• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK DENGAN TINGKAT HIPERTENSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK DENGAN TINGKAT HIPERTENSI"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA JUMLAH KONSUMSI BATANG ROKOK DENGAN TINGKAT HIPERTENSI

Erwin Ariestiyanto dan Ida Untari Akper PKU Muhammadiyah Surakarta

Jl. Tulang Bawang Selatan No 26 Tegalsari RT 06 RW III Kadipiro Banjarsari Surakarta idauntari@yahoo.co.id

Abstrak:

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi kesehatan, tidak ada satu titik yang menyetujui atau melihat manfaat yang dikandungnya. Namun tidak mudah untuk menurunkan terlebih menghilangkannya. Karena itu gaya hidup ini menarik sebagai suatu masalah kesehatan, minimal dianggap sebagai faktor risiko dari berbagai macam penyakit, misalnya hipertensi. Di semua tempat banyak yang merokok. Daerah pedesaan, kebanyakan rokok yang dikonsumsi adalah jenis sigaret kretek Penduduk Desa Gunung Simo Boyolali mempunyai kebasaan merokok dengan jumlah rata-rata 8-12 batang per hari dan didukung data Puskesmas Simo tahun 2010 penderita hipertensi sebanyak 253. Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi batang rokok dengan tingkat hipertensi di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali.

Metode penelitian berupa kuantitatif dengan korelasi analitik. Sampel menggunakan quotasampling sejumlah 30 pada masyarakat yang menderita hipertensi dengan merokok. Instrumen penelitian menggunakan check list. Analisa menggunakan uji Spearman Rank, dibantu program komputer SPSS versi 16.

Hasil: Ada hubungan antara jumlah konsumsi batang rokok dengan tingkat hipertensi dengan hitung>tabel (0,463>0,361) atau nilai p : 0,010 < 0,05 pada signifikansi 95%.

Kesimpulan: terdapat hubungan antara jumlah konsumsi batang rokok dengan tingkat hipertensi di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali.

Kata Kunci: Jumlah Konsumsi Batang Rokok, Tingkat Hipertensi

CORELATION BETWEEN TOTAL CIGARETTE CONSUMPTION LEVEL WITH HYPERTENSION

Abstract:

Background: Smoking is one habit that commonly encountered in everyday life. In terms of health, there is no single point in favor of or see the benefit. But not easy to lose first removed. Because it's interesting lifestyle as a health issue, at least regarded as risk factors for various diseases, such as hypertension. In all of the many who smoke. Rural areas, most of the cigarettes consumed is a type of clove cigarette Villagers Mount Simo Boyolali have alkalinity smoking by the average number of cigarettes per day 8-12 and the data supported health center Simo in 2010 as many as 253 patients with hypertension

Objective this research to know the corelation between the amount of cigarette consumption to the level of hypertension in Hamlet Village Temple Mount Sub Simo Boyolali. Research Methods: Quantitative research with analytical correlations. Samples using quota sampling a total of 30 in the community who suffer from hypertension and smoking. The research instrument used check list. Analysis using the Spearman Rank test, assisted computer program SPSS version 16.

There was a corelation between the amount of cigarette consumption to the level of hypertension with r count > r table (0.463 > 0.361) or p value: 0.010 < 0.05 at 95% significance.

Conclusion: there is a corelation between the amount of cigarette consumption to the level of hypertension in Hamlet Village Temple Mount Sub Simo Boyolali.

(2)

PENDAHULUAN

Rokok adalah silinder dari kertas berukuran panjang antara 70 hingga 120 mm atau bervariasi tergantung negara dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun tembakau yang telah dicacah (Aula, 2010). Rokok merupakan salah satu produk industri dan komuditi internasional yang mengandung sekitar 4000 bahan kimiawi. Unsur yang paling penting antara lain tar, nikotin, metil klorida, aseton, amonia dan karbon monoksida, dari 4000 zat kimia itu 20 diantaranya adalah racun mematikan dari 20 racun maut itu, 8 diantaranya adalah zat karsinogenik atau penyebab kanker ganas dan sisanya adalah racun tikus hidrogen sianida yang biasa digunakan untuk mengeksekusi narapidana yang dihukum mati, bahan bakar roket atau metanol, bahan bakar korek api atau butan, arsen atau racun serangga, racun knalpot atau karbon monoksida, amonia dan racun hama (Partodiharjo, 2006).

Jenis rokok berdasarkan bahan pembungkus, meliputi : 1). Klobot dari daun jagung, 2). Kawung dari daun aren, 3). Sigaret dari kertas, 4). Cerutu dari daun tembakau.

Jenis rokok berdasarkan bahan baku atau isi, meliputi : 1). Rokok putih yang berisi saus untuk mendapatkan efek rasa dan aroma tertentu, 2). Rokok kretek berisi daun tembakau dan cengkeh yang diberi saus, 3). Rokok klembak berisi daun tembakau, cengkeh dan kemenyan serta saus.

Bahan kimia yang terkandung dalam rokok antara lain : Nikotin, Aseton, Metanol, Naftalen, Karbonmonoksida, Hidrogen Sianida, Amonia, Toluen, Arsen, DDT (racun serangga), Butena, Kadnium (Partodiharjo, 2006). Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap akan masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi (Karyadi, 2002).

Macam-macam perokok meliputi: Perokok aktif : orang yang secara langsung menghisap rokok dan perokok pasif : Yaitu orang yang tidak secara langsung menghisap rokok tetapi

menghisap asap rokok yang dikeluarkan dari mulut orang yang sedang merokok.

Tipe perokok menurut jumlah rokok yang dihisap, meliputi : 1). Perokok ringan apabila merokok kurang dari 10 batang per hari, 2). perokok sedang apabila merokok 10-20 batang per hari dan 3). perokok berat apabila merokok lebih dari 20 batang per hari (Bustan, 2007)

Pada penelitian di Jepang 90% wanita yang terkena kanker payudara dan kanker rahim adalah istri yang suaminya perokok, dan menurut penelitian di Amerika Serikat 86 % anak yang kecerdasannya rendah adalah anak yang orang tuanya merokok (Partodiharjo, 2006).

Organisasi Kesehatan Dunia

(WHO) menyatakan, tembakau

membunuh lebih dari lima juta orang per tahun, dan diproyeksikan akan membunuh 10 juta sampai tahun 2020. Dari jumlah itu, 70 persen korban berasal dari negara berkembang. Lembaga demografi Universitas Indonesia mencatat, angka kematian akibat penyakit yang disebabkan rokok tahun 2004 adalah 427.948 jiwa, berarti 1.172 jiwa per hari atau sekitar 22,5 persen dari total kematian di Indonesia (Bustan, 2007).

Prevalensi merokok berdasarkan jumlah total batang yang dihisap pertahun pada 5 negara yang mengkonsumsi terbanyak. Pada tahun 2002: Indonesia mengkonsumsi 182 milyar batang rokok, menduduki peringkat kelima konsumsi rokok terbesar setelah Cina (1697 milyar batang), Amerika Serikat (464 milyar batang), Rusia (375 milyar batang), dan Jepang (299 milyar batang).

Pada tahun 2008 menunjukkan konsumsi rokok di Indonesia sebesar 240 milyar batang meningkat tajam setelah tahun 2005 sebesar 214 milyar batang. Sedangkan berdasarkan jumlah perokok, Indonesia adalah negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia setelah Cina dan India, dimana jumlah perokok di Cina 30 %, India 11,2 %, dan di Indonesia mencapai 4,8 %. Di Jawa Tengah prevalensi perokok umur lebih dari 15 tahun mencapai 34,3 % (Riskesdas, 2007).

(3)

jangka panjang yang ditimbulkannya. Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri, dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan tekanan distolik mencapai 90 mmHg atau lebih (Ruhyanudin, 2007)

Di Indonesia sekitar 90 % merupakan hipertensi primer atau esensial merupakan peningkatan tekanan darah yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik). Beberapa faktor diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi primer seperti genetik dan bertambahnya usia. Sedangkan sekitar 10 % merupakan hipertensi sekunder sebagai peningkatan tekanan darah karena suatu kondisi fisik yang ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, selain itu penyebab hipertensi sekunder diantaranya merokok (Udjianti, 2010).

Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah mencapai 21,4 % (Riskesdas, 2007). Dari data Puskesmas Simo pada tahun 2010 bahwa pasien hipertensi di desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali sebanyak 253 pasien (Rekam Medis Puskesmas Simo, 2010), sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul hubungan antara jumlah konsumsi batang rokok dengan tingkat hipertensi di dukuh Candi desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali.

Gejala hipertensi pada umumnya tidak mempunyai keluhan khusus dan tidak mengetahui dirinya menderita hipertensi. Seorang penderita hipertensi datang berobat ke dokter di dorong oleh keluhan-keluhan yang disebabkan oleh kenaikan tekanan darah itu sendiri yang mengganggu, ada kelainan pembuluh darah, atau adanya penyakit lain yang menyebabkan tekanan darah tinggi, seperti sakit kepala, terutama pada waktu bangun tidur kemudian menghilang sendiri setelah beberapa jam, kemerahan pada wajah, cepat capek, lesu, impotensi, gejala-gejala yang mungkin timbul karena adanya kelainan pembuluh darah antara lain : mimisan, kencing darah (hematuria), penglihatan terganggu karena gangguan retina, nyeri dada (angina pectoris), lemah dan lesu yang sering karena adanya gangguan iskemia pada pembuluh darah otak (Karyadi, 2002).

Klasifikasi hipertensi menurut tipe, antara lain : 1). Hipertensi sistole dan diastole, dimana tekanan darah sistole 140 mmHg atau lebih dan diastole 90 mmHg atau lebih, 2). Hipertensi sistole terisolasi, kenaikan tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg atau masih dalam kisaran normal, hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut, 3). White coat hypertension (hipertensi baju putih), seseorang menjadi hipertensi sewaktu tekanan darahnya diukur di kamar praktek atau di rumah sakit dan kembali normal bila tekanan darah diukur di luar fasilitas kesehatan misalnya di rumahnya (Lumbantobing, 2008). Klasifikasi hipertensi menurut tingkat keparahannya menurut Ruhyanudin (2007)

Tabel 1. Kalsifikasi hipertensi

Faktor pemicu hipertensi yang tidak dapat dikontrol, antara lain : Usia, jenis kelamin, keturunan (genetik), sedangkan faktor yang dapat dikontrol : Kegemukan (obesitas), dislipidemia, Stres, peminum alcohol, Konsumsi garam berlebih, diet yang tidak seimbang, olahraga atau aktivitas fisik berlebihan atau berat, merokok.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara jumlah konsumsi batang rokok dengan tingkat hipertensi

METODE PENELITIAN

Metode penelitian menggunakan analisa korelasi. Populasinya semua perokok di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali dengan jumlah populasi 140 responden

(4)

dengan teknik sampling purposive sejumlah 30 responden dengan kriteria inklusi : masyarakat yang menderita hipertensi dengan merokok dan bersedia menjadi responden.

Instrumen penelitian menggunakan check list untuk jumlah konsumsi batang rokok dan alat ukur aneroid sphygmomanometer dan stetoskop, digunakan untuk mengukur tekanan darah.

Analisa korelasi menggunakan spearman rank test pada signifikansi 95 %.

Hasil dan Pembahasan Hasil Penelitian

1. Jumlah konsumsi rokok per hari. Tabel 2. Distribusi Frekuensi Jumlah Konsumsi Batang Rokok Per Hari

Terdapat variasi konsumsi jumlah rokok dimana mayoritas perokok ringan dimana mengkonsumsi kurang dari 10 batang per hari.

2. Hipertensi

Tabel 3. Distribusi frekuensi hipertensi responden

Hipertensi pada responden bervariasi dengan mayoritas hipertensi ringan sejumlah 26 (86,7%).

3. Analisis korelasi Spearman’s Rank. Pada hasil penelitian dengan 26 responden didaptkan perokok ringan (mengkonsumsi kurang dari 10 batang rokok per hari), 24 responden menderita hipertensi ringan dan 2 responden menderita hipertensi sedang. Dari 3 responden perokok sedang (mengkonsumsi 10 – 20

batang rokok per hari), 2 responden menderita hipertensi ringan dan 1 responden menderita hipertensi sedang. Seorang responden perokok berat (mengkonsumsi lebih dari 20 batang rokok per hari) menderita hipertensi berat. Distribusi tersebut memberikan gambaran secara deskriptif bahwa jumlah konsumsi rokok yang lebih banyak akan berakibat hipertensi yang lebih berat ditunjukan dalam table 4.

Tabel 4. Hubungan Jumlah Konsumsi Batang Rokok dengan Tingkat Hipertensi

Perhitungan menghasilkan angka koefisien korelasi rho () sebesar 0,463 > 0,361 dengan probabilitas (p) sebesar 0,010 < 0,05 menunjukkan bahwa pengujian signifikan pada taraf kesalahan 5%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jumlah konsumsi batang rokok per hari dengan tingkat hipertensi.

Angka koefisien korelasi bernilai positif berarti bahwa arah hubungan kedua variabel positif atau berbanding lurus yang berarti semakin banyak jumlah konsumsi batang rokok per hari semakin berat hipertensi yang diderita.

PEMBAHASAN

1. Jumlah Konsumsi Batang Rokok Per Hari

Jumlah konsumsi rokok per hari dapat digunakan sebagai indikator tingkatan merokok seseorang. Dalam penelitian ini konsumsi rokok dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang dari 10 batang per hari (perokok ringan), 10 – 20 batang per hari (perokok sedang), dan lebih dari 20 batang per hari (perokok berat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (86,7%) termasuk perokok ringan yaitu mengkonsumsi kurang dari 10 batang No Konsumsi

Rokok f %

1 Ringan 26 86,7 2 Sedang 3 10,0

3 Berat 1 3,3

Total 30 100

No Hipertensi f % 1 Ringan 26 86,7

2 Sedang 3 10,0

3 Berat 1 3,3

Total 30 100

No

Konsumsi Rokok Per

Hari

Hipertensi

Total Nilai ρ hitung

Nilai p

hitung Ringan Sedang Berat

1 Ringan 24 2 0 26 0,463 0,010

2 Sedang 2 1 0 3

3 Berat 0 0 1 1

(5)

rokok per hari. Hal ini dikarenakan masyarakat tahu bahaya merokok, masyarakat merokok dengan alasan bukan kecanduan tetapi merokok dapat memberikan ketenangan dan menghilangkan stress. Menurut Partodiharjo (2006 : 62) merokok dapat

memberikan ketenangan,

menghilangkan sakit kepala dan stress serta dapat mengusir perasaan malas. Hanya sebagian kecil saja yang termasuk perokok sedang (10,0%) dan perokok berat (3,3%). Dengan demikian secara keseluruhan konsumsi rokok penderita hipertensi di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali termasuk relatif sedikit. Jumlah konsumsi rokok per hari dapat digunakan sebagai indikator tingkatan merokok seseorang. Dalam penelitian ini konsumsi rokok dikategorikan menjadi 3 yaitu kurang dari 10 batang per hari (perokok ringan), 10 – 20 batang per hari (perokok sedang), dan lebih dari 20 batang per hari (perokok berat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (86,7%) termasuk perokok ringan yaitu mengkonsumsi kurang dari 10 batang rokok per hari. Hal ini dikarenakan masyarakat tahu bahaya merokok, masyarakat merokok dengan alasan bukan kecanduan tetapi merokok dapat memberikan ketenangan dan menghilangkan stress. Menurut Partodiharjo (2006 : 62) merokok dapat

memberikan ketenangan,

menghilangkan sakit kepala dan stress serta dapat mengusir perasaan malas. Hanya sebagian kecil saja yang termasuk perokok sedang (10,0%) dan perokok berat (3,3%). Dengan demikian secara keseluruhan konsumsi rokok penderita hipertensi di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali termasuk relatif sedikit.

2. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah dalam arteri, dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan

tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih (Ruhyanuddin, 2007: 138). Dalam penelitian ini istilah variabel hipertensi menunjuk pada tingkatan hipertensi yang diderita responden yang meliputi ringan, sedang, atau berat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden (86,7%) menderita hipertensi ringan. Hal ini dikarenakan masyarakat Dukuh Candi rata-rata berusia kurang dari 60 tahun. Menurut Karyadi (2002) umur mempengaruhi terjadinya hipertensi, dengan bertambahnya umur, resiko terkena hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % di atas usia 65 tahun. Hanya sebagian kecil saja yang menderita hipertensi sedang (10,0%) dan hipertensi berat (3,3%). Dengan demikian sebagian besar penyakit hipertensi yang diderita masyarakat di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali termasuk ringan.

Faktor resiko yang memicu terjadinya hipertensi dibagi menjadi dua yaitu faktor yang tidak dapat dikontrol dan faktor yang dapat dikontrol. Faktor yang tidak dapat dikontrol meliputi usia, jenis kelamin, dan keturunan (genetik). Faktor yang dapat dikontrol meliputi kegemukan (obesitas), dislipidemia, stress, konsumsi alkohol berlebih, konsumsi garam berlebih, aktivitas fisik, diet yang tidak seimbang, dan merokok.

3. Hubungan Jumlah Konsumsi Batang Rokok Per Hari dengan Tingkat Hipertensi

(6)

meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar lebih cepat dan bekerja lebih keras, frekuensi denyut jantung meningkat dan kontraksi jantung meningkat sehingga menimbulkan tekanan darah meningkat (Aula, 2010 : 29). Konsep ini mengandung pengertian bahwa semakin banyak kadar zat-zat beracun tersebut maka semakin berat juga hipertensi yang terjadi. Kadar zat-zat kimia rokok dalam darah secara langsung ditentukan banyak sedikitnya konsumsi rokok. Semakin banyak jumlah konsumsi batang rokok per hari semakin berat hipertensi yang diderita masyarakat di Dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali.

Terlepas dari perbedaan tingkat hipertensi yang terjadi karena perbedaan jumlah konsumsi rokok, pada dasarnya merokok berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya aterosklerosis pada seluruh pembuluh darah. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan resiko kerusakan pada pembuluh darah arteri (Karyadi, 2002).

KESIMPULAN

Penduduk desa dukuh Candi Desa Gunung Kecamatan Simo Kabupaten Boyolali mayoritas perokok ringan yaitu 26 responden (86,7 %), perokok sedang 3 responden (10 %) dan perokok berat 1 responden (3,3 %).

Penduduk menderita hipertensi ringan 26 responden atau 86,7 % sedangkan hipertensi sedang 3 (10 %) dan hipertensi berat 1 (3,3 %).

Ada hubungan positif antara jumlah konsumsi batang rokok per hari dengan tingkat hipertensi pada masyarakat

dengan hasil p : 0,010 < 0,05 atau ρ :

0,463 > 0,364 pada signifikansi 95 %,

semakin tinggi jumlah konsumsi batang rokok per harinya semakin beresiko mengalami hipertensi.

SARAN

Diperlukan metode dan kebijakan pemerintah maupun Puskesmas dalam mengatasi masalah hipertensi yang ada dihubungkan dengan jumlah konsumsi rokok penduduk

DAFTAR PUSTAKA

Aula L.E. Stop Merokok. Jogjakarta : Gara Ilmu.2010.

Bustan M.N. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Edisi Kedua. Jakarta : Rineka Cipta.2007.

Karyadi E. Hidup Bersama Penyakit Hipertensi, Asam Urat, Jantung Koroner. Jakarta : PT. Intisari Mediatama.2002.

Lumbantobing SM. Tekanan Darah Tinggi. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.2008.

Partodiharjo S. Kenali Narkoba dan Musuhi Penyalahgunaan. Jakarta : Erlangga.2006.

NN, Rekam Medis Puskesmas Simo. Buku Laporan Penyakit Tidak Menular. 2010.

Ruhyanudin F. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Kardivaskuler. Edisi 2. Malang : UMM.2007.

Gambar

Tabel 1. Kalsifikasi hipertensi

Referensi

Dokumen terkait

merupakan suatu penelitian untuk memperoleh data yang benar terjadi di lapangan.Sedangkan penelitian kuantitatif sebagaimana diungkapkan oleh Sugiyono(2014:14) adalah

Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayahNya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan

anak-anak tidak diberi kesempatan mempelajari keterampilan tertentu, mereka akan memiliki dasar ketermpilan yang telah dipelajari oleh teman-teman sebayanya, dan

biasanya dapat bekerja dengan baik selama 40-50 jam.. Lebih dari itu terlihat kecendrungan timbulnya hal-hal yang negative. 2.2.2 Pembagian Beban Kerja.. Beban kerja

Jadi yang harus dilakukan pemimpin harus mengoreksi, memantau, mengetahui masalah-masalah yang sedang terjadi pada karyawan agar pemimpin bisa menyelesaikan masalah

Gedung ini dirancang menggunakan Sistem rangka gedung yang mampu menahan paling banyak 25 persen gaya gempa yang ditetapkan dan dinding geser beton bertulang khusus

Abstract: This study was aimed at investigating the implementation of Reciprocal Teaching Procedure (RTP) to improve students’ reading comprehension and finding out the

[r]