• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Tanah Atas Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017) - Ubharajaya Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Tanah Atas Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah Bagi Kepentingan Umum (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017) - Ubharajaya Repository"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan sumber

daya alam yang sangat diperlukan manusia untuk mencukupi kebutuhan baik

yang langsung untuk kehidupannya seperti misalnya untuk bercocok tanam

guna mencukupi kebutuhan (tempat tinggal/perumahan), maupun untuk

melaksanakan usahanya seperti untuk tempat perdagangan, industri,

pendidikan, pembangunan sarana dan prasarana lainya. Kendala yang

dihadapi adalah pertumbuhan penduduk terus meningkat, sedangkan

ketersediaan tanah yang sangat terbatas. Karena terbatasnya tanah yang

tersedia dan kebutuhan akan tanah semakin bertambah, dengan sendirinya

akan menimbulkan benturan-benturan kepentingan akan tanah, yang

berakibat akan menimbulkan permasalahan atas tanah.1

Dasar hukum pembentukan hukum agraria nasional adalah UUD

Negara Republik Indonesia 1945 yang tercantum dalam pasal 33 ayat (3)

yang menentukan sebagai berikut “bumi air dan kekayaan alam terkandung

di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Selanjutnya dalam penjelasan Pasal 33 UUD 1945

menyatakan: “bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi

adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat”. Sebab itu harus dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Negara dalam hal ini

selaku organisasi kekuasaan yang tertinggi yang diberikan kewenangan dan

tanggung jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya. Dari ketentuan

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut di atas, maka dapat disimpulkan

bahwa:2

a. bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikelola untuk mencapai kemakmuran rakyat

(2)

b. pengelolaan bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikelola oleh negara

c. tujuan pengelolaan bumi, air dan kekayaan yang terkandung di

dalamnya adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Fungsi tanah di Negara Indonesia mempunyai fungsi yang sangat

penting dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana

yang diamanatkan dalam UUD 1945. Agar bumi, air dan ruang angkasa

dapat berfungsi dengan baik dan tepat, maka pemanfaatannya perlu diatur

dengan undang-undang yang termasuk lingkup hukum agraria.

Setelah Indonesia merdeka, keadaan semacam itu dirasakan tidak

adil sesuai dengan cita-cita kemerdekaan, sehingga setelah melewati waktu

yang lama untuk mempersiapkannya, baru pada tahun 1960 Indonesia

berhasil membentuk peraturan perundang-undangan mengenai pertanahan

dalam bentuk undang-undang yang disebut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang dikenal

dengan UUPA yang mulai berlaku tanggal 24 September 1960.3

Selanjutnya ketentuan ini dijabarkan kembali dalam

Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 yaitu:

a. Pasal 1 ayat (2) menyatakan “seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”.

b. Pasal 2 ayat (1) menyatakan “atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagai yang maksud dalam pasal 1, bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat”.4

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pasal

33 ayat (3) UUD 1945 merupakan implementasi bagi penyusunan

Undang-Undang Pokok Agraria, dan merupakan sumber hukum (materil) dalam

pembinaan hukum agraria nasional yang akan membawa kemakmuran,

(3)

kebahagiaan, keadilan serta kepastian hukum bagi bangsa dan Negara.

Pada prinsipnya tujuan dari hukum agraria nasional adalah sesuai

dengan apa yang menjadi tujuan dari UUD 1945 sebagai sumber hukum dari

Undang-Undang Pokok Agraria, “yakni melindungi segenap bangsa

Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial".

Makna dari butir tersebut di atas dijadikan sebagai pedoman dalam upaya

untuk menetapkan tujuan pokok diundangkan Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau yang lebih

dikenal sebagai Undang-Undang Pokok Agraria, sebagaimana tertuang

dalam Penjelasan Umum Angka 1 sebagai berikut:5

a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria

nasional, yang akan merupakan alat untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur

b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan

kesederhanaan dalam hukum pertanahan

c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum

mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dari tujuan Undang-Undang Pokok Agraria seperti tersebut di atas

terlihat bahwa Undang-Undang Pokok Agraria berlaku sebagai alat untuk

mencapai kemakmuran serta kebahagiaan dan keadilan bagi seluruh rakyat

Indonesia. Dengan demikian, maka setiap warga Negara wajib pula

mengikuti dan menghormati adanya hak-hak tersebut.6

Pada penjelasan umum Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum adalah dalam rangka mewujudkan masyarakat yang

adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah perlu

menyelengarakan pembangunan. Salah satu upaya pembangunan dalam

(4)

rangka pembangunan nasional yang diselenggarakan Pemerintah adalah

pembangunan untuk kepentingan umum. Pembangunan untuk kepentingan

umum tersebut memerlukan tanah yang pengadaannya dilaksanakan

dengan mengedepankan prinsip yang terkandung di dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan hukum tanah

nasional, antara lain prinsip kemanusiaan, keadilan, kemanfaatan,

kepastian, keterbukaan, kesepakatan, keikutsertaan, kesejahteraan,

keberlanjutan, dan keselarasan sesuai dengan nilai-nilai berbangsa dan

bernegara.

Hukum tanah nasional mengikuti dan menghormati hak

masyarakat atas tanah dan benda berkaitan dengan tanah, serta

memberikan wewenang yang bersifat publik kepada Negara berupa

kewenangan untuk mengadakan pengaturan, membuat kebijakan,

mengadakan pengelolaan, serta menyelenggarakan dan mengadakan

pengawasan yang tertuang dalam pokok-pokok pengadaan tanah sebagai

berikut:

1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin tersedianya

tanah untuk Kepentingan Umum dan pendanaannya.

2. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan

sesuai dengan:

a. Rencana Tata Ruang Wilayah

b. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah

c. Rencana Strategis; dan

d. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.

3. Pengadaan tanah diselenggarakan melalui perencanaan dengan

melibatkan semua pemangku dan pengampu kepentingan.

4. Penyelenggaraan pengadaan tanah memperhatikan

keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan

kepentingan masyarakat.

5. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilaksanakan

dengan pemberian ganti kerugian yang layak dan adil.

Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Pokok-Pokok Agraria menyatakan “semua hak atas tanah mempunyai fungsi

sosial”. Berdasarkan Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria tersebut dapat diketahui bahwa hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang,

(5)

tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, apalagi

kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat, penggunaan tanah

harus disesuaikan dengan keadaannya dan sifat daripada haknya, hingga

bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyainya

maupun bermanfaat bagi masyarakat dan Negara.

Tetapi pada ketentuan tersebut tidak berarti, bahwa kepentingan

perseorangan akan terdesak sama sekali oleh kepentingan umum

(masyarakat). Undang-Undang Pokok Agraria memperhatikan pula

kepentingan-kepentingan perseorangan. Kepentingan masyarakat dan

kepentingan perseorangan haruslah saling mengimbangi, hingga pada

akhirnya akan tercapailah tujuan pokok yaitu kemakmuran, keadilan dan

kebahagiaan bagi rakyat seluruhnya menurut Pasal 2 Ayat 3

Undang-Undang Pokok Agraria.

Berhubung dengan fungsi sosialnya maka adalah suatu hal yang

sewajarnya bahwa tanah itu harus dipelihara baik-baik, agar bertambah

kesuburannya serta dicegah kerusakannya. Kewajiban memelihara tanah

ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau pemegang haknya yang

bersangkutan melainkan menjadi beban pula dari setiap orang, badan

hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan

tanah itu menurut Pasal 15 Undang-Undang Pokok Agraria. Dalam

melaksanakan ketentuan ini akan memperhatikan kepentingsn pihak yang

ekonomisnya lemah.7

Menurut Boedi Harsono bahwa beberapa konsekuensi dari asas

fungsi sosial dari hak atas tanah adalah sebagai berikut.8

a. tidak dapat dibenarkan untuk menggunakan atau tidak

menggunakan tanah hanya untuk kepentingan pribadi pemegang haknya, apalagi menimbulkan kerugian;

b. penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari

7 Ibid,Hal. 21.

8

(6)

haknya, sehingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai maupun bermanfaat bagi masyarakat dan negara;

c. penggunaan dan pemanfaatan tanah harus memperhatikan rencana

tata ruang maupun instrumen penatagunaan tanah lainnya yang ditetapkan secara sah oleh pihak yang berwenang;

d. pemegang hak atas tanah wajib memelihara tanah dengan baik

dalam arti menambah kesuburan dan mencegah kerusakan tanah tersebut;

e. “merelakan” hak atas tanah dicabut demi kepentingan umum.

Oleh karenanya khusus untuk pelaksanaan pembangunan untuk

kepentingan umum menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Lembaran Negara Nomor

104 Tahun 1960, Pasal 18 Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan

untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara

serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut,

dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur

dengan Undang-Undang.

Pasal tersebut di atas dapat dikatakan memberikan jaminan bagi

rakyat mengenai hak-haknya atas tanah. Pencabutan hak dimungkinkan

tapi diikat syarat-syarat, misalnya harus diberikan ganti kerugian yang

layak. Pengadaan Tanah bagi kepentingan umum diatur dalam

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Kepentingan Umum menurut Pasal 1 butir 2 Undang – Undang Nomor 2

Tahun 2012 menyatakan bahwa Pengadaaan Tanah adalah kegiatan

menyediakan tanah dengan cara memberi ganti kerugian yang layak dan

adil kepada yang berhak. Berdasarkan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang menjelaskan Ganti

Kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang

berhak dalam proses pengadaan tanah. Prinsip ganti kerugian adalah

bahwa pemilik tanah memiliki hak mendapat ganti kerugian yang wajar.

Dasar penilaian yang digunakan adalah nilai penggantian wajar. Pihak

(7)

pengadaan tanah. 9

Dari hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa tanah mempunyai

fungsi sosial dan adanya jaminan terhadap hak-hak perseorangan, yang

mengikat untuk diadakannya pemberian ganti kerugian terhadap tanah

yang digunakan untuk kepentingan umum.

Pengadaan tanah bertujuan untuk menyediakan tanah bagi

pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan

kemakmuran bangsa, Negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin

kepentingan hukum pihak yang berhak. Tujuan tersebut harus dimaknai

secara khusus yakni pembangunan nasional karena sifat dari

pembangunan tersebut adalah pembangunan yang meningkatkan

kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat, bukan

pembangunan dalam artian individual untuk kepentingan pribadi maupun

kelompok tertentu.10

Pengadaan tanah untuk kepentingan umum harus melalui proses

yang diatur dalam Undang-Undang, tidak mengesampingkan hak yang

harus diberikan kepada pemilik hak atas tanah. Selain itu juga harus

mengartikan makna kepentingan umum dengan benar, dalam hal ini

selalu berorientasi pada kesejahteraan masyarakat banyak, tidak untuk

kepentingan pribadi atau golongan.

Contoh fenomena kasus nyata mengenai masalah pengadaan tanah

untuk pelebaran Jalan Raya Ngaliyan-Mijen, sepanjang 8,8 km dan lebar 30

m di Kota Semarang yang prosesnya tidak kunjung selesai. Adapun

hambatan atau permasalahan yang ditemukan adalah:

a. pemerintah tidak cukup dalam penyediaan anggaran sehingga tidak

dapat memberikan besaran yang sesuai dengan keinginan masyarakat.

b. masyarakat tidak sepakat dalam menentukan harga ganti kerugian,

beberapa sudah menerima 1:1 tetapi sebagian yang belum menerima

9

Muliawan Widya Jarot, Cara Mudah Pahami Pengadaaan Tanah Untuk Pembangunan, Yogyakarta, 2016, hlm. 66.

10

(8)

menghendaki 1:3. Perbedaan tersebut dikhawatirkan akan menimbulkan permasalahan tersendiri jika dipenuhi.

c. sebagian masyarakat merasa dibohongi oleh KAWULA (Kerukunan

Warga Untuk Pelebaran Jalan) yang menyepakati besarnya tanah pengganti sebesar 1:3 yang kenyataannya tidak ditepati.

Dijelaskan pula bahwa proses pengadaan tanah tidak sesuai dengan

perundangan yang berlaku, misalnya pemberian ganti kerugian hanya

berdasar pada Surat Perjanjian yang dibuat dibawah tangan antara tim

dengan pemilik tanah sehingga tidak memperoleh kata sepakat secara

keseluruhan.11

Kasus serupa dialami oleh Purwatiningsih melawan Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten Bekasi. Purwatiningsih adalah pemilik sah atas

bidang tanah dengan luas 200 m2 yang terletak di Jalan Setu Raya Kav.

Nomor 4 Blok C, Desa Gandasari, Kecamatan Cibitung, Kabupaten Bekasi,

Propinsi Jawa Barat, yang terdampak pembebasan tanah untuk

pembangunan Jalan Tol Cibitung- Cimanggis. Data kepemilikan tanah yang

dimiliki Purwatiningsih yaitu Akta jual-beli nomor 540/2000, Surat Izin

Mendirikan Bangunan 503/8873/C/DB dan nomor 008522 dari Pemerintah

Kabupaten Bekasi yang dikeluarkan tanggal 16 Januari 2001, dan tanda

bukti hak sertifikat hak milik nomor 871 Propinsi Jawa Barat, Kabupaten

Bekasi, Kecamatan Cibitung, Desa Gandasari yang dikeluarkan oleh Badan

Pertanahan Nasional dalam hal ini kantor pertanahan Kabupaten Bekasi.

Bidang tanah Purwatiningsih masuk ke dalam zona kegiatan

pengadaan tanah untuk pembangungan jalan Tol Cimanggis-Cibitung yang

diselenggarakan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dan

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Nilai ganti kerugian

yang diminta oleh Purwatiningsih adalah sebesar Rp 486.000.000,- (empat

ratus delapan putuh enam juta rupiah) karena hal tersebut sangatlah wajar

apabila bidang tanah yang dimiliki dihargai lebih tinggi sesuai dengan harga

pasaran umum setempat. Sedangkan Total besaran ganti kerugian yang

11

http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-1032-pengadaan-tanah-bagi-pembangunan-untuk-kepentingan-umum-%E2%80%9Cantara-regulasi-dan

(9)

ditawarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi kepada

Purwatiningsih adalah sebesar Rp 204.000.000,- (dua ratus empat juta

rupiah).

Bahwa ganti kerugian yang ditetapkan tidak menggambarkan

kesungguhan pemerintah dalam menghormati hak-hak warga negaranya

termasuk dalam kepemilikan tanah dengan status hak milik. Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Bekasi yang memeriksa perkara ini pada tingkat pertama

mengabulkan permohonan dengan pertimbangan bahwa terbukti di

persidangan bahwa selain undangan musyawarah tanggal 15 Agustus 2017

yang faktanya adalah tidak membahas tentang besaran ganti kerugian,

ternyata tidak ada lagi acara musyawarah yang berkaitan dengan proses

penentuan besaran ganti kerugian, padahal jelas ketentuan Pasal 68 ayat (1)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 memberikan

waktu maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja. 12

Termohon tidak melakukan musyawarah di dalam penentuan

besaran ganti kerugian dengan pemohon selaku pihak yang berhak,

sehingga besaran ganti kerugian yang ditetapkan termohon adalah sepihak

karena tidak didasarkan atas hasil kesepakatan sebagaimana ketentuan

Undang-Undang, sehingga pengadilan akan menentukan nilai ganti

kerugian yang layak dan adil dengan pertimbangan bahwa bidang tanah

milik pemohon keberatan adalah tanah dengan status hak milik dan berada

dalam kawasan perkotaan dan pinggir jalan besar, maka sebagaimana

ketentuan Pasal 33 huruf f Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 yang

lebih penting juga untuk dipertimbangkan adalah kerugian lain yang dapat

dinilai, yang dimaksud adalah kerugian non fisik yang dapat disetarakan

dengan nilai uang, misalnya kerugian kehilangan usaha atau pekerjaan,

biaya pemindahan tempat, biaya alih profesi dan nilai atas properti sisa.

Sehingga atas dasar pertimbangan tentang faktor-faktor tersebut serta

berdasarkan NJOP Bumi dan NJOP Bangunan, maka besaran ganti

12 Pengadilan Negeri Kelas IA Bekasi, Putusan No. 461/Pdt.G/2017/PN.Bks. Atas Termohon Kepala

(10)

kerugian yang layak dan adil menurut Pengadilan Negeri Bekasi adalah

sebesar Rp 380.000.000,- (tiga ratus delapan puluh juta rupiah).13

Berdasarkan kasus di atas merupakan sedikit contoh dari banyaknya

kasus yang terjadi saat ini dimana pihak yang berhak atas tanah belum

mendapatkan perlindungan hukum yang baik terlebih soal ganti kerugian

saat pemerintah atau instansi terkait mengerjakan pembangunan untuk

kepentingan umum. Maka dari itu berdasarkan deskripsi diatas penulis

tertarik untuk membahasnya guna penyusunan proposal skripsi dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMILIK TANAH ATAS GANTI KERUGIAN DALAM PENGADAAN TANAH BAGI

KEPENTINGAN UMUM (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung

Nomor 3451 K/Pdt/2017)”.14

I.2. Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah

I.2.1. Identifikasi Masalah

a. Ganti kerugian yang ditawarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan

Kabupaten Bekasi yang tidak menggambarkan kesungguhan dalam

menghormati hak-hak warga negaranya termasuk dalam kepemilikan

tanah dengan status hak milik, sehingga pemilik tanah tidak

mendapatkan ganti kerugian yang layak dan adil.

b. Data kepemilikan tanah yang dimiliki yaitu Akta jual-beli Nomor

540/2000, Surat Izin Mendirikan Bangunan 503/8873/C/DB dan

Nomor 008522 dari Pemerintah Kabupaten Bekasi yang dikeluarkan

tanggal 16 Januari 2001, dan tanda bukti Sertifikat Hak Milik Nomor

871 Propinsi Jawa Barat, Kabupaten Bekasi, Kecamatan Cibitung, Desa

Gandasari yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional dalam hal

13 Pengadilan Negeri Kelas IA Bekasi, Putusan No. 461/Pdt.G/2017/PN.Bks. Atas Termohon Kepala

Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi.

14 Mahkamah Agung, RI., Putusan Reg No.3451 K/Pdt/2017 antara Kepala Kantor Pertanahan

(11)

ini kantor pertanahan Kabupaten Bekasi.

c. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi yang tidak melakukan

musyawarah di dalam penentuan besaran ganti kerugian dengan

pemohon selaku pihak yang berhak, sehingga besaran ganti kerugian

yang ditetapkan termohon adalah sepihak dan tidak didasarkan atas

hasil kesepakatan.

I.2.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemilik tanah dalam

putusan Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017 yang

membatalkan putusan Pengadilan Negeri Nomor

461/Pdt.G/2017/PN.Bks atas ganti kerugian dalam pengadaan tanah

untuk kepentingan umum?

2. Apakah putusan Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017 telah

memenuhi unsur kepastian dan keadilan?

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

I.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini meliputi:

1. Untuk menganalisis dan menjelaskan perlindungan hukum terhadap

pemilik hak atas tanah dalam putusan Mahkamah Agung Nomor

3451 K/Pdt/2017 atas ganti kerugian dalam pengadaan tanah untuk

kepentingan umum berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria

Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan

Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan

(12)

2. Untuk menganalisis dan menjelaskan pertimbangan hakim dalam

Putusan perkara nomor 3451 K/Pdt/2017 antara Kepala Kantor

Pertanahan Kabupaten Bekasi melawan Purwatiningsih sesuai

dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 2012

tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan

Umum.

I.3.2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis:

1. Membantu mengembangkan ilmu hukum agraria dan pertanahan

dari perlindungan hukum terhadap pihak yang berhak atas tanah

dalam hal ganti rugi pengadaan tanah bagi pembangunan untuk

kepentingan umum berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria

Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas

Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum Dan Undang-Undang Nomor No.2 Tahun

2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

2. Dapat menjadi salah satu acuan dalam mempelajari dan mengkaji

penerapan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960,

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015

Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71

Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Undang-Undang

Nomor No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

b. Manfaat Praktis

1. Bagi Fakultas Hukum sebagai salah satu bahan hukum sekunder

dalam memahami Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5

(13)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015

Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71

Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, Undang-Undang No.2

Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3

tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan

Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

2. Bagi masyarakat dapat dijadikan salah satu bahan literasi untuk

menambah wawasan hukum khususnya mengenai agraria dan

pertanahan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 5 tahun 1960 dalam perspektif perlindungan

hukum terhadap pemilik hak atas tanah atas ganti rugi dalam

pengadaan tanah bagi kepentingan umum.

I.4. KERANGKA TEORITIS, KONSEPTUAL, DAN PEMIKIRAN

I.4.1. Kerangka Teoritis

1. Grand Theory

Teori keadilan sebagai grand theory. Teori ini dimaksudkan

untuk membahas dan menganalisa guna melengkapi kebutuhan

pembahasan mengenai tindakan pemerintah, pemberian ganti

kerugian yang layak dan proses-proses pengadaan tanah untuk

pembangunan yang tidak merugikan masyarakat yang terkena

dampak pengadaan tanah untuk pembangunan. Secara lebih luas,

apakah telah memberikan manfaat bagi masyarakat maupun

memberikan kesejahteraan yang berkeadilan seperti yang

dikehendaki oleh UUD 1945. Keadilan merupakan tujuan hukum

yang hendak dicapai, guna memperoleh kesebandingan di dalam

masyarakat, di samping itu juga untuk kepastian hukum. Masalah

(14)

persoalan mana yang dapat dijumpai hamper pada setiap

masyarakat termasuk Indonesia.15

Teori Kepastian, kepastian hukum merupakan pertanyaan yang

hanya bisa dijawab secara normative, bukan sosiologi. Kepastian

hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan

diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis.

Jelas dalam artian tidak menimbulkan keragu-raguan

(multi-tafsir) dan logis dalam artian ia menjadi suatu system norma

dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan

konflik. Kepastian hukum menunjuk kepada pemberlakuan

hukum yang jelas, tetap, konsisten dan konsekuen yang

pelaksanaannya tidak dapat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan

yang sifatnya subyektif.16

Teori Kemanfaatan itu bagaimana menilai suatu kebijakan public

yang mempunyai dampak kepada banyak orang secara moral.

Dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu

kebijakan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil

yang berguna atau sebaliknya kerugian bagi orang-orang yang

terkait.17

2. Middle Range Theory

Asas Kekuasaan Negara; asas ini tercermin dalam ketentuan

Pasal 2 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Pokok Agraria, yaitu antara lain dikatakan: “bahwa Negara tidak perlu dan tidak pada tempatnya sebagai pemilik tanah, Negara sebagai organisasi

kekuasaan dari seluruh rakyat (bangsa) pada tingkatan yang

tertinggi untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Indonesia.

Asas semua hak atas tanah mempunyai fungsi social; asas ini

15

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, CV Rajawali, Jakarta, 1980, hlm. 169.

16

L.J. van Apeldorn, Pengantar Ilmu Hukum, Cet. Xxx, Pradnya Paramita, Jakarta, 2004, hlm. 11.

17

(15)

tercermin dalam ketentuan pasal 6 Undang-undang pokok agraria yang menentukan bahwa “semua hak atas tanah berfungsi social”. Dari ketentuan ini berarti bahwa hak atas tanah apap pum yang

ada pada seseorang tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya

itu akan dipergunakan (tidak dipergunakan) semata-mata untuk

kepentingan pribadinya. Apalagi kalau hal itu menimbulkan

kerugian bagi masyarakat. Penggunaan tanah harus sesuai dengan

keadaannya dan sifat dari haknya, sehingga bermanfaat baik bagi

kesejahteraan dan kebahagiaan yang mempunyai maupun

bermanfaat pula bagi masyarakat dan Negara.

Asas perlindungan bagi golongan warga Negara yang lemah;

untuk memberikan perlindungan kepada warga Negara yang

lemah ekonominya terhadap warga Negara yang kuat telah diatur

beberapa ketentuan antara lain:

a. dalam pasal 11 ayat (1) diatur mengenai hubungan hukum

antara orang/badan hukum dengan bumi, air, dan ruang

angkasa serta wewenangnya agar dicegah penguasaan atas

penghidupan dan pekerjaan orang lain yang melampaui

batas. Sedangkan dalam ayat (3) jelas-jelas dinyatakan

adanya perlindungan terhadap kepentingan golongan

yang ekonominya rendah.

b. dalam pasal 13 dinyatakan bahwa usaha-usaha yang

bersifat monopoli dalam lapangan agraria hanya dapat

dilakukan oleh pemerintah dan berdasarkan

undang-undang. 18

3. Applied Theory

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan

Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 Tentang

18

(16)

Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun

2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum , Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan

Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2016 tentang Tata Cara

Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke

Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum.

I.4.2. Kerangka Konseptual

1. Perlindungan Hukum Menurut Satjipto Raharjo mendefinisikan

Perlindungan Hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi

manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan

kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang

diberikan oleh hukum.

2. Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek

pengadaan tanah.

3. Ganti kerugian penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak

dalam proses pengadaan tanah.

4. Pengadaan tanah adalah kegiatan menyediakan tanah dengan cara member

ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak.

5. Kepentingan umum adalah kepentingan bangsa, Negara, dam masyarakat

yang harus diwujudkan oleh pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya

untuk kemakmuran rakyat19

19

(17)

I.4.2. Kerangka Pemikiran

Apakah putusan Mahkamah Agung Nomor

3451 K/Pdt/2017 telah memenuhi unsur

kepastian dan keadilan? Bagaimana perlindungan hukum terhadap

pemilik hak atas tanah dalam putusan

Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017

yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri

Nomor 461/Pdt.G/2017/PN.Bks atas ganti

kerugian dalam pengadaan tanah untuk

kepentingan umum?

Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian

Undang – Undang Dasar 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-pokok Agraria, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 Tentang

Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,

Undang-Undang No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2016 tentang Tata

Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

Perlindungan Hukum Terhadap Pemilik Tanah Atas Ganti Kerugian Dalam Pengadaan Tanah

Bagi Kepentingan Umum

(18)

I.5. Metode Penelitian

1.5.1. Tipe dan Pendekatan Penelitian

a. Tipe Pendekatan

Tipe pendekatan deskriptif adalah sebagai prosedur

pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan

subjek atau objek dalam penelitian dapat berupa orang, lembaga,

masyarakat dan yang lainnya yang pada saat sekarang berdasarkan

fakta-fakta yang tampak atau apa adanya.

b. Jenis Pendekatan

Pendekatan penelitian yang dilakukan oleh penulis

menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu

pendekatan yang mengacu pada kebenaran yang diperoleh dari

aturan hukum perundang-undangan dan dikaitkan dengan aspek

hukum, baik aspek hukum tertulis yaitu perundang-undangan,

buku, kepustakaan, internet maupun aspek hukum tidak tertulis

yaitu nilai-nilai yang hidup di masyarakat.

1.5.2. Sumber dan Jenis Data

Data sekunder yaitu data yang mencakup antara lain, mencakup

dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud

laporan, buku harian, dan seterusnya.20

Data sekunder terdiri dari:

a. Bahan hukum primer adalah norma-norma hokum positif yang

ditetapkan oleh Negara seperti Undang-Undang, bahan hukum

primer yang digunakan penulis di antaranya:

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 amandemen ke-4.

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960

20

(19)

tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

3) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun

2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden

Nomor 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

4) Undang-Undang No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

5) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2016 tentang

Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti

Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah

Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.

6) Salinan putusan Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017.

7) Salinan putusan Pengadilan Negeri Nomor

461/Pdt.G/2017/PN.Bks.

b. Bahan Hukum Sekunder adalah bahan hukum yang digunakan

untuk mengetahui informasi dan penerapan dari bahan hukum

primer, diantaranya bertujuan untuk mengetahui ajaran-ajaran,

doktrin-doktrin dan pendapat-pendapat para ahli. Untuk

penelitian ini bahan hukum sekunder tersebut diperoleh melalui

buku-buku, artikel ilmiah, makalah, tesis dan disertasi yang

berhubungan dengan topik tesis.

c. Bahan Hukum Tertier adalah bahan-bahan yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

bahan hukum sekunder. Dalam penelitian ini yang digunakan

adalah kamus hukum dalam bahasa Indonesia dan bahasa

Inggris.

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun alat pengumpulan data yang digunakan adalah

berupa studi dokumen yakni mencari dan mengumpulkan data

(20)

untuk Kepentingan Umum. Metode analisis data yang digunakan

adalah metode analisis kualitatif yang meneliti dan mengkaji

perlindungan hukum terhadap pemilik tanah mengenai pengadaan

tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dengan cara

melihat peraturan perundang-udangan yang terkait dan

pendapat-pendapat para ahli, kemudian menganalisa lebih mendalam dengan

melihat praktek-praktek yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal

pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.

Sehingga, nantinya hasil penelitian ini dapat memberikan

gambaran dan penjelasan yang lebih mendalam mengenai

kepastian hukum terhadap masyarakat mengenai pengadaan tanah

bagi pembangunan untuk kepentingan umum, dalam pengadaan

tanah guna menjamin perlindungan hukum dengan melihat

ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor

2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk

Kepentingan Umum sehingga kemudian dapat diambil kesimpulan

mengenai kriteria dan faktor-faktor yang menentukan kepentingan

umum dalam pengadaan tanah guna menjamin perlindungan

hukum bagi pemegang hak atas tanah.

I.6. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada Bab I menguraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Identifikasi

dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teori

Kerangka Konseptual dan Kerangka Pemikiran, Metode Penelitian dan

Sistematika Penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini terdiri dari tinjauan umum, kerangka teori, kerangka konsep dan

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas

(21)

Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum,

Undang-Undang No.2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3

tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti

Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dalam kasus nyata dalam

peradilan di Indonesia.

BAB III HASIL PENELITIAN

Berisi tentang isi dari Undang – Undang Republik Indonesia No.5 Tahun

1960, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2015

Tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun

2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan

Untuk Kepentingan Umum, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 3

tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan Dan Penitipan Ganti

Kerugian Ke Pengadilan Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi

Pembangunan Untuk Kepentingan Umum dalam kasus nyata dalam

peradilan di Indonesia dan Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor

3451 K/Pdt/2017.

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN

Berisi tentang pembahasan dan analisis rumusan masalah 1 (satu) yaitu

perlindungan hukum terhadap pemilik tanah dalam putusan Mahkamah

Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017 yang membatalkan putusan Pengadilan

Negeri Nomor 461/Pdt.G/2017/PN.Bks atas ganti kerugian dalam

pengadaan tanah untuk kepentingan umum dan rumusan masalah 2 (dua)

yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 3451 K/Pdt/2017 telah memenuhi

unsur kepastian dan keadilan.

BAB V PENUTUP

Berisi tentang kesimpulan dan saran.

Referensi

Dokumen terkait

Pokja Bidang Konstruksi 3 ULP Kabupaten Klaten akan melaksanakan [Pelelangan Umum/Pemilihan Langsung] dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

MADUKORO BLOK AA -

Pokja Bidang Konstruksi 3 ULP Kabupaten Klaten akan melaksanakan [Pelelangan Umum/Pemilihan Langsung] dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan konstruksi secara

Hasil penelitian ini adalah aplikasi multimedia sebagai media pembelajaran Grafika Komputer pada materi Kurva bagi mahasiswa Program Studi Teknik Informatika di

redaksional yang diterapkan RRI Pro 1 Yogyakarta dalam menyiarkan berita.. terkait kasus sedang berkembang di tengah masyarakat seperti pada kasus penggusuran

TAPM yang berjudul "KINERJA ORGANISASI PADA DINAS KEPENDUDUKAN DAN PENCATATAN SIPIL KABUPATEN BARITO TIMUR" adalah hasil karya saya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun

koleksi tanpa harus menunggu pengembalian dari siswa lain. Dari hasil penelitian mengenai kondisi perpustakaan dalam kondisi ruangan perpustakaan di sekolah ini kurang

Dalam menyajikan data, yang dilakukan peneliti adalah mengumpulkan data yang berhubungan dengan Pemahaman Guru dalam Menerapkan Penilaian Autentik. Setelah