• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah pergulatan teologi dalam islam (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah pergulatan teologi dalam islam (1)"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1. Pendahuluan

Sejarah pergulatan teologi dalam islam telah melalui jalan yang panjang. Dengan rentang sejarah yang panjang itu, teologi Islam pernah menancapkan sebuah fakta untuk turut serta meramaikan pergulatan intelektual dalam pentas peradaban ilmu pengetahuan dan politik dunia. Di dalam pergolakan sejarah tersebut tak jarang memunculkan berbagai intrk-intrik yang bisa dikatakan sangatlah ironis. Bagaimana faktor kesalahan komunikasi dapat berakibat sangat fatal. Berbagai konsep dan sudut pandang teologis muncul secara dialektis dalam atmosfir kebudayaan Islam.

Secara konsvensional Islam memang mempunyai bangunan ketuhanan yang sifatnya monoteis. Sebuah agama yang mempunyai keyakinan tentang Tuhan yang satu. Namun, dalam realitas empiriknya, Tuhan yang satu tersebut melahirkan beragam pandangan dan konsep teologis yang berbeda-beda. Artinya meskipun Tuhan sebagai obyek keyakinan umat Islam sama yakni Allah, namun ketika Allah yang satu itu direspon dan dipahami oleh banyak indifidu umat Islam sejagad, maka justru melahirkan beragam konsep ketuhanan.

Perbedaan pandangan teologis itu berangkat dari beragamnya logika forma atau paradigama, sudut pandang dan perspektif yang digunakan oleh umat Islam sendiri dalam menangkap dan menafsirkan Tuhan. Satu pihak umjat Islam ada yang menggunakan perpsketif logis, yakni usaha memahami Tuhan melalui rasio. Ada yang lebih mendasarkan pemahamannya melalui intuitif. Di sisi lain ada yang cukup puas dengan informasi teks dan seterusnya.

Selain dari itu, di samping banyaknya pendekatan yang digunakan oleh umat Islam dalam memahami Tuhan, hal yang turut serta menyeruakkan bermacam-macamnya konsep teolog Islam adalah berkaitan dengan wajah Tuhan itu sendiri. Syaikh Akbar Ibnu „Arabi membagi Tuhan pada dua wajah: Dzat dan Sifat. Wajah Tuhan yang terdiri dari dzat dan sifat ini menyebabkan munculnya perbedaan pandangan di kalangan para mutakallim. Ada yang menyatakan bahwa Tuhan mempunyai sufat dan ada juga yang tidak myakini bahwa tuhan mempunyai sifat.

Beraneka ragamnya konsep teologi tersebut, akhirnya juga membawa beraneka ragamnya pola

hidup dan pola pikir umat Islam. Bagi umat Islam yang masuk pada kubu Jabariyyah akhirnya lebih cenderung fatalistik. Hal ini karena pakem teologi Jabariyyah adalah menyerahkan segala

(2)

tanggung jawab manusia. Oleh karena itu, termasuk nilai baik dan buruk adalah berasal dari manusia dan bukan dari Tuhan. Pola hidup dan pola pikir lainnya juga ditunjukkan oleh kelompok lainnya yang mempunyai konsep teologi berbeda.

Konsep hirarki hukum dalam islam adalah menempatkan Al-Qur‟an sebagai yang paling tinggi karena di dalamnya terdapat wahyu Tuhan yang sangat suci. Di tempat kedua adalah hadits. Hadits sejatinya merupakan penjelas dari apa yang telah disebutkan dalam Al-Qur‟an dan yang tidak diatur secara detail di dalamnya. Isi kandungan dalam Al-Qur‟an berbentuk syair -syair yang sangat indah dan kaya akan makna. Hal tersebut mencerminkan bahwa tidak ada -syair

yang lebih indah yang dapat dibuat selain oleh Tuhan. Namun keindahan syair-syair kalam suci ini tak jarang mendatangkan kesulitan dalam menerjemahkan makna yang tertuang di dalamnya. Sehingga sering terjadilah pertentangan maupun perdebatan di kalangan muslim sendiri dalam mengamalkan isi kandungan Al-Qur‟an. Tidak hanya berhenti di situ. Hadits yang sejatinya merupakan ucapan, tindakan dan sikap yang ditunjukkan oleh Rasulullah SAW pada awalnya tak satupun orang yang diperkenankan untuk mencatatnya. Mungkin yang dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW adalah nantinya penempatan hadits yang lebih tinggi dari Al-Qur‟an. Hal tersebut tentunya sangat tidak diperbolehkan, mengingat Rasulullah juga merupakan manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Dan karena hal itulah banyak sekali ditemukan hadits yang lemah bahkan palsu dari segi autentikasinya. Yang mana itu sangat berbahaya jika diterapkan, karena dapat bertentangan dengan apa yang ada dalam A-Qur‟an.

Hal-hal tersebut di atas lah yang menjadi dasar-dasar yang bersifat fundamental penyebab munculnya perbedaan teologi dalam islam. Namun ada juga faktor-faktor historis yang menjadi penyebab kemunculan berbagai teologi dalam islam. Sebagian besar terjadi karena proses politik yang penuh dengan konflik sepeninggal Rasulullah. Selain itu, pengaruh budaya arab juga memiliki andil yang besar dalam permasalahan ini. Faktor historis tersebut akan coba dijelaskan dalam beberapa uraian di bawah ini.

2. Isi

2.1 Sejarah Timbulnya Berbagai Aliran Dalam Islam

(3)

pemerintahan kala itu dijalankan melalui majelis yang anggotanya terdiri atas kepala-kepala suku yang dipilih menurut kekayaan dan pengaruh mereka dalam masyarakat.

Tetapi, pada saat Nabi SAW diangkat sebagai pemimpin, beliau mendapat perlawanan dari kelompok-kelompok pedagang yang mempunyai solidaritas kuat demi menjaga kepentingan bisnisnya. Akhirnya, Nabi SAW bersama para pengikutnya terpaksa meninggalkan Makkah dan pergi (hijrah) ke Yatsrib (sekarang bernama Madinah) pada tahun 622 M.

Ketika masih di Makkah, Nabi SAW hanya menjadi pemimpin agama. Setelah hijrah ke Madinah, beliau memegang fungsi ganda, yaitu sebagai pemimpin agama dan kepala

pemerintahan. Di sinilah awal mula terbentuk sistem pemerintahan Islam pertama, yakni dengan berdirinya negara Islam Madinah.

Ketika Nabi SAW wafat pada 632 M, daerah kekuasaan Madinah tak sebatas pada kota itu saja, tetapi meliputi seluruh Semenanjung Arabia. Negara Islam pada waktu itu, sebagaimana digambarkan oleh William Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk Muhammad Prophet and Statesman, sudah merupakan komunitas berkumpulnya suku-suku bangsa Arab. Mereka menjalin persekutuan dengan Muhammad SAW dan masyarakat Madinah dalam berbagai bentuk.

Pada masa Rasulullah SAW, umat islam masih memiliki kesatuan dalam beragama, termasuk beraqidah. Penetapan aqidah pada masa itu langsung di bawah bimbingan Rasulullah SAW, baik melalui penjelasan, nasehat, maupun sikap dan tingkah laku. Pada masa itu umat islam tidak mengalami kesulitan dalam memecahkan beragai persoalan keagamaan, karena apabila ada maka langsung diikembalikan pada Rasulullah sehingga tidak ada pertentangan dan masalah yang tak terpecahkan.

Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah, mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah.

Selanjutnya, Abu Bakar digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin Affan.

(4)

tiga belas tahun sebagai washi dan khalifahnya. Setiap kali memperoleh kesempatan yang baik, beliau sentiasa mengajak umat untuk mengikuti dan menerima khilafah Ali. Akhirnya pada kesempatan haji wada’, iaitu pada tanggal 18 bulan Dzul Hijjah tahun 10 H, di sebuah tempat yang bernama Ghadir Khum dan secara rasmi, Nabi Muhammad SAW mengangkat dan menunjuk Ali sebagai wali dan pemimpin umat Islam dan meminta mereka semua agar membaiat kepadanya. Wilayah dan kemimpinan Imam Ali.

Sementara jenazah Rasulullah SAW masih belum masuk ke liang lahat, di sana terdapat sekelompok umat Islam tengah bising membicarakan ihwal siapa yang akan menggantikan dan

menjadi khalifah Rasulullah SAW. Ketika itu umat Islam terpecah menjadi dua kelompok. Satu kelompok umat adalah orang-orang yang menerima dan mentaati wasiat Nabi Muhammad SAW. Mereka menganggap bahawa Ahlubait adalah sebagai khalifah yang rasmi setelah kepergiannya. Mereka ini dikenal sebagai Syi‟ah Ali yang mengutuk para pengingkar wasiat Nabi Muhammad SAW. Inilah awal mula terbentuknya berbagai macam teologi dalam islam.

Beberapa tragedi sering mewarnai kekhalifahan setelah Rasulullah SAW. Pada kekhalifahan pertama yaitu Abu Bakar masih belum terlalu tercium pergolakan yang terjadi. Namun pada kekhalifahan kedua yaitu Umar bin Khattab mulai terjadi pergolakan yang sekaligus mengakhiri masa kekhalifahannya yaitu penusukan yang berujung meninggalnya beliau. Sepeninggal Umar, kekhalifahan kemudian diteruskan oleh Usman bin Affan. Ada issu yang mencoreng kekhalifahan Usman, yaitu issu nepotisme dan korupsi pemerintahan. Bagaimana tidak, mengingat bahwa banyak pejabat yang diangkat oleh Khalifah Usman merupakan orang-orang terdekat beliau. Salah satu kasusnya adalah dengan ditetapkannya Mu‟awiyah sebagai gubernur di Damaskus, Syria (Syam, sebutan waktu itu). Tuntutan agar Utsman yang saat itu sudah berumur 82 tahun, harus segera lengser pun segera menjadi isu yang besar pada waktu itu. Dan puncaknya adalah pembunuhan Usman bin Affan yang dilakukan oleh kelompok misterius Al- Ghofiqi.

Beberapa saat kemudian Ali terpilih oleh penduduk Madinah sebagai Khalifah ke IV

untuk mengisi kekosongan agar kekhalifahan Islam tidak terlalu lama mengalami vakum tanpa pemimpin. Namun hal ini tidak mulus begitu saja, karena ada beberapa pihak yang tidak setuju.

(5)

Sedangkan dari pihak Ali menginginkan bahwa Mu‟awiyah harus mengakui kekhalifahan Ali terlebih dahulu agar dapat mengusut siapakah dalang dari pembunuhan Usman. Dan ini tentu sulit dilakukan Oleh Ali yang baru berkuasa, karena asal suku kebangsaan para pemberontak ini tersebar luas dari seluruh wilayah kekuasaan Islam. Karena merasa bahwa pengangkatan Ali sebagai khalifah terdapat kecacatan hukum, yang mana seharusnya dilakukan musyawarah yang lebih besar, tidak hanya melibatkan penduduk madinah saja, maka Mu‟awiyah tetap teguh pada pendiriannya.

Akhirnya karena Ali tak mampu membekuk pembunuh Usman dalam waktu yang ditentukan oleh Mu‟awiyah, maka Mu‟awiyah pun memproklamirkan diri sebagai Khalifah yang berkedudukan di Damaskus, Syria. Pemerintahan Madinah yang kemudian dipindahkan ke Kufah menganggap ini adalah suatu tindakan pemberontakan (bughot) terhadap pemerintahan yang sah –sesuai Qur‟an Surat Al- Hujurot yang harus diperangi. Namun demikian S.Ali masih berusaha melakukan Islah, diplomasi dan negosiasi agar perpecahan tak berlanjut, namun rupanya Mu‟awiyah merasa cukup kuat dan menolak segala islah dan diplomasi Ali. Pertempuran pun pecah di sebuah tempat bernama Shiffin dipinggiran sungai Euphrat, dengan melibatkan 90.000 tentara pasukan Ali melawan 120.000 tentara pasukan Mu‟awiyah. Pertempuran ini sebetulnya bukan merupakan pertempuran pertama antara sesama muslim, karena sebelumnya telah terjadi pula pertempuran dan perang saudara sesama muslim. Yakni setahun sebelumnya, tepatnya pada tahun 36 H/ 656 di Basrah, terjadi peperangan Jamal antara tentara dibawah pimpinan A‟isyah istri Nabi yang sedang berusaha mencari dan menangkap para pembunuh Utsman, melawan tentara dibawah Ali. Dikisahkan disini, suatu peperangan sia- sia yang mengorbankan lebih 10.000 tentara kaum muslimin yang bersaudara.

(6)

Kemudian diadakan kesepakatan agar masing masing mengangkat seorang delegasi yang memiliki wewenang penuh untuk menentukan dan mengambil keputusan final untuk menyelesaikan fitnah tersebut. Kesepakatan ini disebut tahkim (Arbitrasse). Pihak Ali mengangkat Sahabat Abu Musa Al- Asy‟ary yang jujur dan lugu, ditemani oleh sahabat Abdullah bin Abbas, sedang pihak Mu‟awiyah diwakili oleh Sahabat Amr bin Ash, seorang ahli siasat yang ulung.

Disaat inilah mulai muncul ketidak puasan dari sejumlah kelompok tentara berjumlah kurang lebih 12.000 orang yang sebelumnya pendukung setia Ali dari kabilah Bani Hanifah dan

Bani Tamim. Mereka menganggap Ali sudah tidak berhukum dengan qur‟an karena menerima tahkim. Karena menurut mereka, Qur‟an menyatakan bahwa kaum bughot/ pemberontak harus diperangi, sampai mereka sadar kembali. Mereka menganggap dengan menerima tahkim berarti Ali telah melanggar ayat: “Waman lam yahkum bimaa anzalallohu fa‟ulaaika humul Kaafiruun, Dhoolimuun, Faasiquun.” (Al- Ma‟idah 44- 47)

Abu Musa Al‟Asy‟ary pun diterima dengan baik dan ramah tamah oleh Amr bin Ash. Sahabat Abdullah bin Abbas sudah memperingatkan kepada Abu Musa Al- Asy‟ary agar hati- hati menghadapi sikap ramah tamah Amr bin Ash, mungkin ada siasat yang sedang Amr persiapkan. Amr pun meloby Abu Musa agar lebih baik mereka memakzulkan/ melengserkan kedua Khalifah tersebut yang telah membuat kaum muslimin terbelah. Lebih baik mencari pemimpin lain yang tidak tersangkut kasus fitnah besar tersebut atas dasar pemilihan secara demokratis dari perwakilan yang ditunjuk (Ahlul Halli Wal-Aqdi). Rupanya siasat ini termakan oleh Abu Musa yang tua dan jujur itu, maka merekapun mempersiapkan sebuah pertemuan besar untuk mengumumkan kesepakatan itu.

Kemudian pada hari pemakzulan ditentukan dan sejumlah besar perwakilan kaum muslimin berkumpul di dummatul jandal pada tanggal 21- Romadhon 37 H/ February- 658 M, secara bergantian Amr bin Ash dan Abu Musa Al- Asy‟ary nanti akan mengumumkan pemakzulan kedua Khalifah itu. Dengan halus dan sopan Amr bin Ash mempersilahkan Abu

(7)

Pada saat itu juga Amr bin Ash kemudian Amr bin Ash segera naik kemimbar dan membuat pengumuman yang mengejutkan dan tidak disangka- sangka bagi Abu Musa:” Maka dengan ini Khalifah yang sah adalah Mu‟awiyah. Gegerlah seluruh masyarakat, namun sebagian mereka percaya dan menganggap memang itulah keputusan tahkim yang telah disepakati, yang berarti Ali sudah tidak memiliki legitimasi lagi sebagai Khalifah yang sah.

Sekitar 12.000 tentara yang mulanya setia kepada Ali dan memang sejak awal sudah tidak puas dengan dibentuknya badan arbitrase kemudian menyatakan diri Walk Out (Khowarij) dan menganggap mereka semua yang terlibat tahkim telah kafir, termasuk Ali dan Mu‟awiyah.

Inilah cikal bakal kelompok ekstrim dan radikal dalam Islam. Mereka kemudian berkumpul dan menyusun kekuatan di sebuah desa yang bernama Khoruroh, sehingga mereka sering juga disebut golongan khoruriyah, atau khowarij karena mereka keluar dari jama‟ah kaum muslimin yang telah menerima tahkim. Sering juga mereka disebut khoriji lafadh mufrod dari khowarij atau kadang disebut juga al- muhakkamah yang artinya : hanya mengakui hukum- hukum Allah, atau nahrawandi karena mereka pernah dihancurkan oleh Ali dalam peperangan hebat di Nahrawand, Persia pada tahun 38 H/ 658 M.

2.2 Aliran-aliran Dalam Islam

Selain beberapa aliran yang telah dijelaskan di atas, juga terdapat beberapa aliran yang muncul sebagai efek domino dari sejarah panjang pergulatan politik di dalam dunia islam. Diantaranya adalah sebagai berikut.

2.2.1 Aliran Murji`ah

Nama Murji`ah di ambil dari kata irja atau arja`a yang bermakna penundaan, penangguuhan, dan pengharapan. Kata arja`a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberikan harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja`a bearti pula meletakkan di belakang atau mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan iman. Oleh karena itu Murji`ah artinya orang yang menunda

penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.

(8)

tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika terjadi pertikaian politik dan juga bertujuan untuk menghindari sektarianisme. Murji‟ah, baik sebagai kelompok politik maupun teologis, diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syiah dan Khawarij. Kelompok ini merupakan musuh berat Khawarij.

Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, yang merupakan basis doktrin Murji‟ah. Muncul pertama kali sebagai gerakan politikyang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini, menceritakan bahwa 20 Tahun setelah kematian Muawiyah, pada tahun 680, di dunia Islam dikoyak oleh

pertikaian sipil. Al-Mukthar membawa faham Syi‟ah ke kufah dari Tahun 685-687 ; Ibnu Zubayr meklaim kekhalifahan di Mekkah hingga yang berada di bawah kekuasaan islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul gagasan irja atau penangguhan (postponement). Gagasan ini pertama kali di pergunakan sekitar tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat pendeknya. Dalam surat itu, Al-Hasan menunjukkan sikap politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui Abu Bakar dan Umar, tetapi dengan menangguhkan keputusan atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan Usman, Ali, dan Zubayr (seorang tokoh pembelot ke Mekah). “Dengan sikap politik ini, Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok syiah revolusioner yang terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan Muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan si pendosa Usman.

Teori lain menceritakan bahwa ketika terjadi persetruan antara Ali dan Muawiyah, dilakukan tahkim (abitrase) atas usulan Amr bin Ash, seorang kaki tangan Muawiyah. Kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu, yang pro dan yang kontra. Kelompok kontra yang akhirnya menyatakan keluar dari Ali, yakni kubu Khawarij. Mereka memandang bahwa tahkim bertentangan dengan Al-Qur‟an, dalam pengertian, tidak bertahkim berdasarkan Hukum Allah. Oleh karena itu, mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar, dan pelakunya

dapat dihukumi kafir, sama seperti perbuatan dosa besar lain, seperti zina,riba,membunuh wanita baik-baik. Pendapat ini ditentang sekelompok sahabat yang kemudian disebut Murji‟ah, yang

mengatakan bahwa pembuat dosa besar tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan mengampuninya atau tidak.

(9)

Aliran mu‟tazilah merupakan salah satu aliran teologi dalam islam yang dapat dikelompokkan sebagai kaum rasionalis islam, disamping maturidiyah samarkand. Aliran ini muncul sekitar abad pertama hijriyah, di kota Basrah, yang ketika itu menjadi kota sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan islam. disamping itu, aneka kebudayaan asing dan macam-macam agama bertemu dikota ini. dengan demikian luas dan banyaknya penganut islam, semakin banyak pula musuh-musuh yang ingin menghancurkannya, baik dari internal umat islam secara politis maupun dari eksternal umat islam secara dogmatis.

Dalam sejarah, mu‟tazilah timbul berkaitan dengan peristiwa Washil bin Atha‟ (80-131) dan temannya, amr bin „ubaid dan Hasan al-basri, sekitar tahun 700 M. Washil termasuk orang-orang yang aktif mengikuti kuliah-kuliah yang diberikan al-Hasan al-Basri di msjid Basrah. suatu hari, salah seorang dari pengikut kuliah (kajian) bertanya kepada Al-Hasan tentang kedudukan orang yang berbuat dosa besar (murtakib al-kabair). mengenai pelaku dosa besar khawarij menyatakan kafir, sedangkan murjiah menyatakan mukmin. ketika Al-hasan sedang berfikir, tiba-tiba Washil tidak setuju dengan kedua pendapat itu, menurutnya pelaku dosa besar bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi berada diantara posisi keduanya (al manzilah baina al-manzilataini). setelah itu dia berdiri dan meninggalkan al-hasan karena tidak setuju dengan sang guru dan membentuk pengajian baru. atas peristiwa ini al-Hasan berkata, “i‟tazalna” (Washil menjauhkan dari kita). dan dari sinilah nama mu‟tazilah dikenakan kepada mereka. 2.2.3 Aliran Asy-‘Ariyah

Asy`ariyah adalah sebuah paham akidah yang dinisbatkan kepada Abul Hasan Al-Asy`ariy. Nama lengkapnya ialah Abul Hasan Ali bin Isma‟il bin Abi Basyar Ishaq bin Salim bin Ismail bin Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah Amir bin Abi Musa Al-Asy‟ari, seorang sahabat Rasulullah saw. Kelompok Asy‟ariyah menisbahkan pada namanya sehingga dengan demikian ia menjadi pendiri madzhab Asy‟ariyah.

Abul Hasan Al-Asya‟ari dilahirkan pada tahun 260 H/874 M di Bashrah dan meninggal dunia di Baghdad pada tahun 324 H/936 M. Ia berguru kepada Abu Ishaq Al-Marwazi, seorang fakih madzhab Syafi‟i di Masjid Al-Manshur, Baghdad. Ia belajar ilmu kalam dari Al-Jubba‟i, seorang ketua Muktazilah di Bashrah.

(10)

sehingga ia menguasai betul berbagai metodenya dan kelak hal itu menjadi senjata baginya untuk membantah kelompok Muktazilah.

Al-Asy‟ari yang semula berpaham Muktazilah akhirnya berpindah menjadi Ahli Sunnah. Sebab yang ditunjukkan oleh sebagian sumber lama bahwa Abul Hasan telah mengalami kemelut jiwa dan akal yang berakhir dengan keputusan untuk keluar dari Muktazilah. Sumber lain menyebutkan bahwa sebabnya ialah perdebatan antara dirinya dengan Al-Jubba‟i seputar masalah ash-shalah dan ashlah (kemaslahatan).

Sumber lain mengatakan bahwa sebabnya ialah pada bulan Ramadhan ia bermimpi melihat Nabi dan beliau berkata kepadanya, “Wahai Ali, tolonglah madzhab-madzhab yang mengambil riwayat dariku, karena itulah yang benar.” Kejadian ini terjadi beberapa kali, yang pertama pada sepuluh hari pertama bulan Ramadhan, yang kedua pada sepuluh hari yang kedua, dan yang ketika pada sepuluh hari yang ketiga pada bulan Ramadhan. Dalam mengambil keputusan keluar dari Muktazilah, Al-Asy‟ari menyendiri selama 15 hari. Lalu, ia keluar menemui manusia mengumumkan taubatnya. Hal itu terjadi pada tahun 300 H.

Setelah itu, Abul Hasan memposisikan dirinya sebagai pembela keyakinan-keyakinan salaf dan menjelaskan sikap-sikap mereka. Pada fase ini, karya-karyanya menunjukkan pada pendirian barunya. Dalam kitab Al-Ibanah, ia menjelaskan bahwa ia berpegang pada madzhab Ahmad bin Hambal.

Abul Hasan menjelaskan bahwa ia menolak pemikirian Muktazilah, Qadariyah, Jahmiyah, Hururiyah, Rafidhah, dan Murjiah. Dalam beragama ia berpegang pada Al-Qur‟an, Sunnah Nabi, dan apa yang diriwayatkan dari para shahabat, tabi‟in, serta imam ahli hadits. Aliran ini kemudian lebih dikenal sebagai Ahlussunnah-Waljama‟ah atau Sunni.

Ahlus Sunnah adalah mereka yang mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan sunnah shahabatnya radhiyallahu 'anhum. Al-Imam Ibnul Jauzi menyatakan tidak diragukan bahwa Ahli Naqli dan Atsar pengikut atsar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan atsar para shahabatnya, mereka itu Ahlus Sunnah.

Kata "Ahlus-Sunnah" mempunyai dua makna. Pertama, mengikuti sunah-sunah dan atsar-atsar yang datangnya dari Rasulullah shallallu 'alaihi wa sallam dan para shahabat

(11)

Kedua, lebih khusus dari makna pertama, yaitu yang dijelaskan oleh sebagian ulama di mana mereka menamakan kitab mereka dengan nama As-Sunnah, seperti Abu Ashim, Al-Imam Ahmad bin Hanbal, Al-Imam Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Al-Khalal dan lain-lain. Mereka maksudkan (As-Sunnah) itu i'tiqad shahih yang ditetapkan dengan nash dan ijma'.

3. Penutup

Dari sekian banyak aliran kalam (teologi) yang berkembang di masa kejayaan peradaban Islam, seperti Syiah, Khawarij, Muktazilah, Murjiah, Kadariyah, Jabbariyah, Asy‟ariyah, Maturudiyah, dan sebagainya, hingga saat ini hanya dua aliran yang masih memiliki banyak pengikut. Kedua aliran itu adalah Ahlussunnah wal Jamaah (biasa disebut dengan kelompok Sunni) dan Syiah. Penganut kedua paham ini tersebar di berbagai negara di dunia yang terdapat komunitas Muslim. Tak jarang, dalam satu negara Muslim, terdapat dua penganut aliran ini.

Secara statistik, jumlah Muslim yang menganut paham Sunni jauh lebih banyak dibandingkan yang menganut paham Syiah. Wikipedia menyebutkan, sekitar 90 persen umat Muslim di dunia merupakan kaum Sunni dan sekitar 10 persen menganut aliran Syiah.

Namun, sumber lain menyebutkan, paham Syiah dianut oleh sekitar 20 persen umat Islam. Sementara itu, penganut Islam Sunni diikuti lebih dari 70 persen. Rujukan lain menyebutkan, penganut Islam Sunni sebanyak 85 persen dan Syiah 15 persen.

Kendati jumlahnya tak lebih dari 20 persen, penganut Syiah ini tersebar hampir di seluruh dunia. Yang terbesar ada di Iran dan Irak, kemudian sedikit di Afghanistan, Pakistan, India, Lebanon, Arab Saudi, Bahrain, Kuwait, beberapa negara pecahan Uni Soviet, beberapa negara di Eropa, dan sebagian di Amerika Serikat.

Seperti halnya Syiah, paham Sunni juga dianut oleh umat Islam di negara-negara tersebut. Tetapi, itu dalam komposisi yang berbeda-beda antara satu negara dan negara yang lain. Paham Sunni dianut lebih banyak umat, termasuk di Indonesia.

Di Iran yang mayoritas penduduknya adalah Muslim, 90 persen merupakan penganut Syiah dan

hanya delapan persen yang menganut aliran Ahlusunah Waljamaah. Karena jumlahnya mayoritas, paham Syiah tidak hanya diperhitungkan sebagai aliran teologi, tetapi juga sebagai

gerakan politik di Iran.

(12)

Malam‟ ini berkisar 60-65 persen dan penganut Suni 32-37 persen. Para penganut Syiah di Irak merupakan orang dari suku Arab. Sementara itu, penganut Islam Sunni adalah mereka yang berasal dari suku Arab, Kurdi, dan Turkmen.

Di negara Muslim lainnya, seperti Afghanistan, jumlah Muslim Sunni mencapai 80 persen, Syiah 19 persen, dan penganut agama lainnya satu persen. Di Sudan, 70 persen penduduknya merupakan penganut Islam Sunni yang mayoritas bermukim di wilayah utara Sudan. Di Mesir, 90 persen penduduknya adalah penganut Islam yang mayoritas beraliran Suni. Sementara itu, sisanya menganut ajaran sufi lokal.

Sedangkan, masyarakat Muslim di Lebanon, selain menganut paham Sunni dan Syiah, juga menganut paham Druze. Namun, dari 59 persen penduduk Lebanon yang beragama Islam, tidak diketahui secara pasti berapa komposisi penganut paham Sunni, Syiah, dan Druze.

Berbagai sumber yang ada menyebutkan bahwa komunitas Suku Kurdi (kurang dari satu persen) yang bermukim di Lebanon, termasuk dalam kelompok Sunni. Jumlah mereka diperkirakan antara 75 ribu hingga 100 ribu orang. Selain itu, ada pula ribuan Suku Badui Arab yang tinggal di wilayah Bekaa dan Wadi Khaled, yang semuanya itu menganut paham Sunni.

Kendati demikian, di beberapa negara Muslim yang mayoritas menganut paham Sunni, seperti Indonesia dan Malaysia, penganut Syiah nyaris tidak diperhitungkan, baik sebagai aliran teologi maupun gerakan politik.

4. Referensi

Nasrah. Kalam dan Sekte-sekte Dalam Islam. Jurusan Bahasa Arab, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. 2005

http://www.emakalah.com/2013/02/aliran-murjiah.html#ixzz2p8pKGMme http://tanbihun.com/usulidin/asal-usul-khowarij/#.UsPUDvQW05m http://www.islamquest.net/ms/archive/question/fa2381

http://www.jhaylover.blogspot.com

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, mesti ada upaya guru agar penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tersebut dapat dioptimalkan, maka salah satu cara yang ditempuh adalah

Magister Kenotariatan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis tertarik memilih penelitian berupa kajian penyelenggaraan pendaftaran tanah dalam terciptanya Kepastian Hukum

Senyawa difeniltimah(IV) di-2-nitrobenzoat dan trifeniltimah(IV) 2-nitrobenzoat merupakan inhibitor katodik yang memperlambat atau menghambat reaksi katodik pada baja lunak maka

Penyelidikan epidemiologi terhadap kasus KLB serta penyebaran penyakit difteri pada tanggal 14 – 19 Mei 2015 di Kampung Kumpay Desa Maraya Kecamatan Sajira Kabupaten Lebak

Pembuat peta rawan bencana longsor dengan metode yang akurat dengan melibatkan faktor-faktor pemicu kejadian longsor yang ada di daerah penelitian dikombinasikan

Responden yang pertama dan responden ketiga dari Muhammadiyah, yaitu Tajuddin Noor dan Arsuny Busyp berpendapat serupa sebagaimana isi Kompilasi Hukum Islam mengenai

peningkatan materi atmosfer dikelas eksperimen Postest dapat dilihat bahwa sub konsep lapisan atmosfer dan klasifikasi konsep terdapat peningkatan siswa yang tahu

Pada Tabel 4.5 terlihat bahwa tidak ada perubahan pendapatan pada percobaan yang dalam perhitungannya hanya dengan mempertimbangkan proporsi dari konsumen tipe I,