• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA ALAMI SKRIPSI AYU LESTARI NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POTENSI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA ALAMI SKRIPSI AYU LESTARI NIM"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus)

SEBAGAI PEWARNA ALAMI

SKRIPSI

AYU LESTARI

NIM. 1322060348

PROGRAM STUDI AGROINDUSTRI D-IV

JURUSAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN

POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PANGKEP

(2)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

POTENSI EKSTRAK KULIT BUAH NAGA (Hylocereus polyrhizus) SEBAGAI PEWARNA ALAMI

SKRIPSI

AYU LESTARI NIM. 132 206 0348

Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Studi Pada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

(3)

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI

Judul : Potensi Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami.

Nama Mahasiswa : Ayu Lestari

NIM : 1322060348

Program Studi : Agroindustri Tanggal lulus : 23 Agustus 2017

Disahkan Oleh :

Tim Penguji

1. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka SP,. MP

2. Arnida Mustafa, S.Tp., M,Si

3. Rahmawati Saleh, S.Si., M.Si

(4)

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini, Nama Mahasiswa : Ayu Lestari

NIM : 1322060348

Program Studi : Agroindustri Diploma IV

Perguruan Tinggi : Politeknik Pertanian Negeri Pangkep

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis dengan Judul Potensi Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami adalah benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan Skripsi ini hasil karya orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

Pangkep, 23 Agustus 2017 Yang Menyatakan

(5)

RINGKASAN

AYU LESTARI (1322060348) Potensi Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami. Dibimbing oleh Zulfitriany Dwiyanti Mustaka dan Arnida Mustafa.

Antosianin merupakan pewarna alami yang tersebar luas dalam tumbuhan (bunga, buah-buahan, sayuran, dan ubi-ubian). Tumbuhan pewarna alami dapat diartikan sebagai tumbuhan yang secara keseluruhan maupun salah satu bagiannya baik batang, kulit, bunga maupun daunnya dapat menghasilkan suatu zat warna tertentu setelah melalui proses baik perebusan, penghancuran maupun proses lainnya. Pigmen antosianin dari kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti pewarna sintesis.

Tujuan dalam penelitian ini untuk melakukan ekstraksi antosianin dengan pengaruh variasi volume pelarut terhadap pembuatan pigmen alami kulit buah naga merah dan menentukan konsentrasi pengaruh waktu perendaman terbaik untuk memperoleh pigmen antosianin dari kulit buah naga merah.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017 di laboratorium biokimia Politeknik Pertanian Negeri Pangkep. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan SPSS, menggunakan dua taraf yaitu variasi volume pelarut (1:2, 1:3 dan 1:4,) dan lama ekstraksi (1 hari, 2 hari dan 3 hari). Parameter dalam penelitian ini adalah analisis kadar antosianin dan rendemen pigmen ekstrak kulit buah naga merah.

Hasil penelitian pembuatan pigmen alami dari ekstrak kulit buah naga (hylocereus polyrhizus) bedasarkan variasi volume pelarut dan waktu perendaman dapat disimpulkan bahwa ekstrak kulit buah naga dapat digunakan sebagai pewarna alami dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning pada proses pengujian kestabilan warna dengan pH yang berbeda-beda. Waktu optimum untuk memperoleh ekstrak kulit buah naga adalah perendaman 72 jam dengan rendemen ekstrak kulit buah naga sebesar 0,62 % dan nilai kadar antosianin adalah 1,48%.

(6)

vi

SUMMARY

AYU LESTARI (1322060348). Potency of Ekstract of Dragon Fruit (Hylocereus Polyrhizus) As Natural colourant. Guided by Zulfitriany Dwiyanti Mustaka and Arnida Mustafa.

Anthocyanin is a natural dye that is widespread in plants (flowers, fruits, vegetables, and tubers). Natural dye plants can be interpreted as plants that as a whole or one part of both stems, skin, flowers and leaves can product a certain dye after going through the process either boiling, destruction or other processes. The anthocyanin pigment from red dragon fruit skin be used as an alternative to synthetic dyes.

The purpose of this study was to extract the anthocyanin with the influence of solvent volume variation on the natural pigment production of red dragon fruit skin and determine the concentration of effect of the best immersion time to obtain anthocyanin pigment from red dragon fruit skin.

The research was conducted in june 2017 in the biochemical laboratory of agricultural polytechnic of pangkep . the research method used in this research is a complete randomized design (RAL) with SPSS, using two levels of variation of solvent volume (1:2, 1:3, and 1:4) and extraction time (1 day, 2 day, and 3 days). Parameter in this research is analysis of anthocyanin content and rendement pigment extract of red dragon fruit skin.

The result of the study of natural pigment manufacture of red dragon fruit extract based on variation of solvent volume and soaking time can be concluded that red dragon fruit skin extract can be used as anatural dye with the color change from red to yellow in the process of testing color stability ith different pH. Optimum time to obtain red dragon fruit skin extract is immersion 72 hours with rendement of dragon fruit skin extract of 0,62% and the value of anthocyanin levels is 1,48%.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kahadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis menyelesaikan skripsi yang berjudul Potensi Ekstrak Kulit Buah Naga (Hylocereus polyrhizus) Sebagai Pewarna Alami.

Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada teladan kita pejuang padang pasir yang membawa umat manusia ke alam yang terang menerang yakni kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW, manusia panutan bagi seluruh umat manusia.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, ada banyak hambatan yang menjadi rel kehidupan bagi keberhasilan penulis. Pencapaian titik takdir terbaik manusia yang telah digariskan dari ALLAH akan tercapai ketika terjadi suatu titik keseimbangan antara niat, doa, dan usaha. Untuk itu, dukungan dari segala kalangan sangat dibutuhkan mulai dari kalangan keluarga hingga kalangan umum. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibunda Rosdiana dan Ayahanda Muh. Ali Amar serta segenap keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan moril maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, hanya doa dan bakti penulis yang dapat persembahkan kepada Ibunda dan Ayahanda serta segenap keluarga atas segala pengorbanannya. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. H. Darmawan, M.P. selaku Direktur Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

2. Ir. Nurlaeli Fattah, M.Si selaku ketua Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

3. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP.,MP. selaku ketua Progran Studi Agroindustri.

4. Zulfitriany Dwiyanti Mustaka, SP., MP sebagai pembimbing I yang dengan sabar dan telaten dalam membimbing penulis hingga terselesaikannya Skripsi ini.

5. Arnida Mustafa, S.Tp., M.Si selaku pembimbing II yang dengan sabar dan telaten dalam membimbing penulis hingga terselesaikannya Skripsi ini.

(8)

viii

6. Seluruh staf Dosen dan teknisi Jurusan Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan.

7. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Politeknik pertanian Negeri pangkep khususnya jurusan Agroindustri.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Amin yaa Rabbul Alamin

Pangkep, 23 Agustus 2017

Penulis Ayu Lestari

(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

RINGKASAN ... v

SUMMARY ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB IPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB IITINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)………. 5

2.1.1Klasifikasi ... 5

2.1.2 Distribusi Habitat Tanaman ... 5

2.1.3 Morfologi Tanaman Buah Naga Merah………. 6

2.1.4 Kandungan Kimia dan Nutrisi Kulit Buah Naga Merah… 8 2.2 Manfaat Kulit Buah Nag ... 9

2.3 Pigmen Alami ... 11

2.4 Antosianin ... 12

(10)

x 2.6 Ekstraksi ... 15 2.5.1 Maserasi ... 16 2.5.2 Perkolasi ... 16 2.5.3 Soxhletasi ... 17 2.5.4 Infundas ... 17 BAB IIIMETODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ... 18

3.2 Alat dan Bahan ... 18

3.3 Metode Penelitian ... 18

3.3.1 Kerangka Peneitian ... 19

3.4 Prosedur kerja ... 20

3.5 Uji Parameter ... 22

BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rendemen (%) ekstrak kulit buah naga ... 23

4.2 Analisis Kadar Antosianin ... 27

BAB VSIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 29

5.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA ... 30

(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1.Kandungan Nutrisi/Gizi Pada daging dan kulit buah naga merah….. 10

2. Perbedaan Zat Warna Sintetis dan Alami ... 13

3. Sifat –Sifat Berbagai Pigmen Alami………14

4. Daftar Panjang Gelombang Sinar Tampak ... 19

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

G1. Gambar Akar Tanaman Buah Naga ... 6

G2.Gambar Bunga Buah Naga... 7

G3. Gambar Buah Naga Merah... 9

G4.Gambar Kulit Buah Naga ... 11

G5. Gambar Struktur Antosianinidin ... 18

G6. Gambar Diagram Alir Pembuatan Pigmen Alami ... 23

G7. Gambar Pengaruh Lama Ekstraksi dan Volume Pelarut Terhadap Rendemen Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Selama 1 Hari ... 25

G8. Gambar Pengaruh Lama Ekstraksi dan Volume Pelarut Terhadap Rendemen Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Selama 2 Hari ... 26

G9. Gambar Pengaruh Lama Ekstraksi dan Volume Pelarut Terhadap Rendemen Ekstrak Kulit Buah Naga Merah Selama 3 Hari ... 27

G10. Gambar Pengaruh Lama Ekstraksi dan Volume Pelarut Terhadap Kadar Antosianin Pada Pigmen Alami ... 29

(13)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan limbah yang masih sangat jarang dimanfaatkan, seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Padahal, kulit buah naga masih mengandung senyawa antioksidan yang cukup tinggi. Selain itu, kulit buah naga mengandung antosianin yang berfungsi sebagai pewarna alami. Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan warna merah, sehingga semakin merah warna kulit buah naga semakin tinggi kadar antosianinnya begitu juga sebaliknya (Citramukti, 2008).

Pigmen alami merupakan zat warna yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber- sumber mineral lainnya. Zat pewarna alami digunakan untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan zat pewarna sintetis (ZPS) yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan serta gangguan kesehatan pada manusia. Zat pewarna alami tidak bersifat polutif, tidak berefek samping, tidak merugikan kesehatan, tidak beracun, dan ramah lingkungan (Siva 2007 dalam Adalina, 2011). Tumbuhan pewarna alami dapat diartikan sebagai tumbuhan yang secara keseluruhan maupun salah satu bagiannya baik batang, kulit, bunga maupun daunnya dapat menghasilkan suatu zat warna tertentu setelah melalui proses baik perebusan, penghancuran maupun proses lainnya. Salah satu contoh kulit buah naga merah yang dapat dijadikan pewarna alami minuman.

Antosianin merupakan pewarna alami yang tersebar luas dalam tumbuhan (bunga, buah-buahan, sayuran, dan ubi-ubian). Antosianin sebagai pewarna alami dapat diaplikasikan pada minuman ringan, permen, dan produk berbasis susu seperti yogurt, dan keju (Anonymous, 2004). Menurut Maga and Tu (1994) antosianin cocok untuk mewarnai makanan dengan pH asam, hal ini terkait dengan kestabilan antosianin dalam kondisi asam. Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid. Menurut Durst dan Wordstad (2005) bahwa antosianin jumlahnya sekitar 90-96 % dari total senyawa fenol. Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aceton, dan air.

(14)

2

Antosianin yang terkandung dalam kulit buah naga merah menentukan tingkat kepekatan warna merah pada kulit buah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas antosianin di antaranya pH, pengolahan termal, enzim, cahaya, oksigen dan asam askorbat, logam, serta gula dan produk degradasinya (Teti estiasih, 2016).

Seiring dengan kemajuan menu makanan, maka banyak sekali makanan yang diwarnai untuk menarik selera pembeli. Zat warna alami pada kulit buah naga merah dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami yang aman bagi kesehatan tubuh dan ramah lingkungan. Tumbuhan yang digunakan untuk membuat indikator alami harus memiliki karakteristik warna sehingga ekstrak dari tumbuhan tersebut dapat memberikan perubahan warna yang berbeda-beda pada setiap pH. Zat warna dari kulit buah naga merah dapat diambil dengan menggunakan metode ekstraksi. Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan untuk ekstraksi antosiain adalah metode maserasi, dengan merendam simplisia menggunakan sebuah pelarut dalam waktu 24 jam.

Menurut penelitian Suzery (2010) metode ekstraksi yang baik digunakan untuk ekstraksi antosianin dari kelopak bunga rosella yaitu menggunakan metode maserasi pada suhu ruangan. Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik atau mengambil senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi. Metode maserasi memiliki keuntungan yaitu cara pengerjaannya yang mudah, alat yang digunakan sederhana, cocok untuk bahan yang tidak tahan pemanasan namun pelarut yang digunakan cukup banyak.

Hasil penelitian yang dilakukan (Yulfriansyah dan Novitriani, 2016) menggunakan bahan kulit buah naga , yang diekstrak dengan pelarut etanol 96% dan variasi lama perendaman bahan yaitu 16 jam, 18 jam, 20 jam, 22 jam, 24 jam, dan 26 jam dalam pembuatan indikator asam basa alami, menunjukkan bahwa waktu yang optimum perendaman bahan selama 24 jam dan hasil ekstraksi antosianin yang didapat lebih banyak. Pengolahan lebih lanjut diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi kulit buah naga merah. Oleh karena itu, penulis

(15)

melakukan penelitian mengenai “Ekstraksi Antosianin Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Dengan Metode Maserasi.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai beriikut:

1. Bagaimana pengaruh variasi volume pelarut terhadap pembuatan pigmen alami dari kulit buah naga merah?

2. Bagaimana pengaruh waktu perendaman terhadap pembuatan pigmen alami dari kulit buah naga merah ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini untuk:

1. Melakukan ekstraksi antosianin kulit buah naga merah dengan pengaruh variasi volume pelarut terhadap pembuatan pigmen alami kulit buah naga merah.

2. Menentukan konsentrasi antosianin dari kulit buah naga merah dengan metode maserasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a. Peneliti

1. Menambah wawasan dan pengalaman tentang pembuatan pigmen alami dari kulit buah naga merah

2. Memberikan informasi tentang khasiat kulit buah naga merah.

b. Masyarakat

1. Memberikan informasi tentang cara pengolahan kulit buah naga merah 2. Mengembangkan diversifikasi pangan mengenai pewarna alami dengan

bahan dasar kulit buah naga merah.

(16)

4

c. Pendidikan

1. Memberikan wawasan baru tentang produk inovasi olahan kulit buah naga merah.

2. Memberi pengetahuan pada mahasiswa yang berkecimpung di bidang sains untuk mengembangkan penelitian yang berkaitan dengan kulit buah naga merah.

(17)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) 2.1.1 Klasifikasi

Menurut Panjuantinigrum (2009), buah naga merah diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Superivisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (dikotil/tumbuhan berkeping dua) Ordo : Caryophyllales

Famili : Cactaceae (keluarga kaktus) Subfamili : Hylocereanea

Genus : Hylocereus

Spesies : Hylocereus polyrhizus

2.1.2 Distribusi Habitat Tanaman

Buah naga adalah buah dari beberapa jenis kaktus dari genus Hylocereus dan Selenicereus. Buah ini berasal dari Mesiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan sekarang juga dibudidayakan di negara-negara Asia seperti Taiwan, Vietnam, Malaysia dan Filifina. Buah ini juga dapat ditemui di Okinawa, Israel, Australia utara dan Tiongkok selatan. Hylocereus hanya mekar pada malam hari (Uya, 2012).

Buah naga telah lama dikenal rakyat Tiong hoa kuno sebagai buah yang membawa berkah. Di Vietnam buah naga disebut dengan nama Thang Loy dalam bahasa Vietnam, di Thailand diberi nama Keaw Mang Kheon, dalam istilah Inggris diberi nama Dragon Fruit dan di Indonesia dikenal dengan nama Buah Naga. Didaerah Meksico, buah naga hadir dengan sebutan Pitahaya. Buah ini masuk ke Indonesia pertama kali sekitar tahun 2000 yang diimpor dari Thailand.

(18)

6

2.1.3 Morfologi Tanaman Buah Naga Merah 1. Akar

Buah naga memiliki perakaran yang bersifat epifit, menempel atau merambat pada tanaman lain. Akarnya berupa akar serabut yang terdapat pada pangkal batang yang tumbuh pada media tanah maupun yang menempel pada

media rambatan berupa tiang atau kayu (Emil, 2011).

Akar tanaman ini sangat tahan kekeringan dan tidak tahan dengan genangan yang cukup lama. Akar tanaman buah naga tidak terlalu panjang dan terbentuk akar cabang. Dari akar cabang tumbuh akar rambut yang sangat kecil, lembut, dan banyak (Kristanto, 2014). Perakaran buah naga umumnya dangkal, berkisar 20-30 cm. namun, menjelang produksi buah tanaman ini memanjangkan akarnya hingga mencapai kedalaman 50-60 cm, mengikuti panjangnya batang

berwarna coklat yang tertanam di dalam tanah (Hardjadinata, 2012).

2. Batang dan Cabang

Penampang melintang batang tanaman buah naga berbentuk segitiga, memanjang hingga mampu mencapai panjang maksimum sekitar 9 meter dengan warna hijau hingga hijau tua. Batang tanaman ini mempunyai duri-duri yang merupakan ciri utama famili kaktus. Bagian batang tanaman buah ini berlapis lilin dan mampu memanjat pada tembok atau batang penopang (Yanti, 2008).

Batang tanaman buah naga mengandung air dalam bentuk lendir dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Batang berukuran panjang dan bentuknya segitiga dengan warna hijau. Pada batang ini banyak tumbuh cabang dimana batang dan cabang tersebut berfungsi sebagai daun dalam proses asimilasi. Batang dan cabang ditumbuhi duri-duri yang keras tetapi sangat pendek sehingga tidak mencolok. Letak duri tersebut pada tepi batang maupun cabang (Setyowati, 2008).

3. Bunga

Bunga tanaman buah naga terletak pada sulur batang, berbentuk terompet, dan berwarna putih. Susunan bunga merupakan susunan bunga majemuk. Buahnya berbentuk bulat panjang dan lonjong serta berdaging warna merah dan

(19)

sangat tebal (Setyowati, 2008).Tanaman buah naga mempunyai bunga yang indah berwarna putih kekuning-kuningan sehingga tak jarang orang memelihara tanaman buah naga untuk tujuan ornamental. Bunga tanaman buah naga ini mekar sempurna pada malam hari dengan panjang bisa mencapai 29 cm (Yanti, 2008).

Gambar 1. Bunga buah naga.

Sekilas bunga buah naga ini berbentuk seperti buah nanas, seluruh permukaan bunga tertutup oleh mahkota yang bersisik, berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30 cm. Kelopak bunganya berwarna hijau. Bunga akan mekar sempurna pada malam hari sekitar pukul 22.00 (night blooming

receus), saat mekar mahkota akan berwarna putih bersih, didalamnya terdapat

benang sari berwarna kuning dan mengeluarkan aroma harum. Sementara ditengahnya terdapat kepala putik yang nantinya akan menjadi buah jika sudah

terjadi penyerbukan (Hardjadinata, 2012).

4. Buah

Buah naga (Dragon fruit) merupakan buah tropis yang banyak digemari oleh masyarakat karena mamiliki khasiat dan manfaat serta nilai gizi cukup tinggi. Bagian dari buah naga merah 30-35% merupakan kulit buah naga merah namun seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Kulit buah naga merah memiliki kandungan pigmen alami yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pangan yang memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat, lemak, protein dan serat pangan. Kandungan serat kulit buah naga merah sekitar 46,7% (Saneto, 2005). Menurut Santoso (2011) serat pangan memiliki manfaat bagi kesehatan yaitu

(20)

8

mengontrol berat badan atau kegemukan, mencegah gangguan gastrointestinal, kanker kolon (usus besar) serta mengurangi tingkat kolestrol darah.

Bentuk buah naga merah bulat lonjong mirip buah nanas, namun memiliki sirip. Kulitnya berwarna merah jambu, dan dihiasi sisik-sisik yang berwarna hijau seperti sisik naga. Buah naga mempunyai daging buah seperti buah kiwi. Daging buahnya yang berwarna merah, bertaburan biji hitam kecil-kecil dan memiliki rasa yang manis, segar, dan sedikit asam. Ketebalan kulit mencapai 2-3 cm, permukaan kulit buah naga terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm dan sebenarnya merupakan buah kaktus. Buah naga terdiri dari beberapa macam seperti buah naga

daging putih (Hylocereus undatus), buah naga merah (Hylocereus polyrizus), buah naga super red (hylocereus costaricensis), buah naga kuning (Hylocereus

megalanthus)

5. Biji

Biji berbentuk bulat berukuran kecil dengan warna hitam. Kulit biji sangat tipis, tetapi tidak keras. Biji ini dapat digunakan untuk perbanyakkan tanaman secara generatif. Namun perbanyakan tanaman menggunakan biji memakan waktu cukup lama, sehingga jarang sekali pembudidaya yang menerapakannya. Setiap buah terdapat sekitar 1.200 – 2.300 biji (Kristanto, 2003). Perbanyakan tanaman menggunakan biji jarang digunakan karena memerlukan waktu yang cukup lama sampai tanaman berproduksi (Hardjadinata, 2012).

2.1.4 Kandungan Kimia dan Nutrisi Kulit Buah Naga Merah

Pada Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) terdapat antosianin berjenis sianidin 3-ramnosil glukosida 5-glukosida, berdasarkan nilai Rf (retrogradation factor ) sebesar 0,36-0,38 dan absorbansi maksimal pada panjang gelombang dengan λ= 536,4 nm.(Anis, 2002). Antosianin merupakan zat warna yang berperan memberikan zat warna merah berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintesis yang lebih aman bagi kesehatan (Citramukti, 2008).

(21)

Gambar 2. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)

Antosianin merupakan salah satu bagian penting dalam kelompok pigmen setelah klorofil. Antosianin larut dalam air, menghasilkan warna dari merah sampai biru dan tersebar luas dalam buah, bunga, dan daun. Antosianin pada buah naga ditemukan pada buah dan kulitnya.

Tabel 1. Kandungan nutrisi pada daging dan kulit buah naga merah

Komponen Kadar

Nutrisis Daging Buah

Karbohidrat (g) 11,5 Serat (g) 0,71 Kalsium (mg) 8,6 Fosfor (mg) 9,4 Magnesium (mg) 60,4 Betakaroten (mg) 0,005 Vitamin B1 (mg) 0,28 Vitamin B2(mg) 0,043 Vitamin C (mg) 9,4 Niasin (mg) 1,297-1,300 Fenol (mg/g) 561,76/100

Nutrisis Kulit Buah

Fenol (mg/g) 1.049,18/100

Flavonoid (mg/g) 1.310,10/100 Antosianin (mg/g) 186,90/100

Sumber : Taiwan Food Industry Develop & Research Authorities (2005).

2.2 Manfaat Kulit Buah Naga

Kulit buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan limbah yang masih sangat jarang dimanfaatkan, seringkali hanya dibuang sebagai sampah. Padahal,

(22)

10

kulit buah naga masih mengandung senyawa antioksidan yang cukup tinggi. Selain itu, kulit buah naga mengandung antosianin yang berfungsi sebagai pewarna alami. Untuk mengambil antosianin (pewarna alami) dari kulit buah naga, biasanya menggunakan metode ekstraksi. Dimanfaatkan untuk dijadikan pewarna makanan maupun obat. Buah naga mulai banyak dikonsumsi karena kandungan kimianya yang bermanfaat bagi kesehatan.

Gambar 3. Kulit Buah Naga

Kandungan kimia buah naga dan kulit buah naga yaitu flavonoid (Hilal, 2006) vitamin A,C,E dan polifenol (Siregar, 2011). Kulit buah naga yang bersisik dipercaya mengandung zat pentacylic, triyepene, dan taraxast yang dapat membuat lentur pembulh darah, sehingga darah akan mengalir dengan lancer ke seluruh tubuh. Berdasarkan uji klinis, ternyata tak hanya daging buah naga yang menyimpan sejuta khasiat. Bahkan keampuhan ini menyamai obat Troxerutin yang dikenal sebagai obat berbahan kimia yang digunakan untuk melindungi pembuluh darah mikro. Obat ini populer digunakan untuk mereduksi potensi pembuluh darah pecah. Dengan ditemukannya kandungan pada kulit buah naga ini, tentu akan menjadi alternatif alami untuk mencegah pecahnya pembuluh darah. Selain memelihara fleksibilitas pembuluh darah, ternyata kulit buah naga juga berperan untuk menghambat pertumbuhan tumor sel tumor B16F10 pada dosis 25 gram. Tak hanya itu, kulit tersebut dapat juga mencegah diabetes dan penyakit jantung. Kulit buah naga dapat juga dimanfaatkan sebagai alat pendeteksi makanan ang mengandung boraks dan formalin, sehingga konsumsi makanan akan tetap terjaga zat yang terkandung dalam kulit buah naga tersebut.

(23)

2.3 Pigmen Alami (Pewarna Alami)

Menurut SNI 01-2895-1992 tentang penggunaan zat aditif, bahan pewarna alami (Natural color) istilah bahan pewarna alami tidak dikenal oleh FDA. Diserahkan pada produsen bahan pewarna itu sendiri untuk menentukan bahwa bahan pewarna produksinya adalah bahan pewarna alami. Zat warna alami adalah zat warna (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah sejak dahulu digunakan untuk pewarna makanan sampai sekarang umumnya penggunaannya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis. Selain itu penelitian toksikologi zat warna alami masih agak sulit karena zat warna ini umumnya terdiri dari campuran dengan senyawa-senyawa alami lainnya. Misalnya, untuk warna alami asal tumbuhan, iklim, tanah, umur dan factor lainnya (koswara, 2009).

Menurut Hursodo (1999) dalam Rahawarin et al. (2005), terdapat kurang dari 150 jenis pewarna alami di Indonesia yang telah diidentifikasi dan digunakan secara luas dalam berbagai industri seperti pada komoditas kerajinan (kayu, bambu, pandan) dan batik (katun, sutra, wol). Jenis pewarna alami menghasilkan warna-warna dasar, misalnya: warna merah dari Caesalpina sp., warna biru dari indigofera tinctiria, warna jingga dari Bixa olleracea dan warna kuning dari Mimosa Pudica.

Tabel 2. Perbedaan Zat Pewarna Sintetis dan Alami

Spesifikasi Zat Pewarna Sintetis (ZPS)

Zat Pewarna Alami (ZPA)

Variasi warna Banyak Sedikit

Harga Lebih murah Lebih mahal

Ketersediaan Tidak terbatas Terbatas

Kestabilan Stabil Kurang stabil

(Lee 2005 dalam Mualimin, 2013)

Menurt Hidayah dan Saati (2006) dalam Lismawenning et al. (2013), pigmen zat pewarna alami dapat diperoleh dari bahan alami antara lain:

1. Karoten, menghasilkan warna jingga sampai merah, dapat diperoleh dari wortel, papaya, daun jati, kunyit, dll.

(24)

12

2. Biksin, menghasilkan warna kuning, diperoleh dari biji pohon Bixa orellana. 3. Karamel, menghasilkan warna coklat gelap merupakan hasil dari hidrolisis

karbohidrat, gula pasir, laktosa, dll.

4. Klorofil, menghasilkan menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun suji, pandan, dll.

5. Antosianin, menghasilkan warna merah, jingga, ungu, biru, kuning, banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti buah anggur, strawberry, duwet, bunga mawar, kana, rosella, pacar air, kulit manggis, kulit rambutan, ubi jalar ungu, daun bayam merah, dll.

6. Tannin, menghasilkan warna coklat, terdapat dalam getah.

Tabel 3. Sifat –Sifat Berbagai Pigmen Alami

Golongan Jumlah Warna Sumber senyawa Larut Kestabilan

Pigmen dalam

Antosianin 120 Oren, merah Tanaman Air Peka terhadap pH

dan panas

Flavonoit 600 Tak berwarna, Sebagian tersabar Air Agak tahan panas

kuning pada tanaman

Beta 20 Tak berwarna Tamaman Air Tahan panas

Antosianin

Tanin 20 Tak berwarna, Tanaman Air Tahan panas

kuning

Batalain 70 Kuning, Tanaman Air Peka terhadap

Merah Panas

Kuinon 200 Kuning Tanaman, bakteri, Air Tahan panas

sampai hitam alga

Xanton 20 Kuning Tanaman Air Tahan panas

Karotenoit 300 Tak berwarna, Tanaman Lemak Tahan panas

kuning, merah hewan

Khlorofil 25 Hijau, coklat Tanaman Air, Peka terhadap

lemak Panas

Pigmen 6 Merah, coklat Hewan Air Peka terhadap

Heme Panas

7.

Sumber: Clydesdale & Francis (1976) dalam Koswara (2009).

2.4 Antosianin

Dalam penelitian Tri Hidayah, (2013) dinyatakan bahwa antosianin merupakan pigmen golongan flavonoid yang larut dalam air. Menurut Winarno (1997) warna-warna merah, biru, ungu dalam buah dan tanaman biasanya disebabkan oleh warna pigmen antosianin (flavonoid) yang terdiri atas tiga

(25)

gugusan penting:

1. Cincin dasar yang terdiri dari gugusan aglikon (tanpa gula). 2. Gugusan aglikon atau gula.

3. Asam organik asli misalnya koumarat, kofeat atau ferulat (Winarno, 1997). Molekul antosianin disusun dari sebuah aglikon (antosianidin) yang teresterifikasi dengan satu atau lebih gula (glikon). Gula yang menyusun antosianin terdiri dari:

1. Monosakarida, biasanya glukosa, galaktosa, ramnosa, dan arabinosa.

2. Disakarida yang merupakan dua buah monosakarida dengan kombinasi dari empat monosakarida di atas xilosa, seperti rutinosa.

3. Trisakarida, merupakan tiga buah monosakarida yang mengandung kombinasi dari gula-gula di atas dalam posisi linier maupun rantai cabang.

Antosianin akan berubah warna seiring dengan perubahan nilai pH. Pada pH tinggi antosianin cenderung bewarna biru atau tidak berwarna, sedangkan untuk pH rendah berwarna merah. Kebanyakan antosianin menghasilkan warna merah keunguan pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus 6 hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Adanya gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil, sedangkan jika gugus metoksi yang dominan pada struktur antosianidin, akan menyebabkan warna cenderung merah dan relatif stabil (Deman, J.M, 1997).

Gambar 4. Struktur antosianidin (Sumber : Deman, J.M, 1997).

Ekstraksi adalah suatu cara yang digunakan untuk memisahkan komponen dari suatu bahan sehingga didapatkan zat yang terpisah secara kimiawi maupun fisik. Ekstraksi biasanya berkaitan dengan pemindahan zat terlarut diantara dua pelarut yang tidak saling bercampur. Proses ekstraksi bertujuan untuk mendapatkan bagian-bangian tertentu dari bahan yang mengandung komponen

(26)

14

aktif. Teknik ekstraksi yang tepat berbeda masing-masing bahan. Hal ini dipengaruhi oleh tekstur, kandungan bahan dan senyawa yang ingin didapat.

Menurut Gould et al, (2008), dalam Nuraniya, (2014) ekstraksi antosianin biasanya menggunakan pelarut jenis hydroalcoholic yang mengandung metanol atau etanol akan tetapi biasa juga menggunaan n-butanol, aceton, propilene glikol, campuran metanol/aceton/air/air mendidih. Sedangkan Vargas et al, (2000), menyebutkan bahwa metode konvensional dalam ekstrasi pigmen antosianin biasanya menggunaan larutan HCl dalam metanol.

2.5 Etanol

Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hydroksil (-OH) dengan 2 atom karbon (C). Spesies alkohol yang banyak digunakan adalah CH3CH2OH yang disebut metal alcohol (metanol), C2H5OH yang diberi nama etil alkohol (etanol), dan C3H7OH yang disebut isopropil alkohol (IPA) atau propanol-2. Dalam dunia perdangangan yang disebut alkohol adalah etanol atau etil alkohol atau metal karbinol dengan rumus kimia C2H5OH (Rama, 2008).

Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4̊ C. etanol memiliki sifat tidak berwarna, volatile dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997). Ada dua jenis etanol menurut Rama (2008), etanol sintetik sering disebut methanol atau metil alkohol atau alcohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan ini diperoleh dari sintetis kimiayang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi).

Mengingat pemanfaatan bioetanol/ etanol beraneka ragam, sehingga grade etanol ang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan penggunaanya. Untuk etanol yang mempunyai grade 90-96,5% dapat digunakan pada industri, sedangkan etanol yang mempunyai grade 96- 99,5% dapat digunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar industri farmasi. Besarnya grade etanol yang dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar untuk kendaraan sebesar

(27)

99,5-100%. Perbedaan besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air (Indyah, 2007).

Berbagai jenis pelarut yang biasa digunakan untuk ekstraksi maserasi zat warna yaitu etanol, methanol, dan aquades. Karena ketiga jenis pelarut ini

memiliki polaritas yang hampir sama, dengan polaritas flavonoid. Nida et. al (2013) menyatakan bahwa etanol merupakan pelarut yang baik untuk

ekstraksi flavonoid khususnya antosianin karena sifatnya polar, sehingga mampu melarutkan senyawa polar.

2.6. Proses Ekstraksi

Proses pembuatan larutan zat warna/proses ekstraksi adalah proses pengambilan pigmen zat warna yang berada di dalam tumbuhan. Bagian tumbuhan yang diekstrak adalah bagian yang di indikasikan paling kuat/banyak memiliki pigmen warna misalnya bagian daun, batang, akar, kulit buah, biji ataupun buahnya. Pengambilan zat warna alami di lakukan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu komponen dari suatu bahan yang terdiri dari dua atau lebih komponen dengan cara melarutkan salah satu komponen dengan pelarut yang sesuai (Kwartiningsi et al. 2010).

Ekstraksi merupakan proses pengambilan zat terlarut dengan bantuan pelarut, yaitu dapat berupa ekstraksi cair-cair dapat dilakukan secara sederhana atau secara bertahap. Ekstraksi padat cair dapat dilakukan dengan sokslet, perkolasi ataupun maserasi. Pemilihan metode ekstraksi disesuaikan dengan kepentingan untuk memperoleh kandungan kimia yang diinginkan (Harbone, 1996).

Menurut Gould et al, (2008), dalam Nuraniya, (2014) ekstraksi antosianin biasanya menggunakan pelarut jenis hydroalcoholic yang mengandung metanol atau etanol akan tetapi biasa juga menggunaan n-butanol, aceton, propilene glikol, campuran metanol/aceton/air/air mendidih. Sedangkan Vargas et al,(2000), menyebutkan bahwa metode konvensional dalam ekstrasi pigmen antosianin biasanya menggunaan larutan HCl dalam metanol.

(28)

16

Menurut Adalina (2011), ada beberapa metode dalam melakukan proses ekstraksi zat warna alami (ZPA) yaitu:

1.5.1 Maserasi

Maserasi adalah teknik yang digunakan untuk menarik atau mengambil senyawa yang diinginkan dari suatu larutan atau padatan dengan teknik perendaman terhadap bahan yang akan diekstraksi. Sampel yang telah dihaluskan direndam dalam suatu pelarut organik selama beberapa waktu (Ibrahim dan Maharam, 2013). Maserasi merupakan proses penyaringan ekstraksi yang paling sederhana dan banyak digunakan. Teknik ini biasanya digunakan jika kandungan organik yang ada dalam bahan tumbuhan tersebut cukup tinggi dan telah diketahui jenis pelarut yang dapat melarutkan senyawa yang akan diisolasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam bahan‐bahan tumbuhan yang telah dihaluskan dalam pelarut terpilih. Disimpan dalam waktu tertentu dalam ruang yang gelap dan sesekali diaduk. Metode ini memiliki keuntungan yaitu cara pengerjaannya yang mudah, alat yang digunakan sederhana, cocok untuk bahan yang tidak tahan pemanasan namun pelarut yang digunakan cukup banyak.

Menurut Koirewoa (2012), proses ini sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membrane sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organic dan ekstraksi senyawa akan sempurna karena dapat diatur lama perendaman yang dilakukan.

1.5.2 Perkolasi

Perkolasi merupakan proses penyarian/ekstraksi serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan melewatkannya tetes demi tetes pada bahan yang diekstraksi. Alat untuk perkolasi dinamakan perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirnya penyari melalui kolom dari atas kebawah menuju celah untuk keluar ditarik oleh gaya berat seberat cairan dalam kolom. Pelarut yang baru dan terus menerus memungkinkan berlangsungnya satu maserasi bertingkat.

(29)

1.5.3 Soxhletasi

Metode ini digunakan untuk mengekstrak komponen kimia dari bahan tumbuhan dengan alat soxhlet. Soxhletasi merupakan prosedur yang umumnya dilakukan untuk memperoleh komponen kimia dari bahan ekstrak/simplisia kering (Harborne, 1996). Bahan yang akan diekstrak berada dalam sebuah kantong penyaring di dalam sebuah tabung. Tabung yang berisi kantong bahan ekstrak/simplisia diletakkan di antara labu suling dan suatu pendingin balik yang dihubungkan melalui pipa pipet. Pelarut dalam labu diuapkan, uap akan naik melalui pipa samping mencapai pendingin balik, uap terkondensasi kemudian turun ketabung merendam dan melarutkan zat aktif simplisia kemudian turun kembali kelabu. Soxhletasi menguntungkan karena cairan penyari yang digunakan sedikit dan cocok untuk bahan yang tahan pemanasan. Cairan penyari yang digunakan murni sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak (Voight 1995 dalam Adalina, 2011).

1.5.4 Infundas

Infundasi atau infusa adalah proses penyaringan yang digunakan untuk menyari zat aktif yang larut dalam air dari bahan‐bahan nabati. Infundasi dilakukan dengan cara mencampur serbuk dengan air secukupnya dalam sebuah panci kemudian dipanaskan dalam penangas air selama 15 menit yang dihitung mulai suhu di dalam panci mencapai 90°C sambil berkali‐kali diaduk. Sebagai indikasi bahwa pigmen warna yang ada dalam tumbuhan sudah keluar ditunjukkan dengan air setelah perebusan menjadi berwarna.

(30)

18

III METODOLOGI

3.1. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2017 di laboratorium biokimia Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain timbangan, blender, baskom, talenan, sendok, pisau, gelas piala, erlenmeyer, gelas ukur, aluminium foil, oven, corong, kertas saring, cawan petri, spatula, gunting, labu ukur, neraca analitik ketelitian 0,0001 g, pH meter (Toledo FE 20), pipet tetes, rak tabung, tabung reaksi, pipet tetes, label, dan lap kasar.

Bahan baku penelitian adalah kulit buah naga. Bahan-bahan kimia yang digunakan antara lain: akuades, etanol (C2H5OH) 96%, larutan buffer pH 1-14, HCl, NaOH.

3.3 Metode Penelitian

Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan SPSS, dan dua perlakuan yaitu variasi volume pelarut (A) dan lama perendaman (B). Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga taraf dan tiga ulangan yaitu faktor pertama variasi volume pelarut (A) terdiri dari (A1) 0, 29 %, (A2) 0, 432 %, (A3) 0, 576 %. Faktor kedua yaitu lama perendaman (B1) 42 Jam, (B2) 48 Jam, (B3) 72 Jam, hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan (Yulfriansyah dan Novitriani, 2016) menggunakan bahan kulit buah naga, yang diekstrak dengan pelarut etanol 96 % dan variasi lama perendaman bahan yaitu 16 jam, 18 jam, 20 jam, 22 jam, 24 jam dan 26 jam dalam pembuatan indikator asam basa alami, menunjukan bahwa waktu yang optimum perendaman bahan selama 24 jam dan hasil ekstraksi antosianin yang didapat lebih banyak.

(31)

Ekstraksi pigmen antosianin dari kulit buah naga merah dilakukan dengan menggunakan ekstraksi maserasi. Parameter uji dalam penelitian ini adalah uji kestabilan warna, uji kadar antosianin dan rendemen ekstak kulit buah naga. Nilai pH diukur dengan menggunakan pH meter poket. Dalam penelitian ini, Spektrofotometer digunakan untuk mengetahui/ menganalisa tingkat kecerahan antosianin. Pengukuran % berat rendemen pigmen antosianin dilakukan dengan menggunakan rumus rendemen di bawah ini.

Rendemen = berat akhir

berat awal × 100 %

3.3.1 Kerangka penelitian

Tabel 5. Kerangka penelitian

Konsentrasi Volume Pelarut (A) Lama Perendaman (B) B1 B1 B1 B2 B2 B2 B3 B3 B3 A1 A1B1 A1B1 A1B1 A1B2 A1B2 A1B2 A1B3 A1B3 A1B3 A2 A2B1 A2B1 A2B1 A2B2 A2B2 A2B2 A2B3 A2B3 A2B3 A3 A3B1 A3B1 A3B1 A3B2 A3B2 A3B2 A3B3 A3B3 A3B3 KETERANGAN :

A1B1 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:2) waktu ekstraksi selama 24 Jam

A2B1 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:3) waktu ekstraksi selama 24 Jam

A3B1 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:4) waktu ekstraksi selama 24 Jam

A1B2 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:2) waktu ekstraksi selama 48 Jam

A2B2 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:3) waktu ekstraksi selama 48 Jam

(32)

20

A3B2 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:4) waktu ekstraksi selama 48 Jam

A1B3 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:2) waktu ekstraksi selama 72 Jam

A2B3 =perbandingan pelarut dan bahan baku (1:3) waktu ekstraksi selama 72 Jam

A3B3= perbandingan pelarut dan bahan baku (1:4) waktu ekstraksi selama 72 Jam

3.4 Prosedur Kerja

Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Naga dengan Variasi Waktu Perendaman (Hidayah, 2013)

a) Disiapkan buah naga yang akan digunakan. b) Buah naga dicuci menggunakan air bersih

c) Setelah dicuci bersih, buah naga dikupas untuk dipisahkan kulit dari daging buah.

d) Kulit buah naga segar ditimbang dengan menggunakan neraca analitik sebanyak 130 g.

e) Ditambahkan pelarut etanol 96% sesuai dengan perlakuan. f) Sampel dicampurkan dan pelarut kemudian dihancurkan dengan

blender.

g) Sampel yang sudah diblender kemudian d i maserasi selama 24, 48, dan 72 jam untuk memperoleh ekstrak.

h) Hasil ekstrak disaring dengan kertas saring.

i) Ekstrak kulit buah naga disimpan ke dalam wadah kemudian di oven dengan suhu 50 ̊ C.

j) Setelah sampel tersebut dikeringkan lalu dilakakun penimbangan untuk menghasilkan pigmen alami.

(33)

Diagram alir pembuatan pigmen alami dari ekstraka kulit buah naga merah adalah sebagai berikut :

Gambar 5. Diagam alir pigmen alami ekstrak kulit buah naga Buah Naga Pengupasan Pencucian Maserasi Pengeringan Ekstraksi Penimbangan Awal Penghalusan Bahan Penimbangan akhir Pigmen Alami Lama Maserasi 24 jam, 48 jam dan 72 jam Suhu pengeringan 50 ̊C Penambahan Etanol Analsis Kadar Antosianin

(34)

22

1.6 Uji Parameter Uji Kadar Antosianin

Analsis Antosianin Metode Spektrofotometri

a. Larutan buffer Kcl (pH 0,1) dibuat dengan menimbang 1,86 gr padatan Fcl, tambahkan 980 ml aquades dan atur pH larutan menggunakan Hcl pekat sampai pH sama dengan 1, tepatkan sampai 1 liter.

b. Larutan buffer CH3COONa, 3 H2O (pH 4,5) dibuat dengan menimbang 54, 43 gram padatan CH3COONa, 3 H2O. larutan dalam 960 ml aquades dan atur pH sama dengan 4,5 serta tepatkan hingga 1 liter.

c. Sampel serbuk minuman bunga ditimbang sebanyak 1 gram, larutkan menggunakan larutan buffer pH 1,0 atau pH 4,5.

d. Tempatkan dalam labu ukur 25 ml dengan larutan buffer yang digunakan, inkubasi selama 15 menit untuk larutan buffer pH 1,0 dan 5 menit untuk larutan buffer pH 4,5.

e. Masukkan larutan yang telah diinkubasi kedalam kuvet dan baca nilai absorbansi menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 510 nm dan 700 nm.

Rumus kadar antosianin

An : (A510 - A700) 0,1 – (A510 – A700) 4,5 Kadar Antosianin (%) = An × Bm × Fp × 1000

Ƹ ×b

Ket : Bm = berat molekul sianidin - 3- glikosida, 448,8 g/mol Fp = Faktor pengenceran

b = Total kuvet, 1 cm

Gambar

Gambar 1. Bunga buah naga.
Gambar 2. Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus)
Gambar 3. Kulit Buah Naga
Gambar 4. Struktur antosianidin (Sumber : Deman, J.M,  1997).
+3

Referensi

Dokumen terkait

Teknik analisis data yang dipergunakan adalah statistik inferensial dengan alat analisis statistik S tructural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa :

Hughes dan Perrons (2010) mengutip pendapat Inkpen dan Tsang (2005) menyatakan bahwa modal sosial menampilkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan

Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya

Ø Sesuai arahan Presiden, rencana penyusunan RUU yang belum masuk Prolegnas, sebelum dilakukan pembahasan dengan panitia internkementerian/lembaga, Menteri/Pimpinan LPNK

juga pengen bisa nari kaya.

Sehubungan dengan tindak pidana anak, dan setelah membaca uraian perkara tersebut saya berpendapat bahwa Pengadilan Negeri Semarang sudah memberikan perlindungan hukum

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat tiga dari empat faktor determinan yang mempengaruhi variabel minat mengunjungi ulang yaitu variabel kualitas pelayanan

Analisis tes hasil belajar passing dalam permainan bola voli dengan media pengajaran kartu tugas dan analisis dari masing-masing pelaksanaan tindakan pada setiap