PERBANDINGAN TAX TREATY
DALAM MODEL OECD, UN,
DAN MODEL INDONESIA
MODEL
UN (United Nations)
• Model yang
OECD (Organization For Economic Cooperation and Dvelopment)
• Model yang
dikembangkan oleh negara-negara Eropa
Barat, prinsip yang digunakan adalah azas pengenaan pajak
MODEL INDONESIA
• Adalah Model P3B yang merupakan
Pasal 1 (Person covered)
tentang orang yang tercakup dalam persetujuan
• This convention shall apply to persons who are residents of one or both of constracting states.
• Persetujuan ini berlaku terhadap orang-orang dan badan-badan yang merupakan penduduk salah satu atau kedua negara yang terikat persetujuan .
• UN maupun OECD model, tidak ada perbedaan . Model Indonesia mengganti istilah convention
Pasal 2 (Taxes Covered)
tentang pajak-pajak yang tercakup dalam persetujuan
•UN,OECD, dan Model Indonesia pada umumnya tidak ada
perbedaan
•Model Indonesia mengganti istilah convention dengan
agreement
•Model indonesia pengenaan pajak hanya atas pajak
penghasilan dan semua pajak yang dikenakan atas seluruh penghasilan, atau unsur dari penghasilan termasuk pajak atas keuntungan dari pemindahtanganan harta bergerak atau harta tidak bergerak.
•Negara Indonesia memang tidak mengenakan pajak atas
kekayaan, namun jika terdapat tambahan kekayaan neto lainnya sesuai pasal 4 ayat 1 huruf p UU PPh juga
Pasal 3 (General Defnitions)
tentang istilah umum
Pasal 3 ayat 1 :
1. Istilah “person” meliputi orang pribadi, perseroan dan setiap badan lainnya dari person.;
3. Istilah “perusahaan” dari suatu
negara pihak pada persetujuan dan perusahaan dari suatu pihak pada persetujan lainnya” berarti suatu perusahaan yang dijalankan oleh penduduk suatu negara yang
terlibat dalam persetujuan dan
suatu perusahaan yang dijalankan
4. Istilah “lalu lintas internasional” berarti setiap pengangkutan oleh kapal laut atau pesawat udara yang dioperasikan oleh
perusahaan yang menempatkan efektif manajemennya di suatu negara pihak pada persetujuan (domisili), kecuali jika kapal laut atau pesawat udara itu
semata-mata dioperasikan antara
5. Istilah pejabat yang berwenang berarti: a)Di negara A : ………..
b)Di negara B : ……….. 6. Istilah warga negara berarti:
a)Setiap individu yang memiliki
kewarganegaraan dari salah satu negara yang terlibat pada persetujuan.
b)Setiap badan hukum, persekutuan atau
Perbedaan :
• UN,OECD, dan Model Indonesia pada
umumnya tidak ada perbedaan
• Pada pasal 3 ayat 1, model Indonesia
• Pada pasal 3 ayat 1huruf e, istilah lalu lintas internasional menurut model Indonesia
adalah jasa angkutan oleh kapal atau pesawat udara yang dioperasikan oleh sebuah perusahaan yang di negara yang terikat persetujuan, kecuali jika kapal laut atau pesawat udara itu semata-mata
dioperasikan antara tempat-tempat yang berada di nrgara pihak pada persetujuan lainnya.
• Sedangkan OECD Model, menambahkan
istilah perusahaan dan istilah usaha. Istilah “perusahaan” yang melakukan kegiatan
dalam berbagai usaha. Sedangkan istilah usaha termasuk jasa-jasa profesional dan
Pasal 3 ayat 2
• Dalam penerapan persetujuan ini oleh suatu negara yang
terlibat dalam persetujuan, setiap istilah yang tidak dirumuskan, kecuali jika dari hubungan kalimatnya harus diartikan lain, akan diartikan menurut perundang-undangan pajak dari negara yang terlibat dalam persetujuan yang berlaku pada saat itu. Dan bila istilah yang sama diberikan oleh undang-undang lain di negara tersebut maka yang berlaku adalah arti yang ada di dalam undang-undang perpajakan.
• Bilamana terdapat istilah yang tidak dirumuskan dalam
Pasal 4 (Tentang resident)
tentang penduduk
Pasal 4 ayat 1 :
• Untuk kepentingan persetujan ini istilah “penduduk dari negara yang mengadakan persetujuan” berarti setiap orang atau badan yang, menurut perundang-undangan negara tersebut, dapat dikenai pajak di negara itu berdasarkan domisilinya, tempat kediamannya, tempat kedudukan manajemennya atau dasar lainnya yang sifatnya serupa.
• Bahwa penghasilan dikenakan berdasarkan azas domisili, hal ini mengingat adanya negara yang memberikan sumber penghasilan juga mengenakan pajak dan negara domisili juga mengenakan pajak oleh karena itu terdapat kalimat dapat, karena kedua negara yang terlibat dalam perjanjian mengenakan pajak. (Penjelasan)
Perbedaan :
• Model UN, menambah kalimat place
of incorporation, yaitu tempat
perusahaannya. Sedangkan untuk pasal 4 dan ayat lainnya antara
model UN dan OECD tidak ada perubahan.
• Model Indonesia mengganti islilah
convention dengan agreement
• Model Indonesia tidak menggunakan
Pasal 5 (Permanent Estabilishment)
tentang Badan Usaha Tetap
1. Dalam pasal 5 ayat 1, Model Indonesia
menggunakan istilah agreement sedangkan
UN dan OECD Model menggunkan istilah
convention
2. Dalam pasal 5 ayat 2, Model Indonesia
menambahkan bahwa BUT termasuk gudang atau gerai penjualan dan sebuah pertanian atau perkebunan, serta tempat pengeboran minyak atau kapal kerja yang digunakan
3. Dalam pasal 5 ayat 3 Tax Treaty, OECD hanya menjelaskan bahwa sebuah Bangunan ,
konstruksi, atau proyek instalasi dianggap BUT kalau kegiatannya berlangsung selama lebih dari 12 bulan, sedangkan UN Model 6 bulan, dan
Indonesia Model menambahkan atau aktivitas berlanjut selama periode lebih dari …….. bulan. 4. Pasal 5 ayat 4 model Indonesia menambah
pengecualian BUT adalah pengurusan suatu
tempat tertentu dari suatu usaha semata-mata dengan maksud untuk tujuan iklan atau
5. Ayat 5 Model OECD hanya menjelaskan bahwa dapat juga dianggap memiliki BUT di sebuah negara apabila memiliki kuasa untuk menandatangani kontrak atas nama perusahaan tersebut, kecuali jika kegiatannya semata-mata sebagaimana disebutkan Pasal 5 ayat 4. 6. Model indonesia menambahkan dalam Pasal 5 ayat 4,
bahwa yang dianggap BUT apabila membuat atau melakukan proses barang-barang perusahaan atau barang persediaan untuk perusahaan induk di suatu negara lain.
8. Dalam ayat 7 Model OECD tidak mengatur adanya agen yang semata-mata menjalankan atas nama perusahaannya saja atau tidak, yang penting jika usahanya semata-mata sebagai agen maka tidak dianggap sebagai BUT, sedangkan model UN maupun Indonesia menambahkan, jika kegiatan agen seluruhnya atau hampir seluruhnya dilakukan atas nama perusahaan itu, ia dianggap sebagai BUT, karena bukan dianggap sebagai agen yang berdiri sendiri.
Pasal 6 (Income From Immovable Property)
tentang Pendapatan dari harta tidak bergerak
• Model UN dan Indonesia pasal 6 ayat
4 menambahkan kalimat untuk dikenakan pajak atas harta tidak
bergerak juga terhadap penghasilan dari harta tak gerak yang
digunakanuntuk pelaksanaan jasa-jasa profesi. Untuk ayal lainnya
Pasal 7 (Business Profts)
tentang laba usaha
1. Pasal 7 ayat 1, untuk model UN dan Indonesia, laba BUT lebih diperjelas, termasuk jika perusahaan induk
melakukan Penjualan barang-barang atau barang dagangan di negara
lainnya, yang jenisnya sama atau
serupa, atau kegiatan usaha lainnya yang dilakukan di negara lain yang jenisnya sama atau serupa seprti yang dilakukan BUT di negara
2. Pasal 7 ayat 3, biaya yang tidak dapat dikurangkan oleh BUT untuk untuk model UN dan Indonesia, lebih diperjelas, yaitu tentang biaya yang tidak dapat
dikurangkan ialah pembayaran-pembayaran yang dilakukan oleh BUT kepada kantor pusatnya atau
kantor-kantor lain milik kantor pusatnya (selain dari penggantian biaya yang benar-benar dikeluarkan),
yaitu yang berupa royality, imbalan atau pembayaran serupa untuk jasa yang dilakukan atau untuk jasa
3. Pasal 7 ayat 5, untuk model OECD, ditambah tidak dianggap ada laba BUT, jika hanya
karena pembelian barang atau barang dagangan kepada perusahaan induk.
4. Model Indonesia tidak menggunakan pasal 7 ayat 4 dalam UN model, Indonesia tidak
menggunakan rumus atas suatu pembagian laba BUT, namun menggunakan
Pasal 8 (shipping, inland waterways transport and air transport)
tentang perkapalan, pengangkutan sungai dan pesawat udara
1. Pasal 8 ayat 1, model Indonesia, menerapkan pemajakan di negara sumber, tetapi pajak yang dikenakan akan
dikurangi dengan jumalah yang sepadan dengan 50% dari padanya.
2. Model Indonesia pada Pasal 8 ayat 2, mengatur bahwa laba yang berasal dari pengoperasian pesawat udara dalam jalur lalu lintas internasional, hanya akan
dikenakan pajak di negara pihak pada persetujuan dimana perusahan yang mengoperasikan pesawat tersebut berkedudukan
• Model UN untuk pasal 8 ada
alternatif A dan alternatif B
• Model OECD dan Indonesia tidak
Pasal 9 (hubungan
istimewa)
1. Dalam pasal 9 ayat 3, model Indonesia menyatakan bahwa suatu negara yang terikat persetujuan tidak akan merubah laba dari sebuah perusahaan dalam keadaan sesuai pada ayat 2 setelah habis batas waktu yang disajikan dalam hukum perpajakannya.
Pasal 10 dividends
tentang dividen
1. Dalam UN, pemajakan dividen tergantung kesepakatan kedua negara, pada
umumnya lebih rendah dari model OECD 2. OECD tarif dividen ditentukan sebesar 5%
jika kepemilikan sahamnya minimal 25%, sedangkan laninya 15%, sedangkan
model UN ditentukan sebesar ……. Persen tergantung hasil negoisasi, namun tarif
3. Model Indonesia , dalam pasal 10ayat 2,
menambahkan bahwa pembeban pajak tidak melebihi ….. Persen dari jumlah kotor
deviden. Ayat ini tidak akan mempengaruhi pajak perusahaan menyangkut dividen
dibayar dari laba mana yang dikeluarkan. 4. Pasal 10ayat 5, Model Indonesia
menambahkan bahwa laba BUT akan
dikenakan pajak tambahan menurut hukum UU perpajakan Indonesia , dan pajak tersebut tidak melebihi …..persen dari jumlah laba
5. Model Indonesia tidak menerapkan Pasal 10 ayat 5 UN model
6. Model Indonesia menambahkan Pasal 10 ayat 6, ketentuan pada
ayat 5 dari pasal ini (pasal 10), tidak mempengaruhi ketentuan yang
terkandung dalam kontrak bagi hasil minyak dan gas yang telah
Pasal 11 (Interest)
tentang bunga
1. Pasal 11 ayat 2, UN dan Model Indonesia menegaskan presentase tergantung
kesepakatan kedua negara, sedangkan OECD jelas menegaskan bahwa pemajakan bunga tidak boleh melebihi 10% dari jumlah bruto. 2. Pasal 11 ayat 4, UN lebih menjelaskan bahwa
3. Model Indonesia ,menambahkan Pasal 11 ayat 3, yang menyatakan bahwa bunga yang diterima oleh pemerintah, negara bagian atau pemerintah daerah, akan
dibebaskan penegnaan pajaknya. 4. Untuk ayat lainnya dalam Pasal 11,
Pasal 12 (Royalties)
tentang royaliti
1. Pasal 12 ayat 2, di UN dan Model Indonesia mengatur tarif royaliti berdasarkan kesepakatan kedua
negara dalam persetujuan,
sedangkan dalam OECD tidak
dijelaskan lebih lanjut tarif
2. Pasal 12 ayat 3, di Model Indonesia, istilah “royalti” lebih diperjelas yaitu pembayaran secara berkala atau bukan, dan dalam bentuk apapun yang dibuat sebagai pertimbangan untuk:
a. Penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan, hak cipta apapun, hak paten, disain atau model, rencana, rumusan yang rahasia atau cara pengolahan, merek dagang atau hak milik lainnya atau hak atau;
b. Penggunaan dari, atau hak untuk menggunakan industri, perdagangan atau pengetahuan perlengkapan-perlengkapan industri.
d. Persediaan tentang segala bantuan yang pokok atau sampingan tentang hak kekayaan atau hak milik
sebagaimana disebutkan dalam
subparagraph (a), apapun peralatan seperti tersebut di dalam
subparagraph (b), atau apapun
e. Penggunaan dari, atau hak untuk penggunaan:
i. Film gambar hidup; atau
ii. Film atau video untuk digunakan dalam penghubung dengan
televisi atau
iii.Tape untuk digunakan dalam
• Sedangkan model OECD hanyaterbatas pada istilah
“royaliti” berarti segala jenis pembayaran yang diterima sebagai balas jasa atas penggunaan, hak menggunakan setiap hak cipta kesusasteraan , kesenian atau karya ilmiah, termasuk flm-flm sinematograf, paten. Merk dagang, desain atau
model, rencana, rumus rahasia atau cara
pengolahan, atau untuk keterangan mengenai pengalaman di bidang industri, perdagangan atau ilmu pengetahuan.
Pasal 13 (Capital Gains)
tentang keuntungan harta bergerak
1. Model OECD, dalam pasal 13 ayat 2 keuntungan dari pemindahtanganan harta bergerak dari BUT, tidak mencakup defnisi harta bergerak yg merupakan bg. dari suatu tempat usaha tetap yang tersedia bagi penduduk salah satu negara untuk melakukan
pekerjaan bebas, sedangkan model UN dan
Indonesia menjelaskan tentang tempat usaha tetap untuk pekerjaan bebas jika melakukan pengalihan harta, keuntungannya dikenakan di suatu tempat tetap tersebut, karena termasuk defnisi BUT.
Pasal 14 (Independent Personal Service)
tentang pekerjaan bebas
1. Salam OECD Model, pasal 14 dihapus, sedangkan
dalam model Indonesia dalam ayat 1 Pendapatan yang diperoleh penduduk dari suatu negara yang terkait
persetujuan menyangkut jasa yg profesional atau aktivitas lainnya yang berdiri bebas, akan dapat dikenakan pajak di negara itu, kecuali jika ia
mempunyai suatu tempat tertentu yg secara teratur menyediakan untk pegawai pekerja bebas di negara lain untuk kepentingan melakukan aktivitas atau ia
hadir di negara lain untuk suatu periode atau melebihi periode-periode …..hari selama 12 bulan. Jika …..
Pasal 15 (Dependent Personal Services)
tentang pekerjaan dalm hubungan kerja
1. Tdk ada perbedaan dalam pasal 15 ayat 1 dan 2, baik UN, OECD
maupun Indonesia
2. Dalam Pasal 15 ayat 3 Indonesia
model tidak mengatur penghasilan pekerjaan di atas perahu dlm
pengangkutan sungai, yg dpt dikenakan pajak di negara yg
Pasal 16 (Directors’fee)
1. Dalam Model OECD tidak mengatur tentang penghasilan lain-lain yang kedudukannya sebagai manejer dapat dikenakan pajak di Negara lain.
2. Dalam Model Indonesia, menjelaskan ketentuan sehingga menjadi sebagai berikut; Pembayaran direktur dan lain pembayaran yang serupa yang diperoleh oleh penduduk dari suatu negara yang terikatpersetujuan didalam kapasitasnya sebagai anggota dari dewan direktur atau badan yang serupa dari suatu perusahaan yang berkedudukan di negara dikenakan pajak di negara lain tersebut.
Pasal 17 (Artistes and sportspersons)
tentang artis dan atlit
1. Istilah olahragawan, jika model UN adalah Sportsperson, Model OECD adalah Sportsman sedangkan Model
Indonesia adalah Athlete.
2. Model Indonesia menambahkan dalam pasal 17 ayat 3, menyimpang dari ketentuan dalam ayat 1 dan 2,
pendapatan yang diperoleh dari aktivitas yang disebut di dalam ayat yang dilakukan di bawah suatu pengaturan atau persetujuan antara negara yang terikat persetujuan akan dibebaskan dari pajak di negara yang terikat
persetujuan di mana aktivitas dilakukan jika kunjungan ke negara lain secara keseluruhan atau pada hakekatnya
Pasal 18 (Pensions and social security payments)
tentang pembayaran pensiunan dan jaminan sosial
• Alternatif A
1. Model OECD, tidak mengatur pasal 18 ayat 2 dalam alternatif A dan tidak juga mengatur alternatif B sebagaimana diatur dalam UN Model.
• Alternatif B:
1. Tunduk pada ketentuan2 ayat 2 pasal 19, pensiun dan imbalan sejenis lainnya yg dibayarkan kepada penduduk suatu negara pihak pd persetujuan akibat hubungan kerja masa lalu, dapat dikenakan pajak di negara itu
2. Namun, pensiun tersebut dan pembayaran sejenisnya dpt juga dikenai pajak di negara lainnya bila penbayrab tsb
dilakukan oleh penduduk negara lain itu atu BUT yg berada di negara itu.
3. Menyimpang dari ketentuan ayat 1 dan 2, pensiun yg
• Sebagai neg. berkembang Indonesia
sebaiknya menggunakan alternatif B karena pengenaan pajaknya
berdasarkan atas sumber
penghasilan. Pengenaan pajak ini juga dikarenakan yg memberi
penghasilan adalah negara sumber.
• Model OECD dan Indonesia, tidak ada
Pasal 19 (Government service)
tentang jasa pemerintah
Pasal 20 (Student
)
tentang pelajar
1. Untuk pasal 20 model UN dan OECD, tidak ada perbedaan untuk students. Model Indonesia diatur dalam pasal 21.
Pasal 21 (Other Income)
tentang pendapatan lain-lain
1. Model OECD, pendapatan lain-lain yang menyangkut pendapatan lain sehubungan pekerjaan bebas pada suatu tempat tertentu di Negara lain, tidak diatur
2. Model UN menambahkan ayat tambahan bilamana penghasilan lain-lain tidak diatur dalam Tax Treaty, maka dikenakan pajak di Negara sumber penghasilan
Pasal 22 (Capital)
tentang kekayaan
1. Model Indonesia tidak mengatur
pajak atas kekayaan namun
mengatur pajak pendapatan,
pengalihan tanah dan bangunan
juga dimaksudkan adalah
pendapatannya yang dikenakan
pajak.
2. Model OECD, tidak mengatur suatu
tempat tertentu untuk
melaksanakan pekerjaan bebas
Pasal 23 A (Exemption Method)
1. Model OECD menambahkan ketentuan ayat 4, yaitu ketentuan dari ayat 1 tidak berlaku bagi pendapatan yang diperoleh atau kekayaan yang dimiliki oleh penduduk dari suatu Negara yang terikat persetujuan di mana Negara lain yang terikat persetujuan menggunakan ketentuan dari perjanjian ini untuk membebaskan pendapatan atau kekayaan dari pajak atau menggunakan ketentuan dari pasal 10 ayat 2 dan Pasal 11 untuk pendapatan seperti itu.
Pasal 23 B (Credit Method)
• Model Indonesia tidak mengatur
Pasal 23 B tax treaty, sedangkan
Pasal 24 (Non Discrimination)
tentang tidak diskriminasi• Model Un dan OECD, tidak ada
perbedaan, sedangkan model
Indonesia, tidak menerapkan 24 ayat 2 dan ayat 6 model UN, dan
menambah ketentuan pada ayat 5, yaitu ; pada pasal ini istilah
Pasal 25 (MuTual Agreement Procedure)
tentang tata cara persetujuan bersama
1. Dalam pasal 25 ayat 4 Model UN menambah ketentuan, Pejabat yang berwenang melalui konsultasi dapat mengajukan permohonan prosedur antar kedua Negara, kondisi, metode dan tehnik untuk melaksanakan prosedur persetujuan bersama untuk melaksanakan pasal ini. Jika ada tambahan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi tindakan kedua Negara yang disebutkan diatas dan melaksanakan prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam pasal ini. 2. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 2, tidak
3. Model Indonesia, dalam pasal 25 ayat 4, tidak menambahkan kalimat jika ada tambahan, pejabat-pejabat yang berwenang dapat menetapkan prosedur-prosedur, syarat-syarat, cara-cara dan tehnik-tehnik untuk memfasilitasi tindakan kedua Negara yang disebutkan diatas dan melaksanakan prosedur persetujuan bersama yang diatur dalam pasal ini
Pasal 26 (Exchange of Information)
tentang pertukaran informasi
1. Dalam pasal 26 ayat 1 Model UN, menambahkan ketentuan Para pejabat yang berwenang melalui konsultasi, dapat menetapkan syarat, metode dan tehnik yang berkaitan dengan masalah-masalah pertukaran informasi yang menyangkut penghindaran pajak.
Pasal 27 (Members of Diplomatic
Missions and consular posts)
Pasal 28 ( Territorial Extension
)
tentang perluasan wilayah perjanjian
• Ketentuan dalam pasal 28, tentang
perluasan wilayah perjanjian, tidak diatur dalam model UN, dan
Pasal 29 (Entry Into Force)
tentang berlakunya persetujuan
1. Ketentuan dalam pasal 29, untuk Model UN, EOCD tidak ada perbedaan
2. Model Indonesia, lebih menjelaskan bahwa persetujuan ini akan memiliki kekuatan setelah pemerintah yang terkait dalam
persetujuan memberitahukan satu sama lain secara tertulis
melalui saluran diplomatik, bahwa pembentukan yang diperlukan secara konstitusional yang menyangkut Negara yang terikat
persetujuan untuk memberlakukan persetujuan harus ditaati. Persetujuan ini akan mempunyai dampak :
•Menyangkut pajak yang dipotong dari Negara sumber pendapatan
yang diperoleh pada atau setelah 1 Januari dalam tahun yang berikutnya dimana perjanjian ini mulai diberlakukan.
•Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan yang lain, untuk tahun
Pasal 29 (Termination)
tentang berakhirnya persetujuan
1. Model UN dan OECD tidak ada perbedaan dalam materi, namun dalam ketentuan pasal, UN diatur dalam pasal 29 sedangkan OECD diatur dalam pasal 30.
• Dalam hal demikian, persetujuan ini akan tidak berlaku bagi kedua Negara:
a. Menyangkut pendapatan yang diperoleh
selama tahun pajak yang dimulai atau setelah 1 januari tahun takwin berikutnya setelah
pemberitahuan ini.
b. Menyangkut pajak-pajak atas pendapatan
yang lain, untuk tahun yang dapat dikenakan pajak yang mulai pada atau setelah 1 januari tahun berikutnya dimana persetujuan ini