• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kitab Ar risalah dan Kelahiran Ushul Fiq

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kitab Ar risalah dan Kelahiran Ushul Fiq"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Sejarah Ushul Fiqh

KITAB AR-RISALAH DAN KELAHIRAN USHUL FIQH

Disusun oleh:

Maksalmina

25131840-2

Dosen Pembimbing:

Dr. Ridwan Nurdin, MCL

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY

DARUSSALAM-BANDA ACEH

(2)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ingin mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi nikmat pada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak

pembimbing dan seluruh pihak yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dan berbagai sumber yang telah penulis pakai. Penulis mengakui bahwa penulis adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah penulis selesaikan. Tidak semua hal dapat penulis deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.

Penulis melakukannya semaksimal mungkin sebatas kemampuan yang penulis miliki. Penulis memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, dan bersedia menerima kritik juga saran yang membangun dari pembaca yang budiman, sebagai batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah penulis di masa mendatang. Semoga makalah berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan dengan hasil yang lebih baik.

Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga dengan adanya materi dalam makalah ini dapat menambah wawasan kita semua.

Banda Aceh, 14 Juni 2014

Penulis

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... 2

DAFTAR ISI ... 3

BAB SATU : PENDAHULUAN... 4

A. Latar Belakang Masalah 4

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian 7

BAB DUA : PEMBAHASAN... 3

A. Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah 3

B. Isi Utama Kitab Ar-Risalah 12

C. Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul

Fiqh Saat Ini... 17

BAB TIGA : PENUTUP... 19

A. Kesimpulan 19

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagaimana ilmu keagamaan lain dalam Islam, ilmu ushul fiqh tumbuh dan berkembang dengan tetap berpijak pada Alquran dan sunnah, ushul fiqh tidak timbul dengan sendirinya, tetapi benih-benihnya sudah ada sejak zaman Rasulullah saw dan sahabat. Masalah utama yang menjadi bagian ushul fiqh, seperti ijtihad, qiyas, nasakh, dan takhsis sudah ada pada zaman Rasulullah saw dan sahabat. Pada masa Rasulullah saw, umat Islam tidak memerlukan kaidah-kaidah tertentu dalam memahami hukum-hukum syar’i, semua permasalahan dapat langsung merujuk kepada Rasulullah saw melalui penjelasan beliau mengenai alquran, atau melalui sunnah beliau.

Pada masa tabi’in cara mengistibath hukum semakin berkembang. Diantara mereka ada yang menempuh metode masalah atau metode qiyas di samping berpegang pula pada fatwa sahabat sebelumnya. Pada masa tabi’in inilah mulai tampak perbedaan-perbedaan mengenai hukum sebagai konsekuensi logis dari perbedaan metode yang digunakan oleh para ulama ketika itu.

Corak perbedaan pemahaman lebih jelas lagi pada masa sesudah tabi’in atau pada masa Al-a’immat Al-Mujtahidin. Sejalan dengan itu, kaidah-kaidah istinbath yang digunakan juga semakin jelas bentuknya. Abu Hanifah misalnya menempuh metode qiyas dan istihsan. Sementara imam Malik berpegang pada amalan mereka lebih dapat dipercaya dari pada hadis ahad.

Adapun setelahnya yaitu imam Syafi’i. Imam Syafi’i adalah imam yang ketiga menurut susunan tarikh kelahiran. Beliau adalah pendukung terhadap ilmu hadis dan pembantu dalam agama(mujtahid) dalam abad kedua hijriah.1 Masa hidup imam

Syafi’i ialah semasa pemerintah abbasyiah, masa ini adalah suatu asal permulaan

1 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i,

(5)

dalam perkembangan ilmu pengetahuan sebagaimana telah diketahui, pada masa ini juga penerjemah kitab mulai banyak. Ilmu filsafat juga dipindahkan, ilmu yang disusun dan berbagai paham telah timbul dalam masyarakat Islam. Kerajaan Islam mulai luas dan berdiri kota yang besar dan megah. Dibangun gedung-gedung besar sebagai gudang ilmu pengetahuan seperti di kota Baghdad, Kuffah, Busrah, Damsyik, Fusrat, Qartubah, Qairawan, dan lainnya.2

Nama lengkap Imam Syafi’i adalah Abu Abdillah Muhammad Idrisibn Abbas ibn Syafi’i ibn Said ibn ‘Ubaid bin Yazid ibn Hasyim ibn Abdi Al-Muthalib ibn Abd Al-Manaf ibn Qushay al-Quraisyiy. Ia dilahirkan di Ghazza sebelah selatan dari Palestina pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M). Menurut satu riwayat, pada tahun itu juga wafat Abu Hanifah. Imam Syafi’i meninggal di Mesir pada tahun 204 H (819 M).3 Kampung halamannya bukan Ghazza Palestina, melainkan di Mekkah (Hijaz).

Dahulunya ibu-bapak beliau datang ke Ghazza untuk suatu keperluan, dan tidak lama kemudian beliau lahir.4

Imam Syafi’i lahir pada malam meninggalnya Abu Hanifah.5 Ia mempunyai

dua prinsip yang dikenal dengan qaul qadim dan qaul jadid. Ia belajar kepada ulama-ulama besar yang ada pada zamannya. Ada dua karangan imam Syafi’i yang cukup terkenal yaitu kitab Al-Umm dan Ar-Risalah.6

Pada tahun 195 H imam Syafi’i kembali ke Baghdad setelah ia menguasai semua ilmu bidang fiqh. Oleh sebab itu, banyak ulama dan orang-orang pandai juga ahli fiqh datang menemuinya, dimasa itulah beliau mulai menyusun kitab Ar-Risalah

2 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan..., h. 141.

3 Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), h. 120.

4 Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV, (Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006), h.19.

5 Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan....., h. 141-142.

(6)

yang dimuatkan di dalamnya beberapa prinsip tentang ilmu ushul fiqh, 7karena kitab

inilah imam Syafi’i dianggap sebagai bapak ushul fiqh. Fakh al-din al-Razi berpendapat bahwa nisbah Syafi’i terhadap ushul fiqh seperti nisbah aristoteles terhadap ilmu mantiq, dan nisbah al-Khalil bin Ahmad terhadap ilmu urudh.8

Adapun sebab beliau menyusun kitab ini dikarenakan menerima tuntutan dari penguasa pada masa itu, yaitu Abdurrahman bin Al-Mahdi. Khalifah ini sangat takjub dengan kitab Ar-Risalah, ia berkata “Aku tidak menyangka bahwa Allah telah menjadikan orang lain sepertinya (sangat alim)”.

Imam Syafi’i mengulangi penyusunan kitab Ar-Risalah ketika beliau mengembara ke Negeri Mesir, pada tahun 199 H, adapaun yang mengatakan pada tahun 200 H. Imam An-Nawawi membenarkan kedua pendapat tersebut serta beliau menyatukan antara keduanya dengan kata, bahwa beliau mengembara pada akhir tahun 199 H yang berarti permulaan tahun 200 H.9

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, penulis akan membahas bebeapa hal yang menyangkut dengan kitab Ar-Risalah, yaitu:

1. Bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah? 2. Bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?

3. Bagaimana perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat ini?

7 Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Aqidah,

Politik, dan Fiqh, (Jakarta: Lentera, 2005), h. 256.

8

Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 44.

9

(7)

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari pembahasan ini yaitu:

1. Untuk menjelaskan bagaimana keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah?

2. Untuk menjelaskan bagaimana isi pokok kitab Ar-Risalah?

(8)

BAB DUA PEMBAHASAN

A. Keadaan Ushul Fiqh sebelum Adanya Kitab Ar-risalah

Ushul fiqh merupakan suatu ilmu yang berisikan tentang kaidah-kaidah yang menjelaskan mengenai cara-cara mengistinbathkan hukum dari dalil-dalinya. Melalui ushul fiqhlah para mujtahid mampu mengistinbathkan hukum dari sumber aslinya, yaitu alquran dan sunnah secara benar. Secara praktis ilmu ushul fiqh lahir bersamaan dengan ilmu fiqh, meskipun penyusunan ilmu fiqh lebih duluan lahir daripada ushul fiqh. Fiqh lahir sejak masa sahabat setelah Rasulullah saw wafat, sejak saat itu ushul fiqh sudah mulai digunakan sahabat dalam mengistinbathkan hukum dan melahirkan hukum. Pada masa itu ilmu ini belum dinamakan ilmu ushul fiqh.10 Pada masa awal

ushul fiqh belum ditadwinkan, hanya dijadikan sebagai metode untuk mengistinbatkan hukum yang ada dalam alquran dan sunnah secara pemahaman saja.

Salah satu sahabat yang mulai menggunakan ushul fiqh yaitu Umar mengenai harta ghanimah.11 Pada masa tabi’in ushul fiqh semakin berkembang dan sudah mulai

digunakan dalam banyak kesempatan, sehingga akhirnya pada masa imam Syafi’i mulai dibukukan atas permintaan seorang raja yang berkuasa pada masa. Di samping itu ada beberapa sebab lain dibukukan ushul fiqh, antara lain adalah:

1. Adanya perdebatan sengit antara madrasah Irak dan madrasah Hijaz.

2. Mulai melemahnya kemampuan bahasa Arab di sebagian umat Islam akibat interaksi dengan bangsa lain terutama Persia.

3. Munculnya banyak persoalan yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memerlukan kejelasan hukum, sehingga kebutuhan akan ijtihad semakin mendesak.12

10 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Zikrul Media Intelektual, 2004), h. 4.

11

Amir Syarifuddin, Ushul..., h. 12.

(9)

Kitab ini ditulis dua kali oleh imam Syafi’i, yang pertama ditulis sebelum beliau dating ke Mesir dan terkenal dengan sebutan ar-Risalah al-Qadimah (kitab risalah lama). Yang kedua, ditulis di Mesir dan dinamakan dengan ar-Risalah al-Jadidah (kitab risalah baru). 13

Istilah qaul qadim dan qaul jadid ini muncul setelah era kehidupan intelektual imam Syafi’i di Mesir, bagian akhir dalam perjalanan hidupnya, tepatnya setelah peluncuran salah satu karya monumentalnya yang berjudul Al-Umm.

Perkembangan fiqh Imam Syafi’i sesungguhnya dapat dipetakan dalam empat fase penting. Pertama, fase persiapan dan pembentukan. Kedua, fase peluncuran dan pengenalan Madzhab qaul qadim. Ketiga, fase penyempurnaan dan pengukuhan Madzhab qaul jadid. Keempat, fase verifikasi dan otentifikasi. Kesemuanya ini berlangsung selama 25 tahun, tepatnya sejak wafatnya imam Malik, salah seorang guru imam Syafi’i, hingga akhir hayat sang imam ini. Khusus fase ke-4, berlangsung sesudah masa hidupnya, yakni masa kibar at-talamidz (para murid utama).

Sebagai kata, qaul artinya ucapan, perkataan, atau pendapat. Qadim artinya yang lama, atau yang lalu. Sedangkan jadid lawan kata qadim, artinya yang baru, atau yang terkini. Sebagai istilah, qaul qadim adalah buah-buah pemikiran Imam Syafi’i yang disampaikannya dan dibukukannya sejak kunjungannya ke Baghdad yang kedua pada tahun 195 H/811 M, sampai kedatangannya ke Mesir tahun 199 H/815 M.

Pembukuan pemikirannya di era Baghdad ini terlihat pada sejumlah karyanya, seperti kitab Al-Hujjah dan Ar-Risalah. Kitab Ar-Risalah disusun di Baghdad atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Makkah, yang mengusulkan kepada imam Syafi’i untuk menulis sebuah kitab yang menerangkan al-quran, ijma’, nasikh (penghapusan/pembatalan hukum syara’), mansukh (nash/hukum yang dibatalkan), dan hadits. Itulah sebabnya ia dinamakan Ar-Risalah, yang artinya sepucuk surat. Lantaran, sesudah selesainya didiktekan kepada murid-muridnya, kitab ini dikirim seperti mengirim surat kepada Abdurrahman bin Mahdi di Makkah.

(10)

Kedatangannya ke Baghdad yang kali kedua ini bukan sebagai pelajar atau perantau, melainkan sebagai imam mujtahid yang membawa madzhab fiqh baru yang belum pernah diajarkan ulama sebelumnya.

Karakteristik qaul qadim adalah pemaparan pandangan atau fatwa Imam Syafi’i yang mengikuti alur corak pemikiran yang berkembang di Baghdad, yang terkenal rasional. Di Baghdad, ia menuai ujian ilmiah yang memberi dampak sangat besar sebagai proses asimilasi dan adaptasi keilmuan, yang menghasilkan fatwa-fatwa yang disebut qaul qadim ini. Perdebatan ilmiahnya berlangsung dengan Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani, murid utama Imam Nu’man bin Tsabit Al-Hanafi. Hal ini mempertajam pemikiran-pemikirannya, yang kemudian disambut dengan antusias oleh ulama-ulama Baghdad. Akibatnya, banyak ulama yang meninggalkan madzhab lamanya, dan beralih mengikuti madzhab Syafi’i, seperti Imam Abu Tsaur, Imam Ahmad bin Hanbal, Az-Za’farani, Al-Karabisi.14

Ibrahim Al-Harbi, salah seorang pengikut Syafi’i di Baghdad, berkata, “Tatkala Syafi’i datang ke Baghdad, di Masjid Jami’ Al-Gharbi terdapat 20 forum pengajian (halaqah) fiqh rasional. Tetapi ketika hari Jum’at Asy-Syafi’i menyam-paikan pengajian fiqhnya, forum-forum tersebut menghilang dan hanya tersisa tiga atau empat forum.”

Sedangkan qaul jadid, pendapat baru yang termaktub dalam karya-karya baru Imam Syafi’i, terkemukakan selama sisa hidup Syafi’i, yaitu sejak kedatangannya ke Mesir tahun 199 H/815 M sampai dengan akhir hayatnya pada tahun 204 H/819M. Pandangan-pandangannya termaktub dalam karyanya yang berjudul Al-Umm.15

Fase bagi kelahiran pandangan-pandangan baru imam Syafi’i ini terhitung cukup singkat, yakni empat sampai lima tahun saja. Namun fase ini termasuk fase yang teramat penting sepanjang sejarah hidup dan perkembangan fiqhnya. Bahkan fase ini dianggap sebagai masa keberhasilan, kematangan, kegemilangan, dan produktivitas yang tinggi, ditandai dengan semakin berkembangnya ilmu, produk

14 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 634.

(11)

hukum, dan penggalian hukum menurut Syafi’i. Juga diwarnai dengan banyaknya karya dan buku-buku imam Syafi’i yang membuat nama besarnya menjadi lebih harum lagi.

Di antara karya-karyanya yang memuat pandangan-pandangan barunya ini ialah kitab Ar-Risalah al-Jadidah, Al-Amali, Al-Qiyas, Ibthal al-Istihsan, Al-Musnad. Al-Qadhi Al-Marwazi, salah seorang murid Imam Syafi’i, berkata, “Imam Syafi’i, guru kami, telah mengarang 113 kitab dalam ilmu ushul, tafsir, fiqh, hadis, dan sebagainya.” Fase ini merupakan penyempurnaan bagi pandangan yang telah ada sebelumnya. madzhab fiqh imam Syafi’i ini disebut sebagai madzhab fiqh yang prag-matis dan dinamis.

Perbandingan Dua Qaul

Penyebutan qaul qadim dan qaul jadid adalah berdasarkan periode saja, karena sebenarnya Madzhab Syafi’i itu hanya satu, bukan dua. Madzhab ini berkem-bang secara alamiah sesuai dengan hukum kausalitas (sebab-akibat). Perlu ditegaskan, pendapat lama dan pendapat baru fiqh Syafi’i memiliki jumlah yang sangat banyak, karena berkaitan dengan masalah furu’iyah (cabang agama), yang umumnya disandarkan pada hasil ijtihad. Sementara ijtihad sendiri bersifat kon-disional, tidak konstan.

Para ulama masih berbeda pendapat mengenai jumlah masalah yang dime-nangkan qaul qadim terhadap qaul jadid. Intinya, pendapat qaul qadim lebih unggul jumlahnya daripada qaul jadid, sehingga pendapat qaul qadim lebih layak untuk difatwakan. Imam An-Nawawi menjelaskan, “Sejumlah pemuka Madzhab Syafi’i mengecualikan 20 masalah, dan mereka berfatwa dengan qaul qadim. Mengenai jumlah tepatnya, masih diperdebatkan.”16

Pendapat Imam Syafi’i dalam versi qaul jadid bukan berarti menganulir (me-nasakh) pendapat qaul qadim. Pendapat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide dan perkembangan pemikiran yang sesuai dengan hukum sababiyah (kausalitas)

(12)

dalam pembentukan suatu madzhab. Karena pada saat Imam Syafi’i datang dan tinggal di Mesir, ia baru menemukan dalil-dalil fiqh yang sebelumnya tidak terpikirkan olehnya dan baru ditemuinya di Mesir. Hal inilah yang mendorongnya melakukan revisi dan perbaikan terhadap pendapat-pendapat lamanya.

Alhasil, apa yang dituangkan Imam Syafi’i dalam pendapat dan pemikirannya itu sesuai dengan semangat yang dipegangnya, “Al-Muhafazhah ‘alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah”, menjaga otentisitas pandangan lama yang baik seraya mengambil pandangan baru yang lebih baik.17

B. Isi Utama Kitab Ar-Risalah

Imam Syafi’i merupakan individu yang pertama memiliki gagasan dan idea cemerlang berkenaan kaidah penggalian hukum-hukum Islam, yang disusun dengan begitu sistematik ke dalam sebuah karyanya yang diberi judul “Al-Risalah”. Sebuah kitab bidang ushul fiqh, dianggap sebagai kitab yang pertama disusun dalam bidangnya. Usaha pembukuan ini bertepatan dengan pesatnya perkembangan ilmu-ilmu pengetahuan dalam dunia Islam, berlangsung di masa khalifah Harun Ar-Rasyid (145-193 H), dan puncaknya adalah pada masa khalifah Al-Ma’mun (170-218H).18

Dengan lahirnya kitab ini, fase awal perkembangan ilmu ushul fiqh pun bermula. Kitab ini menjadi suatu rujukan utama ushul fiqh pada masa-masa seterusnya. Kitab Ar-Risalah juga merangkum gambaran metodologi imam Syafi’i dalam mencari, menyusun dan mengubah hukum-hukum Islam secara sistematik. Kitab ini sangat cocok dan baik digunakan sebagai rujukan utama bagi pelajar, mahasiswa, peneliti, juga digunakan oleh ulama-ulama yang ada pada masa itu.

Imam Abu Sa’id, Abdul Rahman bin Mahdi (135-198H) berkata tentang kitab Ar-Risalah “Ketika aku melihat kitab Ar-Risalah karya Syafi’i, aku tercengang

17 Ahmad Nahrawi Abdul Salam al-Indunisi, Ensiklopedi….., h. 635.

(13)

karena aku sedang melihat susunan bahasa seorang yang bijak, fasih lagi penuh dengan nasihat sehingga aku memperbanyakkan doa untuknya”.19

Imam Abu Ibrahim, Ismail bin Yahya bin Ismail al-Mishri al-Muzani (246 H), yaitu murid imam Syafi’i berkata: “Saya telah membaca kitab Ar-Risalah karya Syafi’i sebanyak 50 kali, setiap kali membacanya saya selalu mendapat faedah yang berbeda-beda”.

Menurut imam Ahmad bin Hanbal “Kalau bukan karena Syafi’i saya tidak akan mengetahui fiqh hadis”. Demikianlah para sahabat sekaligus murid imam Syafi’i menuturkan kekagumannya terhadap kitab Ar-Risalah, kitab pertama yang ditulis imam Syafi’i. Imam Badruddin Al-Zarkasyi dalam kitab Al-Bahr Muhith fi al-Ushul menyatakan:20

“Syafi’i adalah ulama pertama yang menyusun buku tentang ushul fiqh. Bagi ushul fiqh ini, beliau menulis kitab Ar-Risalah, Ahkam alquran, Ikhtilaf al-Hadis, Ibthal al-Istihsan, Jama’ al-‘Ilm dan al-Qiyas. Melalui berbagai pembahagian bab-bab pembahasan dalam kitab ini, beliau telah menjelaskan seluk-beluk penghujahan dengan hadis ahad, membentangkan syarat-syarat kesahihan hadis, keadilan para perawi hadis, penolakan khabar mursal dan munqathi, serta perkara-perkara lain yang boleh diketahui dengan menyimak isi kandungannya.21

Kitab Ar-Risalah ini merupakan kitab perdana di bidang ushul fiqh, bahkan dapat dikatakan kitab perdana dibidang ushul hadis. Imam Fakhrurrazi menyebutkan “sebelum imam Syafi’i para ulama telah membicarakan masalah-masalah ushul fiqh, mengajukan dalil dan kritik, tetapi mereka tidak memiliki aturan universal yang menjadi rujukan dalam mengetahui dalil-dalil syariat, serta kaedah perbandingan dan tarjihnya. Syafi’i kemudian menemui ushul fiqh dan meletakkan sebuah aturan

(14)

universal yang menjadi rujukan bagi umat untuk mengentahui berbagai tingkatan dalil syariat. Dengan demikian, kedudukan Syafi’i terhadap ilmu syari’at sama seperti kedudukan Aristoteles terhadap ilmu akal.”22

Dahulu, kitab ini tidak bernama Ar-Risalah. Ahmad Muhammad bin Syakir, penyunting kitab Ar-Risalah dalam pengantarnya mengungkapkan bahwa Imam Syafi’i tidak menamakan kitabnya Ar-Risalah, melainkan dengan nama Al-Kitab. Berkali-kali dalam karyanya, Syafi’i menyebut-nyebut kata Al-Kitab, apakah itu kata kitabi, atau kitabuna. Demikian juga dalam kitab Al-Umm, Syafi’i selalu menisbahkan karya pertamanya itu dengan kata Al-Kitab.23

Menurutnya, sebab Imam Syafi’i menamakan kitabnya dengan Ar-Risalah karena surat menyurat dengan Abdurrahman bin Mahdi. Saat itu, Syafi’i menulis Ar-Risalah atas permintaan Abdurrahman bin Mahdi di Mekah. Abdurrahman meminta Imam Syafi’i untuk menuliskan suatu kitab yang mencakup ilmu tentang Alqur’an, hal ihwal yang ada dalam alquran dan disertai juga dengan hadis Nabi.

Kitab ini setelah dikarang, disalin oleh murid-muridnya dan dikirim ke Mekah. Itulah sebabnya kitab itu dinamai kitab Ar-Risalah. Kitab ini di tulis di Baghdad selama kunjungan kedua Imam Syafii di kota itu dan kemudian diperbaiki ketika pindah ke Mesir pada tahun 814 M. setelah itu, Ar-Risalah kemudian melambungkan namanya sebagai intelektual muslim yang pertama kali meletakkan azas-azas ilmu Ushul Fiqh.24

Dalam muqaddimah kitab ini, imam Syafi’i menulis muqaddimah yang sangat bernilai, yang menunjukkan manhaj dan aqidah beliau. Imam Syafi’i berkata:

“Segenap puji hanya milik Allah swt yang telah menciptakan langit dan bumi, serta telah menciptakan kegelapan dan cahaya. Kemudian orang-orang yang kafir kepada Rabbnya, mereka melakukan penyimpangan (berpaling). Segala puji hanya bagi Allah, yang untuk mensyukuri salah satu nikmat-Nya tidak akan terwujud,

22 Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum..., h. 45.

23 Imam Syafi’i, Al-Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), h. 253.

(15)

kecuali kesyukuran itu merupakan sebuah nikmat dari-Nya. Menunaikan nikmat-nikmat-Nya yang telah lalu akan memunculkan nikmat baru yang juga menunutut rasa syukur kepada-Nya.25

Orang-orang yang menyifati-Nya tidak akan mencapai hakikat keagungan-Nya. Hakikat keagungan-Nya itu sesuai dengan yang disifati-Nya sendiri dan melebihi apa yang disifati oleh hamba-Nya. Aku memuji Allah dengan pujian yang sesuai dengan kemuliaan wajah-Nya dan keagungan-Nya. Aku memohon pertolongan kepada Allah swt dengan permohonan pertolongan orang yang tidak mempunyai daya dan kekuatan, kecuali dengan bantuan-Nya. Aku memohon kepada Allah swt hidaya/ petunjuk yang barang siapa mendapatkannya, ia tidak akan sesat.

Aku memohon maghfirah dan ampunan-Nyaatas apa yang telah dan akan perbuat dengan permohonan ampun orang yang mengakui penghambaan kepada-Nya. Orang yang mengetahui bahwa tidak ada yang memberi ampunan terhadap dosa dan tidak ada yang dapat menyelamatkan seseorang darinya, kecuali Dia. Aku bersaksi bahwa tidak ada Illah, kecuali Allah. Tunggal tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya”.

Dalam kitab inilah, metode pembentukan hukum genius menurut Syafi’i diketahui. Ia menggunakan empat dasar dalam mengistinbathkan suatu hukum yaitu: alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas. Syafi’i berkata: “Tidak boleh bagi seseorang mengatakan suatu masalah dengan kata ini halal dan ini haram kecuali sudah memiliki pengetahuan tentang hal itu. Pengetahuan tersebut adalah alquran, sunnah, ijma’ dan qiyas”.

Imam Syafi’i dalam karya yang didiktekan langsung kepada muridnya, Al-Rabi’ bin Sulaiman, telah menyamakan ijtihad dengan qiyas. Ia menyimpulkan bahwa ijtihad adalah qiyas. Pada saat yang lain, beliau menolak dengan tegas metode istihsan. Sebuah metode pemikiran yang dianggap hanya berdasarkan pemikiran

(16)

bebas manusia atas dasar kepentingan dan perilaku individual. Kata Syafi’i: “Istihsan adalah pengambilan hukum yang selalu menuruti kesenangan semata”.26

Imam Syafi’i memang telah meninggalkan jejak pemikirang yang sangat luar biasa. Buktinya syarat-syarat ijtihad yang dirumuskannya dalam Ar-Risalah sampai saat ini terus dipakai pakar-pakar hukum Islam. Siapapun yang ingin berijtihad harus memenuhi syarat-syarat ini. Diantaranya: wajib mengetahui bahasa Arab, materi hukum alquran, bahasa yang bersifat umum dan khusus, dan mengetahui teori nasakh. Kemudian seorang ahli fiqh, menurut imam Syafi’i, harus menggunakan hadis dalam menafsirkan ayat-ayat alquran yang jelas dan tegas. Ketika ia tidak menemukan dalam hadis, maka ia harus mengetahui ijma yang menungkin menginformasikan masalah-masalah yang ada. Terakhir, jelas imam Syafi’i, seorang ahli fiqh harus dewasa, sehat, dan mampu sepenuhnya menggunakan kemampuan intelektualnya untuk menyelesaikan masalah.27

Kriteria ini, kemudian hari menuai puji dan kritikan. Banyak para pemikir setelah imam Syafi’i yang menganggap persyaratan ini terlalu ketat, sehingga ramai ulama yang takut memasuki wilayah ijtihad. Hal ini dikarenakan kemunduran ilmu fiqh sekitar abad ke-4 H hingga akhir abad ke-13 H. Ketika itu terkenal dengan periode “taqlid” atau periode tertutupnya pintu ijtihad. Pengaruh tersebut begitu dahsyat sampai sekarang ini.28

Melalui kitab ini, imam Syafi’i terkenal sebagai pemikir yang moderat. Tidak berpihak kepada salah satu kecenderungan besar sebuah pemikiran, apakah itu ahli hadis (para pemikir muslim yang mengutamakan hadis) ataupun ahli ra’yu (para pemikir muslim yang mengutamakan akal). Tidak aneh apabila para intelektual modern sepakat bahwa imam Syafi’i sangat berjasa sebagai penggagas lmu ushul fiqh, Ar-Risalah Syafi’i tidak hanya dianggap sebagai karya pertama yang membahas

26 Imam Syafi’i, Ar-Risalah, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002), h. 406-507.

27 Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah..., h. 30.

(17)

materi tersebut. Sebagai model bagi ahli-ahli fiqh dan para teoritis yang datang kemudian guna mengikutinya. Pada akhirnya imam Syafi’i menutup karyanya ini dengan bab ikhtilaf. Bab ini menunjukkan bahwa imam Syafi’i mencintai perbedaan dan menghargai pendapat orang lain.29

C. Perbandingan Isi Kitab Ar-Risalah dengan Kitab Ushul Fiqh Saat Ini

Kitab-kitab ushul fiqh ialah kitab-kitab yang membahas berbagai teori yang digunakan ulama ushul fiqh dalam mengistinbathkan (mengambil kesimpulan) hukum dari nash (alquran atau sunnah), baik melalui pendekatan kebahasan maupun melalui tujuan syar’i (Allah swt dan Rasul-Nya) dalam menetapkan hukum yang dikandung nash.30

Berbagai kaidah dalam mengistinbathkan hukum Islam yang menjadi objek ushul fiqh telah muncul sejak zaman Rasulullah saw telah wafat dan persoalan hukum semakin sempurna, sejalan dengan meluasnya wilayah Islam. Penggunaan ijtihad mulai berkembang ketika para sahabat tidak menemukan nash khusus yang menjelaskan hukum suatu kasus yang sedang mereka hadapi. Para sahabat dan tabi’in berupaya melakukan ijtihad melalui pendekatan kebahasaan dan melalui penelitian terhadap tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.

Ushul fiqh sebagai disiplin ilmu mulai dibukukan pad abad ke-2 H. Kitab ushul fiqh pertama adalah Ar-Risalah yang disusun oleh imam Syafi’i. Setelah itu bermunculan kitab-kitab ushul fiqh, baik berupa syarah (penjelasan) terhadap kitab ushul fiqh imam Syafi’i tersebut, maupun dalam bentuk tersendiri. Permasalahan yang dibahas dalam kitab ushul fiqh ar-Risalah meliputi:

1. Bayan 2. Kitabullah

3. Otoritas Nabi saw 4. Nasikh dan Mansukh

29 Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah..., h. 34.

(18)

5. Kewajiban-kewajiban (faraidh) 6. Alasan-alasan dalam hadis

7. Sifat larangan Allah dan Rasul-Nya 8. Hadis ahad

9. Ijmak 10. Qiyas 11. Ijtihad 12. Istihsan

13.Perbedaan pendapat.31

Adapun permasalahan yang dibahas dalam kitab ushul fiqh kontemporer meliputi:

1. Pengertian, ruang lingkup, dan tujuan ushul fiqh

2. Lafal-lafal yang digunakan syar’i dalam alquran dan sunnah, seperti lafal hakikat, majas, umum, khusus, mutlak, muqayyad (terbatas), mujmal (samar), mufassar (yang ditafsirkan), muhkam (yang pasti), mutasyabih, dan takwi. 3. Masalah ijtihad, taklid, dan talfiq

4. Metode yang digunakan dalam berijtihad, seperti qiyas, istihsan, istislah, istishab, dan saddaz-zari’ah

5. Cara yang ditempuh untuk menyelesaikan dalil-dalil yang bertentangan

6. Ada juga kajian ushul fiqh yang menambahkan uraian tentang makna huruf (ma’ani al-huruf) seperti ‘ala, fi, man, min, qabl,kaif, la, laisa, kam, hal, la siyyama, dan iza dalam kaitannya dengan penetapan hukum.32

BAB TIGA PENUTUP A. Kesimpulan

Imam Syafi’i merupakan salah satu imam mazhab fiqh yang besar dan dikenal oleh penjuru dunia Timur dan Barat. Selain ahli dalam ilmu fiqh, beliau juga dikenal

31 Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah....., h. 1.

(19)

dalam ilmu ushul fiqh, sebagaimana yang beliau tuangkan dalamkitab Ar-Risalah. Merupakan kitab ushul fiqh pertama yang dibukukan di dunia Islam. Dalam makalah ini penulis membahas mengenai Ar-Risalah, secara ringkas penulis membahas mengenai beberapa hal yang berkaitan sebagai berikut:

1. Keadaan ushul fiqh sebelum adanya kitab Ar-Risalah sudah mulai dikenal bahkan ulama-ulama pada masa itu sudah menggunakan ushul fiqh sebagai dasar dalam menetapkan sebuah hukum. Meskipun belum ada sebuah pedoman berupa kitab, namun jika ada permasalah mereka sudah merujuknya. Seperti pada masa Rasulullah, jika ada permasalahan mereka langsung menanyakannya kepada Rasulullah, begitu juga pada masa sahabat.

2. Adapun isi pokok kitab Ar-Risalah adalah khusus membahas masalah ushul fiqh. Dalam kitab ini sang imam membahas secara jelas cara-cara beristinbath, mengambil hukum-hukum dari alquran dan sunnah, juga cara-cara orang beristidlal dari ijjma’ dan qiyas.

3. Mengenai perbandingan isi kitab Ar-Risalah dengan kitab ushul fiqh saat ini jelas tampak berbeda, pertama karena perbedaan zaman juga perbedaan penulisnya. Kitab Ar-Risalah merupakan kitab ushul fiqh yang mebahas mengenai masalah ushul seperti bayan, kitabullah, otoritas nabi saw, nasikh dan mansukh, kewajiban-kewajiban (faraidh), alasan-alasan dalam hadis, sifat larangan allah dan rasul-nya, hadis ahad, ijmak, qiyas, ijtihad, istihsan juga perbedaan pendapat. Dalam kitab ushul fiqh saat ini pada dasarnya juga membahas tentang ini, namun ditambahkan beberapa pembahasan, seperti: lafal-lafal yang digunakan syar’i dalam alquran dan sunnah, seperti lafal hakikat, majas, umum, khusus, mutlak, muqayyad (terbatas), mujmal (samar), mufassar (yang ditafsirkan), muhkam (yang pasti), mutasyabih, dan takwi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Asy-Syurbasi, Sejarah dan Biografi 4 Imam Mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Cet. V, Jakarta: Amzah, 2008.

(20)

Huzaemah Tahido Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, Cet. I, Jakarta: Logos, 1997.

Imam Syafi’i, Ar-Risalah, Jakarta: Pustaka Azzam, 2002.

Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qawl Qadim dan Qawl Jadid, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

Jalaluddin, Al-Mahalli min Hajith Thalibin, Juz. I, Semarang: Toha Putra, t.th.

Moenawar Chalil, Biography Empat Serangkai Imam Mazhab, Jakarta: N.V Bulan Bintang, 1965.

Muhammad Abu Zahrah, Imam Syafi’i Biografi dan Pemikirannya dalam Masalah Aqidah, Politik, dan Fiqh, Jakarta: Lentera, 2005.

Muhammad Yusuf, dkk, Fiqh & Ushul Fiqh, Yogyakarta: Pokja Akademik, 2005.

Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Cet. XV, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2006.

Syaikh Muhammad Syakir, Ar-Risalah Karya Imam Syafi’i, Jakarta: Pustaka Azzam, 2008.

Situs Web:

Referensi

Dokumen terkait

116 Lásd: OLÁH Róbert, Miskolci Csulyak István és Tofeus Mihály református lelkészek könyves műveltsége, doktori (PhD) értekezés, Debrecen, Debreceni

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Interleukin-10 dengan derajat keparahan klinis pada DBD di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Sanglah

menyelesaikan skripsi yang berjudul, “ Analisis Serapan Hara Makro Beberapa Varietas Padi Sawah ( Oryza sativa L) di Bawah Tegakan Kelapa Sawit Umur 16 dan 20 Tahun.”..

Emplasemen adalah bagian dari struktur jalan kereta api dan juga merupakan salah satu fasilitas jalan kereta api yang berada dalam satu jalur yang akan

Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa peningkatan konsentrasi logam berat Pb sebesar 3,63 mg/l yang dipaparkan pada Daphnia sp.dewasa kelamin berbanding lurus dengan

Module Handbook: Clinical Decision Support System - 9 rules - Course objectives - Assessment system, textbooks / library resources • Problem solving •

Dari penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, diketahui bahwa Masjid Al Irsyad merupakan seb uah ban gunan modern di Indonesia dengan desain bangunan yang unik

Data itu menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terkait pemahaman teks berbahasa arab bagi mahasiswa kelas B Program Studi Pendidikan Agama Islam