MAKALAH KEWARGANEGARAAN RULE OF LAW & HAM
Dosen pembimbing : Drs. Anwar Aulia M.Pd
Disusun Oleh :
Ilmi dina Prianti P27903117070 Kelas IB
Teknologi Laboratorium Medik
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Rule Of Law & HAM”.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang Rule Of
Law dan HAM. Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap
makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya
sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak,
begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif
sangat saya harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah
pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Tangerang, 23 Maret 2018
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR ... 2
DAFTAR ISI ... 3
BAB I ... 4
PENDAHULUAN ... 4
1.1 Latar Belakang ... 4
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan ... 5
1.4 Manfaat ... 5
BAB II ... 6
PEMBAHASAN ... 6
2.1 Rule Of Law ... 6
2.2 Prinsip – Prinsip Rule Of Law ... 6
2.3 Pengertian HAM ( Hak Asasi Manusia) ... 7
2.4 Sejarah HAM ... 8
3.5 Pengelompokan HAM ... 10
2.6 HAM di Indonesia ... 10
BAB III ... 16
PENUTUP ... 16
3.1 Kesimpulan ... 16
3.2 Saran ... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pasal 1 ayat (3) Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 menegaskan bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas negara hukum (the rule of law). Pakar ilmu sosial, Franz-Magnis Suseno (1990), melihat bahwa perlindungan HAM adalah salah satu elemen dari the rule of law, selain hukum yang adil. Kita bisa melacak akar prinsip the rule of law dari putusan-putusan pengadilan internasional seperti Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM) Eropa dan Komite HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), untuk mengetahui pembahasan antara the rule of law dan Hak Asasi Manusia. Pembukaan UUD 1945 menyatakan terbentuknya Negara adalah untuk “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Dinyatakan bahwa untuk itu, UUD 1945 harus mengandung ketentuan yang “mewajibkan Pemerintah dan penyelenggara Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.” UUD 1945 selanjutnya menegaskan bahwa “Negara Indonesia berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machtstaat).
Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang (seharusnya) diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodrat kelahiran manusia itu sebagai manusia. Dikatakan ‘universal’ karena hak-hak ini dinyatakan sebagai bagian dari kemanusiaan setiap sosok manusia, tak peduli apapun warna kulitnya, jenis kelaminnya, usianya, latar belakang kultural dan pula agama atau kepercayaan spiritualitasnya. Sementara itu dikatakan ‘melekat’ atau ‘inheren’ karena hak-hak itu dimiliki sesiapapun yang manusia berkat kodrat kelahirannya sebagai manusia dan bukan karena pemberian oleh suatu organisasi kekuasaan manapun. Karena dikatakan ‘melekat’ itu pulalah maka pada dasarnya hak-hak ini tidak sesaatpun boleh dirampas atau dicabut.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
Apa itu Rule Of Law ?
1.2.2
Bagaimanakah prinsip
–
prinsip yang terdapat dalam
Rule Of Law ?
1.2.3
Apa yang dimaksud dengan HAM?
1.3
Tujuan
1.3.1
Untuk mengetahui mengenai Rule of Law
1.3.2
Untuk mengetahui prinsip
–
prinsip dalam Rule Of
Law
1.3.3
Untuk mengetahui pengertian dari HAM
1.3.4
Untuk mengetahui sejarah perkembangan HAM
1.3.5
Untuk mengetahui Pengelompokan dalam HAM
1.3.6
Untuk mengetahui Seperti apa HAM di indonesia
1.4
Manfaat
1.4.1
Mahasiswa dapat mengetahui mengenai Rule Of
Law
1.4.2
Mahasiswa dapat mengetahui prinsip dalam Rule Of
Law
1.4.3
Mahasiswa dapat mengetahui apa itu HAM
1.4.4
Mahasiswa dapat mengetahui sejarah perkembangan
HAM
1.4.5
Mahasiswa dapat mengetahui pengelompokan dalam
HAM
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Rule Of Law
Rule of Law
adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal.
Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap negara yang legal senantiasa
menegakkan
Rule of Law.
Rule of Law
berdasarkan substansi atau isinya sangat
berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu
negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada
Rule
of Law dalam kehidupan kenegaraannya, meskipun negara tersebut adalah negara
otoriter.
Menurut Philipus M. Hadjon dalam
Buku Pendidikan Kewarganegaraan
misalnya bahwa Negara hukum yang menurut istilah bahasa Belanda
rechtsstaat
lahir dari suatu perjuangan menentang absolutism, yaitu dari kekuasaan raja yang
sewenang-wenang untuk mewujudkan Negara yang didasarkan pada suatu
peraturan perundang-undangan. ( Buku Pendidikan Kewarganegaraan) Dalam
Undang-Undang Dasar 1945, Negara Indonesia adalah negara hukum bukan
negara kekuasaan. Di dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan
terhadap prinsip supremasi hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan
dan pembatasan kekuasaan menurut sistem konstitusional yang diatur dalam
UUD, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin
persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap
orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh setiap penguasa. Oleh
karena itu, Indonesia menganut prinsip “
Rule of Law,and not of
Man”.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa pengertian
Rule of Law
tidak dapat
dipisahkan dengan pengertian Negara hukum. Negara yang menganut sistem
Rule
of Law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas.
2.2 Prinsip
–
Prinsip Rule Of Law
Prinsip-prinsip rule of law secara hakiki (materiil) erat kaitannya dengan
(penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum)
“the
enforcement of
the rules of law”
dalam penyelenggaraan pemerintahan, terutama dalam
penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip rule of law.
Berdasarkan pengalaman berbagai Negara dan hasil kajian, menunjukan
keberhasilan
“the enforcement of the rules of law”
bergantung pada kepribadian
nasional setiap bangsa (Sunarjati Hartono: 1982). Hal ini didukung kenyataan
bahwa
rule of law
merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis
yang khas dan mempunyai akar budayanya yang khas pula. Karena bersifat
legalisme maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan
pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak
memihak, tidak personal dan otonom.
hasil yang optimal sehingga rasa keadilan sebagai perwujudan pelaksanaan rule of
law belum dirasakan di masyarakat.
ü
Negara yang menganut sistem
Rule of Law harus memiliki prinsip-prinsip
yang jelas, terutama dalam hubungannya dengan realisasi
Rule of Law itu
sendiri.
ü
Menurut Albert Venn Dicey dalam
Introduction to the Law of The
Constitution, memperkenal istilah the Rule of Law yang secara sederhana
diartikan sebagai suatu keteraturan hukum.
ü
Menurut Dicey terdapat tiga unsur yang fundamental dalam
Rule of Law,
yaitu:
1)
Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum, jikalau memang
melanggar hukum.
2)
Kedudukan yang sama di muka hukum.
3)
Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh UU serta keputusan-keputusan
pengadilan.
2.3 Pengertian HAM ( Hak Asasi Manusia)
Hak asasi manusia (HAM) secara tegas di atur dalam Undang Undang No.
39 tahun 1999 pasal 2 tentang asas-
asas dasar yang menyatakan “Negara Republik
Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan
dasar manusia sebagai hak yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan
dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan
martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, dan kecerdasan serta
keadilan.”
Hak asasi manusia dalam pengertian umum adalah hak-hak dasar yang
dimiliki setiap pribadi manusia sebagai anugerah Tuhan yang dibawa sejak lahir.
Ini berarti bahwa sebagai anugerah dari Tuhan kepada makhluknya, hak asasi
tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri. Hak asasi tidak
dapat dicabut oleh suatu kekuasaan atau oleh sebab-sebab lainnya, karena jika hal
itu terjadi maka manusia kehilangan martabat yang sebenarnya menjadi inti nilai
kemanusiaan.Hak asasi mencangkup hak hidup,hak kemerdekaan/kebebasan dan
hak memiliki sesuatu. Ditinjau dari berbagai bidang, HAM meliputi :
a. Hak asasi pribadi (Personal Rights)
Misalnya : memilih dan dipilih, hak berserikat dan hak berkumpul.
c. Hak asasi ekonomi (Property Rights)
Misalnya : hak memiliki sesuatu, hak mengarahkan perjanjian, hak bekerja
dan
mendapatkan hidup yang layak.
d. Hak asasi sosial dan kebuadayaan (Sosial & Cultural Rights).
Misalnya : mendapatkan pendidikan, hak mendapatkan santunan, hak pensiun,
hak mengembangkan kebudayaan dan hak berkspresi.
e. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan Pemerintah
(Rights Of Legal Equality)
f. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum.
2.4 Sejarah HAM
Pada umumnya para pakar Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris. Magna Charta antara
lain mencanangkan bahwa raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut (raja
yang menciptakan hukum, tetapi ia sendiri tidak terikat pada hukum), menjadi
dibatasi kekuasaannya dan mulai dapat dimintai pertanggungjawaban di muka
umum. Dari sinilah lahir doktrin raja tidak kebal hukum lagi dan mulai
bertanggungjawab kepada hukum. Sejak itu mulai dipraktekkan kalau raja
melanggar hukum harus diadili dan harus mempertanggungjawabkan
kebijakasanaannya kepada parlemen. Jadi, sudah mulai dinyatakan dalam hukum
bahwa raja terikat kepada hukum dan bertanggungjawab kepada rakyat, walaupun
kekuasaan membuat Undang-undang pada masa itu lebih banyak berada di tangan
raja. Dengan demikian, kekuasaan raja mulai dibatasi sebagai embrio lahirnya
monarkhi konstitusional yang berintikan kekuasaan raja sebagai simbol belaka.
hukum (equality before the law). Adagium ini memperkuat dorongan timbulnya
negara hukum dan demokrasi. kemudian berkembang lagi dengan lahirnya teori
Roesseau (tentang contract social/perjanjian masyarakat),
Motesquieu dengan
Trias Politikanya yang mengajarkan pemisahan kekuasaan guna mencegah tirani,
John Locke di Inggris dan
Thomas Jefferson di Amerika dengan hak-hak dasar
kebebasan dan persamaan yang dicanangkannya.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan munculnya
The
American Declaration of Independence yang lahir dari paham
Roesseau dan
Montesqueu. Mulailah dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak di dalam
oerut ibunya, sehingga tidaklah logis bila sesudah lahir, ia harus dibelenggu.
Selanjutnya pada tahun 1789 lahirlah
The French Declaration, dimana
hak-hak yang lebih rinci lagi melahirkan dasar The Rule of Law. Antara lain
dinyatakah tidak boleh ada penangkapan dan penahanan yang semena-mena,
termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah dan ditahan tanpa surat perintah yang
dikeluarkan oleh pejabat yang sah. Dinyatakan pula
presumption of innocence,
artinya orang-orang yang ditangkap kemudian ditahan dan dituduh, berhak
dinyatakan tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan
hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Dipertegas juga dengan
freedom of
expression (bebas mengelaurkan pendapat), freedom of religion (bebas menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), the right of property (perlindungan terhadap
hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Perlu juga diketahui The Four Freedoms dari Presiden Roosevelt yang
dicanangkan pada tanggal 6 Januari 1941, dikutip dari Encyclopedia Americana,
p.654 tersebut di bawah ini :
position to commit an act of physical agression against any neighbor-anywhere in
the world."
Semua hak-hak ini setelah Perang Dunia II (sesudah Hitler memusnahkan
berjuta-juta manusia) dijadikan dasar pemikiran untuk melahirkan rumusan HAM yang
bersifat universal, yang kemudian dikenal dengan
The Universal Declarationof
Human Rights yang diciptakan oleh PBB pada tahun 1948.
3.5 Pengelompokan HAM
Alam dunia internasional, HAM diberdakan menjadi beberapa kelompok yang
bersifat kolektif maupun individual. Berikut ini adalah pengelompokan Hak Asasi
Manusia berdasarkan pengakuan secara internasional.
1. Hak sipil dan politik;
hak yang dimaksud di sini adalah:
Hak setiap manusia untuk menentukan nasib hidupnya masing-masing
dengan tidak adanya intervensi dari negara kecuali dalam hal penguasaan.
Hak untuk hidup nyaman, aman, dan tenteram dengan adanya jaminan dari
pemimipin negara terhadap warga negaranya.
Hak untuk tidak dihukum mati; karena pada masa sebelum adanya
undang-undang tentang HAM banyak pemimpin sewenang-wenang
membunuh orang lain tanpa hukum yang jelas.
Hak untuk tidak disiksa.
Hak atas peradilan yang adil.
2. Hak ekonomi, sosial, dan budaya;
hak yang dimaksud di sini adalah:
Hak untuk bekerja, karena setiap manusia memiliki tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Hak untuk mendapat upah yang sama; maksudnya bahwa tidak boleh ada
diskriminasi dalam pemberian upah yang sesuai kemampuan.
Hak atas kesehatan dan perumahan.
3. Hak pembangunan;
hak yang dimaksud di sini adalah:
Hak untuk mendapatkan rumah yang layak
Hak untuk memperoleh lingkungan yang sehat
Hak untuk mendapat layanan kesehatan yang layak
2.6 HAM di Indonesia
a. Periode Tahun 1945 – 1950
didirikan serta hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi), yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bersamaan dengan itu prinsip kedaulatan rakyat dan negara berdasarkan atas hukum dijadikan sebagai sendi bagi penyelenggaraan negara Indonesia merdeka. Komitmen terhadap HAM pada periode awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945 yang tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka menyatakan: “…sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum sebagai bukti bahwa bagi kita cita-cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan negara kita. Mungkin sebagai akibat pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak. ”
Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945 yang antara lain menyatakan sebagai berikut .
1) Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai politik itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham
yang ada dalam masyarakat.
2) Pemerintah berharap partai-partai itu telah tersusun sebelum dilangsungkannya pemilihan anggota badan perwakilan rakyat pada bulan Januari 1946.
Hal yang sangat penting dalam kaitan dengan HAM adalah adanya perubahan mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintahan dari presidensial menjadi sistem parlementer, sebagaimana tertuang dalam Maklumat Pemerintah tanggal 14 November 1945, yang tertulis dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka. Isi
Maklumat tersebut adalah sebagai berikut.
b. Periode Tahun 1950 – 1959
Periode 1950-1959 dalam perjalanan negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode demokrasi parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan dalam buku “Perkembangan Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia menyatakan bahwa pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “pasang” dan menikmati “bulan madu” kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata negara ini ada 5 (lima) aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai-partai politik dengan beragam ideologinya masing-masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai salah satu pilar demokrasi betul-betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi harus berlangsung dalam suasana kebebasan, fair (adil) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat sebagai representasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan. Dalam perdebatan di Konstituante misalnya, berbagai partai politik yang berbeda aliran dan ideologi sepakat tentang substansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD serta menjadi bab tersendiri. Bahkan diusulkan oleh anggota Konstituante keberadaannya
mendahului bab-bab UUD.
c. Periode Tahun 1959 – 1966
d. Periode Tahun 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan pengadilan HAM, pembentukan komisi, dan pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya, pada tahun 1968 diadakan Seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materiil (judicial review) guna melindungi HAM. Hak uji materiil tidak lain diadakan dalam rangka pelaksanaan TAP MPRS No. XIV/MPRS/1966. MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam Piagam tentang Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara. Dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, Ketua MPRS, A.H. Nasution dalam
pidatonya menyatakan sebagai berikut.
“Isi hakikat daripada Piagam tersebut adalah hak-hak yang dimiliki oleh manusia sebagai ciptaan Tuhan yang dibekali dengan hak-hak asasi, yang berimbalan dengan kewajiban-kewajiban. Dalam pengabdian sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa manusia melakukan hak-hak dan kewajibankewajibannya dalam hubungan yang timbal balik: a. antarmanusia dengan manusia; b. antarmanusia dengan Bangsa, Negara dan Tanah Air ;antarBangsa.
Indonesia. Meskipun mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an nampaknya memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensif ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan Selain itu, Komisi ini bertujuan untuk membantu pengembangan kondisi-kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan HAM yang sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (termasuk hasil amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, Piagam Madinah, Khutbah Wada’, Deklarasi Kairo, dan deklarasi atau perundang-undangan lainnya yang terkait dengan penegakan HAM.
e. Periode Tahun 1998 – Sekarang.
Pergantian pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah pada masa orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM. Selanjutnya, dilakukan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Demikian pula pengkajian dan ratifikasi terhadap instrumen HAM internasional semakin ditingkatkan. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen internasional dalam bidang HAM.
konsisten (rule consistent behaviour). Pada tahap status penentuan (prescriptive status) telah ditetapkan beberapa ketentuan perundang-undangan tentang HAM, seperti amandemen konstitusi negara (Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945), ketetapan MPR (TAP MPR), Undang-Undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang-undangan lainnya. Adapun, tahap penataan aturan secara konsisten (rule consistent behaviour) mulai dilakukan pada masa pemerintahan Presiden Habibie. Tahapl ini ditandai dengan penghormatan dan pemajuan HAM dengan dikeluarkannya TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tentang HAM dan disahkannya (diratifikasi) sejumlah konvensi HAM, yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam Lainnya dengan UU Nomor 5/1999; Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi dengan keppres Nomor 83/1998; Konvensi ILO Nomor 105 tentang Penghapusan Kerja Paksa dengan UU Nomor 19/1999; Konvensi ILO Nomor 111 tentang Diskriminasi dalam Pekerjaan dan Jabatan dengan UU Nomor 21/1999; Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja dengan UU Nomor 20/1999. Selain itu, juga dicanangkan program “Rencana Aksi Nasional HAM” pada tanggal 15 Agustus 1998 yang didasarkan pada empat hal sebagai berikut.
1. Persiapan pengesahan perangkat internasional di bidang HAM. 2. Desiminasi informasi dan pendidikan bidang HAM.
3. Penentuan skala prioritas pelaksanaan HAM.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan fundamental sebagai anugrah dari Tuhan yang harus dihormati, dijaga dan dilindungi oleh setiap individu.
Rule of Law adalah gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan
Dalam peraturan perundang undangan RI paling tidak terdapat empat bentuk hokum tertulis yang memuat aturan tentang HAM. Pertama, dalam konstitusi (Undang-undang Dasar Negara). Kedua, dalam ketetapan MPR (TAP MPR). Ketiga, dalam Undang-undang. Keempat, dalam peraturan pelaksanaan perundang-undangan seperti peraturan pemerintah, keputusan presiden dan peraturan pelaksanaan lainnya.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.