• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEDIA TANAM APUNG BERBASIS SAMPAH ANORGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MEDIA TANAM APUNG BERBASIS SAMPAH ANORGA"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

MEDIA TANAM APUNG BERBASIS SAMPAH ANORGANIK SEBAGAI SOLUSI CERDAS PETANI AGRARIS

Mochamad Fathoni, Nurdianah Yuliasih, Wawan Wahyudi Efendi

PENDAHULUAN Latar Belakang

Saat ini lahan pertanian semakin lama semakin menyempit. Hal ini didukung dengan informasi dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar pertahun. Sehingga, penurunan luas panen tidak hanya terjadi pada padi, tetapi juga pada komoditas lainnya, seperti kedelai. Meskipun ada penyusutan luas panen, produksi gabah masih mampu mengalami kenaikan bila dibandingkan dengan tahun lalu. Hal ini mungkin karena adanya penggunaan pupuk atau bibit unggul sehingga produksi gabah perhektarnya menjadi naik (Media Indonesia, 2/7/10). Berdasarkan data Produksi Tanaman Pangan Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan bahwa jika dilihat dari ARAM II 2010, maka tahun ini diperkirakan akan terjadi penyusutan luas lahan panen padi sekitar 12,63 ribu ha, sekitar 0,1% dari total luas lahan. Hal ini tidak hanya terjadi pada komoditi padi, namun juga pada tanaman pangan lainnya. Dampak yang terjadi jika lahan pertanian semakin menyempit adalah hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air limpahan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa sektor pertanian, terutama padi, merupakan sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja.

Di sisi lain saat ini kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sampah masih sangat kurang baik dari segi sampah organic maupun anorganik. Menurut perkiraan BPPT (Huda, 2008), kenaikan produksi sampah perkotaan di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 1993 sampai 2000, yakni dari 4,6 juta ton per tahun menjadi 7,3 juta ton per tahun. Terbanyak di Jakarta, disusul kemudian Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan kota-kota besar lainnya. Dengan mengikuti kecenderungan yang ada dan pengalaman di negara lain, para pakar dari Bank Dunia menyarankan agar Indonesia mengantisipasi adanya peningkatan volume sampah yang dalam kurun waktu 25 tahun mendatang akan meningkat sampai empat kali lipat. Berdasarkan laporan Bank Dunia yang dipublikasikan Metropolitan Environmental Improvement Program (MEIP) tahun 1995 silam, biaya pengolahan sampah di Indonesia 25 tahun mendatang akan meningkat dari 500 juta dolar AS per tahun menjadi sekitar 15 miliar dolar AS atau sekitar 30 triliun rupiah per tahun.

(2)

perubahan positif yang drastis maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 262,4 juta jiwa dengan asurnsi tingkat pertumbuhan penduduk alami sekitar 0,9 % per tahun. Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas lainnya adalah bertambahnya pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat yang lebih dikenal sebagai limbah domestik telah menjadi permasalahan lingkungan yang harus ditangani oleh pemerintah dan masyarakat itu sendiri. Limbah domestik tersebut, baik itu limbah cair maupun limbah padat menjadi permasalahan lingkungan karena secara kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kesehatan manusia, mencemari lingkungan, dan mengganggu kehidupan makhluk hidup lainnya. Hingga saat ini, penanganan dan pengelolaan sampah tersebut masih belum optimal. Baru 11,25% sampah di daerah perkotaan yang diangkut oleh petugas, 63,35% sampah ditimbun/dibakar, 6,35% sampah dibuat kompos, dan 19,05% sampah dibuang ke kali/sembarangan. Sementara untuk di daerah pedesaan, sebanyak 19% sampah diangkut oleh petugas, 54% sampan ditimbun/dibakar, 7% sampah dibuat kompos, dan 20% dibuang ke kali/sembarangan (BPS, 1999).

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan yang sangat luas yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.290 km. Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Dari data tersebut kita dapat mengetahui bahwa sebagian besar daratan Indonesia berupa perairan. Dengan kondisi semakin menyempitnya lahan pertanian dan didukung dengan semakin meningkatnya jumlah sampah yang ada di Indonesia maka perlu adanya sebuah solusi cerdas dan tepat guna untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menggunakan media tanam apung.

Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya media tanam apung ini adalah sebagai berikut Untuk mengetahui bagaimana teknik implementasi pembuatan media tanam apung berbasis sampah anorganik.

Manfaat

Media tanam apung ini memiliki beberapa manfaat diantaranya yaitu : a. Memberikan informasi tentang pengolahan sampah anorganik menjadi media

tanam.

b. Memudahkan para petani dalam pemanfaatan lahan perairan sebagai media tanam.

GAGASAN

Kondisi kekinian pencetus gagasan Degradasi Lahan Pertanian di Indonesia

(3)

pemenuhan kebutuhan pangan dimaksud dapat terwujud dengan adanya dukungan ketersediaan lahan pertanian dan optimalisasi pemanfaatan bahan pangan lokal. Namun apa yang disampaikan oleh Badan Ketahanan Pangan Nasional justru menimbulkan kekhawatiran, yaitu sepanjang tahun 2009 telah terjadi alih fungsi lahan pertanian hingga mencapai 110 ribu hektar (ha). Angka ini tentu sangatlah besar mengingat kemampuan Pemerintah untuk mencetak lahan pertanian baru per tahunnya hanya kurang dari separuhnya, yakni 50 ribu ha, sebagaimana disampaikan Kementerian Pertanian (Kementan) sebelumnya.

Tabel 1 : Tabel Perkembangan Luas Panen Lahan Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2008-2010

Berdasarkan data Produksi Tanaman Pangan Badan Pusat Statistik (BPS) dapat dilihat bahwa jika dilihat dari ARAM II 2010, maka tahun ini diperkirakan akan terjadi penyusutan luas lahan panen padi sekitar 12,63 ribu ha, sekitar 0,1% dari total luas lahan. Hal ini tidak hanya terjadi pada komoditi padi, namun juga pada tanaman pangan lainnya.

Merujuk pada UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan disebutkan bahwa dalam hal untuk kepentingan umum, maka lahan pertanian dapat dialihfungsikan. Namun perlu dikaji lebih jauh lagi mengenai bentuk kepentingan umum yang dimaksud dalam pasal tersebut dan jangan sampai ketentuan dalam UU No. 41 Tahun 2009 ini dimanfaatkan atau disalah-artikan oleh pihak-pihak tertentu yang menjadikan kepentingan umum sebagai dalih untuk melakukan alih fungsi lahan pertanian.

(4)

lahan pertanian dan berapa kerugian yang ditimbulkan akibat alih fungsi lahan tersebut. Belum lagi kerugian ekologis bagi sawah di sekitarnya akibat alih fungsi sebagian lahan, antara lain hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air limpahan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa sektor pertanian, terutama padi, merupakan sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja.

Sampah

Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suaru proses. Proses yang dimaksud adalah merupakan proses yang dilakukan oleh manusia, dalam proses-proses alam tidak ada sampah, yang ada hanya produk-produk yang tak bergerak. Sampah dapat berupa padat, cair, dan gas.

Dalam kehidupan manusia, sampah banyak dihasilkan oleh aktivitas industri yang kemudian dikenal dengan istilah limbah. Tidak hanya dari industri, limbah dapat pula dihasilkan dari kegiatan pertambangan, manufaktur (proses pabrik), dan konsumsi. Hampir semua produk industri akan menjadi sampah pada suatu waktu, dengan jumlah sampah yang kira-kira mirip dengan jumlah konsumsi.

Berdasarkan sumbernya, sampah dapat dibagi atass enam yaitu sampah alam, manusia, konsumsi, nuklir, industry dan pertambangan. Namun, berdasarkan sifatnya terdiri dari sampah organic (dapat diurai atau degradable) dan sampah anorganik (tidak dapat diurai atau undegradable).

Gambar 1 : Sampah organik dan Anorganik

Sumber : http://www.isroi.org, http://i268.photobucket.com

(5)

Solusi yang Pernah Ditawarkan

Pada awalnya ketika jumlah penduduk masih sedikit, sampah bukan merupakan sebuah permasalahan. Namun, seiring dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk dan aktivitasnya, maka sampah semakin besar jumlah dan variasinya. Karena itu, diperlukan pengelolaan yang tidak sederhana untuk menangani sampah dalam jumlah besar, terutama di daerah perkotaan.

Pengelolaan sampah mutlak diperlukan mengingat dampak buruknya bagi kesehatan dan lingkungan. Sampah menjadi tempat berkembangbiaknya organisme penyebab dan pembawa penyakit. Sampah juga dapat mencemari lingkungan dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Karena itu, pemerintah di berbagai belahan dunia berupaya menangani walaupun dengan biaya yang tidak sedikit.

Pengelolaan sampah di Indonesia pada umumnya belum dilaksanakan secara terpadu. Sampah dari berbagai sumber, baik dari rumah tangga, pasar, industri dan lain-lain, langsung diangkut menuju Tempat Pembuangan Sementara (TPS) tanpa melalui proses pemilahan dan pengolahan. Dari TPS, sampah kemudian diangkut menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA) untuk kemudian ditimbun. Pengelolaan seperti ini mengabaikan nilai sampah sebagai sumber daya.

Gambar 2 : Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumber : http://gerbang.jabar.go.id

(6)

proses daur ulang di industry daur ulang. Sampah tersebut dapat pula dipakai ulang sebelum diangkut ke TPS atau dibuat kompos untuk digunakan di lokasi sumber sampah.

Sampah dari sumber sampah juga dapat dibawa ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS) terdekat setelah melalui proses pemilahan. Di TPS sampah dikumpulkan dan dipilah kembali dan diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPS). Sampah tersebut juga dapat di daur ulang di industry daur ulang. Pemilahan sampah dapat pula dilakukan di TPA. Sebagian sampah dapat didaur ulang dan dibuat kompos yang dapat dijual ke konsumen. Sisanya atau residu dari proses tersebut dapat ditimbun dengan menggunakan metode sanitry landfill. Hasil dari sanitary landfill adalah abu yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat batako dan sebagai bahan campuran kompos. Batako dan kompos yang dihasilkan dapat dijual ke konsumen.

Belum berkembangnya pengelolaan sampah terpadu dikarenakan belum dikembangkannya sistem yang didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai. Selain itu, persepsi, kesadaran akan manfaat sampah dan budaya masyarakat dalam membuang sampah sangat beragam. Pemilahan dan pemanfaatan sampah di lingkungan keluarga belum membudaya, sehingga memerlukan waktu untuk perubahan tersebut.

Gambar 3 : Pengelolaan Sampah secara Terpadu Sumber : http://tsabitah.file.wordpress.com

Walaupun demikian, beberapa kelompok masyarakat mulai mengelola sampah secara mandiri dengan baik. Sampah organic digunakan sebagai kompos untuk penghijauan. Sampah anorganik sebagian dimanfaatkan untuk kerajinan dan sebagian lainnya dijual.

(7)

Saat ini lahan pertanian semakin lama semakin menyempit. Hal ini didukung dengan informasi dari Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Rusman Heriawan memperingatkan adanya penyusutan luas panen lahan padi nasional. Tahun ini saja terjadi penyusutan seluas 12,63 ribu hektar atau 0,1% total luas lahan. Secara keseluruhan, lahan pertanian di Indonesia berkurang 27 ribu hektar pertahun. Dampak yang terjadi jika lahan pertanian semakin menyempit adalah hilangnya hamparan efektif untuk menampung kelebihan air limpahan yang bisa membantu mengurangi banjir. Kerugian itu masih bertambah dengan hilangnya kesempatan kerja dan pendapatan bagi petani penggarap, buruh tani, penggilingan padi, dan sektor- sektor pedesaan lainnya. Sebagaimana diketahui bahwa sektor pertanian, terutama padi, merupakan sektor yang paling banyak menyediakan lapangan kerja.

Di sisi lain saat ini kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan sampah masih sangat kurang baik dari segi sampah organic maupun anorganik. Menurut perkiraan BPPT (Huda, 2008), kenaikan produksi sampah perkotaan di Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 1993 sampai 2000, yakni dari 4,6 juta ton per tahun menjadi 7,3 juta ton per tahun. Terbanyak di Jakarta, disusul kemudian Surabaya, Bandung, Semarang, Medan, dan kota-kota besar lainnya. Dengan mengikuti kecenderungan yang ada dan pengalaman di negara lain, para pakar dari Bank Dunia menyarankan agar Indonesia mengantisipasi adanya peningkatan volume sampah yang dalam kurun waktu 25 tahun mendatang akan meningkat sampai empat kali lipat. Berdasarkan laporan Bank Dunia yang dipublikasikan Metropolitan Environmental Improvement Program (MEIP) tahun 1995 silam, biaya pengolahan sampah di Indonesia 25 tahun mendatang akan meningkat dari 500 juta dolar AS per tahun menjadi sekitar 15 miliar dolar AS atau sekitar 30 triliun rupiah per tahun.

(8)

Gambar 4 : Desain Media Tanam Apung Dari gambar di atas media tanam apung terdiri dari 3 bagian yaitu :

a. Tanah : sebagai media tanam untuk tanaman produktif

b. Sabut kelapa : untuk menutupi celah-celah antar botol dan mengatur kelembaban tanah.

c. Botol air mineral : sebagai media apung yang menahan lapisan-lapisan diatasnya agar tetap mengapung.

Bagian luar samping dari media tersebut ditutup dengan kayu papan sebagai penahan agar tanah tidak mengalami abrasi. Media tanam apung ini memungkinkan tanaman dapat secara periodic mendapatkan asupan air tanpa harus melakukan penyiraman secara terus menerus dan jika dilihat dari segi biaya yang dikeluarkan untuk proses penanaman lebih murah dan lebih efisien sehingga dapat menekan biaya pengeluaran dan dimungkinkan dengan adanya metode ini dapat menjadi solusi untuk para petani agraris khususnya di Indonesia mengingat degradasi lahan di Indonesia yang semakin lama semakin mengkhawatirkan.

Pihak-pihak yang terkait dalam implementasi media tanam apung

Media tanam apung ini merupakan salah satu metode yang dapat digunakan sebagai solusi cerdas petani agraris di Indonesia mengingat saat ini mulai terjadi degradasi lahan pertanian yang ada di Indonesia. Jadi, untuk mengimplementasikannya membutuhkan sosialisasi yang dapat dilakukan dengan cara penyuluhan maupun seminar-seminar, dan dapat pula dengan menggunakan cara penerapan langsung, dalam hal ini dapat melibatkan dan bekerjasama dengan para petani yang menjadi percontohan sebagai penerapan media tanam apung.

Bekerjasama dengan Elemen Masyarakat

(9)

secara otomatis terkontrol. Untuk itu, dalam implementasinya dapat melibatkan petani sehingga petani memiliki bekal ilmu tambahan yang berkenaan dengan pemanfaatan lahan perairan dan pemanfaatan sampah anorganik sehingga menjadi lebih berdaya guna.

Bekerja sama dengan pemerintah

(10)

Langkah-langkah strategis yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan media tanam apung sehingga tujuan atau perbaikan yang diharapkan dapat tercapai

Pembuatan media tanam apung ini dilakukan melalui beberapa tahap yaitu:

Persiapan

Pada tahap ini mempersiapkan peralatan-peralatan yang digunakan untuk membuat media tanam apung diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Botol air mineral bekas : sebagai media apung agar media tanam yang ada tidak tenggelam.

b. Sabut kelapa : sebagai media penyerapan air dan media pengontrol kelembaban tanah.

c. Tanah : sebagai media tanam

d. Bambu : sebagai pengikat papan kayu yang sudah dipasang.

e. Papan kayu : sebagai pelapis media botol air mineral, sabut kelapa dan tanah agar tanah tidak mengalami abrasi.

Adapun ukuran media yang digunakan minimal sebesar 5x5 meter yang dibutuhkan untuk membuat media tanam apung minimal seperti table di bawah ini:

Tabel 2 : Spesifikasi Alat yang Digunakan

No Nama Alat Ukuran Jumlah yang Dibutuhkan 1 Botol air mineral 1,5 Liter 375 Botol peralatan disiapkan dan dirasa sudah cukup, langkah selanjutnya adalah melakukan beberapa tahapan pembuatan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Merakit atau menyusun botol air mineral yang sudah disiapkan sehingga membentuk persegi dengan ukuran 5x5 m2.

b. Membuat media tanam dengan membentuk papan kayu yang sudah disediakan dengan membentuk bidang ruang dengan ukuran ruang 500x500x80 cm3.

c. Meletakkan media papan kayu diatas botol yang sudah dirakit tersebut. d. Meletakkan sabut kelapa tepat diatas lapisan botol-botol air mineral. e. Meletakkan media tanah yang sudah disiapkan tepat di lapisan paling atas

yang nantinya lapisan tanah ini digunakan sebagai media tanam.

(11)

KESIMPULAN

Media Tanam Apung Berbasis Sampah Anorganik Sebagai Solusi Cerdas Petani Agraris

Media tanam apung berbasis sampah anorganik ini merupakan sebuah solusi yang ditawarkan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi sekarang ini yaitu adanya degradasi lahan pertanian yang disebabkan semakin bertambahnya populasi penduduk dan bertambahnya bangunan-bangunan yang mengakibatkan semakin menyempitnya lahan pertanian. Dengan adanya media tanam apung ini akan sangat membantu para petani khususnya di Indonesia dengan memanfaatkan lahan perairan sebagai media tanam.

Teknik Implementasi

Media tanam apung ini dibangun dengan menggunakan bahan dari sampah botol air mineral sebagai media apungnya, kemudian diatasnya ada beberapa lapisan yaitu lapisan tanah pada bagian paling atas dan lapisan yang berisi sabut kelapa yang digunakan sebagai pengontrol penyerapan air yang nantinya dapat mengontrol kelembaban tanah. Kemudian dari lapisan yang paling atas sampai lapisan yang berisi botol-botol air mineral ditutup dengan papan penutup agar tanah tidak mengalami abrasi. Dalam penerapannya media tanam apung ini diikat dengan bambu yang digunakan untuk menahan media tersebut agar tidak berubah tempat karena pergerakan air.

Dampak dan Manfaat Media Tanam Apung

Dengan penerapannya media tanam apung ini terdapat beberapa kelebihan diantaranya tidak perlu ada proses penyiraman karena secara otomatis sabut kelapa tersebut menyerap air dari bawah dan menyalurkannya ke tanah sehingga kelembaban tanah akan tetap terjaga dan ini akan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman tersebut. Selain itu jika ditinjau dari segi ekonomi, penerapan media tanam apung ini tergolong praktis dan ekonomis karena tidak membutuhkan banyak biaya untuk pembuatannya dan ramah lingkungan karena memanfaatkan sampah anorganik sebagai salah satu bahan pembuatannya juga akan membantu pemerintah untuk menanggulangi polusi yang disebabkan banyaknya sampah anorganik yang tidak dimanfaatkan dan belum sempat didaur ulang.

DAFTAR PUSTAKA

Pertanian. 2010. Penyusutan Luas Lahan Tanaman Pangan Perlu Diwaspadai. http://www.setneg.go.id. Diakses tanggal 14 Februari 2012.

Buletin Tzu Chi. 2010. 20 Tahun Misi Pelestarian Lingkungan Tzu Chi. No. 61 edisi Agustus 2010.

JICA. 2003. Draft Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Pengelolaan Persampahan.

(12)

Komposit Hasil Daur Ulang Plastik (Hdpe, Pet) Dan Karet Dengan Variasi Suhu Sintering 170°C, 180°C, Dan 190°C.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Pratiwi, I. H, et al. 2006. Sistem Pengelolaan Sampah Plastik Terintegrasi Dengan Pendekatan Ergonomi Total Guna Meningkatkan Peran Serta Masyarakat (Studi Kasus : Surabaya). Institut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.

Oswari ,Teddy, et al. 2006. Potensi Nilai Ekonomis Pengelolaan Sampah di Kota Depok. Universitas Gunadarma. Jakarta.

Gambar

Tabel 1 : Tabel Perkembangan Luas Panen Lahan Tanaman Pangan Indonesia Tahun 2008-2010
Gambar 1 : Sampah organik dan Anorganik Sumber : http://www.isroi.org, http://i268.photobucket.com
Gambar 2 : Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumber : http://gerbang.jabar.go.id
Gambar 3 :  Pengelolaan Sampah secara Terpadu Sumber : http://tsabitah.file.wordpress.com
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian sebelumnya menyatakan bahwa, Metode SAW sesuai untuk pengambilan keputusan karena dapat menentukan nilai bobot untuk setiap atribut, kemudian

Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil penelitian di SMK Kartika Surabaya tahun 2011 yang menyatakan tidak adanya hubungan antara pengetahuan siswa tentang kanker

Hasil studi ini sejalan dengan studi yang telah dilakukan oleh Batubara, Ginting & Lubis (2014), Lestari (2012), dan Andayani (2016) pada variabel kepuasan pelanggan

Berdasarkan hasil interpretasi peta Topografi Lembar 4522 III Bandung, Wilayah Tegallega memiliki tingkat kemiringan lereng yang seragam yakni wilayah dengan

Dan kenyataannya adalah ketika saudara menghadapi rintangan dan tantangan-tantangan, tujuannya adalah untuk tidak memperhatikan raksasa dan bagaimana saya melakukan

“Jika di dalam persidangan permohonan isbat nikah ada 1000 saksi dari pemohon tetapi tidak ada kutipan akta nikah dari KUA maka pernikahan itu dianggap tidak sah oleh

Melalui otonomi pendidikan akan terbangun sistem pendidikan yang kokoh di daerah; demokratisasi pendidikan berjalan dengan partisipasi nyata dan luas dari masyarakat,

Karena itu pendidikan dapat didefinisikan dengan lebih lengkap menjadi “pengenalan dan pengakuan, yang secara gradual ditanamkan pada diri seseorang, akan kedudukan yang tepat