PENGUJIAN ZAT WARNA DARI EKSTRAK BUAH NAGA (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) DAN CENGKODOK
(MELASTOMAS MALABATHRICUM) SEBAGAI INDIKATOR ALAMI
Tuti Kurniati*, Dedeh Kurniasih dan Purwanti S.M.D
Prodi Pendidikan Kimia FKIP Universitas Muhammadiyah Pontianak Jalan Ahmad Yani No. 111 Pontianak Kalimantan Barat
*E-mail: kurniati_tuti@ymail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji zat warna pada ekstrak buah naga (hylocereus polyrhizus) dan tanaman cengkodok (melastoma malabathricum) sebagai indikator alami. Indikator alami dapat dibuat dengan memanfaatkan kandungan zat warna (antosianin) pada tanaman yang memiliki buah atau bunga. Maserasi dilakukan dengan menggunakan dua pelarut yaitu aquades dan etanol, untuk mengetahui pelarut mana yang menghasilkan ekstrak terbaik. Hasil penelitian menunjukkan pada buah naga dengan pelarut aquades menghasilkan ekstrak terbaik. Sedangkan pada tanaman cengkodok ekstrak terbaik dihasilkan dari pelarut etanol (70%). Komposisi ekstrak terbaik pada buah naga dan tanaman cengkodok adalah 1:1, artinya 1 gram buah naga atau tanaman cengkodok memerlukan 1 ml pelarut. Waktu perendaman terbaik pada buah naga dan tanaman cengkodok adalah 90 menit. Uji trayek pH pada larutan pH 1-14 yang diperoleh pada buah naga menghasilkan pH 1-4 sebagai trayek pH indikator alami dan pada tanaman cengkodok menghasilkan pH 11-14 sebagai trayek pH indikator alami.
Kata kunci: buah naga, cengkodok, indikator alami, trayek pH
ABSTRACT
The purpose of this research was to test the dye on extracts of dragon fruit (Hylocereus polyrhizus) and cengkodok (Melastoma malabathricum) as a natural indicator. This natural indicator was made by utilizing the content of the dye (anthocyanin) in plants which have fruit or flowers. Maseration was conducted by using two solvents consist of aquadest and ethanol to determine which one of the best solvent. Aquadest solvent showed as the best extractor for dragon fruit. Meanwhile ethanol solvent as the best extractor for cengkodok (70%). The best composition of the dragon fruit and cengkodok was 1:1 of solvent meanth 1 gram of dragon fruit or cengkodok was dissolved in 1 ml of solvent. The best soaking time of dragon fruit and cengkodok was 90 minutes. Test the pH range in a solution of pH 1-14 for dragon fruit gave pH from 1 to 4 as a pH indicator stretch natural, and for cengkodok gave pH from 11 to 14 as a pH indicator stretch natural.
PENDAHULUAN
Kalimantan Barat merupakan salah satu bagian dari wilayah Indonesa dengan
tingkat keanekaragaman hayati
(biodiversitas) yang tinggi. Meliputi keanekaragaman jenis, antar etnis dan ekosistem (Convention on Biological Diversity, 1993). Namun, masih banyak
yang belum dimanfaatkan dari
kenekaragaman tersebut, diantaranya
akar, batang, daun, bunga dan buah dari tumbuhan.
Salah satu pemanfaatan dari
keanekaragaman hayati ini adalah
sebagai zat warna alami dan indikator alami. Hampir semua tumbuhan yang menghasilkan warna dapat digunakan sebagai indikator titrasi asam basa karena dapat berubah warna pada suasana asam dan basa. Masing-masing tumbuhan penghasil warna mempunyai karakter warna tertentu pada setiap perubahan pH
walaupun kadang-kadang perubahan
warna tersebut kurang jelas atau hampir mirip untuk perubahan pH tertentu. Penggunaan indikator alami dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, warna, trayek
pH, tingkat kecermatan dan
keakuratannya jika dibandingkan dengan
penggunaan indikator komersial
(Marwati, 2010).
Tanaman yang memiliki buah atau bunga dengan kandungan antosianin lebih banyak yang dapat digunakan
sebagai indikator alami. Adanya
antosianin inilah yang dapat
menghasilkan warna ungu pada ekstrak tanaman. Zat warna alami dari antosianin dapat dimanfaatkan sebagai indikator alami (Kwartiningsih, et al. 2009).
Beberapa indikator dari bahan alami yang telah ditemukan, diantaranya dari bunga mawar (Catharantus roseus),
bunga pukul empat (Miriabillis yalapa), bunga kana (Canna indica) (Shishir, dkk.
2006), bunga rosella (Hibiscus
sabdariffa) dan bayam merah (Bisella alba) (Izonfuo, 2006). Indikator titrasi merupakan aspek penting dari analisis titrimetri, karena kemampuannya untuk menunjukkan titik akhir titrasi dengan perubahan warna pada larutan yang akan ditentukan nilai pH nya, atau untuk mengetahui larutan tersebut bersifat asam, basa ataupun garam. Perubahan indikator pada pH tertentu disebut trayek pH atau jarak pH. Indikator yang biasa digunakan dalam praktikum titrasi asam basa adalah pH meter atau indikator kimiawi yang dijual di pasar dengan harga yang relatif mahal.
Pada pembelajaran kimia salah
satu kegiatan praktikum yang
dilaksanakan adalah menentukan pH larutan dan penentuan titik akhir titrasi. Kegiatan praktikum ini bertujuan agar siswa dapat secara aktif terlibat dalam
proses mengamati, mengobservasi,
berhipotesis, menganalisis serta menarik kesimpulan dari fenomena yang diamati (Zahara, 2015).
Pelaksanaan praktikum yang baik tidak terlepas dari ketersediaan bahan yang akan digunakan dalam kegiatan praktikum. Ketersediaan ini dimaksudkan agar dapat membantu siswa dalam menemukan dan memahami konsep materi yang sedang dipelajari. Hasil survei yang dilakukan peneliti ke
laboratorium terpadu universitas
muhamamdiyah didapati bahwa masih
terbatasnya ketersediaan indikator,
seperti kertas lakmus dan indikator fenolftalein (pp).
Upaya yang dapat dilakukan untuk
dengan memanfaatkan keanekaragaman hayati yang ada di kalimantan barat khususnya pontianak untuk menjadi bahan indikator alami. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan buah naga dan cengkodok yang keberadaannya cukup melimpah di kalimantan barat.
Berdasarkan uraian tersebut, maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengujian Zat
Warna dari Ekstrak Buah Naga
(hylocereus polyrhizus) dan Cengkodok
(melastoma malabathricum) sebagai
Indikator Alami”.
METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam
penelitian ini adalah serangkaian alat-alat gelas, pH meter, timbangan analitik, spektrofotometer UV Vis. Bahan yang
digunakan berupa buah naga (hylocereus
polyrhizus) dan Cengkodok (melastoma
candidum), kertas saring, larutan pH
1-12, etanol dan aquadest.
Prosedur Penelitian
a. Preparasi Sampel.
Buah naga dan buah cengkodok dipotong-potong dan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan.
b. Maserasi Sampel dengan
menggunakan pelarut air dan etanol. Maserasi buah naga dan cengkodok
dilakukan dengan menggunakan
pelarut air dan etanol. Masing-masing sampel ditimbang sebanyak 10 gram dan ditambahkan dengan 20 ml aquadest. Kemudian diaduk hingga rata dan direndam selama 30 menit. Perlakuan yang sama dilakukan pada pelarut etanol. Kemudian diamati
kepekatan warnanya. Jumlah sampel yang terekstrak berbanding lurus dengan tingkat kepekatannya.
c. Maserasi sampel dengan variasi
perbandingan banyaknya
sampel:pelarut.
Maserasi sampel dengan variasi
lamanya waktu perendaman dilakukan dengan waktu perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Pelarut yang digunakan adalah etanol 70% dan aquadest, dengan perbandingan buah dan pelarut adalah 1:1, 1:2 dan 1:3. Hasil maserasi diukur kepekatan warnanya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 525 nm.
d. Maserasi Sampel dengan variasi
lamanya waktu perendaman.
Maserasi sampel dengan variasi
lamanya waktu perendaman dilakukan dengan waktu perendaman 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Hasil maserasi diukur kepekatan warnanya dengan spektrofotometer UV vis.
e. Uji indikator pada larutan NaOH dan
HCl.
Uji indikator dilakukan dengan
menggunakan larutan HCl dan NaOH.
Pengujian dilakukan dengan
meneteskan sampel pada variasi pH asam (pH 1-6) dan basa (pH 8-14) untuk mencari nilai pada pH berapa sampel akan berubah warna.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil maserasi dengan pelarut berbeda (air dan etanol)
Tabel 1. Hasil Maserasi Sampel dengan Aquadest dan Etanol
Sampel pelarut Hasil
Buah naga aquadest Warna
merah pekat
etanol Warna
merah
Cengkodok aquadest Warna
ungu cengkodok dilakukan dengan 2 pelarut berbeda yaitu aquades dan etanol. Pada buah naga, air menjadi pelarut terbaik karena antosianin pada buah naga merupakan pigmen golongan flavonoid yang larut dalam air. Air sendiri merupakan pelarut polar sehingga air cukup baik untuk melarutkan antosianin yang juga bersifat polar.
Pada tanaman cengkodok pelarut terbaik adalah etanol yang menghasilkan warna ungu pekat. Menurut Pudjaatmaka (1990), adanya faktor kecocokan antara kepolaran pelarut dengan zat yang
dilarutkan menyebabkan antosianin
mudah larut. Ini berarti kepolaran etanol
(70%) cocok dengan kepolaran
antosianin pada ekstrak cengkodok.
Sehingga dapat menarik ekstrak
antosianin pada cengkodok lebih banyak.
Hasil maserasi dengan variasi perbandingan banyaknya sampel : pelarut
Untuk mengetahui perbandingan terbaik banyaknya pelarut dan sampel yang dimaserasi maka dilakukan variasi perbandingan banyaknya sampel dengan banyaknya pelarut. Pada penelitian ini
dilakukan variasi perbandingan
banyaknya sampel dan pelarut dengan perbandingan 1:1, 1:2 dan 1:3.
Tabel 2. Hasil maserasi variasi perbandingan buah naga : pelarut
Cengkodok perbandingan cengkodok : pelarut
Buah Naga
Berdasarkan hasil pengukuran
diperoleh nilai perbandingan 1:1 buah naga : aquades (pelarut) memiliki hasil terbaik menghasilkan absorbansi sebesar 1,320 pada panjang gelombang 525 nm. Pada tanaman cengkodok juga diperoleh
hasil pengukuran terbaik pada
Hasil maserasi dengan variasi lamanya waktu perendaman
Maserasi dengan variasi lamanya waktu perendaman dilakukan dengan tujuan untuk mencari waktu perendaman terbaik. Variasi perendaman dilakukan selama 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Berikut hasilnya ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil maserasi dengan Variasi Lamanya Waktu Perendaman
Berdasarkan hasil absorbansi pada perendaman 90 menit ekstrak buah naga memiliki nilai absorbansi terbesar yaitu 1,613. Pada tanaman cengkodok pelarut yang digunakan adalah etanol dengan perbandingan 1:1. Hasil absorbansi pada perendaman 90 menit memiliki nilai absorbansi terbesar yaitu 1,507. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu perendaman maka semakin pekat warna hasil maserasi sehingga semakin
tinggi pula nilai absorbansinya.
kepekatan warna hasil maserasi
menunjukkan makin banyaknya zat
warna antosianin yang terekstrak.
Menurut Neliyanti (2014) semakin tinggi absorbansi ekstrak, menandakan semakin banyak zat warna (pigmen) antosianin yang terekstrak.
Uji trayek pH indikator alami pada larutan NaOH dan HCl
Uji indikator alami dilakukan pada larutan asam (HCl) dengan variasi asam
dilakukan pengujian variasi pH asam dari pH 1-6 dan variasi pH basa dari pH 8-14. Pengujian variasi pH asam pada variasi pH asam dari pH 1-6 menghasilkan warna merah pudar, untuk variasi pH basa dari pH 8-10 diperoleh warna merah pudar, warna ungu pudar pada pH 11 dan warna hijau kekuningan pada pH 12-14.
Pada sampel cengkodok dengan pelarut etanol dan perbandingan 1:1
pengujian variasi pH asam 1-3
menghasilkan warna merah terang, pH 4 menghasilkan warna merah pudar, dan pH 5-6 menghasilkan warna biru gelap. Sedangkan pada variasi pH basa pada pH 8-10 menghasilkan warna ungu gelap. pH 11 menghasilkan warna biru dan pH
12-14 menghasilkan warna hijau
kekuningan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pelarut terbaik untuk buah naga
((hylocereus polyrhizus) adalah
aquadest dengan perbandingan sampel dan pelarut adalah 1:1. Sedangkan
untuk tanaman Cengkodok
(melastoma malabathricum) pelarut
terbaiknya adalah etanol dengan
perbandingan terbaik 1:1 untuk sampel dengan pelarut.
2. Lamanya perendaman yang terbaik
adalah selama 90 menit untuk tiap sampel.
3. buah naga memiliki pH basa dengan
perubahan warna pada trayek pH 11-14 dan cengkodok memiliki pH asam dengan perubahan warna pada trayek pH 1-4.
Saran
Penelitian sebaiknya dikembangkan menjadi modul untuk kegiatan praktikum kimia pada materi asam basa, sehingga dapat dimanfaatkan oleh sekolah-sekolah
yang memiliki keterbatasan pada
indikator kimiawi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian ini dilaksanakan dengan bantuan dana penelitian Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Pontianak semester genap Tahun
Anggaran 2015/2016.
DAFTAR PUSTAKA
Izonfuo, L. T., Fekamhorhobo, G. K., Obomanu, G. K., Daworiye, L. T.,
(2006), Acid Base Indicator
Properties of Dye from Local Plant:
Bassella alba and Hibiscus
rosasinencis. Journal of Applied
Sciences and Environmental
Managemen. Vol 10 No 1 pp 5-8.
Kwartiningsih, et al. (2009). Zat Warna
Alami Tekstil dari Kulit Manggis.
Ekuilibrium. Vol 8 No.1. Jurusan
Teknik Kimia. Fakultas Teknik UNS.
Marwati, S. (2010). Kajian Penggunaan Ekstrak Kubis Ungu (Brassica
oleracea L) sebagai Indikator
Alami Titrasi Asam Basa. Seminar
Nasional Kimia. Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. Universitas Negeri
Yogyakarta : Yogyakarta 2010.
Neliyanti dan Idiawati, N. (2014). Ekstraksi dan Uji Stabilitas Zat Warna Alami dari Buah Lakum (Cayratia trifolia (L.) Domin).
ISSN 23031077. Fakultas MIPA
Universitas Tanjungpura. Volume
3 (2), halaman 30-37.
Zahara, R. (2015). Kurma, Pangan Bergizi Lengkap.