• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. 20 raka’at - HUKUM SHALAT TARAWIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1. 20 raka’at - HUKUM SHALAT TARAWIH"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

http://www.4shared.net/tarawih

HUKUM SHALAT TARAWIH BERJAMA'AH.

Perbedaan pendapat mengenai tatacara pelaksanaan Tarawih memang cukup banyak. Mulai dari perbedaan jumlah raka’atnya, bacaan-bacaannya, bahkan ada sebagian yang masih khilaf tentang masyru’iyahnya shalat Tarawih ketika dikerjakan berjama’ah seperti umumnya yang terjadi sekarang ini.

Setiap shalat sunnah punya aturan sendiri-sendiri, termasuk dalam hal

apakah dilakukan dengan berjamaah atau tidak. Sebagian shalat

sunnah harus dikerjakan dengan cara berjamaah, seperti shalat Idul

fithri, shalat Idul ddha, shalat Istisaa,, shalat Khhusuf dan shalat Khusuf.

Sebagian lainnya tidak diutamakan untuk dikerjakan secara berjamaah,

misalnya shalat sunnah

rawatib qabliyah

dan

ba'diyah

, shalat

tahiyatul

masjid

, shalat

dhuha

, shalat lail dan seterusnya. Shalat-shalat ini

dahulu dilakukan oleh Rasulullah SdW dengan sendirian (

munfarid

),

tidak dengan berjamaah.

Namun ada pula sebagian shalat yang boleh saja dikerjakan sendiri

sendiri ataupun berjama’ah, semisal shalat malam, shalat Dhuha dan

Tasbih. Lantas shalat Tarawih masuk golongan shalat sunnah yang

mana ? dpakah masuk golongan shalat sunnah yang disyariatkan

berjama’ah, atau sendiri, atau boleh kedua-duanya ?

Sebelum kita menarik kesimpulan tentang masalah ini, ada baiknya

sejenak kita menyimak kembali sejarah shalat Tarawih di zaman

Rasulullah Saw dan para sahabat

radhiyallahu’anhum.

Shalat Tarawih di zaman Nabi dan Shahabat

Imam dl-Bukhari dan Muslim dalam Shahihain meriwayatkan hadis

dari disyah Rd bahwa pada suatu malam di bulan Ramadan, Rasulullah

SdW keluar menuju masjid untuk mendirikan shalat malam. Lalu

datanglah beberapa sahabat dan bermakmum di belakang beliau. Khetika

Shubuh tiba, orang-orang berbincang-bincang mengenai hal tersebut.

Pada malam selanjutnya, jumlah jamaah semakin bertambah daripada

sebelumnya. Demikianlah seterusnya pada malam-malam berikutnya.

Hal itu berlanjut hingga tiga malam.

(2)

berkhutbah, "dmma Ba,d. Saya telah mengetahui kejadian semalam.

dkan tetapi saya khawatir shalat itu akan diwajibkan atas kalian

sehingga kalian tidak mampu melakukannya."

Untuk selanjutnya shalat Tarawih tidak dikerjakan secara berjama’ah.

Khondisi seperti ini berjalan hingga Rasulullah SdW wafat, masa

pemerintahan khalifah dbu Bakar dan awal pemerintahan sayyidina

Umar.

Barulah setelah berjalan beberapa waktu, khalifah Umar bin dl-Khhattab

ra. Memerintahkan agar shalat Tarawih dikerjakan secara berjama’ah.

Jika ada pertanyaan, mengapa Khhalifah dbu Bakar tidak memerintahkan kaum muslimin mengerjakan Tarawih secara berjamah ? dnalisanya adalah bahwa masa khilafah dbu Bakar tidak berlangsung lama, hanya sekitar 2 tahun saja. Sedangan dimasa itu pula kaum muslimin mengalami berbagai fitnah dan cobaan. Misalnya kasus murtadnya berbagai dari suku-suku arab. Sementara itu kaum muslimin saat itu sedang menghadapi peperangan besar melawan Romawi. Tentu mereka sibuk mempersiapkan peperangan besar.

Demikian pula pada masa kekhalifahan dbu Bakar ra. dan awal

kekhalifahan Umar bin Khhattab. Baru kemudian pada tahun ke-4

Hijriah, Khhalifah Umar berinisiatif untuk menjadikan shalat tersebut

berjamaah dengan satu imam di masjid. Beliau menunjuk Ubay bin

Khaab sebagai imamnya. Khhalifah Umar lalu berkata, "Sebaik-baik bid,ah

adalah ini." (HR. dl-Bukhari)

Imam dbu Yusuf pernah bertanya kepada gurunya, Imam dbu Hanifah,

tentang shalat tarawih dan apa yang diperbuat oleh Khhalifah Umar.

Imam dbu Hanifah menjawab, "Tarawih itu sunnah muakkadah. Umar

tidak pernah membuat-buat perkara baru dari dirinya sendiri dan beliau

bukan seorang pembuat bid,ah. Beliau tak pernah memerintahkan

sesuatu kecuali berdasarkan dalil dari dirinya dan sesuai dengan masa

Rasulullah SdW. Umar telah menghidupkan sunnah ini lalu

mengumpulkan orang-orang pada Ubay bin Khaab lalu menunaikan

shalat itu secara berjamaah, sementara jumlah para sahabat sangat

melimpah, baik dari kalangan Muhajirin maupun dnshar, dan tak satu

pun yang mengingkari hal itu. Bahkan mereka semua sepakat dan

memerintahkan hal yang sama."

Mana yang lebih utama mengerjakan Tarawih secara berjama’ah atau sendiri

(3)

apa yang dilakukan oleh khalifah Umar ra, disetujui dengan suara bulat oleh seluruh shahabat. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa ada satu shahabat yang menentang kebijakan khalifah Umar ketika itu. Maka dengan sendirinya dikatakan bahwa shalat Tarawih dengan berjamaah merupakan ijma, para shahabat. Dan ijma, merupakan salah satu sumber syariah yang disepakati.

Dan sejak hari itu hingga saat ini, shalat tarawih berjamaah terus berlangsung tiap malam Ramadhan di masjid Nabawi Madinah, dan juga di semua masjid yang ada di muka bumi. Seluruh ulama baik salaf maupun khalaf sepakat atas disyariatkannya shalat tarawih berjamaah di belakang satu imam, karena seperti itulah yang awal mula dikerjakan oleh Nabi SdW.

Para ahlu fiaih secara jumhur bersepakat menarik kesimpulan tidak berjamaahnya Nabi Saw dalam shalat Tarawih bukan bersifat menasakh hukum kesunnahan Tarawih berjamaah. Tetapi memberi dasar hukum kebolehan shalat Tarawih dilakukan tidak berjamaah karena adanya alasan tertentu. Meskipun yang lebih utama adalah dikerjakan secara berjama’ah. Wallahu’alam bis Shawwab.

Untuk pembahasan mengenai jumlah rakaaat Tarawih silahkan di simak

di : http://ad-dai.blogspot.com/2010/08/jumlah-rakaat-tarawih.html

MASALAH RAKA’AT TARAWIH

Shalat Tarawih adalah shalat sunnah muakaddah dalam pandangan mayoritas ulama. Diantara hal yang menarik dari shalat ini, adalah polemik di tengah tengah umat mengenai bilangan raka’at shalatnya. Perbedaan jumlah raka’at shalat Tarawih telah menjadi masalah khilafiah sejak lama. Tidak sedikit kasus yang terjadi, berupa permusuhan dianatara sesama saudara seiman hanya karena masalah ini. Sebenarnya hal ini tidak akan terjadi, bila umat memiliki pemahaman yang utuh mengenai setiap masalah-masalah khilafiyyah. Kharena masalah Fiahiyyah ini bukanlah masalah prinsipil yang mengantarkan orang kepada benar dan salah. Tetapi masalah rajih dan marjuh, yaitu sebuah usaha memilih sebuah pendapat yang paling tepat dari yng benar.

Perbedaan pandangan ulama mazhab bilangan Raka’at Tarawih

dda beberapa pendapat ulama yang kita temui, ketika membicarakan masalah bilangan raka’at Tarawih ini , yaitu sebagai berikut :

(4)

Mayoritas ulama’ salaf dan khalaf menyatakan bahwa sebaik-baiknya shalat Tarawih adalah dikerjakan 20 raka’at. Inilah pendapat yang paling kokoh dan lebih utama diikuti menurut para ulama, bahkan dikatakan pula sebagai pendapat yang menjadi ijma’ para shahabat.1[1]

Berikut kami nukilkan pendapat para ulama yang menyebutkan hal ini :

1. Jumhur ulama mazhab dari kalangan Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Hanabilah dan

sebagian besar Malikiyyah menyatakan bahwa bilangan raka’at Tarawih adalah dua puluh raka’at.2[2]

Dikatakan pula : Pendapat yang dipilih oleh dbu Hanifah, Syafi’i, dhmad, dawud dan satu perkataan dari Maliki bahwa Tarawih adalah 20 raka’at selain witir.3[3]

d. Hanafiyyah. dbu Hanifah ditanya tentang bilangan raka’at Tarawih, beliau

menjawab dalam jawaban yang panjang, “.. Nabi shalat (Tarawih) bersama jama’ah 8 raka’at dan mereka menggenapinya dirumah-rumah mereka. Dan suara (mereka shalat) terdengar seperti dengungan lebah. Dan inilah yang telah dicontohkan Umar bahwa ia 20 raka’at...”4[4]

B. Malikiyyah berkata : Tarawih adalah dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Orang

–orang pada masa Umar bin Khhattab melaksanakan Tarawih 20 raka’at, sedangkan dimasa Umar bin ‘abdul dziz 36 raka’at.5[5]

Juga dikatakan : Jumlah Tarawih adalah 20 raka’at selain witir.6[6]

C. Syafi’iyyah. Tidak ditemukan pendapat yang berbeda dari pengikut mazhab ini,

yaitu bahwa mereka berpegang pada pendapat bahwa Tarwih itu 20 raka’at.7[7] D. Hanabilah berkata : Ini (20 raka’at) adalah dugaan kuat sebagai pendapat

sebagian besar sahabat bahkan ini adalah ijma’ yang memiliki dalil sangat banyak.8[8] Juga dikatakan : (Tarawih) tidak boleh kurang dari 20 raka’at, adapun ditambah boleh.9[9]

2. Al Kasaani berkata : “Umar ra. mengumpulkan para sahabat untuk

melaksanakan aiyam Ramadhan lalu diimami oleh Ubay bin Kha’ab ra. Lalu shalat tersebut dilaksanakan 20 raka’at. Tidak ada seorang pun yang mengingkarinya sehingga pendapat ini menjadi ijma’ atau kesepakatan para sahabat.”

(5)

Dia juga berkata, “ini adalah amalan para shahabat dan tabi’in.10[10]

3. Ibnu ‘Abidin, ia berkata : “Ini adalah amalan orang-orang di barat dan di

timur.”11[11]

4. Ali Syanhawi, ia berkata : “Ini adalah amalan orang-orang dahulu samapai

zaman kita diseluruh tempat.”12[12]

5. Adawi berkata : “Jumlah bilangan 11 adalah awalnya, kemudian dirubah

menjadi 20 raka’at.”13[13]

6. Ibnu Habib berkata : “Umar mengembalikan kepada 23 Raka’at (dengan

witir).”14[14]

7. Tirmidzi berkata : “Dan kebanyakan ahli ilmu adalah atas apa yang

diriwayatkan dari Umar bin Khhattab ra. Dan dli ra. Dan selain keduanya dari para shahabat Nabi, (yaitu) 20 raka’at. Dan ini adalah apa yang dikatakan oleh at Tsauri, Ibn Mubarak dan Syafi’i. Dan ia berkata, “Dan inilah yang saya temui dilakukan orang-orang yang shalat di Makkah (yaitu) 20 raka’at.”15[15]

8. Imam Nawawi berkata : Sholat Tarawih termasuk di dalam sholat Nawafil yang

muakkad seperti mana yang ditunjukkan perkara itu oleh hadith-hadith yang mulia yang telah disebut terdahulu. Ia adalah sebanyak dua puluh rakaat selain dari sholat Witir. (Jika) bersama Witir maka ia menjadi 23 rakaat.16[16] 9. Ibn Qudamah berkata: “Dan (pendapat) yang dipilih di sisi dhmad, yakni 20

rakaat. Dan inilah juga pendapat Sufyan dth-Thuri, dbu Hanifah dan Syafi’i.17 [17]

10. Syaikh ds-Sarakhsi berkata : “Sesungguhnya ia (Tarawih) 20 rakaat selain Witir di sisi kami.18[18]

11. Syaikh Ali Jum’ah berkata : “Dan umat Islam tidak pernah tahu adanya pendapat yang mengatakan bahawasanya Sholat Tarawih itu 8 rakaat kecuali pada zaman ini.19[19]

Dan banyak lagi perkataan ulama yang semisal, tetapi kami rasa ini sudah mencukupi

Dalil-dalil yang digunakan

(6)

1. Nabi Saw keluar pada waktu tengah malam pada bulan Ramadhan, yaitu pada tiga malam yang terpisah: malam tanggal 23, 25, dan 27. Beliau shalat di masjid dan orang-orang shalat seperti shalat beliau di masjid. Beliau shalat dengan mereka delapan raka’at, artinya dengan empat kali salam, dan mereka menyempurnakan shalat tersebut di rumah-rumah mereka. Dari mereka itu terdengar suara seperti suara lebah”. (Mutafaaun ‘alaih)

Kheterangan : adanya penyempurnaan shalat dirumah mereka masing-masing oleh para sahabat menunjukkan adanya penambahan jumlah raka’at Tarawih dri 8 raka’at.

2. Dalam Sunan al-Baihaai dengan isnad yang sahih sebagaimana ucapan Zainuddin al-Iraai dalam kitab “Syarah Taarib”, dari as-Sa’ib bin Yazid Disebutkan : “Mereka (para sahabat) melakukan shalat pada masa pemerintahan Khhalifah Umar bin Khhattab ra. pada bulan Ramadlan dengan 20 raka’at.

Kheteraangan : Hadits ini adalah satu-satunya yang bisa dijadikan rujukan mengenai jumlah raka’at para sahabat ketika shalat Tarawih. Dan ternyata jumlahnya 20 rakaat. Logikanya, mana mungkin seluruh sahabat mengarang sendiri untuk shalat dengan 20 rakaat ? Pastilah mereka melakukannya karena dahulu sempat shalat tarawih 20 rakaat bersama nabi Saw.

3. Imam Malik dalam kitab Al-Muwaththa meriwayatkan dari Yazid bin Rauman katanya, “Orang-orang pada zaman Khhalifah Umar bin Khhattab ra. melakukan shalat dengan 23 raka’at.”

Bersambung .... (MASALAH RAKA'AT TARAWIH 2)

[1] Lihat pula Fiqh al Islami wa Adilatuhu, II/, Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/141)

[2] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/141.

[3] Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, 2/460.

[4] Fiqh ‘ala mazhab al ‘Arba’ah, I/294.

[5] Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/143.

[6] Fiqh ‘ala mazhab al ‘Arba’ah, I/295.

[7] Al-Bayan lima Yasyghal al-Azhan, 266.

[8] Ibid

[9] Ibid

[10]Ibid

[11] Ibid

[12]Al Mausu’ah Al Fiqhiyyah Al Kuwaitiyyah, 27/142.

[13] Ibid

[14] Ibid

(7)

[16] Syarah al Muhazhab, 3/527.

[17]Al-Mughni, 1/456.

[18]Al-Mabsuth, 2/144.

[19] Al-Bayan lima Yasyghal al-Azhan, Syaikh Ali Jum’ah, halaman 265, Al-Qahirah: Al-Maqthum, Cetakan Pertama, 1425H/2005M.

Man Qooma Romadhona Iimaanan Wahtisaaban Ghufiro lahu ma taqoddama min

Dzanbih ( Barang siapa dia qiyamur Romadhon dengan Iman dan mengharap ridho

Alloh maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu ). HR Bukhori.

Imam Ash Shon’aniy

dalam

Subulussalam

berkata, ampunan dosa yang dijanjikan

dalam hadits diatas hanya akan diberikan apabila kita menjalankan qiyamur Romadhon

sebulan penuh. Qiyamur Romadhon atau yang lebih dikenal dengan

sholat tarawih

adalah sebuah ibadah yang hanya dilakukan di dalam bulan romadhon saja.

Nabi Muhammad Saw dalam hadits diatas memberikan garansi ampunan dari dosa-dosa

yang telah lalu, apabila kita dapat mengerjakannya dengan penuh keimanan kepada Alloh

disertai dengan hanya mengharapkan ridhonya semata.

Imam Muhyiddin An Nawawi

mengatakan bahwa dosa yang akan mendapat maghfiroh dari Alloh swt adalah

dosa-dosa

kecil

yang bersangkutan dengan haqqulloh, adapun

dosa-dosa besar

dan yang

bersangkutan dengan haqqul adam maka disyaratkan taubat dan memohon maaf kepada

yang bersangkutan.

Lalu berapa rekaatkah sholat tarawih yang sesuai tuntunan Nabi Saw ?

Para pakar hadits

berbeda pendapat tentang bilangan rekaat dalam sholat tarawih, sebab

apabila merunut pada hadits di atas, Nabi Saw tidak memberikan batasan khusus tentang

bilangan rekaat tarawih.

Syaikh Nashiruddin Al Albani

dalam kitabnya

Risalah At Tarawih

dengan sangat

radikal mengatakan bahwa sholat tarawih lebih dari sebelas rekaat seperti melaksanakan

sholat dzuhur lima rekaat, mafhumnya menurut al albani melakukan sholat tarawih lebih

dari sebelas rekaat hukumnya haram, sebagaimana haramnya melakukan sholat dzuhur

lima rekaat dan dianggap bid’ah.

Padahal ulama-ulama sholih pada zaman dahulu tidak ada satupun yang saling cemooh

masalah bilangan rekaat tarwih ini meskipun mereka berbeda pendapat.

Imam Syafi’i

misalnya beliau lebih menyukai sholat tarawih 20 rekaat, namun tidak ada kesempitan

bagi orang yang menjalankannya diluar 20 rekaat itu.

( ungkapan ini dapat dilihat dalam

Fathul Bari

Karya Ibnu Hajjar Al Asqolaniy )

(8)

boleh menjalankan sholat tarawih berapa saja, karena tidak ada ketetapan baku dari Nabi

mengenai hal itu.

Memang ada ulama yang menyatakan bahwa sholat tarawih 20 rekaat itu merupakan

ijma’ ( konsensus ) para sahabat, seperti Imam Ibnu Abdil Barr, Imam Ibnu Taymiyah

dan Imam Ibnu Qudamah, kendati demikian mereka toh tidak pernah melarang atau

mengharamkan pelaksanaan sholat tarawih diluar 20 rekaat.

Bahkan

Ibnu Taymiyah

dalam kitab Al Fatawa ( II/2 ) berkata,” Sesungguhnya jumlah

rekaat qiyam Romadhon itu tidak memiliki batasan yang jelas dari Nabi. Meskipun ada

keterangan yang mengatakan bahwa nabi menjalankan qiyamullail di bulan Romadhon

dan diluar ramadhan tidak lebih dari 13 rekaat. Tetapi dalam sholat tersebut beliau

memanjangkan bacaannya. Baru kemudian ketika Umar mengumpulkan orang-orang

bermakmum kepada Ubay bin Kaab untuk melakukan sholat tersebut, Ubay melakukan

sholat tarawih dengan 20 rekaat dengan tiga witir. Dalam sholat itu Ubay memendekkan

bacaannya sesuai dengan jumlah rekaat yang ditambahnya. Hal itu bertujuan untuk

meringankan jamaah daripada memperpanjang satu rekaat.

Ungkapan di atas adalah mengindikasikan bahwa melaksanakan sholat tarawih 20 rekaat

ataupun 11 rekaat diperbolehkan dan tidak haram sebagaimana yang dikatakan oleh

Albani, yang terpenting adalah bacaannya tartil, tidak tergesa-gesa dan hati dapat khusyu’

menghadap Alloh, Insya Alloh maghfiroh Alloh sebagaimana yang dijanjikan Nabi akan

dapat kita raih.

Referensi

Dokumen terkait