• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN TINGKAT STRESS KERJA PADA PERAWAT DI INSTALASI GAWAT DARURAT

ABSTRACT Saifudin Zukhri*

Emergency is a place full of demands and and have high levels of stress. Stress faced by nurses in the work will greatly affect the quality of nursing care provided to patients. stress of work associated with emotion nurse. Nurse in carrying out their duties always associated with many people so that to facilitate the relationship required ability to manage emotions. the ability known as emotional intelligence.

The purpose of this study was to determine the relationship of emotional intelligence and the work stress level of nurses. The study was a correlational study using cross sectional approach. The subjects in this study were all nurses in emergency installation who has duration of work more than 6 months and not the head space. The sample in this study amounted to 30 people. Data were collected through emotional intelligence questionnaires and job stress questionnaire. Hypothesis testing showed p = 0,036 (< 0,05). The results of this study show a negative relationship between emotional intelligence and the work stress level.

Conclusion: the higher emotional intelligence the lower the job stress experienced by nurses.

Key words: Emergency Instalation, emotional intelligence, work stress

(2)

A. LATAR BELAKANG

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Perawat adalah salah satu profesi yang mempunyai peranan penting di rumah sakit. Perawat berperan sebagai penyelenggara upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pada standar evaluasi dan pengendalian mutu dijelaskan bahwa pelayananan keperawatan menjamin adanya asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dengan terus menerus melibatkan diri dalam program pengendalian mutu di rumah sakit.(Aditama, 2004)

Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan. Perawat mempunyai peran yang sangat penting dirumah sakit. Perawat Instalasi Gawat Darurat harus mempunyai kemahiran dalam melakukan tindakan asuhan keperawatan di bidang keperawatan gawat darurat. Perawat Instalasi Gawat Darurat bekerja untuk penerimaan dan melakukan perawatan pasien dengan kondisi yang membutuhkan perawatan medis segera, termasuk penyakit serius dan trauma.(Raharjo, 2007)

Tenaga kesehatan khususnya perawat dalam menganalisa beban kerja dapat dilihat berdasarkan aspek-aspek tugas yang dijalankan menurut fungsi utamanya. Aspek-aspek yang berhubungan dengan beban kerja adalah jumlah pasien yang dirawat, kapasitas kerja sesuai dengan pendidikan yang diperoleh, shift yang digunakan untuk mengerjakan tugas yang sesuai dengan jam kerja yang berlangsung setiap hari, serta kelengkapan fasilitas yang dapat membantu perawat menyelesaikan kerja dengan baik.( Haryani, 2008)

Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi yang berisiko sangat tinggi terhadap stress (Schultz dan Schultz, 1994) dan hasil penelitian Selye (1996) menunjukkan alasan mengapa profesi perawat mempunyai resiko yang tinggi terpapar oleh stress adalah karena perawat memiliki tugas dan tanggung jawab yang sangat tinggi terhadap keselamatan nyawa manusia.

(3)

menjalankan tugasnya selalu berhubungan dengan banyak orang sehingga untuk memperlancar hubungan tersebut diperlukan kemampuan dalam mengelola emosi, agar lebih mampu menempatkan emosi pada porsi yang tepat, memilah kepuasan dan mengatur suasana hati, individu yang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu lain atau dapat berempati, akan memiliki tingkat emosi yang baik dan akan lebih mudah menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya, termasuk lingkungan kerjanya. Kemampuan tersebut dikenal dengan istilah kecerdasan emosi. ( Goleman,2002)

Kecerdasan emosi atau Emotional Intelligence adalah kemampuan seseorang mengelola emosi dalam kaitannya dengan orang lain atau rangsangan dari luar. Kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri terutama berkaitan dengan relasi, berempati kepada orang lain, mengelola rasa gembira dan sedih, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi diri. (Sumardi, 2007) Kecerdasan Emosi menuntut manusia agar dapat mengembangkan kemampuan emosional dan kemampuan sosialnya. Kemampuan emosional sendiri meliputi sadar akan keadaan emosi diri sendiri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri dan kemampuan menyatakan perasaan kepada orang lain. (Tridhonanto, 2009)

Dalam pelayanan keperawatan sangat diperlukan sosok perawat yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Menurut Baron (dalam Stein, 2002) seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi memiliki kemampuan dalam mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan, berbagai masalah atau tantangan yang muncul dalam hidupnya daripada seseorang yang lebih rendah kecerdasan emosinya. Masalah yang sering terjadi dalam lingkungan kerja yaitu masalah dalam tuntutan kerja menghadapi masalah fisik dan psikososial. Masalah fisik berupa terdapatnya berbagai jenis penyakit, merawat pasian gawat dan banyaknya jumlah pasien, sedangkan masalah psikososial berupa hubungan antar perawat lain, dokter, tim kesehatan lain dan hubungan antara pasien serta keluarga pasien. Untuk membina hubungan tersebut diperlukan ketrampilan emosi yaitu kemampuan mengenali emosi orang lain dan membina hubungan sosial dengan orang lain. Kemampuan ini oleh Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2002) disebut sebagai kecerdasan emosi.

(4)

dapat menangani stress tersebut dengan cara yang positif dan proaktif. (Hartono, 2002). Dengan banyaknya pasien tidak diimbangi dengan penambahan staf perawat, sehingga perawat harus bekerja lebih keras. Melihat banyaknya kasus, pasien dan kondisi kerja yang tidak stabil tiap harinya diperlukan kecerdasan emosi

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian non eksperiment : penelitian korelasional (correlational studies) yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua variabel atau lebih. ( Arikunto, 2009) dan menggunakan pendekatan cross sectional yaitu rancangan penelitian dengan melakukan pengukuran pada saat bersamaan (sekali waktu). (Hidayat,2008). Tempat penelitian ini adalah Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten dan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Islam Surakarta.

C. HASIL PENELITIAN

Hipotesis penelitian ini adalah “Ada hubungan antara kecerdasan emosi dan tingkat stress kerja pada perawat.” pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji korelasi Pearson Product Moment.

Tabel 1 Hasil uji korelasi antara kecerdasan emosi dan tingkat stress kerja

Tabel1

Hasilujistatistikhubungankecerdasanemosidantingkat

stress kerja

Variabelpenelitian

N

P

Kecerdasanemosi

Stress kerja

30

0,036

Hasil analisis Pearson Product Moment menunjukkan bahwa kecerdasan emosi berhubungan dengan stress kerja pada perawat IGD pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten dan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Islam Surakarta (p=0,036 < 0,05).

Tabel 2 Hasil uji frekuensi skor kecerdasan emosi

No.

Tingkat

kecerdasanemosi

Frekuensi

%

1.

Rendah

(skorantara 48-96)

(5)

2.

Sedang

(Skorantara 97-144)

13

43,3

3.

Tinggi

(Skorantara 145-192)

17

56,7

Jumlah

30

100

Sebagian besar responden (56,7%) mempunyai tingkat kecerdasan yang tinggi berjumlah 17 orang, sedangkan sisanya mempunyai tingkat kecerdasan sedang (43,3%)

Tabel 3 hasil uji frekuensi skor stress kerja.

No.

Tingkat stress kerja

Frekuensi

%

1.

Rendah

(skorantara 28-56)

27

90

2.

Sedang

(Skorantara 57-84)

3

10

3.

Tinggi

(Skorantara 85-112)

-

0

Jumlah

30

100

Mayoritas responden mempunyai tingkat stress kerja yang rendah (90%) berjumlah 27 orang, sedangkan yang mempunyai tingkat stress kerja sedang (10%) hanya 3 orang.

Karakteristik responden

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar (50% ) responden berumur 30-40 tahun dengan frekuensi 15 orang mempunyai rata-rata kecerdasan emosi 148,87 dan mempunyai rata-rata stress kerja 37,87. Usia diatas 40 tahun mempunyai rata-rata kecerdasan emosi yang paling tinggi ( 152) dan mempunyai rata-rata stress kerja paling rendah (35,25). Dan responden yang berusia kurang dari 30 tahun mempunyai rata-rata kecerdasan emosi paling rendah (143,73) dan rata-rata tingkat stress kerja paling tinggi (39,55).

(6)

mempunyai rata-rata stress kerja lebih tinggi (38,87) dibandingkan dengan laki-laki (37,29).

Sebagian besar responden (83,3%) berpendidikan terakhir DIII Keperawatan dengan frekuensi 25 orang dengan rata-rata kecerdasan emosi 147 dan rata-rata stress kerja 37,40. Perawat yang berpendidikan SPK mempunyai rata-rata stress kerja paling tinggi.

Rata-rata stress kerja yang paling tinggi (39,15) dan rata-rata kecerdasan emosi paling rendah (143,08) dimiliki oleh responden yang mempunyai masa kerja kurang dari 10 tahun yang berjumlah 13 orang. Sedangkan rata-rata stress kerja yang paling rendah (35,25) dan rata-rata kecerdasan emosi yang paling tinggi dimiliki oleh responden yang mempunyai masa kerja lebih dari 20 tahun yang berjumlah 4 orang.

Sebagian besar responden adalah perawat di RS Islam Surakarta (53,3%) dengan rata-rata kecerdasan emosi 145,75 dan rata-rata stress kerja 37,75. RS Islam Surakarta mempunyai rata-rata stress kerja yang lebih rendah (37,75) daripada RS Islam Klaten (38, 57).

D. PEMBAHASAN

Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dan Tingkat Stresss Kerja

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson Product Moment menunjukkan variabel kecerdasan emosi memiliki hubungan dan berpola negatif dengan stress kerja pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten dan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Islam Surakarta artinya semakin tinggi skor kecerdasan emosi maka stress kerja yang dialami perawat semakin berkurang. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan kecerdasan emosi dan tingkat stress kerja dan tingkat stress kerja perawat menunjukkan p value kurang dari 0,05 ( p= 0,036 ).

(7)

kerja menghadapi masalah fisik dan psikososial. Masalah fisik berupa terdapatnya berbagai jenis penyakit, merawat pasian gawat dan banyaknya jumlah pasien, sedangkan masalah psikososial berupa hubungan antar perawat lain, dokter, tim kesehatan lain dan hubungan antara pasien serta keluarga pasien. Untuk membina hubungan tersebut diperlukan ketrampilan emosi yaitu kemampuan mengenali emosi orang lain dan membina hubungan sosial dengan orang lain. Kemampuan ini oleh Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2002) disebut sebagai kecerdasan emosi. Seseorang yang tidak memiliki kecerdasan emosi yang baik akan menganggap sebuah stressor sebagai suatu ancaman yang sangat serius sehingga akan memiliki tingkat stress yang tinggi.

Stress kerja yang dialami oleh perawat rata-rata rendah itu dikarenakan kecerdasan emosi yang dimiliki oleh perawat rata-rata tinggi. Sehingga mampu meminimalisir stressor yang ada.

Dari uraian tersebut kiranya dapat dikatakan bahwa kecerdasan emosi telah terbukti memiliki hubungan yang bermakna (p =0,036) dengan tingkat stress kerja. Artinya kita bisa menyimpulkan bahwa semakin tinggi kecerdasan emosi yang dimiliki seseorang maka semakin rendah tingkat stress kerja yang dialami oleh individu tersebut.

Karakteristik Responden

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 30-40 tahun. Usia diatas 40 tahun mempunyai rata-rata kecerdasan emosi yang paling tinggi dan mempunyai rata-rata stress kerja paling rendah. Umur seseorang berhubungan dengan tingkat kematangan mental fisik seseorang. Sebagaimana dikemukakan oleh Nurjanah ( 2001) yang mengemukakan bahwa pada usia produktif sesorang akan mencapai produktivitasnya baik dalam bentuk rasional maupun motorik. Kematangan yang dimiliki oleh seorang perawat karena usianya diharapkan mampu meningkatkan kecerdasan emosi dan meminimalisir tingkat stress.

(8)

dikarenakan sebagian responden sudah menikah, selain bekerja mereka juga menjadi ibu rumah tangga dan mengurus keluarga selain itu sebagian besar responden perempuan masih mengalami haid, dimana saat berlangsung haid keadaan emosi seseorang akan berubah-ubah dan gampang tersinggung, dan kemungkinan besar akan mengalami stress.

Sebagian besar responden (83,3%) berpendidikan terakhir DIII Keperawatan dengan frekuensi 25 orang. Perawat yang berpendidikan SPK mempunyai stress kerja paling tinggi (44%). Tingkat pendidikan seseorang berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional dan juga dalam motivasi intrinsiknya akan berpotensi daripada mereka yang berpindidikan lebih rendah.(Notoatmojo, 2003)

Mayoritas responden (43,3%) mempunyai masa kerja < 10 tahun, responden dengan masa kerja 10-20 tahun (43,3%), dan responden dengan masa kerja > 20 tahun (13,3%). Responden dengan masa kerja lebih dari 20 tahun memiliki stress kerja paling rendah (35,25%) Lama kerja seorang perawat akan mempengaruhi tingka kesiapan dalam menjalankan tugas yang akan dilaksanakannya. Sehingga semakin lama masa kerja seorang perawat maka akan mampu menimalisir stressor yang dihadapinya dalam melakukan tindakan keperawatan.

Sebagian besar responden bekerja di RS Islam Surakarta (53,3%) sedangkan sisanya bekerja di RS Islam Klaten (46, 7%). Perawat yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat RS Islam Klaten mempunyai tingkat stress kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perawat di Instalasi Rawat Darurat RS Islam Surakarta. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh jumlah pasien di RS Islam Klaten yang lebih banyak. Pada bulan Juni 2012 Jumlah pasien di IGD RS Islam Klaten Mencapai 1.980 pasien sedangkan di IRD RS Islam Surakarta mencapai 1.680 pasien dan jumlah perawat di IGD RS Islam lebih sedikit yaitu 15 orang perawat sementara di IRD RS Islam Surakarta ada 18 orang perawat.

E. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(9)

perawat. Jadi hipotesa yang berbunyi : “ Ada hubungan antara kecerdasan emosi dan tingkat stress kerja pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten dan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Islam Surakarta” dapat diterima.

2. Rata-rata tingkat stress kerja pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten dan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Islam Surakarta adalah 38,13 berarti masuk kategori rendah.

3. Rata-rata kecerdasan emosi pada perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Islam Klaten dan Instalasi Rawat Darurat Rumah Sakit Islam Surakarta adalah 147,40 berarti masuk kategori tinggi.

Saran

1. Bagi Perawat

Diharapkan para perawat yang mempunyai kecerdasan emosi tinggi untuk dapat mempertahankannya, sedangkan bagi perawat yang mempunyai kecerdasan emosi sedang untuk meningkatkan kecerdasan emosi dengan cara mengikuti pelatihan atau seminar untuk meningkatkan kecerdasan emosi.

2. Bagi Rumah Sakit

Agar kinerja meningkat maka kecerdasan emosi harus baik maka pihak rumah sakit dapat mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kecerdasan emosi seperti mendatangkan motivator agar perawat tidak mengalami stress kerja. 3. Bagi peneliti berikutnya

Selama proses penelitian banyak responden yang mengeluhkan bahwa item pada kuesioner terlalu banyak maka peneliti selanjutnya apabila mau menggunakan kuesioner ini, perlu mempertimbangkan pengurangan jumlah item dengan tetap memperhatikan validitas dan reliabilitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aditama. 2004. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Universitas Indonesia Pres

Arikunto, S. 2006.Prosedur PenelitianSuatuPendekatanPraktik (rev. ed.VI). Jakarta: RinekaCipta.

(10)

Goleman, Daniel. 2002. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Hartono, A. 2002. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC

Haryani, T. 2008. HubunganantaraBebanKerjadengan Stress KerjapadaPerawat di RumahSakit Islam Surakarta.Skripsi, UniversitasMuhammadiyah Surakarta, tidakdipublikasikan.

Hidayat, A. A. 2008. MetodePenelitianKeperawatandanTehnikAnalisis Data.Jakarta :PenerbitSalembaMedika

Nurjanah.2001.

HubunganTerapeutikPerawatdanKlienKualitasPribadisebagaiSarana.Bagian Penerbitan Program StudiIlmukeperawatanFakultasKedokteran UGM: Yogyakarta.

Raharjo, R. 2007. PsikologiSosialUntukPerawat. Jakarta: EGC

Schultz dan Schultz.1994. National Institute for Occupational Safety and Health

Stein, S. J. & Book, H.E. 2002. Ledakan EQ 15 PrinsipDasarKecerdasanEmosionalMeraihSukses.Bandung :Kaifa.

Gambar

Tabel 3 hasil uji frekuensi skor stress kerja.

Referensi

Dokumen terkait

Kedudukan TKW di dalam pergaulan sosial digambarkan memiliki rasa solidaritas yang kuat antar TKW dan TKW juga berusaha beradaptasi dengan lingkungan yang ada

Penentuan umur simpan dengan pendekatan kadar air kritis dilakukan dengan menyimpan flakes pada RH yang umumnya yang digunakan pada pada penyimpanan produk pangan,

Berdasarkan penelitian sebelumnya maka penulis menentukan variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian penentuan harga sepeda motor bekas didasarkan pada

Tujuan makalah ini adalah membuat film BST menggunakan metode CSD dengan variasi suhu annealing (800 o C, 850 o C, dan 900 o C) selama 15 jam, di atas substrat silikon

Data dikumpulkan menggunakan kuesioner dan teknik yang digunakan dari Partial least Square (PLS). Hasilnya menunjukkan bahwa 1) stres pekerjaan memiliki efek positif secara

Bagian Persidangan dan Perundang-Undangan mempunyai tugas membantu Sekretaris DPRD dalam menyiapkan bahan dan data untuk menyusun perencanaan, program kegiatan di bidang

Istri saya khususnya sangat senang melakukan seperti ini bahwa Allah Ta’ala pada tahun ini telah memberikan taufik kepada kami untuk memberikan pengorbanan yang baik dan

[r]