• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Institute Special Economic Zone - Asia

Visi

Kajian dampak kawasan ekonomi khusus dalam pembangunan negara di asia.

Misi

Mencari solusi dan rekomendasi dalam kesejahteraan masyarakat di asia.

Program

1.

Kajian berbagai kebijakan kawasan ekonomi khusus di asia.

2.

Membuat profile kawasan ekonomi di asia.

3.

Mengkaji dampak ekonomi kawasan ekonomi di asia.

(2)

Pelaksanaan Program

1.

Kajian Berbagai Kebijakan Kawasan Ekonomi Khusus.

Bentuk Kawasan Catatan Landasan Hukum Definisi/Tujuan Jenis Fasilitas Pabean/Pajak Fasilitas Pabean dan Pajak

Kawasan Berikat (7 Lokasi). Sebaran lokasi berada di;

1. Kawasan Berikat Nusantara, Tanjung Priok, seluas 8 hektar di Jakarta Utara. 2. Kawasan Berikat di Cakung,

176, 7 Hektar di Jakarta Utara.

3. Kawasan Berikat di Marunda, 413,8 Hektar di Jakarta Utara. 4. Kawasan Berikat Tanjung Emas Semarang (TEPZ), seluas 100 hektar.

5. BSB EPZ, semarang.

Menurut Laporan Pusat Badan Pengkajian Kebijakan dan Iklim Usaha Industri Kemenperin, di Indonesia terdapat sekitar 1.350 KB. Jumlah itu tak termasuk Batam yang telah menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (free trade zone and free port/FTZ-FP). Dari 1.350 KB, 92% di antaranya berlokasi di tentang kepabeanan.

4. PP No.32/2009, tentang Tempat Penimbunan Berikat. (Berlaku) 5. UU No 17/2006, tentang perubahan

atas undang – undang nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan. (Berlaku)

6. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 44/2012 tentang Kawasan Berikat.

1. Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor.

2. Merupakan kawasan pabean, dibawah pengawasan DJ Bea Cukai. 3. Tempat penimbunan berikat, berupa;

a. Gudang berikat b. Kawasan berikat

c. Tempat penyelenggaraan pameran berikat

d. Toko bebas bea

e. Tempat lelang berikat, atau f. Kawasan daur ulang berikat.

1. PPN (Pajak Pertambahan Nilai). 2. PPN dan PPBM (Pajak Pertambahan

Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah).

Berdasarkan KMK sebagai berikut ;

1. KMK Nomor : 291/KMK.05/1997 Jo KMK-292/KMK.01/1998 Jo KMK-349/KMK.01/1999 Jo KMK-94/KMK.05/2000 Jo KMK-283/KMK.01/2000 Jo KMK-393/KMK.04/2001 Jo 37/KMK.04/2002

Fasilitas pabean dan pajak didalam dan atau antar tempat berikat diberikan fasilitas;

1. Impor barang modal, peralatan pabrik, dan peralatan perkantoran yang semata-mata dipakai oleh PKB termasuk PKB yang merangkap sebagai PDKB

2. Impor barang modal dan peralatan pabrik yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi PDKB yang semata-mata dipakai di PDKB.

3. Impor barang dan/atau bahan untuk diolah di PDKB.

4. Pemasukan BKP dari Daerah Pabean Indonesia Lainnya (DPIL) ke PDKB untuk diolah lebih lanjut.

5. Penyerahan barang hasil produksi PDKB kepada PDKB lainnya untuk diolah lebih lanjut atau dari PKP EPTE kepada PDKB. 6. Penyerahan jasa dalam rangka melakukan

pekerjaan sub kontrak kepada PDKB oleh perusahaan industri di DPIL, PKP EPTE, atau PDKB lainnya.

7. Peminjaman mesin dan/atau peralatan pabrik dalam rangka sub kontrak dari PDKB kepada perusahaan industri di DPIL, PKP EPTE, atau PDKB lainnya (lama maksimum 24 bulan). 8. Penyerahan BKP dari Kawasan Berikat

kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau penangguhan bea masuk, cukai, dan pajak dalam rangka impor.

9. Penyerahan barang hasil olahan produsen pengguna fasilitas Bapeksta di DPIL untuk diolah lebih lanjut oleh PDKB.

10. Pengeluaran mesin dan peralatan pabrik ke DPIL untuk direparasi (lama maksimum 12 bulan)

Permasalahan :

1. Penyalahgunaan fiskal, seperti PPN, PPnBM, BM

2. Menjual produk didalam negeri, tidak sesuai amanat UU/PP TPB.

Rekomendasi :

1. Pengawasan dan pengaturan dari lembaga pemerintah.

Kawasan Industri (86 Lokasi) 1. Undang – undang no 5 tahun 1984, tentang perindustrian.

2. PP No 24/2009, tentang kawasan industri.

Kawasan tempat pemusatan kegiatan Industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang

yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan

Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri

1. Insentif Fasilitas dari Gubernur/Bupati/Walikota, berupa ; 1. Insentif

2. Kemudahan memperoleh/pembebasan lahan Pelayanan terpadu.

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu – KAPET (13 Lokasi).

1. Keppres No. 10 Tahun 1996 jo

1. Keppres No. 89/1996 yang disempurnakan dengan

2. Keppres No. 9/1998, dan

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu merupakan wilayah geografis dengan batas-batas tertentu yang

1. PPh

2. Penyusutan dan amortisasi dipercepat.

(3)

Bentuk Kawasan Catatan Landasan Hukum Definisi/Tujuan Jenis Fasilitas Pabean/Pajak Fasilitas Pabean dan Pajak

Keppres 90 Tahun 1996 tentang Pembentukan KAPET Biak. 2. Keppres 11/1998 tentang

Pembentukan KAPET Batulicin. 3. Keppres 12/1998 tentang

Pembentukan KAPET Sasamba. 4. Keppres 13/1998 tentang

Pembentukan KAPET Sanggau. 5. Keppres 14/1998 tentang

Pembentukan KAPET Manado Bitung.

6. Keppres 15/1998 tentang Pembentukan KAPET Mbay. 7. Keppres 164/1998 tentang

Pembentukan KAPET Parepare. 8. Keppres 165/1998 tentang

Pembentukan KAPET Seram. 9. Keppres 166/1998 tentang

Pembentukan KAPET Bi

10. Keppres 167/1998 tentang Pembentukan KAPET Batui. 11. Keppres 168/1998 tentang

Pembentukan KAPET Bukari. 12. Keppres 170/1998 tentang

Pembentukan KAPET DAS Kakab. 13. Keppres 171/1998 tentang

Pembentukan KAPET Sabang

selanjutnya disempurnakan kembali dengan

3. Keppres No. 150/2000 yang menetapkan Ketua Badan Pengelola KAPET (BP KAPET) adalah Gubernur

4. PP No. 147 tahun 2000 tentang Perlakuan Perpajakan di kawasan KAPET

memenuhi persyaratan (i) memiliki potensi untuk cepat tumbuh; dan atau (ii) mempunyai sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya; dan atau (iii) memerlukan dana investasi yang besar bagi pengembangannya.

selama 6 (enam) tahun sejak tahun dimulainya produksi komersial, yaitu sebesar 5% (lima persen) setiap tahun dari jumlah realisasi penanaman modal baik dalam aktiva tetap yang dapat disusutkan maupun yang tidak dapat disusutkan.

2. Kompensasi kerugian fiskal mulai tahun berikutnya berturut-turut sampai dengan paling lama 10 tahun.

3. Pengenaan PPh atas dividen yang dibayarkan kepada Subyek Pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen) atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku.

Permasalahan :

1. Perubahan politik tatakenegaraan; perubahan rezim kepemerintahan.

2. Kelembagaan pengelola dan pelaksana : kurangnya komitmen dan konsistensi implementasi kebijakan KAPET, 3. Kurangnya dukungan kementerian dan SKPD terkait.

4. Kebijakan insentif fiskal dan non fiskal : tidak menariknya insentif fiskal yang diberikan pemerintah dalam upaya menarik investor,

5. Iklim investasi terkait perijinan belum transparan.

6. Terbatasnya aksessibilitas pendukung kelancaran pengembangan usaha di kawasan seperti kurangnya sarana prasarana/infrastruktur.

Rekomendasi :

1. Review kebijakan Keppres No 150/2000.

2. Hapus kebijakan keppres no 150/2000 atau temukan formulasi baru (injeksi) kebijakan yang ada.

FTZ – KP-PBPB (4 Lokasi) Yakni :

1. Batam, Rempang, Galang, Janda Berias

2. Sebagian wilayah Bintan 3. Sebagian wilayah Karimun 4. Sebagian wilayah Tanjungpinang

1. UU No 3/1970 9. Perpres No 30/2008 10. Keppres No 9/2008 11. Keppres No 10/2008 12. Keppres No 11/2008

13. Keputusan Menko Perekonomian Selaku Ketua Dewan Nasional KPBPB Nomor KEP-35/M.EKON/05/2008

14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009

15. Peraturan Menteri Perhubungan

1. suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. 2. Pelabuhan adalah pelabuhan laut dan

bandar udara.

3. PP No 2/2009, psl 2 dinayatakan Kawasan PBPB berada dibawah pengawasan DJ Bea Cukai.

Insentif ;

1. Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 2 Tahun 2009 Ttg Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawasan Atas Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai KPBPB.

2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 240/PMK.03/2009 Ttg Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.03/2009 Tentang Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, Serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai Dan/Atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat

(4)

Nomor KM 77 Tahun 2009 Pelimpahan Wewenang;

1. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 12/M-DAG/PER/3/2009 2. Peraturan Menteri Perindustrian

Nomor 72/M-IND/PER/7/2009 3. Peraturan Menteri Perindustrian

Nomor 18/M-IND/PER/2/2010 4. Peraturan Kepala BKPM Nomor 5

Tahun 2010

5. Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2010

6. Peraturan Kepala BKPM Nomor 15 Tahun 2009

Lain Dalam Daerah Pabean Dan Pemasukan Dan/Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Dan/Atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas

3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 241/PMK.04/2009 Ttg Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 46/PMK.04/2009 Tentang Pemberitahuan Pabean Dalam Rangka Pemasukan Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai KPBPB

4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.04/2009 Ttg Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2009 Ttg Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk Menjadi KPBPB

5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/PMK.04/2010 Ttg tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran kendaraan bermotor ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk Menjadi KPBPB.

Permasalahan :

1. Penyeludupan barang.

2. Tumpang tindih ijin prinsip/lokasi.

3. Tumpang tindih kawasan hutan lindung dengan permukiman. 4. Ketenagakerjaan.

5. Kenyamanan berinvestasi. 6. Pelayanan investasi.

7. HPL Pulau Rempang dan Galang yang belum selesai.

8. Tanjungsauh yang belum dimasukkan ke dalam Kawasan FTZ.

Rekomendasi :

1. Pelaksanaan kegiatan promosi.

2. Padu serasi RTRW Kota Batam dan RTR KSN BBK.

3. Komitmen stakeholder dalam menjaga kenyamanan investasi. 4. Penyelesaian status HPL pulau Rempang dan Galang.

5. Penyelesaian seluruh RTRW Batam, Bintan, Karimun, Tanjung Pinang. 6. Perluasan (Menyeluruh) kawasan PBPB Bintan, Karimun.

7. Pemasukan P. Tanjungsauh dalam kawasan PBPBP Batam.

Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) 65 Pengusul.

KEK Di setujui ;

1. PP 26/2012 KEK Sei Mankei 2. PP 29/2012 KEK Tanjung Lesung

KEK potensi (tahap evaluasi) : 1. Bitung,

2. Palu, 3. Mandalika,

4. Malau Trans Kalimantan Economic Zone (TKEZ), dan 5. Tanjung Api-Api.

Usulan (belum dikaji) :

1. Kawasan Industri Kuala Tanjung 2. Kawasan Industri Labuhan Angin 3. Kawasan Industri Dumai

4. Kawasan Wisata Pulau Rupat 5. KPBPB Batam

1. UU No. 39/2009. 2. Perpres No. 33/2010. 3. Kepres No. 8/2010.

4. PP 26 2012 KEK TanjungLesung 5. PP 29 2012 Sei Mangkei.

6. PP 43 2010 Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus.

7. PP 100 2012 Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus.

8. PP No 2/2011. 9. PP 100/2012.

10. Permenko Nomor 7/2011. 11. Permenko Nomor 8/2011.

KPBPB BBK, setelah/sebelum usai masa berlakunya dapat diusulkan menjadi KEK.

1. Kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomiandan memperoleh fasilitas tertentu. 2. Penyiapan kawasan yang memiliki

keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional.

3. KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona:

1. Pengolahan ekspor; 2. Logistik;

3. Industri;

4. Pengembangan teknologi; 5. Pariwisata;

1. Fasilitas dan kemudahan 1. Fasilitas PPh dan tambahan fasilitas sesuai zona

2. Pengurangan pajak bumi dan bangunan 3. Fasilitas impor barang berupa ;

a. Penangguhan bea masuk b. Pembebasan cukai

c. Tidak dipungut PPn dan atau PPnBM d. Tidak dipungut PPh impor

4. Kemudahan/keringanan berupa; a. Perijinan usaha.

(5)

Bentuk Kawasan Catatan Landasan Hukum Definisi/Tujuan Jenis Fasilitas Pabean/Pajak Fasilitas Pabean dan Pajak

6. KPBPB Bintan & Tanjungpinang 7. KPBPB Karimun

8. KI Marunda Jakarta 9. Kawasan Kedungsemar 10. Kawasan Banglor 11. Kota Tarakan

12. Kawasan Selayar di Sulsel

13. Pulau Kabeana, di Sulawesi Tenggara

14. Desa Ngadi Dullah Utara di Maluku

15. Biak, Papua

6. Energi; dan/atau 7. Ekonomi lain.

4. Cadangan lahan untuk UMKM dan Koperasi

5. Didalam KEK, dibentuk Dewan Pengupahan dan Lembaga Kerjasama Tripartit Khusus

6. Prasyarat Utama :

1. Memiliki infrastruktur dasar seperti pelabuhan, jalan, energi dan mendapat persetujuan dari daerah.

Permasalahan :

1. Syarat utama kawasan, yakni memiliki infrastruktur dasar.

2. Komitmen dan kemampuan pemerintah daerah dalam mendukung kawasan

3. Perubahan kebijakan/rezim pemerintahan, menjadi ketidaknyamanan bagi investor/pengusaha.

Rekomendasi :

1. Menjaga stabilitas/kenyamanan dalam berinvestasi terhadap investasi yang sudah ada. 2. Pemerintah pusat mendukung kawasan KEK secara penuh melalui insentif dan dukungan

infrastruktur yang kokoh.

Referensi

Dokumen terkait

• (6) Standar sumber belajar lainnya untuk setiap satuan pendidikan dinyatakan dalam rasio jumlah sumberbelajar terhadap peserta didik sesuai dengan jenis sumber belajar

Pendirian Pusat Penelitian (Puslit) CSR Lembaga Penelitian Universitas Jambi dimaksudkan untuk fasilitasi kepentingan dunia usaha (perusahaan) dan masyarakat sekitar

Undang-undang RI nomer 47 tahun (2008), pasal 9 ayat 1 tentang pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya program wajib belajar minimal pada jenjang

Oleh karena itu, perlu dibuat patty nabati yang dapat mengganti protein daging, yaitu patty dengan bahan baku tempe kedelai dan tepung kacang hijau serta

Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan negara Republik Indonesia, maka wawasan kebangsaan dapat juga sebagai suatu cara pandang mendasar dan komprehensif bagi bangsa

[r]

Hak ini adalah hak yang paling mutlak, dimana setiap warga negara wajib mendapat perlindungan apapun dalam bentuk apapun dari pemerintah agar seseorang tersebut

mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah;. Meminta keterangan dan bahan bukti dari