• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERIKSAAN KADAR KALSIUM, KALIUM DAN BESI PADA SAYUR BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) VARIETAS BABUD SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PEMERIKSAAN KADAR KALSIUM, KALIUM DAN BESI PADA SAYUR BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) VARIETAS BABUD SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERIKSAAN KADAR KALSIUM, KALIUM DAN BESI PADA SAYUR BUNCIS (Phaseolus vulgaris L.) VARIETAS BABUD SECARA SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

ABSTRAK Subiyandono

Latar Belakang: Telah dilakukan penelitian tentang “Pemeriksaan Kadar Kalsium, Kalium dan Besi pada Sayur Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Varietas Babud secara Spektrofotometri Serapan

Atom”. Penelitian ini bertujuan untuk memeriksa kadar zat kalsium, kalium dan besi pada sayur buncis (Phaseolus vulgaris L.) varietas babud apakah sesuai dengan literatur dan seberapa besar ketiga kadar yang terkandung didalamnya.

Metode: Pada penelitian ini digunakan sampel berupa sayur buncis varietas babud yang mempunyai panjang polong sekitar 15 cm sebanyak lebih kurang 50 gram. Sampel dibakar di atas api bebas hingga menjadi arang, lalu diabukan di dalam furnace nabertherm dengan suhu 600˚C

sampai menjadi abu sempurna. Hasil abu ditimbang, lalu dipanaskan dengan aqua regia hingga larut. Larutan sampel yang sudah siap, diukur absorbannya dengan AAS Shimadzu type AA-7000. Sedangkan larutan baku standar digunakan untuk menghasilkan kurva kalibrasi dalam penelitian ini, dibuat dalam berbagai seri konsentrasi hingga didapatkan persamaan regresi linier untuk dapat mengukur kadar sebenarnya.

Hasil: Dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam 100 gram sayur buncis mengandung kadar kalsium sebesar 5,6403 mg / 100g, kadar kalium 72,7705 mg / 100g dan kadar besi 0,3573 mg / 100 g.

Kesimpulan: Berdasarkan hasil tersebut dan dibandingkan dengan literatur, dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan dari nilai ketiga kadar yang dapatkan dalam penelitian, ketiga kadar yang didapatkan lebih rendah dibandingkan dengan literatur yang ada.

(2)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Hipertensi adalah suatu

penyakit yang ditandai dengan

meningkatnya tekanan darah diatas normal. Hipertensi merupakan faktor resiko utama stroke dan serangan jantung. Berdasarkan data Lancet (2008), jumlah penderita hipertensi didunia terus meningkat. Di India jumlah penderita hipertensi mencapai 60,4 juta orang pada tahun 2002 dan diperkirakan 107,3 juta orang pada tahun 2025. Di Cina, 98,5 juta orang mengalami hipertensi dan menjadi 151,7 juta orang pada tahun 2025. Di Asia, tercatat 38,4 juta penderita hipertensi pada tahun 2000 dan diprediksi akan menjadi 67,4 juta orang pada tahun 2025. Di Indonesia, mencapai 17-21% dari populasi penduduk dan kebanyakan tidak terdeteksi (Muhammadun, 2010). Untuk memperbaiki kontrol tekanan darah dapat dilakukan perubahan gaya hidup dan pola makan dengan mengonsumsi makanan yang kaya buah dan sayuran, salah satunya adalah buncis.

Buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan sejenis polong-polongan yang dimanfaatkan sebagai sayuran. Sayuran ini bergizi tinggi dan kaya akan kandungan protein serta mineral dan vitamin. Namun ternyata buncis termasuk salah satu sayuran yang

jarang dikonsumsi (Rosidi dan

Sulistiyowati, 2012). Padahal dari

segi manfaatnya, buncis dapat

membantu menurunkan tekanan darah

serta mengawal

metabolisme gula dalam darah dan amat sesuai dimakan oleh mereka yang mengidap penyakit diabetes atau hipertensi (Septiyani, 2012), karena di dalam buncis kaya akan kandungan protein serta mineral.

Buncis mengandung mineral, baik mineral makro maupun mineral

mikro. Mineral makro yang

dikandungnya adalah natrium,

kalsium, kalium dan fosfor.

Sedangkan mineral mikronya adalah besi. Berdasarkan data dari USDA mengandung kalsium dan kalium

menjadikan sayuran ini dapat

membantu menurunkan tekanan darah (Septiyani, 2012).

Kalsium adalah salah satu unsur penting dalam tubuh. Jumlah kalsium di dalam tubuh bekisar antara 1,5-2% dari berat badan orang dewasa. Peningkatan asupan kalsium bisa menurunkan tekanan darah pada

beberapa penderita hipertensi.

Kalsium juga berperan penting dalam reaksi enzim dan tekanan darah

(Wirakusumah, 2010). Selain

kalsium, konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari hipertensi. Asupan

kalium yang meningkat akan

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Hull, 1993). Dari kedua mineral tersebut, besi termasuk salah satu zat gizi yang juga merupakan zat yang berkaitan dengan darah terutama dalam pembentukan darah. Kelebihan asupan zat gizi yaitu tingginya konsumsi lemak dapat menyebabkan hipertensi. Sehingga secara tidak langsung besi juga berpengaruh pada penyakit hipertensi.

(3)

buncis hawaian wonder, buncis

kopak, buncis kansender,

hawkesburry wonder dan buncis lokal Surakarta. Dari beberapa varietas yang ada yang dipilih adalah buncis babud yang termasuk varietas yang

sudah banyak ditanam petani

sehingga mudah didapatkan

(Triastuti, 2012). Buncis babud

mempunyai panjang polong sekitar 15 cm dengan ujung agak melengkung dan biji berwarna putih. Tempat tumbuh varietas dari buncis akan

memberikan pengaruh pada

pertumbuhan dan hasil kandungan gizi tanaman buncis. Kandungan gizi setiap sayuran berbeda-beda dan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perbedaan varietas, keadaan cuaca tempat tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan saat pemanenan, dan kondisi penyimpanan (Dwiari, dkk 2008).

Mengingat varietas dan

tempat tumbuh merupakan faktor yang mempengaruhi kandungan gizi

buncis, maka telah dilakukan

penelitian kandungan kalsium, kalium dan besi yang terkandung pada sayur

buncis (Phaseolus vulgaris L.)

dengan varietas babud karena varietas ini banyak dijual di berbagai pasar tradisional. Metode yang dipilih untuk penetapan kadar ketiga mineral ini adalah spektrofotometri serapan atom karena pelaksanaannya relatif sederhana, interferensinya sedikit (Rohman dan Gandjar, 2009), dan memiliki sensitifitas serta selektifitas yang tinggi jika dibandingkan dengan metode lainnya. Disamping itu, kecepatan analisisnya yang tidak memerlukan pemisahan pendahuluan (Khopkar, 2003).

METODE PENELITIAN Alat-alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi neraca analitik, beaker gelas (Pyrex), labu takar 25 ml

50 ml dan 100 ml (Pyrex),

erlenmeyer (Pyrex), corong gelas, cawan porselin, spatula, pisau, pipet ukur 10 ml (Iwake), hot plate, pipet volume 1 ml, 5 ml, 10 ml, 25 ml (Pyrex), buret 25 ml (Pyrex), AAS Shimadzu Tipe AA-7000, Kompor

gas, Furnace Nabertherm, kertas

saring Whatman no. 42.

Bahan

Sayur buncis, aquabidest, HCl (p) 36%, HNO3 65%, larutan induk Ca (CaCl2), larutan standar Ca (0,5 ppm ; 1 ppm ; 2 ppm dan 4 ppm), larutan induk K (KNO3), larutan standar K (1 ppm ; 2 ppm ; 4 ppm dan 6 ppm), larutan induk Fe (FeCl3), larutan standar Fe (0,5 ppm ; 1 ppm ; 2 ppm dan 4 ppm.

Prosedur Kerja Persiapan Sampel

Bersihkan sampel dari kotoran lalu keringkan, kemudian ditimbang ± 50 g.

Pengabuan

Sampel yang sudah ditimbang ± 50 g diiris kemudian dikering anginkan. Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselen, kemudian bakar di atas api bebas sampai

menjadi arang dan asapnya

hilang.Setelah menjadi arang, sampel

diabukan di dalam furnace

(4)

abu sempurna. Dinginkan hasil abu,

masing-masing sampel abu sebanyak 5 ml. Panaskan di atas hot plate

beker gelas dengan aquabidest,

masukkan ke dalam labu takar. Kertas saring Whatman no.42 dicuci dengan aquabidest sedikitnya tiga kali, lalu masukkan ke dalam labu takar. Tambahkan aquabidest hingga batas tera dan homogenkan. Larutan siap diukur absorbansinya.

Penetapan Sampel

Larutan sampel diukur

absorbannya dengan alat AAS.Bila absorban sampel belum dapat terbaca oleh AAS, maka larutan sampel perlu

dilakukan pengenceran hingga

absorban terbaca.Kemudian tentukan

konsentrasi dengan menggunakan

persamaan regresi linier yang

diperoleh oleh kurva kalibrasi. Hitung kadar Ca, K dan Fe (mg / 100 gram sampel) dengan rumus.

Cara Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel dan dibuat kurva larutan standar serta hasil yang didapat dibandingkan hasilnya dari literatur.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil yang diperoleh dari

proses pengabuan masing-masing

sayur buncis varietas babud segar dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengabuan Buncis

No. Nama

Hasil absorbansi larutan

standar kalsium dengan berbagai konsentrasi larutan seri standar yaitu 0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm dan 4 ppm dapat dilihat pada tabel 2.

No. Konsentrasi Absorbansi 1. 0,5 ppm 0,0193 2. 1 ppm 0,0438 3. 2 ppm 0,0510 4. 4 ppm 0,0979

Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh kurva kalibrasi seperti di bawah ini. Abs = 0.020807 conc + 0.013987

r = 0.9799

(5)

Hasil absorbansi larutan standar kalium dengan berbagai konsentrasi larutan seri standar yaitu 1 ppm, 2 ppm, 4 ppm dan 6 ppm didapatkan dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Data Absorbansi Larutan Standar Kalium

No. Konsentrasi Absorbansi 1. 1 ppm 0,1150 2. 2 ppm 0,1954 3. 4 ppm 0,3182 4. 6 ppm 0,3988

Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh kurva kalibrasi. seperti di bawah ini.

Gambar 2. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalium

Hasil absorbansi larutan

standar besi dengan berbagai

konsentrasi larutan seri standar yaitu

0,5 ppm, 1 ppm, 2 ppm dan 4 ppm dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Data Absorbansi Larutan Standar Besi

No. Konsentrasi Absorbansi 1. 0,5 ppm 0,0059 2. 1 ppm 0,0185 3. 2 ppm 0,0344 4. 4 ppm 0,0718

Berdasarkan data di atas, dapat diperoleh kurva kalibrasi. seperti di bawah ini.

Gambar 3. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Besi

Hasil konsentrasi kadar

kalsium, kalium dan besi terhadap sampel buncis varietas babud dibuat menjadi dua hasil konsentrasi dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Hasil Konsentrasi Kalsium Sayur Buncis

No. Nama Sampel Berat Abu Abs

Konsentrasi (ppm) dari Perhitungan Persamaan Regresi

Linear

Konsentrasi (ppm) dari Print out SSA 1. Buncis 0,3974 0,0383 1,1685 1,1685 2. Buncis 0,4188 0,0393 1,2166 1,2166 3. Buncis 0,4079 0,0348 1,0003 1,0003

0.1150 0.1954

0.3182 0.3988

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

0 5 10

A

bs

Conc (ppm) Abs = 0.056431 conc + 0.073451

r = 0.9912

Abs

0.0059 0.0185

0.0344 0.0718

0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5

0 2 4 6 8

A

bs

Conc (ppm) Abs = 0.018445 conc - 0.0019348

r = 0.9987

(6)

Tabel 6. Hasil Konsentrasi Kalium Sayur Buncis

Tabel 7. Hasil Konsentrasi Besi Sayur Buncis

No. Nama Sampel Berat Abu Abs

Hasil pengujian kadar

kalsium, kalium dan besi terhadap sampel buncis yang telah diperoleh kadar abunya sebanyak 0,3974 gram, 0,4188 gram dan 0,4079 gram dengan

menggunakan konsentrasi yang

didapat dari perhitungan regresi linier dan konsentrasi yang di dapat dari hasil print out SSA sebagai berikut.

Tabel 8. Hasil Pengujian Kadar Kalsium terhadap Sampel

No. dari Print out

SSA

Tabel 9. Hasil Pengujian Kadar Kalium terhadap Sampel

(7)

Tabel 10. Hasil Pengujian Kadar Besi terhadap Sampel dari Print out SSA

Pada penelitian ini digunakan

sampel berupa sayur buncis

(Phaseolus vulgaris L.) varietas babud yang segar. Sebelum diabukan sampel terlebih dahulu dibersihkan dari kotoran, kemudian dikering

anginkan, diris dan ditimbang.

Setelah itu buncis dilakukan

pengarangan. Pengarangan dilakukan dengan cara memanaskan bahan uji dalam cawan porselen di atas api

bebas pada kompor. Kemudian

sampel hasil pengarangan

dimasukkan ke dalam furnace

nabertherm untuk menghasilkan

suatu abu sempurna.

Pada penelitian ini dihasilkan warna abu yang putih dengan data hasil pengabuan dapat dilihat pada tabel 3. Dari tabel tersebut abu yang diperoleh sebesar 0,79 – 0,83 % dari berat sampel segar yang tertimbang. Menurut Sudarmadji (1996), jika pada hasil pengabuan terdapat noda hitam dibagian tengahnya, maka pengabuan tersebut belum sempurna sehingga perlu diabukan lagi sampai noda hitam hilang dan diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan dan beratnya konstan.

Setelah diabukan, sampel yang

telah menjadi abu sempurna

dilarutkan dengan aqua regia,

kemudian dipanaskan pada hot plate, didinginkan dan disaring. Selanjutnya

larutan sampel diperiksa kadar

kalsium, kalium dan besinya. Pada tabel 4, 5 dan 6 diperoleh nilai

absorbansi dari masing-masing

larutan, terlihat bahwa hasil

absorbansi dari larutan Ca, K dan Fe tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin

besar nilai absorbansinya dan

sebaliknya semakin kecil nilai

absorbansi maka semakin rendah konsentrasinya.

Menurut Syafnir dan Putri (2011), kurva kalibrasi merupakan metode yang banyak digunakan untuk penentuan konsentrasi analit serta menunjukkan kelinieran pengukuran, yaitu dari persamaan regresi kurva

yang ditunjukkan dengan nilai

koefisien korelasi dari persamaan regresi kurva yang mendekati nilai 1. Dilihat dari kurva kalibrasi pada gambar 5, 6 dan 7 menunjukkan bahwa nilai r yang dihasilkan dari persamaan regresi linear masing-masing adalah 0,9799, 0,9912 dan 0,9987. Nilai tersebut diperoleh

dengan menggunakan persamaan

regresi linear yaitu bx + a, dimana nilai b (slope) dan a (intersep).

(8)

y = 0,020807 conc + 0,013987 untuk kadar kalsium ; y = 0,056431 conc + 0,073451 untuk kadar kalium dan y = 0,018445 conc - 0,0019348 untuk kadar besi. Intersep yang dihasilkan pada persamaan regresi menunjukkan akurasi dari metode pengukuran yang digunakan. Jika persamaan regresi linear menghasilkan intersep dengan nilai mendekati nol, maka dapat dikatakan metode pengukuran akurat (Syafnir dan Putri, 2011).

Perlu diperhatikan juga pada saat pengukuran konsentrasi larutan sampel di SSA tidak dengan mudah langsung terbaca oleh alat ini. Sampel harus diencerkan hingga terbaca. Hal ini disebabkan karena larutan sampel yang dimasukkan ke dalam alat SSA

mempunyai konsentrasi diatas

working range. Bila konsentrasi tersebut digunakan untuk mengukur sampel, maka akan memberikan hasil pengukuran yang tidak akurat (Hadi, 2007). Sehingga perlu dilakukan pengenceran untuk mendapatkan hasil yang akurat, pada penelitian ini larutan sampel untuk pengukuran kadar kalsium dan kalium dilakukan pengenceran sebanyak 100 kali dan untuk pengukuran kadar besi hanya satu kali.

Hasil pengukuran dari

penelitian ini menunjukkan bahwa pada tabel 10, 11 dan 12 didapatkan masing-masing kadar berdasarkan hasil perhitungan menggunakan persamaan regresi linear adalah sebagai berikut : kalsium 5,6403 mg/100g, kalium 72,7698 mg/100g dan besi 0,3573 mg/100g. Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan menggunakan print out SSA didapatkan masing-masing kadar sebagai berikut kalsium 5,6403

mg/100g, kalium 72,7705 mg/100g dan besi 0,3573 mg/100g.

Dari hasil kedua perhitungan tersebut didapatkan bahwa kadar kalsium dan besi mempunyai nilai yang sama, namun pada kadar kalium terdapat sedikit perbedaan hasil. Perbedaan kadar besi tersebut tidak begitu bermakna. yaitu sebesar 0,0007. Hal ini dikarenakan faktor lampu katoda pada kadar kalium yang mulai berkurang keakuratan dan sensitifitasnya. Gangguan dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom juga mempengaruhi seperti ganguan ionisasi, dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan

sinyal yang ditangkap detektor

menjadi berkurang sehingga

sensitivitas dan linearitasnya menjadi terganggu (Kusumawati, 2010).

Menurut data dari USDA di dalam 100 gram sayur buncis (Phaseolus vulgaris L.) mengandung kalsium 56 mg, kalium 132 mg dan besi 0,80 mg. Namun hasil ketiga kadar yang didapat dari penelitian berbeda dengan yang tertera pada literatur, hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu perbedaan

varietas, keadaan cuaca tempat

tumbuh, pemeliharaan tanaman, cara pemanenan, tingkat kematangan saat pemanenan, dan kondisi penyimpanan (Dwiari, dkk 2008). Selain itu

perbedaan hasil penelitian yang

diperoleh dengan literatur yang

nilainya jauh berbeda dapat juga dikarenakan pada abu yang menempel

dikertas untuk menutupi cawan

porselen sebelum abu sampel di larutkan.

Disamping itu, buncis tumbuh

baik pada tanah yang subur,

(9)

yang memiliki pH 5,5-6, sedangkan di daerah Sumsel rata-rata pH tanahnya adalah 4-5,5. Menurut Cahyono (2003) tanah yang terlalu asam tidak baik untuk usaha pertanian karena akan mengganggu penyerapan zat makanan oleh akar yang dapat menyebabkan penghambatan serapan Ca, K, P, Mn, Fe, Cu dan Zn (Najiyati dan Daniyati, 1999). Sehingga pada pH tanah yang rendah ketersediaan kadar kalsium, kalium dan besi yang dimiliki juga rendah.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan “Pemeriksaan Kadar Kalsium, Kalium dan Besi pada Sayur

Buncis (Phaseolus vulgaris L.)

Varietas Babud secara

Spektrofotometri Serapan Atom” dapat disimpulkan bahwa :

1. Kadar kalsium pada sayur buncis varietas babud yang telah diteliti adalah sebesar 5,6403 mg / 100g. 2. Kadar kalium pada sayur buncis

varietas babud yang telah diteliti adalah sebesar 72,7705 mg / 100g. 3. Kadar besi pada sayur buncis

varietas babud yang telah diteliti adalah sebesar 0,3573 mg / 100 g

Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat

untuk lebih rajin mengonsumsi sayuran buncis, terutama bagi anak-anak, sayur buncis masih jarang untuk dikonsumsi.

2. Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketiga kadar sampel buncis varietas babud dengan metode lain.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi Cetakan ke VII. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Arifin, Z., 2008. Beberapa Unsur Mineral Esensial Mikro dalam Sistem Biologi dan Metode Analisisnya. Jurnal Litbang Pertanian, 27(3),99-105

Arisman, 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC

Azhar, M., 2012. Makalah Klasifikasi Mineral. Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya.

Malang.

Basset, J., 1991. Vogel’s Textbook of

Quantitative Inanorganic

Analysis Including Elementary

Instrumental Analysis.

Penerjemah : A. Hadyana P. dan L.

Cahyono, B., 2003. Kacang Buncis

Teknik Budi Daya dan

Analisis Usaha Tani.

Yogyakarta : Kanisus.

Cairns, D., 2008. Intisari Kimia Farmasi. Jakarta : EGC.

Dalimartha, S., 2008. Atlas

Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Jakarta : Pustaka Bunda, Group Puspa Swara.

Day, R dan Underwood, A., 2002. Analisis Kimia Kuantitatif

Edisi Keenam. Jakarta :

(10)

Depkes, 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan.

Djuariah, D., 1995. Uji Daya Hasil dan Kualitas Hasil Buncis

Merambat (Phaseolus

vulgaris L.) Galur Harapan.

Prosiding Seminar Ilmiah

Nasional Komoditas Sayuran, Peneliti Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.

Dwiari, S. R., Asadayanti, D. D., Nurhayati., Sofyaningsih, M., Yudhanti, S. F. A. R., Yoga, I. B. K. W., 2008. Teknologi Pangan jilid 1. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan,

Direktorat Jenderal

Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Gibney, M. J., Margetts, B. M., Kearney, J. M. dan Arab, L.,

2009. Gizi Kesehatan

Masyarakat. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hadi, A., 2007. Pemahaman dan

Penerapan ISO/IEC

17025:2005 Persyaratan

Umum Kompetensi

Laboratorium Pengujian dan

Laboratorium Kalibrasi.

Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Harjadi, W., 1993. Ilmu Kimia

Analitik Dasar. Jakarta:

Gramedia.

Horne, M. M dan Swearingen, P. L., 1993. Keseimbangan Cairan Elektrolit dan Asam Basa

Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Khopkar, S. M., 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Kusumawati, D. R., 2010. Laporan Spektrometri Serapan Atom. Yogyakarta.

Muftri, S., 2012. Penetapan Kadar

Kalium, Natrium dan

Magnesium Pada Buah

Semangka (Citrullus vulgaris,

Schard) Daging Buah

Berwarna Kuning dan Merah

Secara Spektrofotometri

Serapan Atom. Skripsi,

Universitas Sumatera Utara Fakultas Farmasi, Medan.

Muhammadun, AS., 2010. Hidup

Bersama Hipertensi Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh Sekejap. Yogyakarta : In-Books.

Najiyati, S dan Danati., 1999.

Palawija Budidaya dan

Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya : Jakarta.

Pancaningtyas, S., 2006. Pengaruh Waktu Panen dan Penundaan

Pengeringan terhadap

Viabilitas Benih Buncis

(Phaseolus vulgaris L.).

Skripsi Program Studi

Pemuliaan Tanaman dan

Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(11)

Rohman, A dan Gandjar, I.G., 2009.

Kimia Farmasi Analisis.

Cetakan I. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Rosidi, A. dan Sulistyowati, E., 2012.

Peran Pendidikan dan

Pekerjaan Ibu dalam

Konsumsi Sayur Anak

Prasekolah. Volume 1,

Nomor 1. Jurnal Gizi

Universitas Muhammadiyah

Semarang.

Roth, H. J dan Blaschke, G., 1998.

Analisis Farmasi. Gadjah

Mada University Press

Anggota IKAPI : Yogyakarta.

Ruslianti, 2008. Menu Sehat untuk Pengidap Diabetes Mellitus. Jakarta : Kawan Pustaka.

Salila, M., 2010. Spektrofotometri

Serapan Atom. [Online].

Tersedia:

http://www.tinangkung.blogsp ot.com/2010/04/spektrofotom etri-serapan-atom-aas.html

diakses tanggal 8 Februari 2014 pukul 20.50

Septiyani, F. E., 2012. Pengaruh

Suhu dan Waktu pada

Pembuatan Kripik Buncis

dengan Vaccum Frying. KTI

Universitas Diponegoro

Fakultas Teknik, Semarang.

Setiono, 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.

Sudarmadji, S.B.H.S., 1996. Analisa

Bahan Makanan dan

Pertanian. Yogyakarta:

Liberty Yogyakarta.

Svehla, G., 1990. Vogel bagian I : Buku Teks Analisis Anorganik

Kualitatif Makro dan

Semimikro Edisi Kelima.

Penerjemah : Ir. L. Setiono

dan Dr. A Hadyana

Pudjaatmaja. Jakarta: PT

Kalman Media Pusaka.

Syafnir, L. dan Putri, A. P., 2011.

Pengujian Kandungan

Merkuri dalam Sediaan

Kosmetik dengan

Spektrofotometri Serapan

Atom. Bandung : Program

Studi Farmasi, Universitas Islam Bandung.

Tjay, T. H. dan Rahadja, K., 2007. Obat-obat Penting. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Triastuti, F., 2012. Budidaya

Tanaman Buncis. Jurusan

Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sultan Ageng

Tirtayasa Serang-Banten.

Wirakusumah, E. S., 1999.

Gambar

tabel dan dibuat kurva larutan standar
Tabel 5. Hasil Konsentrasi Kalsium Sayur Buncis
Tabel 7. Hasil Konsentrasi Besi Sayur Buncis
Tabel 10. Hasil Pengujian Kadar Besi terhadap Sampel

Referensi

Dokumen terkait

3.4 Mengenal teks cerita diri/personal tentang keberadaan keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa

Upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga sistem pernapasan diantaranya ialah dengan menggunakan masker jika berada di jalan raya atau ketika sedang bersih-bersih, tidak

PHYSICAL DATA MODEL FK_TRANSAKS_MENGURUSI_PEGAWAI FK_TRANSAKS_TERDAPAT_EVENT FK_TRANSAKS_MELAKUKAN_PELANGGA FK_TIKET_PE_MENGHASIL_RESERVAS FK_PELANGGA_RELATIONS_TIKET_PE

[r]

Pembuatan situs digital loker ini didasarkan pada pengalaman penulis yang pernah mengalami masa SMA yang melihat adanya kendala komunikasi antara wali kelas dan siswa dalam

[r]

Selanjutnya penulis akan membuat program aplikasi Pencarian Nilai Terbesar dan Nilai Terkecil, Pengurutan Angka secara ascending dan descending dengan menggunakan Bahasa Ruby.

Berdasarkan pada latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Adakah beda motivasi kerja perawat antara gaya Kepemimpinan Demokratik