• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS Saluran pernapasan atas merujuk pada bagian-bagian tersebut pada saluran pernapasan:  Hidung (nasal) dan sinus sekitar hidung (Sinus Paranasalis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS Saluran pernapasan atas merujuk pada bagian-bagian tersebut pada saluran pernapasan:  Hidung (nasal) dan sinus sekitar hidung (Sinus Paranasalis)"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

- Judul Mata Kuliah : Penyakit Sistem Pernapasan Atas - Blok Sistem : Respirasi

- Nama Dosen Pengampu: Prof. Dr. dr. Sutji Pratiwi Rahardjo, Sp.T.H.T.K.L.(K) - Standar Kompetensi : Area Kompetensi 5 : Landasan Ilmiah Ilmu Kedokteran - Kompetensi dasar : Menerapkan Ilmu Kedokteran Klinik pada Sistem Respirasi - Indikator : Menegakkan diagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara

mandiri dan tuntas pada penyakit sistem Respirasi - Level Kompetensi : 4A

- Alokasi Waktu : 3 x 50 menit - Tujuan Instruksional Umum (TIU) :

o Mampu melakukan Diagnosis dan melakukan penatalaksanaan secara mandiri dan tuntas pada penyakit Sistem Pernapasan Atas

- Tujuan Instruksional Khusus (TIK) :

o Mampu menyebutkan hasil pemeriksaan fisis pada penyakit Sistem Pernapasan Atas

- Isi Materi : Lihat Lampiran - Informasi Pendukung :

o Soepardi, E,A, 2011, Pemeriksaan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-KL edisi keenam, FKUI Jakarta. o Nael, Patrick and Robert Gurkov, 2012, Hidung dan Sinus Paranasal dalam

Dasar-Dasar Ilmu THT, edisi kedua, EGC

o Fokkens WJ, Lund VJ, Mullol J, Bachert C, Alobid I, Baroody F, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps 2012. Rhinol Suppl. 2012 Mar(23): 1-298

- Latihan – latihan

o Sebutkan Gejala-gejala yang sering ditemui pada pemeriksaan penyakit saluran pernapasan atas?

(2)

HIDUNG DAN SINUS PARANASALIS

Saluran pernapasan atas merujuk pada bagian-bagian tersebut pada saluran pernapasan:

 Hidung (nasal) dan sinus sekitar hidung (Sinus Paranasalis)

 Tenggorok: faring dan laring

A. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah: 1. Sumbatan hidung (obstruksi nasi)

2. Hidung berair (Rinore)

3. Sekret di hidung dan tenggorok (Post nasal drip) 4. Bersin

5. Rasa nyeri di daerah wajah dan kepala 6. Perdarahan dari Hidung (epistaksis) 7. Gangguan Penghidu (Hiposmia/anosmia)

B. Pemeriksaan Fisis

1. Pemeriksaan Hidung & Sinus Paranasalis dari Luar

Ada 3 keadaan yang penting kita perhatikan saat melakukan inspeksi hidung dan sinus paranasalis, yaitu :

 Kerangka dorsum nasi (batang hidung).

 Adanya luka, warna, udem & ulkus nasolabial.

 Bibir atas.

Ada 4 struktur yang penting kita perhatikan saat melakukan palpasi hidung & sinus paranasalis, yaitu :

 Dorsum nasi (batang hidung).

 Ala nasi.

 Regio frontalis sinus frontalis.

 Fossa kanina.

Ala nasi penderita terasa sangat sakit pada saat kita melakukan palpasi. Tanda ini dapat kita temukan pada furunkel vestibulum nasi.

(3)

dan simetris (besar tekanan sama antara sinus frontalis kiri dan kanan). Palpasi kita bernilai bila kedua sinus frontalis tersebut memiliki reaksi yang berbeda. Sinus frontalis yang lebih sakit berarti sinus tersebut patologis. Kita menekan dinding anterior sinus frontalis ke arah medial dengan tenaga optimal dan simetris. Hindari menekan foramen supraorbitalis. Foramen supraorbitalis mengandung nervus supraorbitalis sehingga juga menimbulkan reaksi sakit pada penekanan. Penilaiannya sama dengan cara pertama di atas.

Palpasi fossa kanina kita peruntukkan buat interpretasi keadaan sinus maksilaris. Syarat dan penilaiannya sama seperti palpasi regio frontalis sinus frontalis. Hindari menekan foramen infraorbitalis karena terdapat nervus infraorbitalis.

Perkusi pada regio frontalis sinus frontalis dan fossa kanina kita lakukan apabila palpasi pada keduanya menimbulkan reaksi hebat. Syarat-syarat perkusi sama dengan syarat-syarat palpasi.

2. Rinoskopi Anterior

Tujuannya untuk memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan dengan menggunakan speculum hidung Hartmann dengan menilai:

 Vestibulum nasi  Septum nasi  Konka nasi  Meatus Nasi  Mukosa hidung

(4)

spekulum kira-kira 90%. Jangan menutup mulut spekulum 100% karena bulu hidung pasien dapat terjepit dan tercabut keluar.

Ada 5 tahapan pemeriksaan hidung pada rinoskopia anterior yang akan kita lakukan, yaitu :

 Pemeriksaan vestibulum nasi.

 Pemeriksaan kavum nasi bagian bawah.

 Fenomena palatum mole.

 Pemeriksaan kavum nasi bagian atas.

 Pemeriksaan septum nasi.

 Pemeriksaan Vestibulum Nasi pada Rinoskopia Anterior

Ada 4 hal yang perlu kita perhatikan pada pemeriksaan kavum nasi (lubang hidung) bagian bawah, yaitu :

 Warna mukosa dan konka nasi inferior.

 Besar lumen lubang hidung.

 Lantai lubang hidung.

 Deviasi septi yang berbentuk krista dan spina.

 Fenomena Palatum Mole Pada Rinoskopia Anterior

3. Rinoskopi Posterior

Tujuannya untuk melihat bagian belakang hidung sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring.

Prinsip kita dalam melakukan rinoskopia posterior adalah menyinari koana dan dinding nasofaring dengan cahaya yang dipantulkan oleh cermin yang kita tempatkan dalam nasofaring.

Syarat-syarat melakukan rinoskopi posterior, yaitu :

(5)

 Cermin nasofaring.  Spatula lidah.  Lampu spritus.

Teknik-teknik yang kita gunakan pada rinoskopia posterior, yaitu :

Cermin nasofaring kita pegang dengan tangan kanan. Sebelum memasukkan dan menempatkannya ke dalam nasofaring pasien, kita terlebih dahulu memanaskan punggung cermin pada lampu spritus yang telah kita nyalakan. Minta pasien membuka mulutnya lebar-lebar. Lidahnya ditarik ke dalam mulut, jangan digerakkan dan dikeraskan. Bernapas melalui hidung. Spatula kita pegang dengan tangan kiri. Ujung spatula kita tempatkan pada punggung lidah pasien di depan uvula. Punggung lidah kita tekan ke bawah di paramedian kanan lidah sehingga terbuka ruangan yang cukup luas untuk menempatkan cermin kecil dalam nasofaring pasien. Masukkan cermin ke dalam faring dan kita tempatkan antara faring dan palatum mole kanan pasien. Cermin lalu kita sinari dengan menggunakan cahaya lampu kepala. Khusus pasien yang sensitif, sebelum kita masukkan spatula, kita berikan lebih dahulu tetrakain 1% 3-4 kali dan tunggu ± 5 menit.

Ada 4 tahap pemeriksaan yang akan kita lalui saat melakukan rinoskopia posterior, yaitu :

 Pemeriksaan tuba kanan.  Pemeriksaan tuba kiri.  Pemeriksaan atap nasofaring.

 Pemeriksaan kauda konka nasi inferior.

4. Transiluminasi (Diaphanoscopia)

Pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) kita gunakan untuk mengamati sinus frontalis dan sinus maksilaris. Cara pemeriksaan kedua sinus tersebut tentu saja berbeda.

(6)

yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus frontalis normal bilamana dinding depan sinus frontalis tampak terang.

Ada 2 cara melakukan pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) pada sinus maksilaris, yaitu :

 Cara I. Mulut pasien kita minta dibuka lebar-lebar. Lampu kita tekan pada

margo inferior orbita ke arah inferior. Cahaya yang memancar ke depan kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya sinus maksilaris normal bilamana palatum durum homolateral berwarna terang.

 Cara II. Mulut pasien kita minta dibuka. Kita masukkan lampu yang telah

diselubungi dengan tabung gelas ke dalam mulut pasien. Mulut pasien kemudian kita tutup. Cahaya yang memancar dari mulut dan bibir atas pasien, kita tutup dengan tangan kiri. Hasilnya dinding depan dibawah orbita tampak bayangan terang berbentuk bulan sabit.

Penilaian pemeriksaan transiluminasi (diaphanoscopia) berdasarkan adanya perbedaan sinus kiri dan sinus kanan. Jika kedua sinus tampak terang, menandakan keduanya normal. Namun khusus pasien wanita, hal itu bisa menandakan adanya cairan karena tipisnya tulang mereka. Jika kedua sinus tampak gelap, menandakan keduanya normal. Khusus pasien pria, kedua sinus yang gelap bisa akibat pengaruh tebalnya tulang mereka.

C. Penyakit – penyakit pada Hidung 1. Rinosinusitis

• Rinosinusitis adalah inflamasi pada hidung dan sinus-sinus paranasal yang ditandai dengan adanya dua atau lebih gejala, dimana salah satunya termasuk hidung tersumbat/ obstruksi/ kongesti atau keluarnya cairan dari hidung (sekret hidung yang jatuh ke anterior/ posterior hidung):

± nyeri wajah/ nyeri tekan pada wajah ± penurunan/ hilangnya fungsi penghidu • dan salah satu dari:

a. temuan nasoendoskopi:

- polip dan/ atau

(7)

- edema/ obstruksi mukosa di meatus medius

b.dan atau gambaran tomografi komputer:

- perubahan mukosa di kompleks osteomeatal dan/atau sinus

Rinosinusitis akut (ARS) didefinisikan sebagai gejala berlangsung kurang dari 12 minggu dengan resolusi komplit dan dapat dibagi menjadi:

• Common cold / rinosinusitis viral akut (didefinisikan dengan durasi gejala kurang dari 10 hari, dan

• Rinosinusitis viral non-akut (didefinisikan dengan peningkatan gejala setelah lima hari atau gejala-gejala menetap (persisten) setelah 10 hari dengan durasi kurang dari 12 minggu)

Rinosinusitis kronis (dengan atau tanpa polip nasal) adalah didefinisikan dengan gejala-gejala yang berlangsung lebih dari 12 minggu tanpa disertai gejala resolusi komplit/penyembuhan (termasuk rinosinusitis kronis eksaserbasi akut) dan dapat dibagi menjadi:

• rinosinusitis kronik dengan polip nasal dan • rinosinusitis kronik tanpa polip nasal;

Patofisiologi:

Rinosinusitis merupakan suatu proses peradangan yang mempengaruhi mukosa hidung dan sinus yang sering dikaitkan dengan gangguan mukosiliar, infeksi (bakteri), alergi, atau yang jarang seperti obstruksi hidung atau variasi anatomi.

Rinosinusitis Akut non-virus (ARS) didefinisikan sebagai: • Peningkatan gejala setelah 5 hari atau

• Gejala-gejala yang menetap/persisten setelah 10 hari dari onset mendadak dari 2 atau lebih gejala:

- Sumbatan/ kongesti hidung

- Sekret yang jatuh baik di Anterior atau Posterior Nasal - Nyeri wajah pada saat ditekan

(8)

Pemeriksaan

a. Rinoskopi anterior

Pemeriksaan Rinoskopi anterior dapat melewatkan polip nasal yang kecil namun perlu dilakukan untuk semua pasien dengan penyakit hidung kronik. Jika terdapat keraguan diagnostik pasien dapat dirujuk untuk pemeriksaan endoskopi hidung.

b. Radiologi

Pemeriksaan radiologi tidak direkomendasikan untuk pemeriksaan rutin penegakan diagnosis dan penatalaksanaan rhinosinusitis dikarenakan foto polos sinus dapat memberikan hasil positif palsu dan positif negatif. Pemeriksaan CT scan, modalitas radiologi sebaiknya dilakukan bila tanda dan gejala bersifat unilateral atau memberikan tanda kondisi yang lebih serius.

Penatalaksanaan

a. Antiinflamasi steroid intranasal (topikal) terutama yang Rinosinusitis Akut b. Boleh atau tidak dikombinasi dengan antibiotik sistemik.

c. Boleh atau tidak dikombinasi dengan antiinflamasi steroid sistemik.

d. Terapi tambahan seperti Dekongestan untuk obstruksi nasi, Antihistamin untuk rinosinusitis alergi,

2. Rinitis Alergi

Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut. Definisi menurut WHO ARIA adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai oleh Ig E.

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:

(9)

b. Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu sapi, telur, coklat, ikan laut, udang, kepiting, cumi dan kacang-kacangan.

c. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penicillin dan sengatan lebah.

d. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

Klasifikasi Rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Atshma) WHO berdasarkan sifat berangsungnya dibagi menjadi:

a. Intermitten (Kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

b. Persisten (menetap) bila gejala lebih dari 4 hari per minggu dan lebih dari 4 minggu.

Diagnosis

Diagnosis Rnitis alergi ditegakkan berdasarkan: a. Anamnesis

b. Pemeriksaan Fisik c. Pemeriksaan Penunjang

Penatalaksanaan

a. Menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (Avoidance) dan eliminasi

b. Medikamentosa dengan menggunakan antihistamin baik oral maupun antihistamin topikal (intra nasal). Juga dapat digunakan decongestan untuk obstruksi nasi, Anti inflamasi steroid intranasal dan preparat antikolinergik topikal untuk mengatasi Rinore.

c. Operatif dengan melakukan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasty.

(10)

Komplikasi a. Polip hidung

b. Otitis media efusi yang sering residif, terutama pada anak-anak c. Sinusitis paranasal

3. Sinusitis Paranasalis

Sinusitis didefinisikan sebagai proses inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu oleh rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Etiologi

Berbagai faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA alibat virus, bermacam rhinitis terutama riitis alergi, rhinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi (sinusitis dentogen), kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener dan di luar negeri adalah penyakit fibrosis kistik. Hipertrofi adenoid pada anak.

Patofisiologi

(11)

Klasifikasi dan Mikrobiologi

Menurut Konsensus tahun 2004 Sinusitis berdasarkan perlangsungan dibagi menjadi akut (< 4 minggu), Sub akut (> 4 minggu - < 3 bulan) dan kronik (>3 bulan)

Menurut berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%), Hemophylus influenza (20-40%) dan Moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M. catarrhalis lebih banyak ditemukan.

Gejala Sinusitis

Keluhan Utama yang akut adalah Hidung tersumbat disertai nyeri atau rasa tekanan pada wajah dan ingus purulen yang sering kali turun ke tenggorok (post nasal drip), dapat disertai gejala sistemik seperti demam dan lesu. Keluhan nyeri pipi menandakan sinusitis maxilla, nyeri di antara atau di belakang kedua bola mata menandakan sinusitis ethmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sphenoid nyeri dirasakan di vertex, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid.

Gejala lain adalah sakit kepala, hiposmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak. Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didagnosis. Kadang-kadang hanya 1 atau 2 dari gejala-gejala di bawah ini yaitu sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan kronik muara tuba eustachius, gangguan ke paru seperti bronchitis, bronkiektasis dan yang penting adalah serangan asma yang meningkat dan sulit diobati. Pada anak, mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis.

Diagnosis

(12)

Pemeriksaan penunjang yag penting adalah Foto polos atau CT Scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral, umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus-sinus maksilla dan frontal. Kelainan akan terlihat perselubungan, batas udara-cairan (air fluid level) atau penebalan mukosa.

CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu menilai anatomi hidung dan sinus, adanya penyakit dalam hidung dan sinus secara keseluruhan dan perluasannya.

Pemeriksaan Mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan mengambil sekret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotik yang tepat guna.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi sinusitis ialah: a. Mempercepat penyembuhan b. Mencegah komplikasi

c. Mencegah perubahan menjadi kronik.

Prinsip pengobatan ialah membuka sumbatan di KOM sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Antibiotik dan dekongestan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial. Antibiotic diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Selain dekongestan oral dan topikal, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, nasal doughing dengan NaCl, anti histamine tidak rutin diberikan, imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan alergi yang berat. Bila sinusitis kronik yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi adekuat makan dapat dilakukan tindakan Operasi (Bedah Sinus Endoskopi Fungsional).

Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi adalah:

a. Komplikasi Orbita edema palpebra, selulitis orbita, abses subperiosteal, abses orbita dan selanjutnya dapat terjadi thrombosis sinus kavernosus.

(13)

FARING

A. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah: 1. Nyeri tenggorok

2. Nyeri menelan (odinofagia) 3. Rasa Banyak dahak di tenggorok 4. Sulit menelan (disfagia)

5. Rasa ada yang menyumbat atau mengganjal (sense of lump in the neck)

B. Pemeriksaan Fisis

Dengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut. Dilihat keadaan bibir, mukosa rongga mulut, lidah dan gerakan lidah. Dengan menekan bagian tengah lidah memakai spatula lidah maka bagian-bagian rongga mulut lebih jelas terlihat. Pemeriksaan dimulai dengan melihat keadaan dinding belakan faring serta kelenjar limfenya, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil mukosa pipi, gusi dan gigi geligi. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain. Adakah rasa nyeri di sendi temporo mandibula ketika membuka mulut.

C. Penyakit – penyakit pada Faring 1. Faringitis Akut

Faringitis adalah proses inflamasi pada dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, trauma, toksin dan lain-lain.

a. Faringitis Viral

Rinovirus menimbulkan gejala rhinitis dan beberapa hari kemudian akan menimbulkan faringitis

Etiologi

Virus yang biasa menyebabkan faringitis diantaranya coxsachievirus, cytomegalovirus, adenovirus, Epstain Barr Virus (EBV), HIV-1.

Gejala

(14)

Pemeriksaan Fisik

Tampak Faring hiperemis. Tanda-tanda yang lain tampak tergantung pada jenis virusnya. Misalnya tanda lesi vesicular di orofaring dan lesi kulit berupa maculopapular rash (coxachievirus). Konjungtivitis biasanya menyertai faringitis oleh karena infeksi adenovirus pada anak. Tampak exudat yang banyak pada faring dan terdapat pembesaran kelenjar limfa di seluruh tubuh pada infeksi EBV.

Gambar 1. faringitis viral karena coxsachievirus

Penatalaksanaan

Istrahat dan minum yang cukup. Kumur dengan air hangat. Analgetik jika perlu dan tablet hisap.

Antivirus seperti metisoprinol (isoprenosine) dapat diberikan pada faringitis causa Haepes Simplex.

b. Faringitis Bakterial Etiologi

Infeksi grup A Streptokokus  hemolitikus merupakan penyebab faringitis akut

pada orang dewasa dan pada anak.

Gejala

(15)

Pemeriksaan Fisik

Faring dan tonsil hiperemis dan terdapat exudat di permukaannya. Beberapa hari kemudian tampak bercak petechiae pada palatum dan faring. Kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada penekanan.

Gambar 2. Faringitis akut

Penatalaksanaan

Pemberian antibiotic, Kortikosteroid, analgetik dan kumur dengan air hangat atau antiseptik.

c. Faringitis Fungal

Etiologi

Golongan Candida yang sering muncul pada mukosa rongga mulut dan faring.

Gejala

Keluhan nyeri tenggorok dan nyeri menelan.

Pemeriksaan Fisik

(16)

Gambar 3. Faringitis Fungal

Penatalaksanaan

Memberian anti jamur seperti Nystatin dan analgetik.

2. Faringitis Kronik

Faktor predisposisi proses radang kronik di faring adalah rhinitis kronik, sinusitis, iritasi kronik oleh rokok, minum alcohol, inhalasi uap yang merangsang mukosa faring dan debu.

a. Faringitis Kronik Hiperplastik Gejala

Mula-mula pasien mengeluh tenggorok kering dan gatal dan akhirnya batuk yang bereak.

Penatalaksanaan

(17)

b. Faringitis Kronik atrofi

Faringitis kronik atrofi sering timbul bersamaan dengan rhinitis atrofi.

Gejala

Pasien mengeluh tenggorok kering dan tebal serta mulut berbau.

Pemeriksaan fisis

Tampak mukosa faring ditutupi oleh lender yang kental dan bila diangkat tampak mukosa kering.

Gambar 4. Faringitis kronik

Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan pada rhinitis atrofinya dan untuk faringitis kronik atrofi ditambahkan dengan obat kumur dan menjaga kebersihan mulut.

3. Tonsilitis Akut

Proses inflamasi yang terjadi pada tonsil palatina.

Etiologi

(18)

Gejala

Nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam dengan suhu yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga (otalgia) akibat refer pain melalui n. glossofaringeus.

Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar submandibula membengkak dan nyeri tekan.

Gambar 5. Tonsilitis akut

Penatalaksanaan

Untuk kausa bakteri istrahat yang cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika gejala berat.

Pada kausa bakteri diberikan antibiotic spectrum luas seperti penicillin, eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.

Komplikasi

(19)

4. Tonsilitis Kronik Etiologi

Faktor prediposisi timbulnya tonslitis kronik ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, penaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis akut tapi kadang-kadang kuman berubah menjadi kuman golongan Gram negative.

Gejala

Rasa mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di tenggorok dan napas berbau.

Pemeriksaan Fisik

Tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata. Kriptus melebar dan beberapa kripti terisi detritus.

Gambar 6. Tonsilitis Kronik

Penatalaksanaan

Terapi lokal ditujukan pada hygiene mulut dengan berkumur atau obat hisap.

Komplikasi

(20)

Tonsilektomi dilakukan bila terjadi infeksi yang berulang atau kronik, gejala sumbatan serta kecurigaan neoplasma.

5. Abses Peritonsiler

Etiologi

Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsillitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mukus weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab adalah kuman aero dan anaerob.

Gejala

Selain gejala-gejala pada tonsilitias akut juga terdapat odinofagia yang hebat biasanya pada sisi yang sama juga terjadi nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat muntah (regurgitasi), mulut berbau, hipersalivasi, suara gumam (hot potatoes voice), kadang-kadang ada trismus serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan.

Pemeriksaan Fisis

Kadang-kadang sulit memeriksa faring karena adnya trismus. Palatum molle tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan terdorong ke arah tengah, depan dan bawah.

(21)

Penalaksanaan

Pada stdium infiltrasi, diberikan antibiotika golonan penicillin atau klindamisin. Dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan kompres dingin pada leher.

Bia terbentuk abses, dilakukan punksi pada daerah abses, kemudian diinsisi untuk mengeluarkan pus. Kemudian pasien dinjurkan untuk tonsilektomi.

Komplikasi

a. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia

b. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses parafaring, pada perjalanan selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga terjadi mediastinitis

c. Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan thrombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak.

6. Angina Ludovici

Angina ludovici ialah infeksi ruang submandibula berupa selulitis dengan tanda khas berupa pembengkakan seluruh ruang submandibula, tidak membentuk abses, sehingga keras pada perabaan submandibula.

Etiologi

Sumber infeksi seringkali berasal dari gigi atau dasar mulut oleh kuman aerob dan anaerob.

Gejala

Nyeri tenggorok dan leher,

Pemeriksaan Fisis

Tampak pembengkakan di daerah submandibula yang hiperemis dank eras pada perabaan.

(22)

Gambar 8. Angina Ludovici

Penatalaksanaan

Antibiotika parenteral dosis tinggi.

Dilakukan eksplorasi untuk tujuan dekompresi (mengurangi ketegangan) dan evakuasi pus (pada angina ludovici jarang terdapat pus) atau jaringan nekrosis. Perlu dilakukan pengobatan terhadap sumber infeksi (gigi), untuk mencegah kekambuhan.

Pasien dirawat inap sampai infeksi reda.

Komplikasi

a. Sumbatan jalan napas

b. Penjalaran abses ke ruang leher dalam lain dan mediastinum c. Sepsis

LARING

A. Gejala-gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah: 1. Suara serak (disfoni), suara hilang sama sekali (afoni) 2. Batuk

3. Disfagia

4. Rasa ada sesuatu di tenggorok.

B. Pemeriksaan Fisis

(23)

Sebelum dimasukkan ke dalam mulut kaca yang sudah dihangatkan itu dicoba dulu pada kulit tangan, apakah tiak terlalu panas.

Pasien diminta untuk membuka mulut dan menjulurkan lidahnya sejauh mungkin. Lidah dipegang dengan tangan kiri memakai kain kasa dan ditarik keluar dengan hati-hati sehingga pangkal lidah sehingga tidak menghalangi pandangan ke arah laring. Kemudian kaca laring dimasukkan ke dalam mulut dengan arah kaca ke bawah, besandar pada uvula dan palatum molle. Melalui kaca dapat terlihat hipofaring dan laring. Bila laring belum terlihat jelas penarikan lidah dapat ditambah sehingga pangkal lidah lebih ke depan dan epiglottis lebih terangkat.

Untuk menilai gerakan pita suara aduksi, pasien diminta mengucapkan “iiiiii”, sedangkan untuk menilai gerakan pita suara abduksi dan melihat daerah subglotik pasien diminta untuk inspirasi dalam.

Pemeriksaan laring dengan menggunakan kaca laring disebut laringoskopi tidak langsung (laryngoscopy indirect)

C. Penyakit – penyakit pada Laring 1. Laringitis Akut

Proses inflamasi akut yang terjadi pada laring yang merupakan kelanjutan dari rinofaringitis (common cold). Pada laryngitis akut ini dapat menimbulkan sumbatan jalan napas.

Etiologi

Bakteri (radang local) atau virus (radang sistemik)

Gejala

Gejala-gejala umum seperti Demam, malaise. Dan gejala local seperti disfoni sampai afoni. Nyeri ketika menelan atau berbicara serta gejala sumbatan laring. Selain itu terdapat batuk kering dan lama kelamaan disertai dengan dahak kental.

Pemeriksaan fisis

(24)

Gambar 9. Laringitis Akut

Penatalaksanaan

Istrahat berbicara dan bersuara selama 2-3 hari. Menghirup udara lembab.

Menghindari iritasi pada faring dan laring misalnya merokok, makanan pedas atau minum es.

Antibiotika diberikan apabila peradangan berasal dari paru. Bila terdapat sumbatan laring, dilakukan pemasangan pipa endotrakhea atau trakheostomi.

2. Laringitis Kronik Etiologi

Sering merupakan radang kronis yang disebabkan oleh sinusitis kronis, deviasi septum yang berat, polip hidung atau bronchitis konis. Bisa juga disebabkan oleh penyalaguanan suara (vocal abuse) seperti berteriak-teriak atau biasa berbicara keras.

Gejala

Suara parau yang menetap, rasa tersangkut di tenggorok sehingga pasien sering mendehem tanpa mengeluarkan sekret, Karena mukosa yang menebal.

Pemeriksaan fisis

(25)

Gambar 10. Laringitis Kronik

Penatalaksanaan

Gambar

Gambar 1. faringitis viral karena coxsachievirus
Gambar 2. Faringitis akut
Gambar 3. Faringitis Fungal
Gambar 4. Faringitis kronik
+7

Referensi

Dokumen terkait