• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FL"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PROSES GEOMORFOLOGI PADA LEMBAH FLUVIAL SUNGAI CODE ANTARA POGUNG LOR DAN POGUNG KIDUL KECAMATAN MLATI

KABUPATEN SLEMAN PADA PUNCAK MUSIM PENGHUJAN

Febriana Anita Yustinawati 14405244011

anitatafy18@gmail.com Jurusan Pendidikan Geografi

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta

ABSTRAK

Sebagai planet yang dinamis, permukaan bumi senantiasa mengalami perubahan bentuk sepanjang waktu. Perubahan tersebut disebabkan oleh bekerjanya proses geomorfologi antara lain proses endogen, eksogen, dan ekstra terestrial. Salah satu proses eksogen adalah kerja aliran sungai, atau dikenal sebagai proses fluvial. Dalam proses fluvial terdapat tiga rangkaian proses yang saling berkaitan yaitu erosi, transportasi, dan deposisi. Erosi banyak terjadi pada bagian hulu, transportasi di bagian tengah, dan deposisi di bagian hilir. Masing-masing proses memiliki wilayah yang dapat diidentifikasi dengan jelas cakupan dan batasnya sehingga sering disebut zona erosi, zona transportasi, dan zona deposisi atau diistilahkan pula dengan tingkat perkembangan sungai muda, dewasa, dan tua. Pada zona transportasi laju erosi telah dapat diimbangi oleh proses deposisi. Wilayah ini dicirikan oleh pengangkutan material sedimen dari zona erosi menuju zona deposisi. Sungai Code pada wilayah antara Pogung Lor dan Pogung Kidul memiliki ciri tingkat perkembangan dewasa ditandai oleh adanya proses transportasi sedimen serta kenampakan hasil erosi dan deposisi pada satu lembah sungai yang sama. Dalam tulisan ini akan dideskripsikan hasil pengamatan proses fluvial mengenai karakteristik transportasi sedimen yang terjadi di Sungai Code antara Pogung Lor dan Pogung Kidul. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa Sungai Code pada musim hujan memiliki kecepatan arus yang besar sehingga dapat mengangkut sedimen-sedimen dengan baik, pada sungai ini juga dijumpai kenampakan bentuklahan fluvial hasil deposisi seperti gosong pasir dan kenampakan hasil proses erosi.

PENDAHULUAN

(2)

memiliki karakteristik yang unik karena bekerjanya proses ini tidak terlepas dari interaksi antara komponen atmosfer, hidrosfer, dan litosfer. Dalam proses eksogen terdapat agen geomorfik yang mampu mengikis dan mengangkut material bumi kemudian mengendapkannya. Secara keseluruhan proses eksogen memiliki sifat sebagai three phases of single activity yang terdiri dari erosi, transportasi, dan deposisi (Pramono dan Ashari, 2014).

Pada daerah dengan iklim tropis basah seperti di Indonesia salah satu proses eksogen yang paling dominan adalah proses fluvial. Proses ini telah menghasilkan berbagai kenampakan khususnya yang berkaitan dengan transportasi dan deposisi. Bentanglahan fluvial merupakan wilayah yang telah lama ditempati oleh masyarakat di Indonesia. Dengan demikian pemahaman mengenai proses fluvial dan bentuklahan yang dihasilkan sangat penting terutama berkaitan dengan terapan studi geomorfologi antara lain dalam bidang survei dan pemetaan, survei hidrologis, survei sumberdaya dan mitigasi bencana, serta dalam mendukung proyek-proyek pembangunan (Verstappen, 1983; Huggett, 2007).

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Opak. Sungai ini berhulu dari wilayah Gunungapi Merapi, kemudian bergabung dengan Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar escarpment Pegunungan Baturagung (Ashari, 2010). Sungai ini memiliki kedudukan penting karena melalui wilayah Kota Yogyakarta yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Aktivitas Sungai Code sepanjang waktu banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sehingga perlu adanya kajian mengenai karakteristik geomorfologi sungai ini khususnya mengenai proses yang masih berlangsung. Daerah pengamatan dibatasi pada wilayah antara Pogung Lor dengan Pogung Kidul, yaitu sebelum memasuki wilayah Kota Yogyakarta, yang dicirikan oleh proses transportasi sedimen.

(3)

KAJIAN PUSTAKA Geomorfologi Fluvial

Definisi bentuklahan proses fluvial menurut Suharsono (1988) dalam Pramono dan Ashari (2014:118) adalah bentuklahan asal proses fluvial merupakan bentuklahan yang dihasilkan oleh kerja aliran sungai, dalam hal ini terutama pada daerah-daerah deposisi seperti lembah sungai besar dan dataran alluvial. Proses kerja aliran sungai yang menghasilkan bentuklahan fluvial meliputi tiga bagian, yaitu erosi, transportasi dan sedimentasi. Karena saling berkaitan maka ketiga proses ini sering disebut tiga tahap dari aktivitas tunggal. Tahap dalam proses ini diawali oleh erosi, kemudian pengangkutan, dan sedimentasi. Apabila lereng atau debit aliran permukaan menjadi kecil, kecepatan dan energi aliran juga menjadi kecil. Maka pada tahap ini terjadi sedimentasi karena tenaga untuk mengangkut material hasil erosi juga berkurang.

Proses deposisi pada awalnya berupa material berukuran besar seperti bongkah, kerakal, dan kerikil. Kemudian disusul pengendapan material yang lebih halus seperti pasir dan lempung. Bentuk-bentuk fluvial pada daerah hulu biasanya dikategorikan sebagai bentuklahan denudasional kecuali apabila dijumpai pada sungai-sungai yang besar. Bila sungai mencapai laut/danau terjadi peralihan ke bentuklahan asal proses marin/lacustrine.

Menurut Van Sleen dkk (1974) dalam Pramono dan Ashari (2014:118) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi kondisi alami dari sedimen fluvial yaitu: (1) muatan sedimen pada tubuh perairan yang dikontrol oleh kecepatan aliran, gradien dan pasokan (supply) dari muatan sedimen itu sendiri, (2) luas dan kondisi alami daerah aliran sungai, mencakup kondisi geologi, iklim, relief, tanah, vegetasi penutup, dan bentuk DAS, dan (3) kondisi aliran air yang meliputi kecepatan, kuantitas, dan arah aliran air serta variasinya.

Sedangkan menurut Charlton (2008) dalam Pramono dan Ashari (2014:119) mengatakan bahwa sistem fluvial terdiri atas tiga bagian yaitu zona erosi, zona transportasi dan zona deposisi. Zona erosi merupakan bagian hulu daerah aliran sungai, pada bagian ini kenampakan yang terbentuk adalah kenampakan-kenampakan yang bersifat destruktif. Zona erosi merupakan wilayah sungai berstadium muda. Zona transportasi merupakan wilayah sungai berstadium dewasa, adapun zona deposisi merupakan wilayah sungai berstadium tua yang banyak dijumpai kenampakan hasil deposisi. Setelah erosi dan transportasi, selanjutnya sedimen dari hasil proses fluvial mengalami deposisi dalam berbagai bentuk dan ukuran.

(4)

karakteristik saluran, debit, dan karakteristik fisik partikel sedimen. Besarnya sedimen yang masuk sungai dan besarnya debit dipengaruhi oleh:

a. Kondisi klimatologi dan hidrologi seperti hujan dan debit aliran sungai. b. Kondisi DAS dan perubahan penggunaan lahan seperti topografi, vegetasi. c. Faktor yang relatif tetap dari DAS sepajang waktu, seperti batuan dan topografi. Interaksi dari masing-masing faktor tersebut di atas akan menentukan besarnya jumlah dan tipe sedimen serta kecepatan pengangkutan sedimen. Pengangkutan sedimen dari tempat yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah hilir dapat menyebabkan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, dan pembentukan delta-delta sungai. Dengan demikian, proses sedimentasi dapat memberikan dampak yang menguntungkan dan dampak yang merugikan. Dampak menguntungkan karena tingkat tertentu adanya aliran sedimen kedaerah hilir dapat menambah kesuburan tanah serta terbentuknya tanah garapan baru di daerah hilir. Tetapi, pada saat bersamaan aliran sedimen juga dapat menurunkan kualitas perairan dan pendangkalan badan perairan.

Sungai merupakan alur air alami, mengalir menuju samudera, danau, laut, maupun ke sungai yang lain, menjadi satu bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari hasil presipitasi. Pada beberapa wilayah tertentu, air sungai juga dapat berasal dari lelehan es atau salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan. Sungai adalah sistem yang kompleks, terdiri dari banyak komponen yang saling berhubungan dan berpengaruh dalam suatu sistem yang sinergis dan mampu menghasilkan sistem kerja yang efisien. Kompleksitas sungai dapat diketahui dari bentuk alur dan percabangan sungai, formasi dasar sungai, morfologi sungai, dan ekosistem sungai (Maryono, 2003). Bagian terpenting pada proses geomorfologi di suatu alur sungai adalah aliran air. Sungai memiliki peranan yang penting, tidak hanya dalam dinamika permukaan bumi, akan tetapi berpengaruh terhadap manusia di bumi (Morisawa, 1968). Beberapa bentuklahan asal proses fluvial sebagai berikut:

1. Dataran Banjir

Dataran banjir (flood plain) terbentuk melalui pengendapan muatan sungai berstadium dewasa.

2. Teras Aluvial

Merupakan bentuklahan yang dicirikan oleh dinding berlereng curam pada satu sisi dan lereng datar/landai pada sisi lainnya. Pembentukan teras diawali oleh terjadinya pemotongan ke bawah (downcutting) atau fegradasi pada dasar lembah yang lebar. 3. Point Bar

(5)

berlangsung pada saat yang bersamaan dengan erosi ke arah samping pada sisi yang berlawanan.

Muatan Sungai

Hubungan berlangsungnya erosi oleh air hujan di daerah tangkapan air dan besarnya sedimentasi yang terpantau di aliran sungai di bagian bawah daerah tangkapan air tersebut erat kaitannya dengan sistem hidrologi DAS. Hujan sebagai masukan dalam sistem hidrologi DAS setelah mengalami proses akan menghasilkan keluaran berupa debit aliran dan muatan sedimen. Komponen-komponen masukan, proses, dan keluaran dalam sistem hidrologi DAS terkait satu sama lain dimana keluaran yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh masukan dan proses yang terjadi. Dengan demikian maka keluaran berupa muatan suspensi selain dipengaruhi oleh karakteristik fisik DAS sebagai komponen sistem proses, juga dipengaruhi oleh hujan yang merupakan komponen masukan. Secara lebih lanjut karakteristik aliran sungai juga berperan dalam transpor muatan suspensi yang merupakan material hasil erosi. Dengan demikian maka hujan dan karakteristik aliran memiliki pengaruh nyata dalam proses erosi hingga transportasi muatan suspensi sebagai material hasil erosi.

(6)

suspensi (suspended load) merupakan material yang melayang dalam aliran sungai, sedikit sekali interaksi dengan dasar sungai karena didorong ke atas oleh turbulensi aliran (Soewarno, 1991), namun muatan sedimen melayang (suspensi) pada saat tertentu sebagai muatan dasar yang berada pada bagian dasar sungai. Muatan sedimen melayang umumnya hanyut terbawa aliran, semakin kedasar sungai kosentrasinya semakin besar. Penentuan muatan suspensi meliputi tahapan pengambilan sampel, penyaringan, penimbangan, perhitungan kadar suspensi, dan perhitungan debit suspensi. Metode pengambilan sampel diantaranya dapat dilakukan dengan cara depth integrating pada saat debit aliran normal maupun point integrating pada saat debit puncak/banjir.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksploratif survei dengan pendekatan keruangan. Survei geomorfologi digunakan dengan memperhatikan aspek morfologi, morfogenesa dan morfometri. Pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, interpretasi citra penginderaan jauh dan studi pustaka, pengambilan sampel sedimen dilakukan di bantaran sungai dengan metode point integrating karena penelitian dilakukan pada saat hujan sehingga sungai banjir. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer berupa hasil pengukuran dan pengamatan lapangan mengenai morfologi Kali Code meliputi: (1) debit air, lebar, sedimen, dan kedalaman sungai, (2) bentuklahan fluvial. Data sekunder meliputi kondisi geomorfologi wilayah sekitar Sungai Code, Sinduadi, Mlati, Sleman yang diperoleh dari citra astrium 2014 google maps, (3) informasi geomorfologi yang diperoleh dari sumber pustaka.

Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan menggunakan kombinasi antara analisis geomorfologi dengan analisis deskriptif. Analisis geomorfologi digunakan untuk mengidentifikasi morfometri sungai berdasarkan hasil pengukuran lapangan, serta mengenali bentuklahan fluvial yang dijumpai berkaitan dengan proses pembentukannya. Dalam konteks ini, analisis geomorfologi memperhatikan tiga aspek yaitu aspek morfologi dalam hal mengenali bentuk yang dijumpai, serta aspek morfogenesa dalam hal pendugaan proses yang telah bekerja sehingga menghasikan bentuk tersebut.

(7)

Sungai Code yang membentang melintasi kota Yogyakarta sepanjang 6,5 kilometer merupakan salah satu anak Sungai Opak yang berhulu di lereng Gunung Merapi pada ketinggian 1125 mdpal, dan merupakan lanjutan dari Sungai Boyong yang berada di kaki Gunung Merapi di utara kota Yogyakarta, membentang dari Kabupaten Sleman di sisi utara, melintas kota Yogyakarta di tengah, hingga terus ke selatan hingga Kabupaten Bantul. Sungai Code, adalah salah satu ikon utama kota Yogyakarta, karena keunikan dan fungsinya yang lengkap, mulai dari lintasan air, sebagai wilayah pemukiman dan salah satu indikator lingkungan utama di Yogyakarta. Penelitian dilakukan pada Sungai Code wilayah antara Pogung Lor dan Pogung Kidul tepatnya pada Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman (Gambar 1).

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian

(8)

rendah. Sumber sedimen lainnya yaitu aliran lahar yang membawa banyak material piroklastis, dan mempunyai kemungkinan prosentase volume sedimen pada saluran yang dilaluinya. Proses aliran sedimen akan berbeda dari hulu ke hilir, hal tersebut dipengaruhi oleh tenaga pengangkut. Tenaga tersebut adalah kecepatan aliran yang merupakan fungsi dari intensitas dan tebal hujan, gradien sungai, dan keseragaman dasar saluran.

Debit Aliran Sungai

Untuk mengetahui debit aliran Sungai Code, dilakukan pengukuran tidak langsung menggunakan Area Velocity Method dengan pelampung. Prinsip pengukuran dengan metode ini adalah kecepatan aliran diukur dengan menggunakan pelampung, luas penampang basah (A) ditetapkan berdasarkan pengukuran lebar permukaan air dan kedalaman air.

Persamaan debit yang diperoleh adalah: Q=A × k ×V dengan A=Kedalaman Air × Lebar Sungai

V=Jarak Waktu

Nilai k tergantung dari jenis pelampung yang digunakan, nilai tersebut dapat dihitung dengan menggunakan rumus Y.B Francis sebagai berikut:

1−α−0,1 k=1−0,116¿

(9)

Gambar 2. Sungai dengan lembah lurus

Pengambilan data untuk pengukuran debit aliran pada sungai di Gambar 2 dilakukan pada pukul 15.35 WIB, saat itu hujan dan terjadi kenaikan volume air, dari pengukuran didapatkan data dan hasil sebagai berikut:

Tabel 1.1 Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Lurus Lebar sungai

Dari data di atas jika dimasukan ke persamaan debit area velocity method , maka: Luas penampang basah A=Kedalaman Air × Lebar Sungai

A=1,5m ×8m=12m2

(10)

Viv= 20 26,7=0,7

m dt

Jadi kecepatan pelampung (V) adalah 0, 725dtm

α=kedalaman tangkai(h), yaitu kedalaman pelampung yang tenggelam kedalaman air(d)

α= 20

150=0,13

Koefisien

1−α−0,1=0,884(0,9)=0, 8 k=1−0,116¿

Maka debit aliran air yang diperoleh menggunakan area velocity method pada lembah Sungai Code yang lurus adalah:

Q ¿A ×k ×V Q ¿12×0,8×0,72

Q=7m3 dt

(11)

Pengambilan data untuk pengukuran debit aliran pada sungai di Gambar 3 dilakukan pada pukul 15.02 WIB, disaat hujan, dan didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 1.2. Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Berkelok Lebar sungai

Dari data pengukuran di atas jika dimasukan ke persamaan debit, maka: Luas penampang basah A=Kedalaman Air × Lebar Sungai

A=1,5m ×10m=15m2

Kecepatan pelampung (V)=Jarak Waktu ,

Jadi kecepatan pelampung (V) adalah 0.6m dt

α=kedalaman tangkai(h), yaitu kedalaman pelampung yang tenggelam kedalaman air(d)

α= 20

150=0,13

Koefisien

1−α−0,1=0.884(0,9)=0.8 k=1−0,116¿

Maka debit aliran air yang diperoleh menggunakan area velocity method pada lembah Sungai Code yang lurus adalah:

Q ¿A ×k ×V Q=15×0,8×0,6

(12)

Dari kedua hasil pengukuran dan penghitungan debit aliran air menggunakan area

velocity method tersebut di dapatkan selisih angka sebesar 0,2m3

dt dengan debit aliran pada lembah sungai yang berkelok lebih besar dibandingkan dengan debit aliran pada sungai yang berlembah lurus. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan lebar sungai. Selain lebar sungai data yang lain relatif sama.

Gambar 3.1 Pengukuran pada Lembah Sungai yang Berkelok

Muatan Suspensi

Muatan suspensi yang menjadi sampel, diambil pada pinggiran point bar (gosong sungai) Sungai Code dengan metode point integrating, karena pada saat dilakukan pengambilan data untuk pengukuran Sungai Code sedang mengalami debit puncak (banjir) karena hujan. Sedimen yang sudah diambil kemudian diukur besar butirannya menggunakan ayakan khusus, setiap ayakan memiliki kode angka pada masing-masing rantangnya, angka-angka ini kemudian dikonversikan menggunakan rumus:

(13)

Gambar 4. Sample Sedimen (Suspensi)

Gambar 5. Ayakan sample sedimen

Setelah sampel muatan suspensi diayak, didapatkan hasil konversi sebagai berikut: Tabel 1.3 Ukuran Butir Sedimen

KODE UKURAN BUTIR (inch)

UKURAN BUTIR (cm)

UKURAN BUTIR (mm)

10 0,1 0,254 2.54

20 0,5 0,127 1.27

40 0,025 0,0635 0,635

60 0,016 0,04064 0,4064

80 0,0125 0,03175 0,3175

(14)

Dari ukuran butir yang telah dikonversikan di atas lalu kita cocokan dengan kurva Hjulstorm (1935) di bawah ini:

Gambar 6. Kurva Hjulstorm (1935)

Untuk sedimen yang berada pada rantang ayakan dengan kode 10, 20, 40, 60, 80,

dan 100 berkekuatan pelampung 0,6dtm berada pada zona erosi dengan material yang

berbentuk pasir.

(15)

Bentuklahan Fluvial Sungai

Morfologi sungai adalah ilmu yang mempelajari tentang geometri (bentuk dan ukuran), jenis, sifat dan perilaku sungai dengan segala aspek dan perubahannya dalam dimensi ruang dan waktu. Sungai akan terbentuk sesuai dengan kondisi geografi, ekologi, dan hidrologi daerah setempat, serta dalam perkembangannnya akan mencapai kondisi keseimbangan dinamiknya (Kern, 1994 dalam Maryono, 2005). Kondisi geografi menentukan letak dan bentuk alur sungai memanjang dan melintang. Ekologi menentukan tampang melintang dan keragaman hayati serta faktor resistensi sungai, sedangkan hidrologi menentukan besar kecil dan frekuensi aliran sungai. Disamping ketiga faktor tersebut, aktivitas manusia di sungai turut mempengaruhi perubahan morfologi sungai, baik dalam skala kecil, seperti akibat dari adanya penambang pasir sungai secara tradisional, maupun dalam skala besar seperti pembangunan Sabo DAM dan pelurusan alur sungai. Dengan demikian, morfologi sungai akan menyangkut juga sifat dinamik sungai dan lingkungannya yang saling terkait. Morfologi sungai akan mengalami perkembangan baik secara memanjang ataupun melintang. Suatu aktivitas atau kejadian di wilayah sungai akan menyebabkan perubahan baik fisik maupun biotik dengan waktu yang lebih cepat dari perubahan secara alamiah.

Pada Sungai Code ini, bentuklahan yang teramati adalah bentuklahan deposisi berupa gosong pasir dan gosong lengkung dalam. Teramati juga bekas-bekas erosi pada bibir lembah sungai. Hasil bentukan lahan seperti ini bisa terjadi karena material sedimen yang diterima oleh Sungai Code pada musim penghujan memiliki jumlah yang banyak, begitupun dengan kecepatan aliran airnya yang deras.

(16)

Gambar 8. Bekas-bekas Erosi

KESIMPULAN

Sungai Code merupakan salah satu sungai yang terdapat dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Opak. Sungai ini berhulu dari wilayah Gunungapi Merapi, kemudian bergabung dengan Sungai Opak sebagai sungai utama di sekitar escarpment Pegunungan Baturagung (Ashari, 2010). Sungai ini memiliki kedudukan penting karena melalui wilayah Kota Yogyakarta yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Aktivitas Sungai Code sepanjang waktu banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat sehingga perlu adanya kajian mengenai karakteristik geomorfologi sungai ini khususnya mengenai proses yang masih berlangsung. Kestabilan dasar alur Sungai Code dipengaruhi oleh material Gunungapi Merapi berupa batuan, pasir, dan lumpur. Dinamika Sungai Code dipengaruhi oleh kondisi fisik wilayah, juga dipengaruhi oleh aktivitas Gunungapi Merapi. Sedimen yang terangkut aliran Sungai Code berasal dari agregat material hasil erupsi yang tererosi di wilayah yang lebih tinggi yang dialirkan melalui sungai-sungai sebelumnya dan berasal dari selokan mataram. Dari sedimen yang diambil sampel, sedimen yang berada pada

rantang ayakan kode 10, 20, 40, 60, 80, dan 100 dengan kekuatan pelampung 0,6dtm

(17)

musim penghujan memiliki jumlah yang banyak, begitupun dengan kecepatan aliran airnya.

(18)

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 1995. Hidrologi Dan Pengelolaan DAS. Bandung: Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran.1989.

Burgh, P. V. D. 1972. Veld Book of Apllied Hydrology. New York : Mc Graw-Hill Book Company.

Pramono, Heru dan Arif Ashari. 2014. Geomorfologi Dasar. Yogyakarta: UNY Press. Seyhan, Ersin. 1979. Application of Statistical Methodes to Hidrology. Amsterdam

:Intitute of Earth Science Free University.

Gambar

Gambar 1. Peta Daerah Penelitian
Tabel 1.1 Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Lurus
Gambar 3. Sungai dengan lembah berkelok
Tabel 1.2. Hasil Pengukuran pada Lembah Sungai Berkelok
+6

Referensi

Dokumen terkait