelajarkan kemampuan hidup bersama tersebut.

Peran guru sangat penting dalam mengorganisasi pembelajaran di kelas sehingga siswa-siswa dapat belajar membina hubungan baik dengan orang lain, toleransi, menghargai pendapat orang lain, memimpin diri dan orang lain, serta

being sociable (berusaha membina kehidupan bersama). Model-model pembelajaran

koperatif dapat dikembangkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di kelas untuk membelajarkan kemampuan hidup bersama ini. Guru berperan sebagai fasilitator dan mediator serta menjaga agar kegiatan belajar hidup bersama ini berjalan dengan baik. Dengan kata lain, benar adanya bahwa guru ibarat menyingkirkan ranting-ranting, sampah-sampah, kotoran-kotoran yang mengganggu aliran air sungai pembelajaran.

Demikianlah empat pilar pendidikan menurut UNESCO yang dijadikan pijakan dalam pelaksanaan pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kurikulum pendidikan sains di Indonesia saat ini sudah mulai beranjak dari kurikulum yang hanya mengembangkan aspek pengetahuan kognitif saja menuju kurikulum yang mengembangkan keempat aspek seperti yang disarankan melalui empat pilar pendidikan tersebut. Hal ini juga harus diikuti oleh perubahan peran guru dari penceramah, sumber informasi, dan penanggung jawab proses pembelajaran, menjadi kawan belajar, fasilitator, motivator, dan mediator proses pembelajaran yang student centered.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaan laboratorium Administrasi Perkantoran di Sekolah Menengah Kejuruan Batik Perbaik Purworejo,

BINA BANGSA SCHOOL BANDUNG SEKOLAH BINA GITA GEMILANG NATIONALHIGH JAKARTA SCHOOL SEKOLAH BINA TALENTA GRAHA BINA BANGSA SCHOOL PANTAI INDAH KAPUK (PRIMARY). SEKOLAH BINA TALENTA

Pada lahan konvensional, permeabilitas tanah menurun seiring dengan kedalaman tanah, dengan penurunan yang tajam terjadi pada lapisan tapak bajak, yakni sebesar 77,65%

Hasil penelitian ini yaitu strategi yang digunakan oleh BMT Muamalat adalah melakukan penyelamatan aset dengan melakukan tindakan secara administratif sesuai dengan

sendiri, yakni rendahnya pemilikan sumberdaya lahan dan asset lainnya, kualitas sumberdaya manusia (pendidikan formal) pada rumahtangga relatif rendah, akses terhadap sumber modal

Untuk kriteria berkembang sesuai harapan (BSH) mengalami peningkatan yaitu 42,86% pada pertemuan pertama, meningkat menjadi 52,39% pada pertemuan kedua, dan pada

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode expost facto dengan desain faktorial 2 x 2. Jumlah sampel ditentukan yaitu sebanyak 250 orang kepala desa

Dalam kimia kuantum, sistem digambarkan sebagai fungsi gelombang yang padap diperoleh dengan menyelesaikan pesamaan SchrÖdinger.Persamaan ini berkaitan dengan sistem dalam