PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
ARTIKEL
YUNI PURNAMA SYAFRI
NPM. 1310018312050
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PARTISIPASI MASYARAKAT
DALAM PENYUSUNAN RENCANA DETAIL TATA RUANG
KAWASAN PULAU PUNJUNG KABUPATEN DHARMASRAYA
Yuni Purnama Syafri ¹) Alizar Hasan²)Indra Khaidir1)
¹Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Bung Hatta ²Program Studi Teknik Sipil, Program Pascasarjana Universitas Andalas
Program Studi Teknik Sipil Universitas Bung Hatta e-mail :yunimarsyaf@yahoo.com
ABSTRACT
Pulau Punjung is one of 11 subdistricts in the District Dharmasraya. Pulau Punjung of approximately 482.5 km ². Government Dharmasraya through the Regional Development Planning Board (Bappeda) Dharmasraya fit an arbitrary implement Preparation of Detailed Spatial Plan (RDTR) and the Zoning Regulation as the elaboration and implementation of Regional Regulation No. 10 of 2012 in 2013 to include methods for public participation in public aspirations. The purpose of this study was to measure the level of public participation in the process of preparation of Detailed Spatial Plan Area Pulau Punjung Dharmasraya. The research data was obtained from informan through interviews, observation, and documentation, so we get the result that the level of public participation is not effective, society has not fully engaged, people involved merely provide input or suggestions, in expressing the concept of the plan and approve the community plan has not been invited to. Such participation occurs due to lack of socialization of Government and consultants, information from the government as well as substandard and Government also less transparant information.
Keywords:Participation, community, Detailed Spatial Plan (RDTR) ABSTRAK
Abstrak: Kecamatan Pulau Punjung merupakan salah satu dari 11 Kecamatan yang ada di Kabupaten Dharmasraya. Luas Kecamatan Pulau Punjung sekitar 482,5 Km². Pemerintah Kabupaten Dharmasraya melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Dharmasraya sesuai kewenanganya melaksanakan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012 pada tahun 2013 dengan menyertakan metode partisipasi masyarakat melalui penjaringan aspirasi masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam proses Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya. Data penelitian ini diperoleh dari informan melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, sehingga didapatkan hasilnya bahwa tingkat partisipasi masyarakat belum efektif, masyarakat belum sepenuhnya dilibatkan, masyarakat yang dilibatkan hanya sebatas memberikan masukan atau saran, dalam mengemukakan konsep rencana dan memberikan persetujuan rencana masyarakat belum diajak. Partisipasi semacam ini terjadi dikarenakan kurangnya sosialisasi dari Pemerintah Daerah dan konsultan, informasi dari Pemerintah Daerah juga kurang lancar dan Pemerintah Daerah juga kurang transparan memberikan informasi.
PENDAHULUAN
RTRW Kabupaten Dharmasraya sudah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 10 pada tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dharmasraya Tahun 2011-2031. Pemerintah Kabupaten Dharmasraya melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Dharmasraya. Sesuai kewenanganya melaksanakan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan Peraturan Zonasi sebagai penjabaran dan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012, dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi sebagai acuan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang dengan tingkat ketelitian peta mencapai 1 : 5.000 (satu berbanding lima ribu). Sesuai dengan amanah PP No. 15 Tahun 2010 dan untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh kegiatan pembangunan disuatu kawasan perlu disusun RDTR dan Peraturan Zonasi (PZ) yang ditetapkan dengan peraturan daerah.
Kawasan perencanaan kegiatan RDTR Kawasan di Kabupaten Dharmasraya meliputi kawasan diperkotaan di Kecamatan Pulau Punjung. Dalam pelaksanaan penyiapan instrumen penyusunan RDTR dilakukan serangkaian kegiatan diskusi/seminar dan wawancara dalam pengumpulan data/informasi. Pendekatan partisipatif yang menjadi target pekerjaan secara aktif dengan melakukan perlibatan semua instasi terkait dan juga yang paling penting keikutsertaan masyarakat untuk terlibat dalam penyusunan Rencana Detai Tata Ruang (RDTR).
KAJIAN KEPUSTAKAAN
Partisipasi Masyarakat
Menurut FAO dalam Mikkelsen (2003) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri. Dari definisi di atas, dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud partisipasi masyarakat dalam penataan ruang adalah keikutsertaan dan keterlibatan masyarakat dalam suatu proses kegiatan penataan ruang, dimulai dari proses
penyusunan rencana tata ruang, pemanfatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pentingnya Partisipasi Masyarakat
Menurut Conyers (1994:154), ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting.
1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
3. Timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.
Bentuk Partisipasi Masyarakat
Variabel bentuk-bentuk partisipasi masyarakat dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya meliputi sebagai berikut:
• Sebagai pendengar;
• Pemberian sumbangan masukan/saran/usul;
• Pemberian sumbangan informasi/data;
• Pemberian bantuan memperjelas hak atas ruang;
• Pengajuan keberatan terhadap rancangan rencana.
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
paling bawah merupakan tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah, kemudian tingkat yang paling atas merupakan tingkat dimana partisipasi masyarakat sudah sangat besar dan kuat.
Tingkatan partisipasi masyarakat menurut Arnstein (1969) :
1. Manipulasi (Manipulation) 2. Terapi (Therapy)
3. Pemberian Informasi (Informing) 4. Konsultasi (Consultation) 5. Penentraman (Placation) 6. Kemitraan (Partnership)
7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)
8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control) Pada tingkat tertinggi ini, partisipasi masyarakat berada di tingkat yang maksimum. Pengawasan masyarakat di setiap sektor meningkat. Masyarakat meminta dengan mudah tingkat kekuasaan (atau pengawasan) yang menjamin partisipan dan penduduk dapat menjalankan sebuah program atau suatu lembaga akan berkuasa penuh baik dalam aspek kebijakan maupun dan dimungkinkan untuk menegosiasikan kondisi pada saat dimana pihak luar bisa menggantikan mereka (Sintomer et al, 2005). Namun sebenarnya tidak ada cara terbaik untuk merencanakan dan mengatur sebuah partisipasi masyarakat karena semua itu harus menyesuaikan dengan kondisi (Connor, 1988).
Untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan mengukur tingkat partisipasi individu atau keterlibatan individu dalam kegiatan bersama-sama yang dapat diukur dengan skala yang dikemukakan oleh Chapin (dalam Slamet, 1993:82-83), yaitu:
a. Keanggotaan dalam organisasi.
b. Kehadiran di dalam pertemuan. c. Sumbangan-sumbangan.
d. Keanggotaan di dalam kepengurusan. e. Kedudukan anggota di dalam
kepengurusan.
Berdasarkan skala partisipasi individu tersebut, maka dapat diklasifikasikan skala yang digunakan sebagai variabel untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung Kabupaten Dharmasraya adalah:
a. Tingkat kehadiran dalam rapat/pertemuan.
b. Keaktifan dalam mengemukakan masukan/saran/usul.
c. Keterlibatan dalam menetapkan konsep rencana.
d. Keterlibatan memberikan persetujuan terhadap rancangan rencana.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat
Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada (Kali, 2011). Menurut Parma (2011), faktor-faktor internal yang mempengaruh partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian. Faktor internal berasal dari individu itu sendiri. Secara teoritis, tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh:
a) Jenis Kelamin b) Usia
d) Tingkat Penghasilan e) Mata Pencaharian Tipe-Tipe Partisipasi Masyarakat
Dusseldorp dalam Slamet (1993:10-21), membuat klasifikasi tipe partisipasi yaitu: 1. Penggolongan berdasarkan derajat
kesukarelaan, terdiri dari partisipasi bebas dan partisipasi terpaksa.
2. Penggolongan berdasarkan pada cara keterlibatan, terdiri dari partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung. 3. Penggolongan berdasarkan pada
keterlibatan di dalam berbagai tahap dalam proses pembangunan terencana, terdiri dari partisipasi lengkap dan partisipasi sebagian. 4. Penggolongan berdasarkan pada tingkatan organisasi, terdiri dari partisipasi yang terorganisasi dan partisipasi yang tidak terorganisasi.
5. Penggolongan berdasarkan pada intensitas dan frekuensi kegiatan, terdiri dari partisipasi intensif dan partisipasi ekstensif. 6. Penggolongan berdasarkan pada lingkup
liputan kegiatan, terdiri dari partisipasi tak terbatas dan partisipasi terbatas.
7. Penggolongan berdasarkan pada efektivitas, terdiri dari partisipasi efektif dan partisipasi tidak efektif.
8. Penggolongan berdasarkan pada siapa yang terlibat Orang-orang yang dapat berpartisipasi dibedakan sebagai berikut: a. Anggota masyarakat setempat - Penduduk setempat
- Pemimpin setempat b. Pegawai pemerintah - Penduduk dalam masyarakat - Bukan penduduk
c. Orang-orang luar
- Penduduk dalam masyarakat - Bukan penduduk
d. Wakil-wakil masyarakat yang terpilih 9. Penggolongan berdasarkan gaya partisipasi
Dibedakan menjadi tiga model praktek organisasi masyarakat yaitu:
a. Pembangunan lokalitas b. Perencanaan sosial c. Aksi sosial
Fingsi dan Manfaat Partisipasi Masyarakat
Carter (1977), Cormick (1979), Goulet (1989) dan Wingert (1989) dalam Santosa dan
Heroepoetri (2005:2) merinci fungsi dari partisipasi masyarakat yaitu sebagai berikut: 1. Partisipasi Masyarakat sebagai suatu
Kebijakan
2. Partisipasi Masyarakat sebagai Strategi 3. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat
Komunikasi
4. Partisipasi Masyarakat sebagai Alat Penyelesaian Sengketa
5. Partisipasi Masyarakat sebagai Terapi. Pengertian Tata Ruang
Definisi Tata Ruang menurut UU No. 26 Tahun 2007:
• Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat,ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
• Tata ruang adalah wujud struktur dan pola ruang.
• Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional.
• Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budi daya.
• Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan Tata Ruang
yang direncanakan dapat dicapai pada akhir periode rencana. Selain bentuk tersebut, tata ruang juga dapat berupa suatu prosedur belaka (tanpa menunjuk alokasi letak, luas, dan atribut lain) yang harus dipenuhi oleh para pelaku pengguna ruang di wilayah rencana. Namun tata ruang dapat pula terdiri dari gabungan kedua bentuk diatas, yaitu terdapat alokasi ruang dan juga terdapat prosedur (Haeruman, 2004).
Langkah awal penataan ruang adalah penyusunan rencana tata ruang. Rencana tata ruang diperlukan untuk mewujudkan tata ruang yang memungkinkan semua kepentingan manusia dapat terpenuhi secara optimal. Rencana tata ruang, oleh sebab itu, merupakan bagian yang penting dalam proses pembangunan, bahkan merupakan persyaratan untuk dilaksanakannya pembangunan, baik bagi daerahdaerah yaag sudah tinggi intensitas kegiatannya maupun bagi daerah-daerah yang baru mulai tumbuh dan berkembang.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan
Definisi Rencana Detail Tata Ruang menurut Permen PU No. 20 Tahun 2011 pasal 1 adalah :
• Rencana detail tata ruang kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi kabupaten/kota.
Secara umum definisi Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) adalah : penjabaran dari Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kota/Kabupaten ke dalam rencana pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang Bagian Wilayah Kota/Kawasan Perkotaan secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan perkotaan.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan juga merupakan rencana yang menetapkan blok-blok peruntukan pada kawasan fungsional perkotaan, sebagai
penjabaran “kegiatan” ke dalam wujud ruang,
dengan memperhatikan keterkaitan antara
kegiatan dalam kawasan fungsional, agar tercipta lingkungan yang harmonis antara kegiatan utama dan kegiatan penunjang dalam kawasan fungsional tersebut. Jangka waktu Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan ini adalah 5 tahun dan dituangkan ke dalam peta rencana dengan skala 1 : 5.000 atau lebih.
Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan bagi Pemerintah Daerah adalah sebagai pedoman untuk:
• Pemberian advis planning;
• Pengaturan bangunan setempat;
• Penyusunan rencana teknik ruang kawasan perkotaan atau rencana tata bangunan dan lingkungan;
• Pelaksanaan program pembangunan. Adapun muatan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan, meliputi:
1. Tujuan pengembangan kawasan fungsional perkotaan;
2. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan, meliputi:
a.Struktur pemanfaatan ruang, yang meliputi distribusi penduduk, struktur pelayanan kegiatan kawasan perkotaan, sistem jaringan pergerakan, sistem jaringan telekomunikasi, sistem jaringan energi, dan sistem prasarana pengelolaan lingkungan;
b. Pola pemanfaatan ruang, yang meliputi pengembangan kawasan fungsional (kawasan permukiman, perdagangan, jasa, pemerintahan, pariwisata, perindustrian) dalam blok-blok peruntukan.
3. Pedoman pelaksanaan pembangunan kawasan fungsional perkotaan meliputi: 4. Arahan kepadatan bangunan (net
5. Arahan ketinggian bangunan (maximum height/KLB) untuk setiap blok peruntukan; 6. Arahan garis sempadan bangunan untuk
setiap blok peruntukan;
7. Rencana penanganan lingkungan blok peruntukan;
8. Rencana penanganan jaringan prasarana dan sarana.
9. Pedoman pengendalian pemanfaatan ruang kawasan fungsional perkotaan.
Metode Penelitian
Metoda penelitian adalah tatacara bagaimana suatu penelitian dilaksanakan. Mendasarkan pada pelaksanaan penelitian, maka metoda penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif. Metoda ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara aktual dan cermat, menitikberatkan pada observasi dan suasana alamiah (Hasan, 2002:22).
Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan jenis metode kualitatif dimana data diperoleh melalui wawancara bebas dan observasi. Berdasarkan pengumpulan data tersebut, diharapkan akan diperoleh data yang akurat mengenai partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung. Adapun substansi yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu masyarakat yang ikut serta dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung.
Teknik Pengumpulan Data
Analisa data dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Penelitian bertumpu pada triangulation data yang dihasilkan dari tiga metode, (Chariri, 2009) : 1. Wawancara ( Interview)
- Wawancara berstruktur (Schedule Standardised Interview), yaitu wawancara dengan mengajukan
beberapa pertanyaan secara sistematis dan telah disusun sebelumnya.
- Wawancara tidak berstruktur (Non Schedule Standardised Interview),
adalah wawancara dengan mengajukan beberapa pertanyaan secara lebih luas dan leluasa tanpa terikat oleh susunan pertanyaan.
2. Observasi Partisipatif (Participant Observation)
3. Observasi Partisipatif (Participant Observation)
Teknik Analisis Data
Ketika data mulai terkumpul dari hasil wawancara, observasi dan telaah catatan, analisis data harus segera dilakukan untuk menentukan pengumpulan data berikutnya, (Chariri, 2009). Dengan demikian proses analisis ini menggunakan model linier atau analisis mengalir (flow model analysis). Pada saat wawancara peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Setelah dianalisis belum terasa memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi lagi sampai tahap tertentu sampai diperoleh data yang kredibel.
Teknik Penulisan Laporan
Laporan penelitian pada dasarnya merupakan dokumen tertulis yang digunakan untuk mengkomunikasikan isu, metode dan temuan penelitian. Jadi laporan penelitian bukan summary of findings, tetapi catatan tentang proses penelitian yang berkaitan dengan alasan penelitian, deskripsi tahapan penelitian, penyajian data dan diskusi atau pembahasan tentang bagaimana data tersebut menjelaskan pertanyaan penelitian, (Chariri, 2009).
Instrumen Penelitian
PEMBAHASAN
Kehadiran Masyarakat
Dari 50 (lima puluh) undangan yang disebarkan 40 (empat puluh) orang menghadiri rapat kegiatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau Punjung tersebut mereka terdiri dari kepala-kepala SKPD terkait, dari kecamatan, pejabat nagari, dan tokoh-tokoh masyarakat dari 6 (enam) nagari yaitu 80 %.
Masukan dan Saran
Kawasan perencanaan kegiatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau Punjung di Kabupaten Dharmasraya meliputi kawasan perkotaan di Kecamatan Pulau Punjung sehingga lebih memfokuskan ke Nagari yang merupakan pusat perkotaan yaitu dua Nagari yang terdiri dari nagari IV Koto Pulau Punjung dan Nagari Sungai Kambut.
Dalam setiap kali rapat, Pemerintah Nagari dan masyarakat cukup berpartisipasi memberikan masukan/saran apalagi jika menyangkut Nagari mereka. Masyarakat/ tokoh masyarakat yang dilibatkan hanya yang berada dikawasan perkotaan dan sangat aktif memberikan masukan dan sarannya, tetapi walaupun begitu masih ada Wali Nagari yang tetap mengajak masyarakatnya untuk menghadiri rapat yaitu Nagari Sungai Dareh dan Nagari Gunung selasih.
Minimnya Pertemuan dan Sosialisasi
Waktu itu Bappeda hanya mengadakan 3 kali pertemuan menurut tokoh masyarakat dan wali nagari pertemuan tersebut masih kurang, karena masih banyak informasi yang harus disampaikan.
Selain kurangnya pertemuan yang diadakan Pemda, masyarakat juga menyayangkan Pemda dan konsultan kurang mengadakan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kegiatan RDTR Kawasan Pulau Punjung, karena tidak semua masyarakat tahu dengan tata ruang.
Minimnya Informasi Dari Pemda
Kurangnya informasi yang sampai ke nagari-nagari, Kurangnya komunikasi dan informasi dari Pemda itu menjadi kendala dalam partisipasi selama ini, setiap masukan kami dalam rapat selalu diterima tetapi hasilnya tidak pernah dibicarakan kembali. Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau Punjung
Dari pernyataan informan-informan diatas maka bisa disimpulkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung berada pada tingkat keempat tangga dari delapan tangga partisipasi Arnstein yaitu berada pada tingkat Consultation (konsultasi) yaitu mengundang pendapat-pendapat masyarakat merupakan langkah selanjutnya setelah pemberian informasi. Arnstein menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi langkah yang sah menuju tingkat partisipasi penuh. Namun, komunikasi 2 arah ini sifatnya tetap buatan (artificial) karena tidak ada jaminan perhatian-perhatian masyarakat dan ide-ide akan dijadikan bahan pertimbangan. Metode yang biasanya digunakan pada konsultasi masyarakat adalah survei mengenai perilaku, pertemuan antar tetangga, dan dengar pendapat. Di sini partisipasi tetap menjadi sebuah ritual yang semu. Masyarakat pada umumnya hanya menerima gambaran statistik, dan partisipasi merupakan suatu penekanan pada berapa jumlah orang yang datang pada pertemuan, membawa pulang brosur-brosur, atau menjawab sebuah kuesioner (Amado et al, 2009).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
hal tersebut merupakan hambatan yang menjadi kendala partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan di Kecamatan Pulau Punjung.
2. Dalam kegiatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau Punjung masyarakat belum sepenuhnya dilibatkan, masyarakat dilibatkan hanya sebatas memberikan masukan atau saran, dalam mengemukakan konsep rencana dan memberikan persetujuan rencana masyarakat belum diajak.
3. Pemerintah daerah agar lebih giat lagi untuk memperbaiki bagaimana tata cara peran serta masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang di daerah mereka sebaiknya. Permendagri No. 56 Tahun 2014 peraturan per-undangan yang menjadi acuan dalam kegiatan ini salah satunya menjelaskan bahwa pengumuman rencana penyusunan Rencana tata ruang dilakukan melalui media cetak dan media elektronik yang ada di daerah bukan hanya lewat undangan saja sehingga yang mengetahui pelaksanaan kegiatan tersebut bukan kalangan tertentu saja tetapi masyarakat umum.
Saran
1. Dari hasil penelitian, kegiatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau Punjung hendaknya partisipasi masyarakatnya lebih ditingkatkan lagi karena masyarakat jauh lebih tahu dengan kondisi daerahnya. 2. Tidak dibatasi buat kehadiran
masyarakatnya, seluruh lembaga nagari hendaknya diundang agar informasi yang ditampung jauh lebih banyak.
3. Pemerintah Daerah harus turun kelapangan untuk melakukan sosialisai kepada masyarakat sehingga masyarakat betul-betul merasa dilibatkan dan mendukung kegiatan tersebut.
4. Pemerintah Daerah harus lebih tranparan lagi memberikan informasi mengenai perkembangan kegiatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau
Punjung sehingga tidak ada lagi informasi yang sumbang dan terputus.
5. Hendaknya penjaringan aspirasi masyarakat tidak hanya dalam forum rapat saja, konsultan yang terlibat harus lebih sering turun kelapangan melakukan survei dan mewawancari langsung masyarakat yang berada dikawasan perencanaan kegiatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Pulau Punjung.
6. Dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Pulau Punjung hendaknya pemda menerapkan tata cara peran serta masyarakat sesuai dengan pemendagri no. 56 tahun 2014 bahwa dari segi pengumuman lebih diperluas yaitu melalui media cetak dan media elektronik bukan melalui undangan, sehingga masyarakat yang dilibatkan tidak dibatasi.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Finlay, L. 2006, “Going Exploring’: The Nature of Qualitative Research”, Qualitative Research for Allied Health Professionals: Challenging Choices. Edited by Linda Finlay and Claire Ballinger. New York: John Wiley & Sons Ltd.
Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional. Bandung: Penerbit Alumni.
Soetrisno, Loekman. 1995. Menuju Masyarakat Partisipatif. Yogyakarta: Kanisius. Soefaat, et al. 1998. Kamus Tata Ruang. Jakarta: Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum dan Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia.
Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan. Terjemahan Matheos Nalle. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Bandung: Penerbit Alumni.
Conyers, Diana. 1991. Perencanaan Sosial di Dunia Ketiga: Suatu Pengantar. Terjemahan Susetiawan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Kartasasmita, Ginandjar. 1996. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan. Jakarta: CIDES.
Slamet, Y. 1993. Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
JURNAL
Arnstein, Sherry. 1969. A Ladder of Citizen Participation. Journal of the American Planning Association, Volume 35, No. 4, Juli 1969.
Budihardjo, Eko. 2005. Tata Ruang Perkotaan.Bandung: Alumni.
Faisal, Alfiansyah Yulianur BC, Sugianto. 2013. Analisis Partisipasi Masyarakat Lhokseumawe Dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota Lhokseumawe. Jurnal Teknik Sipil Volume 2, No. 1, Februari 2013. MAKALAH/ INTERNET
Haeruman, Herman. 2004. Penataan Ruang dalam Era Otonomi Daerah yang Diperluas. Available from http://www.bktrn.org; INTERNET.
TESIS
Suciati. 2006. “Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Umum Tata Ruang Kota
Pati”, Program Pasca Sarjana, Magister Teknik
Pembangunan Wilayah Dan Kota Universitas Diponegoro, Semarang.
PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota.
Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007
Tentang Penataan Ruang.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992
tentang Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2010
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2012
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Dharmasraya.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2014 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah.
BUKU DATA/ LAPORAN
Dharmasraya Dalam Data Tahun 2013. BAPPEDA dan BPS Kabupaten Dharmasraya, 2014.