• Tidak ada hasil yang ditemukan

Interkoneksi Integrasi Agama dan Ilmu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Interkoneksi Integrasi Agama dan Ilmu"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

INTERKONEKSI - INTEGRASI AGAMA DAN ILMU

M. ANUGRAH ARIFIN 1 5 4 1 4 1 0 0 9

DI AJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS UAS MATA KULIAH FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM

DOSEN PENGAMPU Prof. Dr. H. M.Taufik, M.Ag

PASCASARJANA

Jurusan Magister Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Mataram

INTERKONEKSI - INTEGRASI AGAMA DAN ILMU BAB I PENDAHULUAN

(2)

Salah satu faktor yang menyebabkan kemunduran pendidikan umat Islam di Indonesia adalah adanya sistem pendidikan sekuler yang mendikotomi ilmu agama dengan ilmu-ilmu umum. Paradigma sekuler dalam pendidikan menyebabkan tumbulnya anggapan bahwa jika peserta didik berakhlak buruk, dan tidak menjalankan ajaran agama dengan baik maka yang patut disalahkan adalah guru agama, guru matematika ataupun guru umum lainnya tidak masalah jika tidak mengerti persoalan agama dan tidak masalah jika tidak benar-benar taat beragama. Kondisi ini kemudian membuat sekat yang sangat jelas antara ilmu-ilmu agama dan umum dalam dunia pendidikan Indonesia.

Secara normatif konseptual dalam Islam tidak terdapat dikotomi ilmu. Baik Al Qur'an maupun hadits tidak memilah antara ilmu yang wajib dipelajari dan yang tidak. Dikotomi dalam Islam timbul sebagai akibat dari beberapa hal. Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Kedua, faktor historis perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran sejak abad pertengahan. Ketiga, factor internal kelembagaan pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan akibat kompleknya problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat Islam.1

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam mengembangkan potensi diri yang dimilikinya secara utuh, baik potensi jasmaniah maupun rohaniah. dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.2 Pendidikan dalam pengertian tersebut mengharuskan adanya pembentukan dan pengembangan skill dan knowledge yang beriringan, berdampingan, serta menjadi satu kesatuan yang utuh dengan pengembangan nilai-nilai spritual keagamaan yang terwujud dalam akhlak serta kpribadian yang baik.

Umat Islam perlu meninjau ulang format pendidikan Islam nondikotomik melalui upaya pengembangan struktur keilmuan yang integratif-interkonektif, agar dapat dicapai konsep keutuhan ilmu. Yang dimaksud integratif disini adalah keterpaduan kebenaran wahyu (burhan qauli) dengan bukti-bukti yang ditemukan di alam semesta (burhan kauni).

1 Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.3.

(3)

Sedangkan interkonektif adalah keterkaitan satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lain akibat adanya hubungan yang saling mempengaruhi.

Muara dari Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu merupakan usaha untuk menyatukan dan menjadikan sebuah keterhubungan antara nilai-nilai agama dengan keilmuan umum dalam upaya untuk membentuk embrio-embrio intelektual yang mampu mebumikan nilai-nilai Al-Quran dan As-Sunnah dalam kehidupan sehari-hari.

Bertolak dari prinsip integrasi-interkoneksi di atas, dapat di garis bawahi bahwa setiap guru diluar mata pelajaran agama dapat menjadikan mata pelajaran yang diajarkan sebagai medium untuk menanamkan nilai-nilai Al-Quran. Atau sekurang-kurangnya, setiap guru perlu mengungkapkan nilai-nilai yang dikandung mata pelajaran yang dipegangnya untuk menanamkan benih-benih moralitas pada diri siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut, setiap guru mata pelajaran seharusnya merupakan guru Al-Quran atau sekurang-kurangnya mengetahui nilai-nilai kebaikan di dalam Al-Quran.

Oleh karena konsep integasi-interkoneksi agama dan ilmu masih mencari bentuk ideal untuk diterapkan dalam pendidikan di Indonesia, maka dalam makalah ini, penulis berusaha mengeksplor berbagai hal tentang Interkoneksi - Integrasi agama dan ilmu

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud dengan integrasi-interkoneksi agama dan ilmu..? 2. Bagaimana konsep integrasi-interkoneksi agama dan ilmu..?

3. Bagaimana konsep ideal integrasi-interkoneksi agama dan ilmu dalam pendidikan di Indonesia..?

C. TUJUAN PENULISAN MAKALAH

A. Mengeksplorasi hal-hal yang berkaitan dengan integrasi-interkoneksi agama dan ilmu B. Mengetahui konsep integrasi-interkoneksi agama dan ilmu

(4)

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFINISI ISTILAH

Secara etimologis, kata interkoneksi berarti hubungan satu sama lain, sedangkan integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.3 Poerwadarminta mengungkapkan bahwa integrasi secara etimologis dapat dipahami sebagai perpaduan, penyatuan, dan penggabungan dua objek atau lebih.4 Pengertian semakna juga disampaikan oleh Triantono5 yakni integrasi adalah penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.

Agama adalah sebuah koleksi terorganisir dari kepercayaan, sistem budaya, dan pandangan dunia yang menghubungkan manusia dengan tatanan/perintah dari kehidupan.6 Banyak agama memiliki narasi, simbol, dan sejarah suci yang dimaksudkan untuk menjelaskan makna hidup dan / atau menjelaskan asal usul kehidupan atau alam semesta. Dalam terminologi Islam agama di sebut dengan Ad-Din. Dalam KBBI kata Din merupakan kata benda yang berarti "agama". Contoh; dinul-Islam, agama Islam.7 istilah Millah juga digunakan untuk menyebutkan agama yang maknanya hampir serupa dengan Ad-Din . Kedua istilah tersebut digunakan dalam konteks yang berlainan. Millah digunakan ketika dihubungkan dengan nama Nabi yang kepadanya agama itu diwahyukan dan Din digunakan ketika dihubungkan dengan salah satu agama, atau sifat agama, atau dihubungkan dengan Allah yang mewahyukan agama itu. 8

3 Tim Penyusun, KBBI, Jakarta:Pusat Bahasa, 2008, 559. Lihat juga http://kamusbahasaindonesia.org/ integrasi/ interkoneksi

4 Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985, h. 384.

5 Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007, 38.

6 The Everything World's Religions Book: Explore the Beliefs, Traditions and Cultures of Ancient and Modern Religions, page 1 Kenneth Shouler - 2010

7 http://kbbi.web.id/din

(5)

Para peneliti antropologi agama menemukan dan mencatat dengan cermat bahwa apa yang disebut agama antara lain meliputi unsur-unsur dasar ebagai berikut : 1) doktrin (believe certain things), 2) ritual (perform certain activities), 3) kepemimpinan (invest authority in certain personalities), 4) nass/teks kitab suci (hallow certain texts), 5) sejarah (tellvarious stories), 6) moralitas (legitimate morality) dan bisa ditambah 7) Alat-alat (tools).9 Agama yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah agama-agama samawi secara umum dan Islam secara khusus.

Ilmu dalam bahasa Indonesia dipahami sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.10 Dalam makalah ini, istilah ilmu digunakan untuk pengetahuan-pengetahuan social, sains, dan humaniora yang kemudian dikelompokkan dalam Ilmu umum.

B. Sejarah dikotomi Agama dan Ilmu

Islam tidak pernah mengenal dikotomi Ilmu. Dalam awal perkembanganya, agama Islam memfokuskan para sahabat yang baru memeluk agama Islam untuk mempelajari agama sekaligus juga memotivasi dan menfasilitasi mereka yang tidak memiliki kemampuan membaca dan menulis.11 Mencari, mendalami, dan menekuni Ilmu dalam makna yang luas, merupakan salah satu doktrin Islam yang telah disampaikan oleh Allah dan Rasulnya :

“Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu

9 James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and Subsequent Debates (London: The Continuum International Publishing Group, 2006), 236. Bandingkan dengan Ninian Smart,

Dimensions of the Sacred: An Anatomy of the World’s Beliefs (London: Fontana Press,1977).

10 Tim Penyusun, KBBI, __________370-371

(6)

pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.Al-Mujadalah:11)

Rasulullah SAW bersabda:

(هجام نبا هاور ممللسسمم لللكم ىللعل ةةضليسرلفل مللسعللاس بمللطل) “Menuntut ilmu merupah sebuah kewajiban bagi setiap individu muslim” (HR.Ibn Majah)

Dalam kedua contoh doktrin ilmu diatas, tidak ada dikotomi antara ilmu umum maupun ilmu agama, islam memandang keduanya sebagai kesatuan yang utuh sebagai Ayat-Ayat Allah yang kauliyah maupun Kauniyah. Pemahaman Ilmu yang teringgrasi sedemikian rupa dalam bingkai keagamaan yang kuat kemudian yang mendorong para Khalifah dan orang-orang yang berkuasa dimasa Daulah bani Umayyah dan Abbasyiah giat mengembangkan ilmu dan segala fasilitas pendukungnya tampa melepaskan diri dari dasar islam yang paling utama Al-Quran dan As-Sunnah sehingga lahirlah ilmuan-ilmuan yang fenomenal seperti Ibnu Rusyd, Al-Kindi, Al-Farabi, ibn Thufail, jabir bin Hayyan,Umar Al-Farukhan, Al-Farazi dalam ilmu Filsafat, Kedokteran, matematika dan astronomi.12

Dikotomi Agama dan Ilmu muncul dikemudian hari akibat kelemahan umat Islam dan Pengaruh dikotomi Ilmu dan Agama yang berkembang di Dunia Barat. Embrio kelemahan umat Islam dalam menggunakan logika muncul saat timbulnya paham Pintu Ijtihad sudah tertutup yang kemudian diikuti oleh pemakruhan bahkan pengharaman menggunakan Akal dalam beragama yang sebenarnya merupakan reaksi berlebihan terhadapa faham Mu’tazilah yang meletakkan akal diatas wahyu.13

Dalam kajian sejarah, dikotomi Agama dan Ilmu pertama kali muncul hampir seiringan dengan masa renaissance dunia barat. Saat itu kondisi sosio-relegius maupun sosio intlektual, di kuasai oleh greja. Kebijakan-kebijakannya mendominasi dalam berbagai aspek kehidupan. Ajaran-ajaran Kristen dilembagakan dan menjadi penentu kebenaran Ilmiah, bahkan semua penemuan hasil dari penelitian ilmiah dianggap sah dan benar jika sejalan dengan doktrin-doktrin gereja. Sekelompok ilmuan yang masih tetap pada ideologinya, mempertahankan kebenaran penelitian ilmiah yang mereka yakini walaupun bertentangan dengan otoritas gereja seperti Charles Darwin

12 M. Mukhlis Fahruddin. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus Bayt al Hikmah. El-Harakah, Vol. 11, No. 3. 191

(7)

dengan teori Evolusi atau Galileo Galilei yang berani mengatakan Bumi berbentuk bulat disaat gereja meyakini Bumi berbentuk datar. Gerakan – gerakan ini kemudian berkembang secara masif dan membentuk paradigma sekuler yang menetapkan bahwa ideology agama tidak boleh dicanpur adukkan dengan ideology ilmiah dalam artian Ilmu-Ilmu Alam, sosio, Humaniora harus berpisah dari Agama.

Berlawanan dengan perkembangan dunia barat, Islam mengalami kemunduran dan sebagian besar wilayah islam mulai dijajah barat. Dalam masa penjajahan yang panjang dan hampir merata diseluruh dunia Islam, terjadi Alkulturasi budaya, Alkulturasi pemikiran dan intelektualisme Barat dengan negeri-negeri Islam sebagai daerah jajahannya. Azmuyardi Azra mengatakan bahwa dikotomi pendidikan agama dan umum kemudian muncul sebagai akibat dari penjajahan barat yang menyebabkan umat islam mengalami keterbelakangan dan disintegrasi dalam kemasyarakatan dan keilmuan sehingga memunculkan intelektual baru yang disebut Intelektual sekuler.14

Sebagai reaksi dari munculnya para intlektual muslim sekuler yang mewarisi paham dikotomi agama dan ilmu dari dunia barat, Para fuqaha mengambil langkah protektif dengan cara memakruhkan bahkan mengharamkan tindakan mengambil apapun yang bersumber dari dunia barat, termasuk Ilmu-Ilmu Alam, Sosial, Humaniora. Imam Ghazali sebagai salah satu tokoh dalam dunia Islam kemudian mengmbil langkah protektif yang tidak terlalu ekstrim dengan cara membagi Ilmu itu menjadi Ilmu Fardu ‘ain dan Ilmu Fardu Kifayah. 15 Pembagian ini kemudian yang menjadi dasar dikotomi agama dan ilmu yang amat kontras dalam dunia Islam Indonesia yang termanifestasi dalam prilaku sebagian besar Pelajar Islam (santri) dalam bentuk menfokuskan diri pada ilmu-ilmu agama dan mengesampingkan bahkan membuang ilmu-ilmu Alam, Sosial, Humaniora.

Dikotomi ilmu ini merambah kedalam sitem pendidkan Islam, dengan munculnya dikotomi sekolah umum pada satu sisi dan madrasah yang merupakan perwakilan sekolah agama pada sisi lain. Kondisi ini lebih parah dengan dikeluarkannya Surat keputusan Bersama (SKB) tiga Mentri-Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Agama pada tahun 1975 yang telah mempersamakan kedudukan sekolah umum dengan madrasah yang masih berstatus sekolah agama.16

14 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999. 159-160.

15

(8)

Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dikotomi dalam Islam timbul sebagai akibat dari beberapa hal. Pertama, faktor perkembangan pembidangan ilmu itu berbagai cabang disiplin ilmu, bahkan anak cabangnya. Kedua, faktor historis perkembangan umat Islam ketika mengalami masa kemunduran dan penjajahan sejak abad pertengahan. Ketiga, faktor internal kelembagaan pendidikan Islam yang kurang mampu melakukan upaya pembenahan dan pembaharuan akibat kompleknya problematika ekonomi, politik, hukum, sosial dan budaya yang dihadapi umat Islam.17

C. Hubungan Agama dengan Ilmu

Sebagaimana dipaparkan oleh Ian G. Barbour, setidaknya, ada 4 pola hubungan antara agama dan ilmu, yaitu Konflik (bertentangan), Independensi (masing-masing berdiri sendiri-sendiri), Dialog (berkomunikasi) atau Integrasi (menyatu dan bersinergi). 18

Sebagai ilustrasi dari ke empat hubungan agama dan ilmu tersebut, M.Amin Abdullah memberikan ilustrasi kasus yang terjadi Pada tanggal 17 Februari 2012, dimana Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan ketetapan baru, menyempurnakan pasal 43, ayat 1, Undan-gundang Perkawinan 1974, dengan menetapkan bahwa “anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”. Dengan ketetapan ini, maka hak keperdataan anak hasil pernikahan sirri antara almarhum Moerdiono, mantan Mensekneg dan Machica Mochtar. Mahkamah Konstitusi menetapkan bahwa almarhum Moerdiono adalah ayah biologis dari M. Iqbal Ramadlan, sebagai anak hasil perkawinan sirri dengan Machica Mochtar berdasar atas bukti ilmu pengetahuan (DNA).19

Peradilan Agama di wilayah Jakarta, pada awalnya memutuskan atas gugatan yang diajukan oleh Machica Mochtar bahwa anak hasil nikah sirri (yang sah menurut

17 Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.3.

18 M. Amin Abdullah . Agama, Ilmu Dan Budaya Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan. PDF.3

(9)

agama) - karena tidak tercatat dalam catatan Kantor Urusan Agama ataupun Kantor Catatan Sipil - maka anak yang lahir akibat perkawinan sirri tersebut hanya dapat dinisbahkan kepada ibunya, dan tidak dapat dinisbahkan kepada ayah (biologis) nya. Pada era pra modern, sesuai dengan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan saat itu, memang sulit sekali membuktikan secara biologis siapa laki-laki/ayah yang sesungguhnya dari anak yang lahir dari seorang wanita/ibu, yang karena sesuatu dan lain hal, tidak diketahui laki-laki yang membuahinya. Para ahli agama saat itu menerima begitu saja kesepakatan yang berlaku saat itu. Namun, kesepakatan dan ketetapan yang semula tidak bermasalah itu, tiba-tiba saja menjadi masalah ketika dapat ditemukan bukti lain melalui kerja penelitian ilmu pengetahuan, khususnya ilmu biologi dan kedokteran, yang berkembang pesat pada era modern. Ilmu biologi dan kedokteran modern dapat membuktikan secara medis-biologis melalui test DNA siapa laki-laki yang menjadi ayah biologis dari anak yang lahir dari seorang wanita. Ketika para hakim agama mengabaikan bukti ilmu pengetahuan, semata-mata karena hanya menetapkan amar keputusannya berlandaskan pada pendapat dan kesepakatan para ahli agama/fikih yang tertuang dalam naskah kitab fikih abad tengah (pra scientific), maka akan tampak bahwa paradigm yang digunakan oleh para hakim agama adalah paradigma Konflik atau Independensi.

(10)

Secara teoritik, dengan mengambil inspirasi dari Ian G. Barbour dan Holmes Rolston, III, ada 3 kata kunci yang menggambarkan hubungan agama dan ilmu yang bercorak Dialogis dan Integratif, yaitu Semipermeable, Intersubjective Testability dan Creative Imagination.

Pertama, Semipermeable. Konsep ini berasal dari keilmuan biologi,dimana isu Survival for the fittest adalah yang paling menonjol. Hubungan antara ilmu yang berbasis pada “kausalitas” (Causality) dan agama yang berbasis pada “makna” (Meaning) adalah bercorak semipermeable, yakni, antara keduanya saling menembus. (The conflicts between scientific and religious interpretations arise because the boundary between causality and meaning is semipermeable).20 Hubungan antara ilmu dan agama tidaklah dibatasi oleh tembok/dinding tebal yang tidak memungkinkan untuk berkomunikasi, tersekat atau terpisah sedemikian ketat dan rigidnya, melainkan saling menembus, saling merembes. Saling menembus secara sebagian, dan bukannya secara bebas dan total. Masih tampak garis batas demarkasi antar bidang disiplin ilmu, namun ilmuan antar berbagai disiplin tersebut saling membuka diri untuk berkomunikasi dan saling menerima masukan dari disiplin di luar bidangnya.

Kedua, Intersubjective testability (Keterujian intersubjektif). Rambu-rambu kedua yang menandai hubungan antara ilmu dan agama yang bercorak dialogis dan integratif adalah Intersubjective subjectivity. pemahaman tentang apa yang disebut dengan objektif harus disempurnakan menjadi intersubjective testability, yakni ketika semua komunitas keilmuan ikut bersama-sama berpartisipasi menguji tingkat kebenaran penafsiran dan pemaknaan data yang diperoleh peneliti dan ilmuan dari lapangan.21

Ketiga, Creative imagination (Imaginasi kreatif). Meskipun logika berpikir induktif dan deduktif telah dapat menggambarkan secara tepat bagian tertentu dari cara kerja ilmu pengetahuan, namun sayang dalam uraian tersebut umumnya meninggalkan peran imajinasi kreatif dari ilmuan itu sendiri dalam kerja ilmu pengetahuan. Memang ada logika untuk menguji teori tetapi tidak ada logika untuk menciptakan teori. Tidak ada resep yang jitu untuk membuat temuan-temuan yang orisinal Teori baru seringkali muncul dari keberanian seorang ilmuan dan peneliti untuk mengkombinasikan

(11)

berbagai ide-ide yang telah ada sebelumnya, namun ide-ide tersebut terisolasi dari yang satu dan lainnya.

Menurut Koesler dan Ghiselin,22 bahwa imajinasi kreatif baik dalam dunia ilmu pengetahuan maupun dalam dunia sastra seringkali dikaitkan dengan upaya untuk memperjumpakan dua konsep framework yang berbeda. Ilmu-ilmu keagamaan Islam era sekarang, sebutlah sebagai contoh seperti fikih, ibadah, kalam/aqidah/tauhid, tafsir, hadis, tarikh, akhlak, tidak boleh lagi steril dari perjumpaan, persinggungan dan pergumulannya dengan disiplin keilmuan lain di luar dirinya. Pendidikan keagamaan secara umum dan keislaman secara khusus tidak dapat lagi disampaikan kepada peserta didik dalam keterisolasiannya dan ketertutupannya dari masukan dari disiplin ilmu-ilmu lain dan begitu juga sebaliknya. Guru dan dosen perlu berpikir kreatif dan memiliki imajinasi kreatif, berani mengkaitkan, mendialogkan uraian dalam satu bidang ilmu agama dalam kaitan, diskusi dan perjumpaannya dengan disiplin keilmuan lain. Apabila langkah ini tidak dilakukan, maka pelajaran agama di sekolah, apalagi perkuliahan di perguruan tinggi, lambat laun akan terancam kehilangan relevansi dengan permasalahan kehidupan sekitar yang sudah barang tentu semakin hari semakin kompleks.23

D. Konsep Pendidikan Integrasi-Interkoneksi

Dalam sistem pendidikan Indonesia, terjadi dikotomi yang nampak jelas antara pendidikan Agama dan pendidikan Umum. Pemisahan mata pelajaran atau mata kuliah Agama dan Umum merupakan salah satu bentuk nyata ketidak akraban kedua entitas keilmua yang sejatinya merupakan satu keutuhan yang berasal dari sumber yang sama yaitu Zat Yang Maha berilmu. Para pemikir Islam Kontenporer baik di Dunia Internasional24 maupun di Tanah Air25 telah menyadari bahaya dikotomi Agama dan Ilmu

22 Ian G. Barbour, Op. cit., h. 143.

23 M. Amin Abdullah, AGAMA, ILMU DAN BUDAYA Paradigma integrasi-interkoneksi keilmuan. 16-1,

24 Seperti Hasan hanafi(mesir), Abdullah Saeed (Australia), Jasser Auda (Qatr dan Dublin) M. Fethullah Gulen (Turki dan Pensylvania).

(12)

terhadap keterpurukan dunia Pendidikan Islam, sehingga timbullah gagasan untuk membentuk paradigma pendidikan yang menginterkoneksi dan mengintegrasi kan nilai-nilai agama dalam Ilmu-ilmu alam maupun sosial humaniora atau yang dikenal dengan Pendidikan Integrasi-Interkoneksi.

Secara etimologis, kata interkoneksi berarti hubungan satu sama lain, sedangkan integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat.26 Poerwadarminta mengungkapkan bahwa integrasi secara etimologis dapat dipahami sebagai perpaduan, penyatuan, dan penggabungan dua objek atau lebih.27 Pengertian semakna juga disampaikan oleh Triantono28 yakni integrasi adalah penyatuan supaya menjadi suatu kebulatan atau menjadi utuh.

Selanjutnya, para ahli di UIN Sunan Kalijaga mendefinisikan pendidikan dengan pendekatan Integrasi-Interkoneksi adalah terpadunya kebenaran wahyu (burhan ilahi) dalam bentuk pembidangan mata kuliah yang terkait dengan nash, (hadlarah al-nash), dengan bukti-bukti yang di alam semesta ini (burhan kauni) dalam bentuk pembidangan matakuliah empiris kemasyarakatan dan kealaman (hadlarah al-I'lm) dan pembidangan matakuliah yang terkait dengan falsafah dan etika(hadlarah al-falsafah).29 Dalam

definisi tersebut terlihat adanya hubungan integratif antara Ilmu agama yang bersumber dari ayat-ayat kauliyah (al-quran dan Al-Hadist) sebagai ruh atau sepirit keilmuan dengan kuliah empiris sebagai ayat-ayat kauniyah yang berfungsi untuk membumikan ayat-ayat kauliyah.

Pendapat serupa disampaikan oleh Imam Suprayogo bahwa Pendidikan Integrasi-Interkoneksi memosisikan Alquran dan hadis dalam pengembangan ilmu sebagai sumber ayat-ayat qauliyyah sedangkan hasil observasi, eksperimen dan penalaran-penalaran yang logis diletakkan sebagai sumber ayat-ayat kauniyyah.Dengan memposisikan Alquran dan hadis sebagai sumber ilmu, maka dapat ditelusuri semua cabang ilmu mempunyai dasar yang bersifat konsep di dalamnya. Ilmu hokum misalanya, sebagai rumpun ilmu sosial maka dikembangkan dengan mencari penjelasan-penjelasan pada Alquran dan hadis sebagai ayat qauliyyah sedangkan hasil hasildengan melalui observasi, eksperiment, dan penalaran logis sebagai ayat-ayat yang kauniyyah.30

26 Tim Penyusun, KBBI, Jakarta:Pusat Bahasa, 2008, 559. Lihat juga http://kamusbahasaindonesia.org/ integrasi/ interkoneksi

27 Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985, h. 384.

28 Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007, 38.

(13)

Dalam pemahaman penulis interkoneksi- integrasi Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan umum tidak hanya berhenti pada tataran ayatisasi atau islamisasi ilmu dengan semata-mata mencari konsep dasar setiap ilmu umum dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Integrasi-Interkoneksi Pendidikan Agama Islam dengan Pendidikan Umum seharusnya terwujud dalam pentransferan dan pembumian nilai-nilai universal Islam dalam Ilmu-Ilmu umum. Sebagai contoh pengintegrasian PAI dalam ilmu kedokteran dapat dilakukan dalam bentuk materi etika kedoktoren prespektif Al-Quran dan As-Sunnah di samping itu para pengajarnya harus memahami karakter utama pengtintegrasian ilmu dan agama ; semipermeable (mampu menembuskan nilai-nilai agama kedalam ilmu), intersubjectif testability (keterujian intersubjektif), dan creatif imajinationt (imajinasi kreatif)31

Dalam aplikasinya, Pembelajaran integrasi (terpadu) dibedakan berdasarkan pola pengintergrasian materi atau tema. Berdasarkan tema tersebut, Triantono (2007:38) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2) the connedted model (model tergabung), (3) the nested model (model tersarang), (4) the squenced model (model terurut), (5) the shered model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed model (model terbenam), (10) the networked model (model Jaringan).32

Dari kesepuluh model tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan formal. Ketiga model ini adalah (1) model keterhubungan (connected), Model ini merupakan model integrasi interbidang studi, (2) model jaring laba-laba (webbed), model ini adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik (3) model keterpaduan ( integrated), model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi.

30 Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN Malang, (Malang:UIN-Malang Press, 2006), 30

31 M, Amin Abdullah, Agama, Ilmu dan Budaya Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan, Pdf.: 9

(14)

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN

1. Integrasi-Interkoneksi Agama dan Ilmu adalah terpadunya kebenaran teks agama/wahyu (burhan ilahi) dalam bentuk pembidangan mata kuliah yang terkait dengan nash, (hadlarah al-nash), dengan bukti-bukti yang di alam semesta ini (burhan kauni) dalam bentuk pembidangan mata kuliah empiris kemasyarakatan dan kealaman (hadlarah al-I'lm) dan pembidangan matakuliah yang terkait dengan falsafah dan etika(hadlarah al-falsafah).

2. Konsep integrasi-interkoneksi agama dan ilmu yaitu Semipermeable, Intersubjective Testability dan Creative Imagination.

3. Terdapat sepuluh model pembelajaran terpadu, yaitu: (1) the fragmented model (model tergambarkan), (2) the connedted model (model tergabung), (3) the nested model (model tersarang), (4) the squenced model (model terurut), (5) the shered model (model terbagi), (6) the webbed model (model terjaring), (7) the threaded model (model tertali), (8) the integrated model (model terpadu), (9) the immersed model (model terbenam), (10) the networked model (model Jaringan). Dari kesepuluh model tersebut ada tiga model yang dipandang layak untuk dikembangkan dan mudah dilaksanakan pada pendidikan formal. Ketiga model ini adalah (1) model keterhubungan (connected), Model ini merupakan model integrasi interbidang studi, (2) model jaring laba-laba (webbed), model ini adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan tematik (3) model keterpaduan ( integrated), model ini merupakan pembelajaran terpadu yang menggunakan pendekatan antar bidang studi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah M. Amin . Agama, Ilmu Dan Budaya Paradigma Integrasi-Interkoneksi Keilmuan. (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2005.)

ash-Shabuny, Muhammad Aly. Pengantar Studi Al-Qur'an (at-Tibyan)

(terjemahan: Moch. Chudlori Umar dan Moh. Matsna HS). Bandung. al-Ma’arif. 1996

(15)

Azra Azyumardi, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.)

Holmes Rolston, III, Science and Religion: A Critical Survey (New York: Random House, Inc.,1987),

Ian G. Barbour, issues in science and religion (Newyork:Harper Torchbook.1966) Imam Suprayogo, Paradigma Pengembangan Keilmuan Islam Perspektif UIN

Malang, (Malang:UIN-Malang Press, 2006),

James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and Subsequent Debates (London: The Continuum International Publishing Group, 2006)

Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

M. Mukhlis Fahruddin. 2009. Pusat Peradaban Islam Abad Pertengahan: Kasus Bayt al Hikmah. El-Harakah, Vol. 11, No. 3.

Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, (Bandung: PT. Rosdakaryaa, 2004)

Muliawan, Jasa Ungguh, 2004, Pendidikan Islam Integratif, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1985,

Sa ad Riyadh, ‟ Mengajarkan Al-Qur’an Pada Anak, (Surakarta: Ziyad, 2007), Sugiyono, Metode Penelitian kuantitatife, Kualitatife, dan R & D. Bandung:

ALFABETA. 2008. .205

Tim Penyusun, KBBI, Jakarta:Pusat Bahasa, 2008.

Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007,

Tim, Kerangka dasar keilmuan UIN Sunan Kalijaga, (Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2006),

Triantono, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007,

(16)

James L. Cox, A Guide to the Phenomenology of Religion: Key Figures, Formative Influences and Subsequent Debates (London: The Continuum International Publishing Group, 2006),

http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm. Accesed on April 10th 2008

http://kbbi.web.id/din

http://www.ruangihsan.net/2008/04/analisis-semantik-pengertian-din-millah.html http://id.wikipedia.org/wiki/Al-Quran

http://www.geocities,com/frans_98/uu/uu_20_03.htm

Referensi

Dokumen terkait

Pada uji zona jernih enzim proteolitik tersebut didapatkan pula diameter zona jernih ekstrak kedelai hitam tanpa fermentasi dan dari suspensi spora jamur

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga skripsi dengan judul “ Uji Aktivitas Ekstark Etanol Daun

Peningkatan keputusan dalam Ujian Pos telah membuktikan bahawa Kaedah Lattice berkesan dalam memudahkan cara pengajaran operasi pendaraban yang melibatkan nombor tiga digit dan

Tabel diatas adalah standar yang ditetapkan di Indonesia dalam hal penggunaan gula sebagai bahan pangan, untuk mengetahui kelayakan dari gula yang akan ditambahkan kedalam

Hal ini terjadi karena kurangnya kesadaran diri dan kurangnya pemahaman tentang jual beli yang mana semuanya sudah diatur dalam hukum Islam. Oleh karena itu sangat

Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Dalam Pasal 365 ayat (1) KUHPidana ditentukan bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun pencurian yang

Nested polymerase chain reaction adalah modifikasi atau variasi dari PCR untuk mengurangi kontaminasi dalam produk amplifikasi primer yang tidak

dalam pemilihan umum legislatif pada dasarnya tidak mengalami perubahan artinya bunyi ketentuan Pasal 219 dan 220 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 dengan Pasal 221 dan