BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Format Citra
File citra berfungsi untuk menyimpan sebuah citra yang dapat ditampilkan di layar ke dalam suatu media penyimpanan data. Untuk penyimpanan tersebut digunakan format citra. Setiap format citra memiliki karakteristik masing-masing. Beberapa format umum saat ini, yaitu bitmap (.bmp), tagged image format (.tif, tiff), portable network graphics (.png), graphics interchange format (.gif), jpeg (.jpg), mpeg (.mpg), dll (Putra. 2010 : 58).
2.1.1 Format Citra Bitmap
File format BMP bisa disebut juga bitmap atau format file DIB (untuk perangkat independen bitmap), adalah sebuah file citra format yang digunakan untuk menyimpan citra digital bitmap. Meskipun format BMP tidak bagus dari segi ukuran berkas, namun format BMP memiliki kualitas citra yang lebih baik dari format JPG maupun GIF. Karena citra dalam format BMP umumnya tidak dimampatkan atau dikompresi sehingga tidak ada informasi yang hilang.
Gambar 2.1 Contoh Citra .BMP (Sumber: Badmintonshuttlecock.com)
2.1.2 Format Citra PNG
PNG cocok untuk screenshot citra. File PNG juga lebih banyak memiliki gradasi warna dan teknik kompres yang lebih baik dibandingkan GIF, tetapi ukuran format citra PNG lebih besar dibandingkan tipe lain.
Gambar 2.2 Contoh Citra .PNG (Sumber: Anita, 2015)
2.1.3 Format Citra JPG / JPEG
JPG (Joint Photographic) adalah format data berupa citra yang dikembangkan oleh JPEG (Joint Photographic Expert Assemble) yang menggunakan sistem kompres, yaitu dengan mengurangi bagian-bagian citra untuk memblok pixelnya. JPG menjadi standar citra internet karena bisa di kompres sehingga ukurannya diperkecil, tetapi teknik ini justru akan mengakibatkan kualitas citranya menurun (lossy compression) dan sifatnya permanen (tidak bisa dikembalikan lagi).
Gambar 2.3 Contoh Citra .JPG/.JPEG (Sumber: Anita, 2015)
2.1.4 Format Citra GIF
citranya tetapi dapat mengakibatkan degradasi warna. File GIF hanya cocok untuk citra dengan jumlah warna yang sedikit misalnya animasi sederhana, banner iklan, header, dan sebagainya.
Gambar 2.4 Contoh Citra .GIF (Emma, 2015)
2.3 Algoritma Chaos
Teori chaos sendiri mulai di formulasikan sejak pertengahan abad ke-20, dengan
perintisnya adalah Edward Lorenz yang nememukan permasalahan teori chaos saat
melakukan peramalan cuaca pada tahun 1961. Lorenz melakukan suatu simulasi
peramalan cuaca dengan menggunakan mesin yang telah ia buat. Lorenz menemukan
bahwa prediksi yang ia buat dengan mesin ternyata jauh berbeda dengan kenyataan
yang ada. Setelah penemuan dari Lorenz ini, banyak ahli yang mempelajari teori
chaos dan menerapkannya pada berbagai bidang, mulai dari dunia metereologi,
biologi, matematika hingga dunia kriptografi. Teori chaos ini juga sering disebut
butterfly effect. Gambar di bawah ini akan menggambarkan teori chaos sekaligus
menjawab mengapa teori chaos disebut memiliki butterfly effect (Gambar 2.5).
Dikarenakan oleh sensitivitas yang dimiliki teori chaos terhadap keadaan awal
dirinya, teori chaos memiliki sifat untuk mucul secara chaos (kacau). Bahkan
perubahan keadaan awal sekecil (10^-100) saja akan membangkitkan bilangan yang
benar-benar berbeda. Hal ini terjadi walaupun sistem yang digunakan bersifat
deterministik, dalam arti perubahan kondisi dari kondisi yang ada sekarang bersifat
statik atau tetap. Salah satu contoh nyata dari teori chaos ini dapat kita lihat pada
kehidupan sehari-hari, terutama pada sistem alamiah seperti cuaca.
Contoh lain dari chaos ini adalah pertumbuhan suatu populasi pada lingkungan
hidup, gerakan pada neuron, pergerakan satelit dalam sistem tata surya, hingga
pergerakan dari kerak bumi.
Ada beberapa metode teori chaos, yaitu :
1. Metode Logistic Map
2. Metode Arnold’s Cat Map
3. Metode Henon Map
4. Metode Duffing Map
5. Metode Gingerbreadman Map
2.4 Metode Chaotic Logistic Maps
Persamaan logistik merupakan contoh pemetaan polinomial derajat dua, dan seringkali
digunakan sebagai contoh bagaimana rumitnya sifat chaos (kacau) yang dapat muncul
dari suatu persamaan yang sangat sederhana. Persamaan ini dipopulerkan oleh seorang
ahli biologi yang bernama Robert May pada tahun 1976, melanjutkan persamaan
logistik yang dikembangkan oleh Pierre Francois Verhulst.
Secara matematis, persamaan logistik dapat dinyatakan dengan persamaan :
x
i+1=
r x
i(1
–
x
i) (2.1)
Dimana :x : bilangan diantara nol dan satu, yang merepresentasikan populasi pada tahun
ke i. Parameter x dapat disebut juga sebagai nilai chaos (0 £ x £ 1)
r : bilangan postif yang merepresentasikan kombinasi antara nilai reproduksi
dan makanan. Parameter r dapat disebut juga dengan sebutan laju
Gambar 2.6 Fungsi LogisticMaps
Persamaan logistik ini dapat diterapkan dalam dunia kriptografi dengan membuat
fungsi seperti yang telah dicantumkan diatas. Setelah membuat fungsi tersebut, kita
lakukan proses perhitungan dengan melakukan iterasi secara berulang, sehingga kita
akan selalu mendapatkan bilangan yang benar benar acak.
2.5 Most Significant Bit (MSB)
Pixel-pixel citra di dalam struktur citra bitmap berukuran sejumlah byte. Pada citra
8-bit satu pixel berukuran 1 byte (8 bit), sedangkan pada citra 24-bit satu pixel berukuran
3 byte (24 bit). Di dalam susunan byte terdapat bit yang paling tidak berarti (least
significant bit atau LSB) dan bit yang paling berarti (most significant bit atau MSB).
Contohnya pada byte 10111010, bit LSB adalah bit yang terletak paling kanan yaitu 0,
sedangkan bit MSB adalah bit paling kiri yaitu 1.
Pengubahan 1 bit LSB tidak mempengaruhi nilai byte secara signifikan, namun
pengubahan 1 bit MSB dapat mengubah nilai byte secara signifikan. Misalnya
10111010 jika diubah bit MSB-nya dari 1 menjadi 0 sehingga susunan byte menjadi
00111010, maka nilai byte-nya berubah dari 186 menjadi 122. Secara visual efek
perubahan bit-bit MSB pada seluruh pixel citra menyebabkan citra tersebut menjadi
“rusak” sehingga citra tidak dapat dipersepsi dengan jelas. Inilah yang menjadi dasar
enkripsi citra yang bertujuan membuat citra tidak dapat dikenali lagi karena sudah
berubah menjadi bentuk yang tidak jelas.
2.6 Deteksi Tepi (Edge Detection)
Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan
tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah :
Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error
atau adanya efek dari proses akuisisi citra.
Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut
mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar 2.7 berikut ini
meng-gambarkan bagaimana tepi suatu gambar diperoleh.
Citra Awal
δF/δx δF/δy
Gambar 2.7 Proses Deteksi Tepi Citra
2.7 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu mengenai enkripsi citra yaitu :
Penelitian ini dilakukan oleh Sang Putu Krisna Juliana, et al. Dari hasil pengimplementasian enkripsi deskripsi pada handphone yang berbasis android mampu melakukan proses enkripsi deskripsi dengan waktu yang relatif cepat. Rata-rata waktu yang diperlukan untuk mengenkripsi 30 sampel pesan adalah 1.027 detik dan rata-rata waktu untuk mendeskripsi pesan yang telah di enkripsi adalah 1.037 detik. (Krisna, et al. 2011).
Penelitian ini dilakukan oleh Kamlesh Gupta, et al. Peneliti menggunakan Chaos-Based dan memanfaatkan fungsi Chaotic Maps. Penelitian ini menunjukkan bahwa algoritma pengenkripsian ini dapat menyembunyikan citra asli melalui permutasi sederhana dari lokasi pixel transformasi nilai dari skala abu-abu melalui Boolean XOR operasi. (Gupta, et al. 2015).
Diffe rensi al
Hossam Eldin H. Melakukan peneltian menggunakan kunci rahasia eksternal 256-bit. Peneliti juga menggunakan Logistic maps untuk meningkatkan jangkauan dari r variabel yang berubah 3,57 sampai 4 pada logistic map. Beberapa citra uji digunakan untuk memeriksa validitas algoritma yang diusulkan. Kekokohoan yang disusulkan algoritma berdasarkan mekanisme umpan balik, yang mengarah chiper untuk perilaku siklik sehingga enkripsi dari setiap pixel polos tergantung pada output dari chaotic maps yang digunakan dan chiper pixel sebelumnya. (Hossam, 2014).
G.A. Sathiskumar, et al. melakukan penelitian dengan menyebarkan pseudo sebuah nomor dasar secara acak pada sebuah flat spread spectrum dengan mempertimbangkan ruang dan waktu. Hal ini sama dengan mengatakan bahwa nomor acak semu keluar dari white noise. Chaotic maps adalah komputasi ekonomi dan cepat. Dan algoritma ini sangat cocok untuk aplikasi seperti komunikasi nirkabel. (Sathiskumar, et al. 2011).
Pragati, et al. melakukan penelitian menggunakan Arnold Cat Map, sistem yang diusulkan akan bekerja secara efisien untuk enkripsi citra. Algoritma ini didasarkan pada konsep mengacak posisi pixel dan difusi melalui Arnold Cat Maps. Skema ini lebih efisien waktu dan karenanya efektif dalam skenario saat ini dibandingkan dengan skema yang diusulkan sebelumnya. Penggunaan beberapa diffusion dalam skema enkripsi citra membuat kriptografi yang lebih aman, marak dan kuat. (Pragati,
et al. 2015).
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Judul Peneliti Keterangan
1 An Ethical
dari lokasi pixel transformasi
nilai dari skala abu-abu melalui
Boolean XOR operasi.
Based On
ruang. Hal ini sama dengan
mengatakan bahwa nomor acak
semu keluar dari white noise.
Chaotic maps adalah komputasi
ekonomi dan cepat. Dan
algoritma ini sangat cocok untuk
aplikasi seperti komunikasi
jangkauan dari r variabel yang
berubah 3,57 sampai 4 pada
logistic maps. Bebrapa citra uji
digunakan untuk memeriksa
enkripsi dari setiap pixel polos
tergantung pada output dari
chaotic maps yang digunakan
dan chiper pixel sebelumnya.
4 Image Encryption
Arnold Cat Maps, sistem yang
Algoritma ini didasarkan
padakonsep mengacak posisi
pixel dan difusi melalui Arnold
Cat Maps. Skema ini lebih efisien
waktu dan karenanya efektif
dalam skenorio saat ini
dibandingkan dengan skema yang
diusulkan sebelumnya.
Penggunaan beberapa diffusion
dalam skema enkripsi citra
membuat kriptografi yang lebih
aman, marak dan kuat.
5 Implementasi
Enkripsi – Dekripsi
Untuk File Gambar
dan Teks Pada
Sistem Operasi
Android
Sang Putu Krisna
Juliana, Koredianto
Usman, Unang
Sunarya (2013)
Pengimplementasian enkripsi
deskripsi pada handphone yang
berbasis android mampu
melakukan proses enkripsi
deskripsi dengan waktu yang
relatif cepat. Rata-rata waktu
yang diperlukan untuk
mengenkripsi 30 sampel pesan
adalah 1.027 detik dan rata-rata
waktu untuk mendeskripsi pesan
yang telah di enkripsi adalah