• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis hubungan status gigi dengan pola makan dan asupan nutrisi pada manula suku Bugis dan suku Mandar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis hubungan status gigi dengan pola makan dan asupan nutrisi pada manula suku Bugis dan suku Mandar"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis hubungan status gigi dengan pola makan dan asupan nutrisi pada

manula suku Bugis dan suku Mandar

Bahruddin Thalib

Bagian Prostodonsia

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia

ABSTRACT

The main function of teeth is chewing, whereas its capabilities depends on amount of teeth remains. High teeth loss in elderly can compromise this chewing function, resulting in inadequate nutrition intake. Analytic epidemiology study of relationship between dental status, diet pattern and nutrition intake in elderly of Buginese and Mandarnese took 424 sample (Buginese 206; Mandarnese 216). Buginese dental status showed higher prevalence of tooth loss 0-10 than Mandarnese (24.5%:18.1%), as for tooth loss 11-20 and 21-27, Mandarnese dental status showed higher prevalence than Buginese, and for total tooth loss Buginese showed higher prevalence than mandarnese. Total mean tooth loss between Mandarnese and Buginese not so much different, which is 20.42 to 19.58. Generally no significant diet pattern difference found between Buginese and Mandarnese. Diet pattern consist of food processed to meet elderly chewing capabilities. Analysis of relationship between dental status and macro nutrient carbohydrate and protein intake showed significant relation (p<0.05), as for lipid intake showed relation although not significant. Analysis of relationship between dental status and micro nutrient Vitamin D, E, and C statically showed no significant relation, Vitamin A showed no relation at all.

Key word:Dental state, diet pattern, nutritional intake ABSTRAK

(2)

dan C secara statistik tidak mempunyai hubungan yang bermakna, sedangkan asupan vitamin A tidak menunjukkan adanya hubungan.

Kata kunci:Status gigi, pola makan, asupan nutrisi

Koresponden: Bahruddin Thalib, Bagian Prostodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, Jl. Kandea No.5, Makassar,Indonesia.

PENDAHULUAN

Fungsi utama gigi geligi selain fungsi bicara dan fungsi estetik adalah fungsi mastikasi atau fungsi kunyah. Tahap awal asupan makanan melalui rongga mulut tempat proses pencernaan dimulai, makanan dikunyah menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, yang kemudian dibasahi dengan saliva untuk ditelan. Hal ini bertujuan mencegah distorsi jaringan lunak faring dan osefagus saat menelan, juga memperluas permukaan untuk aksi enzimatis. Makanan yang tidak dicerna secara sempurna tidak akan terserap dengan baik oleh tubuh dan juga dapat mempengaruhi fungsi pencernaan tubuh. Gastritis dan ulserasi lambung telah lama dilaporkan terjadi pada subjek manusia usia lanjut (manula) yang mengalami gangguan mastikasi. Kehilangan gigi-geligi dalam jumlah yang banyak tentunya akan mengganggu proses tersebut yang pada akhirnya dapat mempengaruhi asupan zat-zat gizi yang sangat dibutuhkan oleh tubuh.

Berbagai laporan memperlihatkan bahwa kehilangan gigi pada manula cukup besar, seperti yang dilaporkan oleh WHO, prevalensi kehilangan gigi pada populasi usia 65–75 tahun di negara Perancis 16,9%, Jerman 24,8% dan 31% untuk Amerika Serikat.1 Untuk Indonesia walaupun belum terdapat sumber datanya tetapi dapat diprediksi jumlahnya lebih besar dibandingan dengan negara-negara maju di atas.

Persentase kehilangan gigi pada manula cukup besar mengingat populasi manula dari tahun ketahun semakin meningkat. Kehilangan gigi akan

(3)

Suku Bugis dan suku Mandar adalah dua dari empat suku yang awalnya mendiami Sulawesi Selatan, yang kemudian setelah terjadinya pemekaran, suku Mandar berada pada wilayah Sulawesi Barat. Secara genetik kedua suku ini dikatakan sama, seperti yang dilaporkan Yusuf dkk.3 Namun demikian secara geografis dan budaya kedua suku ini berbeda. Suku Bugis mendiami hampir seluruh dataran dan perbukitan sebelah selatan sedangkan suku Mandar mendiami daerah di pantai barat laut. Dengan lingkungan dan kebudayaan yang berbeda tentunya akan mempengaruhi pola hidup termasuk pola makan. Dalam konteks budaya makan tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan tubuh, tetapi juga merupakan implementasi kebudayaan dan kepercayaan masyarakat setempat.

Makalah ini akan memaparkan hasil penelitian yang mengeksplorasi kehilangan gigi pada manula suku bangsa Bugis dan Mandar serta dampaknya pada asupan makanan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini adalah penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional studyyang dilakukan di kabupaten Majene, tepatnya di kecamatan Pamboang, dan di kecamatan Mallusetasi, kabupaten Barru. Populasi sampel

yaitu manula yang berusia 55 tahun keatas dengan kriteria sehat mental dan fisik, dan bersedia mengikuti prosedur penelitian.

Yang dimaksud dengan status gigi adalah jumlah gigi yang hilang, termasuk sisa akar dan gigi goyang derajat 3. Sedangkan jumlah maksimal adalah 28 gigi, tanpa menghitung gigi molar ketiga. Adapun asupan gizi dan jenis makanan yang dikonsumsi sehari–hari dinilai dengan menggunakan food recall dan food frequency.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penelitian diperoleh jumlah sampel secara keseluruhan sebanyak 424 orang, yang terdiri dari suku bangsa Bugis sejumlah 208 orang dan suku bangsa Mandar sejumlah 216 orang. Karaketristik sampel berdasarkan berdasarkan jenis kelamin dan kelompok umur akan ditampilkan pada tabel-tabel berikut.

Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa populasi manula perempuan lebih besar (66%) dibandingkan manula pria (34%), baik pada suku bangsa Bugis maupun Mandar. Sedangkan tabel 2 menunjukkan distribusi kelompok umur manula yang terbesar ada pada 55-64 tahun, sedangkan yang terkecil terdapat pada kelompok umur 85 tahun keatas.

Jenis Kelamin

Suku

Jumlah

Bugis Mandar

N % n % n %

Laki–Laki 72 34,6 72 33,3 144 34,0

Perempuan 136 65,4 144 66,7 280 66,0

(4)

Distribusi kelompok kehilangan gigi lansia

suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar

24.5

17.3 15.4

42.8

18.1 19

28.7

34.3

0

10

20

30

40

50

0-10

11-20

21-27

tanpa gigi

Kehilangan Gigi

Bugis

Mandar

Kelompok Umur

Suku

Jumlah

Bugis Mandar

n % n % n %

55–64 thn 131 63,0 114 52,8 245 57,8

65–74 thn 38 18,3 68 31,5 106 25,0

75–84 thn 24 11,5 30 13,9 54 12,7

85 thn atau lebih 15 7,2 4 1,9 19 4,5

Variabel

Nilai

Minimal Maksimal Mean SD

Gigi Hilang (Bugis)

0,00 28,0 19,58 9,66

Gigi Hilang (Mandar)

0,0 28,0 20,42 8,64

Tabel 1. Distribusi sampel berdasarkan kelompok umur manula suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar

Grafik 1. Distribusi kelompok kehilangan gigi pada manula suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar (p < 0,005)

.

(5)

Pada diagram 1, tersaji data kehilangan gigi pada kelompok terkecil 0-10 gigi, yaitu manula suku Bugis lebih besar dibandingkan manula suku Mandar (24,5% : 18,1%). Sedangkan pada kondisi kehilangan gigi 11-20, dan 21-27 manula suku Mandar lebih besar dari suku Bugis. Pada kehilangan gigi total, manula Bugis lebih besar dibandingkan suku Mandar (42,8% : 34,3%).

Tabel 3 memperlihatkan rata-rata kehilangan gigi kedua suku kurang lebih sama. Kehilangan gigi pada suku Bugis rata-rata 19,58 dan suku Mandar rata-rata 20,42.

Diskripsi pola makan disajikan dalam tabel frekuensi konsumsi berbagai jenis makanan tersaji pada tabel 3 dan 4.

Bahan Makanan

Frekuensi

6-7hari/

minggu

1-5hari/

minggu

1-3hari/

bulan Tidak pernah

n % n % n % n %

Nasi 207 100 - - -

-Jagung 1 0,5 7 3,4 57 27,4 143 68,8

Umbi/Jepa - - 52 25,0 132 63,5 24 11,5

Ikan 132 63,5 73 35,1 2 1,0 1 0,5

Telur 1 0,5 51 24,5 112 53,8 44 21,2

Seafood 0 0 2 1,0 97 46,6 109 52,4

Daun hijau muda 6 2,9 137 65,9 63 30,3 2 1,0

Kacang-Kacangan 11 5,3 180 86,5 14 6,7 3 1,4

Wortel - - 13 6,3 77 37,0 118 56,7

Tomat 4 1,9 119 57,2 82 39,4 3 1,4

Labu-labuan - - 108 51,9 91 43,8 9 4,3

Jagung muda - - 15 7,2 141 67,8 52 25,6

Kol - - 5 2,4 37 17,8 166 79,8

Sayur Paria - - 3 1,4 36 17,3 169 81,3

Buah Pepaya 1 0,5 32 15,4 133 63,9 42 20,2

Nangka - - 1 0,5 57 27,4 150 72,1

Mangga - - 0 0 75 36,1 133 63,9

Nenas - - 4 1,9 49 23,6 155 74,5

Pisang 3 1,4 176 84,6 21 10,1 8 3,8

Sawo - - 2 1,0 1 0,5 205 98,6

(6)

Bahan Makanan

Frekuensi

6-7hari/

minggu

1-5 hari/

minggu

1-3 hari/

bulan Tidak pernah

n % n % n % n %

Nasi 205 94,9 8 3,7 1 0,5 2 0,9

Jagung - - 8 3,7 86 39,8 122 56,5

Umbi/Jepa 17 7,9 166 76,9 25 11,6 8 3,7

Ikan 180 83,3 33 15,3 1 0,5 2 0,9

Telur - - 50 23,1 105 48,6 61 28,2

Seafood 1 0,5 3 1,4 24 11,1 188 87,0

Daun hijau muda 17 7,9 152 70,4 40 18,5 7 3,2

Kacang-Kacangan 9 4,2 176 81,5 22 10,2 9 4,2

Wortel 1 0,5 29 13,4 119 55,1 67 1,0

Tomat 4 1,9 164 75,9 40 18,5 8 3,7

Labu-labuan 2 0,9 103 47,7 72 33,3 39 18,1

Jagung muda 1 0,5 27 12,5 104 48,1 84 38,9

Kol - - 16 7,4 79 36,6 121 56,0

Sayur Paria - - 25 11,6 56 25,9 135 62,5

Buah Pepaya - - 45 20,8 131 60,6 40 18,5

Nangka - - 14 6,5 120 55,6 82 38,0

Mangga 2 0,9 137 63,4 41 19,0 36 16,7

Nenas - - 18 8,3 101 46,8 97 44,9

Pisang 4 1,9 183 84,7 20 9,3 9 4,2

Sawo - - 4 1,9 2 0,9 210 97,2

Dari tabel 3 dan 4 dapat digambarkan sumber makanan manula suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar yang dapat digolongkan atas sumber karbohidrat, sumber protein, dan sumber vitamin dan mineral. Dari berbagai sumber karbohidrat nasi tetap menjadi makanan pokok kedua suku. Walaupun terdapat perbedaan persentase konsumsi nasi (suku Bugis 100 % berbanding 94,9 % suku Mandar), tetapi secara

statistik tidak terdapat perbedaan diantara keduanya.(p=0,013). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sumber karbohidrat nasi merupakan pola makan manula suku Bugis dan suku Mandar. Sumber karbohidrat yang lain adalah umbi-umbian (jepa) dan jagung. Terdapat perbedaan asupan umbi-umbian/jepa antara dua kelompok. Pada tataran frekuensi 1-5 kali/minggu, 1 dari tiap 4 (25%) orang Bugis mengkonsumsi

(7)

ubi, pada orang Mandar 8 dari tiap 10 orang (80%). Jagung bukan merupakan pola makan pada kedua suku.

Sumber protein terbesar yang dikonsumsi manula kedua suku adalah ikan, walaupun persentase konsumsi ikan pada suku Mandar (83,3%) lebih besar dari suku bugis (63,5%), tetapi dapat dikatakan konsumsi ikan merupakan pola makan kedua suku tersebut. Telur dan

seafood bukan merupakan konsumsi rutin manula suku Bugis dan suku Mandar.

Sumber vitamin dan mineral, misalnya konsumsi sayuran daun hijau muda menjadi pola pada kedua suku. Proporsi konsumsi sayuran daun hijau muda harian/mingguan cukup tinggi yaitu 68,8% pada manula suku Bugis dan 78,3% pada manula suku Mandar. Walaupun terdapat perbedaan pada kedua suku berdasar p=0,003 bukan hal yang mengindikasikan beda pola pada kedua kelompok. Konsumsi kacang-kacangan termasuk kacang panjang juga merupakan pola pada kedua suku, sehingga proporsi konsumsi harian atau mingguan sebesar 91,8% pada suku Bugis dan 85,7% pada suku Mandar. Kendati dikonsumsi dengan proporsi berbeda pada kedua

suku tetapi tomat merupakan makanan yang menjadi pola pada kedua suku (dikonsumsi hari/mingguan oleh suku Bugis 59.1% dan suku Mandar 77,8%). Sayur dengan bahan labu dikonsumsi oleh 51.9% manula suku Bugis secara rutin tiap minggu dan 48.6% oleh manula suku Mandar (minimal sekali seminggu). Dengan demikian, labu merupakan salah satu menu yang hampir selalu ada dalam makanan kedua masyarakat suku tersebut. Konsumsi wortel, jagung muda, kol dan paria bukan merupakan pola makan kedua kelompok suku.

Konsumsi buah-buahan jenis mangga merupakan pola pada manula suku Mandar (64,3%) dan bukan pada manula suku Bugis. Pisang merupakan pola makanan pada manula suku Bugis 86.1% mengkonsumsi rutin, dan 86.6% dikonsumsi rutin oleh manula suku Mandar. Dengan demikian, pisang merupakan pola buah pada kedua suku. Konsumsi buah pepaya jarang pada kedua suku. Makan pepaya merupakan makanan yang bersifat sewaktu-waktu saja. Buah sawo tidak dikonsumsi rutin oleh kedua suku.

r = koefisien korelasi, p = probabilitas hasil uji korelasi spearman’s rho

* bermakna (p<0,05),** bermakna (p<0,01)

Status Gigi Energi Protein Lemak

Status Gigi r 1.000 -.126** -.112* -.072

p . .005 .011 .069

Energi r -.126** 1.000 .444** .421**

p .005 . .000 .000

Protein r -.112* .444** 1.000 .338**

p .011 .000 . .000

Lemak r -.072 .421** .338** 1.000

p .069 .000 .000 .

(8)

r = koefisien korelasi, p = probabilitas hasil uji korelasi spearman’s rho,

** bermakna (p<0,01)

Hubungan status gigi dengan asupan nutrisi

Analisis hubungan status gigi dengan asupan zat gizi makro karbohidrat dan protein menunjukkan hubungan yang bermakna ( p<0,05), sedangkan untuk asupan lemak terdapat hubungan walaupun tidak bermakna (tabel 5).

Analisis hubungan status gigi dengan asupan zat gizi mikro menunjukkan bahwa asupan vitamin D, vitamin E, dan vitamin C secara statistik mempunyai hubungan yang tidak bermakna, sedangkan asupan vitamin A tidak menunjukkan adanya hubungan (tabel 6).

PEMBAHASAN

Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru untuk suku Bugis, dan Kecamatan Pamboang, Kabupaten. Majene untuk suku Mandar. Pemilihan lokasi untuk pengambilan sampel dengan pertimbangan populasinya masih relatif homogen secara ekonomi, sosial dan budaya, dengan asumsi

bahwa pola hidup dan pola makan masih sama. Batas usia manula yang digunakan sebagai sampel adalah 55 tahun keatas sesuai dengan usia pensiun dan ketetapan Direktorat Pelayanan Kesehatan pada tahuin 1995.4

Sampel secara keseluruhan diperoleh 424 orang yaitu 208 orang untuk suku Bugis dan 216 orang untuk suku Mandar. Berdasarkan jenis kelamin manula perempuan jumlahnya lebih besar (66%) daripada manula laki-laki (34%). Data BPS Kecamatan Pamboang dan Kecamatan Mallusetasi 2004 menunjukkan bahwa jumlah penduduk wanita lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki. Hal ini juga sesuai dengan hasil-hasil sensus penduduk yang menunjukan jumlah penduduk perempuan lebih banyak dari laki-laki. Berdasarkan kelompok umur sebagian besar sampel berada pada kelompok umur 55-65 tahun, artinya bahwa harapan hidup sebagian besar sampel berada pada kelompok tersebut, ini sesuai dengan usia harapan hidup masyarakat Indonesia Status

Gigi VIT A VIT D VIT E VIT C

Status Gigi r 1.000 .044 -.073 -.018 -.047

p . .184 .066 .354 .166

VIT A r .044 1.000 .228** .339** .651**

p .184 . .000 .000 .000

VIT D r -.073 .228** 1.000 .602** .270**

p .066 .000 . .000 .000

VIT E r -.018 .339** .602** 1.000 .463**

p .354 .000 .000 . .000

VIT C r -.047 .651** .270** .463** 1.000

p .166 .000 .000 .000 .

(9)

yaitu 63 tahun5. Kelompok umur terkecil yaitu 75 tahun keatas yang merupakan usia harapan hidup negara-negara maju.

Rata-rata kehilangan gigi manula suku Bugis dan suku Mandar tidak jauh berbeda (20,42 : 19,58) yang secara statistik juga hasilnya tidak bermakna. Hasil ini menunjukkan bahwa jumlah gigi yang hilang pada manula kedua suku cukup besar, lebih tinggi dari laporan penelitian yang dilakukan di Serpong, yaitu rata-rata kehilangan gigi 16,24.6 Kenyataan ini menggambarkan kondisi yang masih cukup sulit untuk pencapaian program yang dicanangkan pemerintah untuk mempertahankan gigi manula sebanyak 20 buah pada tahun 2010.

Berdasarkan pengelompokkan gradasi gigi hilang terdapat perbedaan signifikan antara kedua suku (p<0,05), walaupun dalam proporsi yang tidak jauh berbeda. Manula suku Bugis pada kehilangan gigi lebih dari 11 gigi, proporsinya lebih rendah dibandingkan suku Mandar, walaupun demikian pada kehilangan gigi total lebih banyak ditemukan pada manula suku Bugis dibandingkan manula suku Mandar. Fenomena ini dapat dijelaskan bahwa pada suku Bugis terdapat anggapan bahwa pemakaian gigi palsu (gigitiruan) dapat menunjukkan status sosial seseorang, sering dikenal dengan istilah makkisi. Dengan demikian terdapat kecenderungan masyarakat untuk mencabut giginya walaupun giginya masih utuh dan baik. Hal ini juga dapat dianalisis pada kehilangan gigi 0–10 yang persentasenya lebih besar pada manula suku Bugis dibandingkan suku Mandar, tetapi pada kelompok kehilangan gigi yang lebih besar terjadi sebaliknya, manula suku Mandar persentasenya lebih besar dari manula suku Bugis, kemudian pada kelompok kehilangan gigi secara total, kembali manula suku Bugis lebih besar persentasenya dari manula suku Mandar. Kemungkinan lain adalah suku Bugis banyak

mengkonsumsi jajanan atau kue tradisional yang

”manis-manis” dengan konsistensi lunak.7 Makanan dengan konsistensi lunak dan manis merupakan lingkungan yang kondusif untuk terjadinya kerusakan jaringan rongga mulut.

Kebutuhan karbohidrat sebagian besar masyarakat Indonesia bersumber dari beras. Manula suku Bugis dan suku Mandar memiliki pola makan yang sama dalam hal memenuhi kebutuhan karbohidratnya. Sulawesi Selatan merupakan salah satu daerah penghasil beras terbesar di Indonesia, selain untuk kebutuhan konsumsi lokal, juga untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Selain beras, sumber karbohidrat yang lain adalah jagung dan umbi-umbian. Jagung bukan merupakan pola makan manula suku Bugis maupun manula suku Mandar, walaupun pada suku Bugis terdapat 8 (4%) orang yang mengkonsumsi jagung dalam konsumsi mingguan. Pola makan jagung ditemukan pada masyarakat Flores Nusa Tenggara Timur, dengan pola makan keras dilaporkan bahwa kecil angka kejadian maloklusi pada masyarakat Flores, Nusa Tenggara Timur.8 Untuk umbi-umbian/jepa menjadi kebiasaan konsumsi manula suku mandar, yaitu 8 dari 10 orang mengkonsumsinya pada frekuensi 1-5 kali/minggu. Jepa merupakan makanan khas masyarakat Mandar, terbuat dari ubi kayu yang diparut kemudian diperas lalu dikeringkan. Meskipun jepa jenis makanan yang keras tetapi untuk memakannya biasanya dicampur dengan kuah ikan atau sayur, sehingga tidak menyulitkan bagi manula yang mengkonsumsinya.

(10)

Mandar oleh karena cukup menyulitkan untuk dikunyah bagi manula yang terganggu fungsi mastikasinya. Daging sumber protein yang hanya dikonsumsi pada saat terdapat hajatan, acara perkawinan atau hari raya. Tentunya konsumsi daging sangat menyulitkan bagi manula yang kehilangan giginya cukup banyak, oleh karena daging adalah jenis makanan yang bertekstur keras dan liat untuk dikonsumsi.

Kebutuhan serat, vitamin dan mineral dapat dipenuhi dengan mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran. Terdapat kesamaan pola konsumsi antara manula suku Bugis dan suku Mandar pada beberapa jenis sayuran, antara lain sayuran daun hijau, kacang-kacangan termasuk kacang panjang dan tomat, walaupun dalam proporsi yang berbeda-beda tetapi tidak mengidentifikasi beda pola pada kedua kelompok tersebut. Wortel, jagung muda, kol dan paria bukan merupakan pola makan sayuran bagi manula suku Bugis maupun suku Mandar. Jenis sayuran tersebut kalau dilihat dari jenisnya dapat menyulitkan fungsi kunyah bagi manula.

Jenis buah-buahan yang menjadi pola makan bagi manula kedua suku adalah pisang, sedangkan buah mangga menjadi pola makan bagi manula suku Mandar tetapi bukan untuk manula suku Bugis, oleh karena buah mangga digunakan secara rutin oleh manula suku Mandar untuk mengasami ikan yang akan dikonsumsi. Suku Bugis biasanya menggunakan asam untuk tujuan tersebut. Konsumsi buah pepaya jarang dilakukan pada masyarakat kedua suku. Makan pepaya merupakan makanan yang bersifat sewaktu-waktu saja. Buah sawo tidak dikonsumsi rutin oleh kedua suku. Tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi mikro dengan status gigi kemungkinan disebabkan oleh karena sumber-sumber zat gizi mikro umumnya konsistensinya

lembek sehingga manula tidak mengalami kesulitan dalam mengkonsumsinya.

Melihat jenis makanan yang menjadi pola makan manula suku Bugis maupun suku Mandar, umumnya berkonsistensi lunak, sehingga tidak terlalu sulit untuk dikonsumsi manula. Hal ini berbeda dengan masyarakat di negara barat, jenis makanan yang menjadi pola makan mereka umumnya memiliki konsistensi yang keras dan alot, misalnya daging, keju, roti krispi, salad, apel, pear, wortel. Beberapa hasil penelitian melaporkan konsumsi buah apel dan buah pear dilaporkan lebih rendah pada sampel yang tidak bergigi dibandingkan dengan sampel yang bergigi.9 Manula dengan berbagai gangguan fungsi kunyah membutuhkan jenis makanan yang berkonsistensi lembek dan lunak untuk memenuhi kebutuhan gizinya, tentunya dengan tetap memperhatikan kandungan zat gizi yang baik sesuai dengan kebutuhan tubuhnya.

Secara umum tidak ditemukan adanya perbedaan pola makan yang bermakna antara manula suku Bugis dan suku Mandar. Umumnya konsistensi dan tekstur makanan yang dimakan tidak terlalu menyulitkan untuk dikunyah manula. Hal ini dapat dilihat dari hasil status gizi yang diperoleh yaitu lebih dari separuh (±54%) berada pada kategori status gizi normal. Hal ini berbeda dari apa yang dilaporkan oleh Mojon dkk,10bahwa kurang lebih 70% populasi manula menderita gizi kurang. Terdapat perbedaan jenis dan cara mengelola makanan antara masyarakat negara barat dan Indonesia.

(11)

tentunya akan mengalami kesulitan dalam mengunyah bahan-bahan makanan sumber energi yang tentunya akan berimbas pada berkurangnya asupan energi manula. Sumber energi kira-kira 60-90% dari seluruh kalori makanan berasal dari karbohidrat, sedangkan untuk manula hanya membutuhkan 55-60% dari total kalori yang bersumber dari karbohidrat.11,12Kebutuhan energi manula akan menurun sejalan dengan pertambahan usia, oleh karena metabolisme seluruh sel dan kegiatan otot berkurang.

Kekurangan asupan juga terjadi pada protein, lebih dari separuh sampel (55%) asupan proteinnya tidak cukup. Meskipun sumber protein sebagian besar manula adalah ikan yang tidak membutuhkan kemampuan mastikasi atau jumlah gigi yang banyak, akan tetapi dalam mengkonsumsi protein biasanya tergantung dari jumlah karbohidrat yang dimakan. Ikan tidak dimakan secara tersendiri, tetapi merupakan makanan penyerta pada waktu mengkonsumsi karbohidrat. Kekurangan asupan protein pernah dilaporkan Sheiham dkk,13 yang menyatakan bahwa subjek dengan jumlah gigi yang lebih banyak memiliki asupan protein yang lebih tinggi dibandingkan subjek dengan jumlah gigi yang lebih sedikit. Kebutuhan protein manula 12-15% dari total energi, atau 0,8 gr/kgBB/hari.

Asupan lemak tidak memperlihatkan hubungan yang bermakna oleh karena untuk mengkonsumsi lemak tidak membutuhkan kemampuan mastikasi optimal oleh karena sebagian besar sumber lemak yang dikonsumsi berasal dari minyak atau santan kelapa. Kebutuhan lemak manula 20-30% dari total kalori yang diperlukan.

Asupan zat gizi mikro vitamin A, vitamin C, dan kalsium juga terjadi kekurangan. Sumber zat gizi mikro biasanya diperoleh dari buah-buahan dan sayur-sayuran, yang sangat dibutuhkan untuk

mempertahankan integritas rongga mulut, khususnya pada tahap fungsional gigi-geligi manula. Konsumsi vitamin A biasanya bersamaan dengan konsumsi sumber lemak, seperti minyak atau santan kelapa. Kurangnya konsumsi lemak akan berdampak pada kekurangan asupan vitamin A. Vitamin C banyak bersumber dari buah dan sayuran, yang umumnya mempunyai bentuk dan tekstur keras dan liat sehingga cukup menyulitkan manula yang kehilangan gigi untuk mengkonsumsinya. Sama halnya untuk kalsium, terdapat 82,7% manula yang kurang asupan kalsiumnya. Sumber kalsium utama adalah susu atau produk susu seperti keju, tetapi sumber ini harganya mahal, hampir tidak pernah dikonsumsi manula di pedesaan. Sumber lain yang kaya akan kalsium adalah ikan yang dimakan dengan tulangnya, termasuk ikan kering, tetapi hal ini akan menjadi sulit bagi manula yang kehilangan giginya atau fungsi mastikasinya terganggu. Beberapa laporan penelitian juga menunjukkan bahwa asupan gizi vitamin C, vitamin E, kalsium, zat besi, tiamin, riboflavin, niasin, asam pantotenat, serat, dan protein ditemukan lebih tinggi pada manula bergigi daripada manula yang tidak bergigi.13,14

Defisiensi nutrisi akibat kehilangan gigi dapat membahayakan mekanisme pertahanan host, berperan penting dalam terjadinya penyakit periodontal, yang pada tahap lanjut dapat mengakibatkan tanggalnya gigi-geligi. Defisiensi vitamin C akan mempengaruhi hidroksilasi

proline, yang akan menghambat biosintesis kolagen. Karena kolagen merupakan komponen organik utama dari jaringan konektif fibrous, tulang dan sementum. Defisiensi vitamin A mempengaruhi perkembangan sel epitel, tulang dan kartilago secara normal. Defisiensi vitamin A juga akan membahayakan mekanisme pertahanan

(12)

dan perawatan fungsi barier epitel. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan defek pada kalsifikasi tulang alveolar dan sementum, dan degenerasi jaringan konektif fibrous. Mineral seperti kalsium dan fosfor diketahui penting untuk pembentukan dan kalsifikasi normal dari semua jaringan keras, termasuk jaringan-jaringan yang terdapat dalam periodontium.15,16

SIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa kehilangan gigi pada kelompok terkecil 0-10 gigi, manula suku Bugis lebih besar dibandingkan manula suku Mandar, sedangkan pada kehilangan gigi 11-20 dan 21-27 manula suku Mandar lebih besar dari suku Bugis. Selain itu, pada kehilangan gigi total, manula suku Bugis lebih besar dibandingkan suku Mandar. Namun demikian, tidak terdapat perbedaan bermakna kehilangan gigi rata-rata antara manula suku Bugis dan suku Mandar. Dalam hal pola makan, manula suku Bugis dan Mandar juga tidak berbeda bermakna. Akan tetapi terdapat hubungan yang bermakna antara asupan zat gizi makro dengan status kehilangan gigi, kecuali lemak. Untuk zat gizi mikro tidak ada hubungan yang bermakna.

SARAN

Disarankan perlunya pendidikan kesehatan kepada masyarakat, khususnya suku Bugis dan Makassar agar memperbaiki pola makan, zat gizi makro dan mikro, sehingga gigi dapat kokoh pada jaringan pendukungnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ngom PI, Woda A,. Influence of impaired mastication on nutrition. J Prosthet Dent 2000; 87: 667-73.

2. Boretti G, Bickel M, Geering AH. A review of masticatory ability and efficiency. J Prosthet Dent 1995; 74: 400-3.

3. Yusuf I, Djojosubroto MW, Ikawati R, Lum K, Kaneko A, Marzuki S. Ethnic and geographical distributions of CYP2C19 alleles in the population of Southeast Asia, Tropical disease. New York: Academic/Plenum Publisher; 2003. p. 37-43.

4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pembinaan kesehatan lanjut usia bagi petugas kesehatan. Jakarta: Depkes RI; 1994. p. 5-18.

5. Mawi M. Proses menua sistem organ tubuh pada lanjut usia. Majalah Ilmiah Kedokteran Gigi FKG Trisakti 2001; 44: 61-73.

6. Bahar A. Masalah kesehatan gigi dan mulut lansia di Desa Serpong dan Lengkong. Jurnal Kedok Gigi FKG Universitas Indonesia 2000; 7: 311-7.

7. Pelras C. Manusia Bugis. Alih bahasa: Abu AR, Hasriadi, Sirimorok N. Jakarta: Nalar; 2006: 3-19.

8. Ruth MSMA. Pengaruh pola makanan pada morfologi rahang, gigi dan wajah serta akibatnya pada kejadian maloklusi [disertasi]. Surabaya: Program Pascasarjana Universitas Airlangga; 1993.

9. Raymer NRE, Sheiham A. Association of edentulism and diet and nutrition in US adults. J Dent Res 2003; 82 (2): 123-6.

10. Mojon P, Budtz-Jorgensen E, Rapin CH. Relationship between oral health and nutrition in very old people. Age Aging.1999; 28 (5): 463-8.

11. Arisman MB. Gizi dalam daur kehidupan. Jakarta: EGC; 2004. p. 76-87.

12. Nurchasanah. Kebutuhan energi dan zat gizi pada usia lanjut (Online). Available at: http: //www.Cigp.org / index. Diakses: 8 Juli 2006. 13. Sheiham A, Steele JG, Morcenes W, Lowe C,

Finch S, Bates CJ, et al. The relationship among dental state, nutrition intake, and nutritional status in older people. J Dent Res 2001;80: 408-13.

14. Hutton B, Feine J, Morris J. Is there an association between eduntulisme and nutrition state.J Can Dent Assoc 2002; 68 (3): 182-7. 15. Roth GI, Calmes R. Oral biology. St. Louis:

The CV. Mosby Co,; 1981. p. 275–99.

(13)

Gambar

Tabel 1.  Distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin manula suku bangsa Bugis dan suku bangsaMandar
Grafik 1. Distribusi kelompok kehilangan gigi pada manula suku bangsa Bugis dan sukubangsa Mandar (p < 0,005)
Tabel 3. Rata-rata kehilangan gigi manula suku bangsa Bugis dan suku bangsa Mandar
Tabel 4. Persentase frekuensi konsumsi berbagai bahan makanan pada manula suku Mandar
+3

Referensi

Dokumen terkait

Adapun hasil survei yang dilakukan terhadap jumlah keluarga di daerah distribusi air PDAM Kota Dumai sebagai berikut, Mayoritas jumlah anggota keluarga sampel

Berdasarkan Firman Tuhan tentang” ibadah yang sejati” ( Roma 12,1), Maka pemuda BNKP Jemaat Hilisawato Simalingkar Medan menyatakan bahwa Ibadah tidak sekedar mengikuti

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tingkat pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) di Jawa Tengah. Faktor-faktor yang

Mengingat bahwa penyakit kanker lain tidak sama dengan penyakit kanker serviks yang dapat dilakukan pendeteksian secara dini dengan pap smear dan memerlukan perhatian yang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi UU Nomor 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji tergambar dalam konsep urut kacang atau first come first served yakni

PENERAPAN PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE TERHADAP EFEKTIVITAS KERJA PEGAWAI PADA DINAS PEKERJAAN UMUM BINA MARGA DAN PEMATUSAN

Ada perbedaan tingkat kecemasan ibu bersalin yang mengikuti dan yang tidak mengikuti kelas Ibu hamil di wilayah kerja Puskesmas Tulung, dengan nilai

Identifikasi penyakit yang disebabkan oleh virus dengan menggunakan metode pengujian sifat fisik virus dalam sap dan pengujian kisaran inang dapat menjadi salah satu solusi