• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep Perencanaan Bidang Ciptakarya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Konsep Perencanaan Bidang Ciptakarya"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Akhir |II- 1

Bab-2

2.1.

KONSEP PERENCANAAN DAN PELAKSANAAN PROGRAM

DITJEN CIPTA KARYA

Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Perencanaan dan Pengendalian sesuai dengan definisinya terdiri atas 2 kegiatan besar yaitu perencanaan dan pengendalian.

Cakupan Perencanaan Penyusunan Program dan Perencanaan Anggaran Cakupan Pengendalian Pemantauan dan Evaluasi

Implementasi perencanaan dan pengendalian merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan pembangunan Bidang Cipta Karya. Sejalan dengan implementasi otonomi daerah, penyelenggaraan pembangunan Bidang Cipta Karya sudah dibagi berdasarkan Pembagian Urusan pemerintah yang diatur dalam PP No. 38 tahun 2007 tentang Pembangunan Urusan Pemerintah Antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Selanjutnya pembagian tersebut dapat

dijabarkan sebagai berikut :

Pemerintah Pusat

memegang peranan mengatur, membina, mengawasi pembangunan bidang Cipta Karya, serta melaksanakan pembangunan (konstruksi) untuk fasilitas yang menjadi kewenangannya (seperti: penyediaan air minum lintas provinsi, pengelolaan persampahan lintas provinsi, dll)

Pemerintah Provinsi

memegang peranan dalam pembinaan dan pengawasan

pembangunan Bidang Cipta Karya sampai dengan tingkat Kabupaten/Kota, serta melaksanakan pembangunan lintas

Kabupaten/Kota. Pemerintah Provinsi memegang peranan untuk

mengatur penyelenggaraan Bidang Cipta Karya sebagai tindak

lanjut dari aturan pelaksananaan di tingkat nasional (PP maupun Permen)

Pemerintah Kabupaten/Kota

memegang peranan dalam pembangunan dan pengawasan Bidang Cipta Karya di lingkungan wilayah Kabupaten/Kota, serta

melaksanakan pengaturan penyelenggaran bidang Cipta Karya

(2)

Laporan Akhir |II- 2

sebagai tindak lanjut dari aturan pelaksanaan di tingkat Provinsi

Pembentukan jejaring perencanaan dan pengendalian, terutama dengan dibentuknya Satker Perencanaan dan Pengendalian di tingkat Provinsi, diharapkan mampu meningkatkan efektivitas pendampingan dan fasilitasi pelaksanaan pembangunan Bidang Cipta Karya. Ruang lingkup Perencanaan dan Pengendalian terdiri dari 4 (empat) bagian yang saling berkaitan dan berkesinambungan, yaitu perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi. Stakeholder utama perencanaan dan pengendalian terdiri atas Satgas Perencanaan dan Pengendalian (sebelumnya bernama Satgas RPIJM) dan Satker Perencanaan dan Pengendalian (yang memfasilitasi biaya pelaksanaan kegiatan Satgas Perencanaan dan Pengendalian). Secara skematis lingkup Perencanaan dan Pengendalian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2. 1 Ruang Lingkup Perencanaan dan Pengendalian

Proses perencanaan dan pengendalian di awali dengan tahapan perencanaan yaitu kegiatan perencanaan program dengan keluaran yang dihasilkan yaitu :

1. Dokumen RPIJM Kabupaten/Kota, dan

2. Kegiatan penyusunan anggaran/penganggaran dengan melakukan penyusunan dokumen Memorandum Program (MP) dan RKA-K/L sebagai keluaran.

(3)

Laporan Akhir |II- 3  Penyusunan program yang terdiri dari review RPIJM (termasuk mengidentifikasi

kegiatan-kegiatan yang berpotensi dapat didanai diluar APBN rupiah murni melalui mekanisme PHLN, CSR atau sumber pendanaan lainnya), rencana tindak MDGs dan DAK;

 Perencanaan anggaran meliputi penyusunan Memorandum Program (MP) dan

sinkronisasi program. Adapun didalam review RPIJM.

A. Penyusunan Program

Penyusunan program adalah suatu rangkaian aktivitas kegiatan keciptakaryaan di tingkat Kabupaten/Kota/Provinsi yang diambil dari kegiatan identifikasi, formulasi dan sinkronisasi yang selaras dengan pencapaian sasaran kinerja Program Pembinaan dan Pengembangan Infrastruktur Permukiman, peningkatan kualitas kegiatan, dan penanganan isu-isu strategis Bidang Cipta Karya. Penyusunan program dalam lingkup Perencanaan dan Pengendalian Cipta Karya lebih difokuskan untuk menghasilkan Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) sebagai keluaran. Dokumen RPIJM disusun oleh Kabupaten/Kota sesuai dengan kebutuhan di masing-masing daerah. Dengan adanya RPIJM diharapkan Kabupaten/Kota dapat menggerakan semua sumber daya yang ada untuk memenuhi kebutuhan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan penanggulangan kemiskinan serta mewujudkan lingkungan yang layak huni (livable). RPIJM disusun dengan memperhatikan aspek :

 Kelayakan program masing-masing sektor;

 Kelayakan spasial sesuai dengan Rencana Tata Ruang yang ada; serta

 Kelayakan sosial dan lingkungannya.

(4)

Laporan Akhir |II- 4 Gambar 2. 2 Kedudukan RTRW, KSPN, SPPIP, dan RPIJM

Gambar 2. 3 Proses Penyusunan Program dan Anggaran Bidang Cipta Karya dalam Kerangka Memorandum Program

Mekanisme Pelaksanaan Perencanaan Program menjelaskan proses pelaksanaan

(5)

Laporan Akhir |II- 5

secara terinci agar pengguna pedoman dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan tahapan dan urutan kegiatan dengan rinci dan terarah. Dalam hal ini, khususnya mekanisme pelaksanaan perencanaan program, seperti yang sudah dijabarkan sebelumnya, terdiri atas :

1. Review/pemutakhiran RPIJM Kabupaten/Kota; 2. Review Substansi RPIJM;

3. Konsolidasi RPIJM.

B. Perencanaan Anggaran

Perencanaan anggaran adalah suatu rangkaian aktivitas penyiapan rencana alokasi anggaran di Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pemerintah Pusat. Keluaran dari perencanaan anggaran dalam lingkup perencanaan dan pengendalian adalah

Memorandum Program (MP) dan Sinkronisasi Program. MP merupakan dokumen

kesepakatan pendanaan program pembangunan bidang Cipta Karya antara Pemerintah Kabupaten/Kota, swasta/masyarakat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah (Direktorat Jenderal Cipta Karya) dari hasil penyaringan usulan RPIJM bidang Cipta Karya Kabupaten/Kota. Dokumen MP sangat penting karena kelanjutan dan titik temu hasil sinkronisasi antara usulan RPIJM Kabupaten/ Kota (proses bottom up) dengan sasaran output Renstra Ditjen Cipta Karya yang merupakan sasaran output Menteri PU (proses top down). Posisi dokumen MP dalam kerangka penyusunan program dan anggaran di lingkungan Ditjen Cipta Karya merupakan proses perwujudan dan integrasi pendanaan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, swasta, dan masyarakat.

Penyusunan anggaran di Provinsi lebih diarahkan pada sinkronisasi program dan pendanaan antar sektor dan antar wilayah (termasuk Kabupaten/Kota) di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya. Sinkronisasi dilakukan sebelum pelaksanaan konsultasi regional Kementerian Pekerjaan Umum. Hasil dari kegiatan sinkronisasi akan menjadi masukan untuk penyusunan program. Kegiatan penyusunan program selanjutnya mengacu pada pedoman penyusunan anggaran Bidang Cipta Karya.

Mekanisme Pelaksanaan Penganggaran terdiri dari :

1. Memorandum Program (MP)

(6)

Laporan Akhir |II- 6 Gambar 2. 4 Standar Prosedur Operasional Perencanaan Program dan Penganggaran

Adapun Pokok-pokok Dokumen MP antara lain :

 Merupakan dokumen hasil kesepakatan, yang merupakan cerminan pembagian tugas/wewenang dan pendanaan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kegiatan pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya;

 Memorandum Program disusun dengan mempertimbangkan kemampuan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Baik dari aspek teknis, biaya, waktu, kesiapan Readiness Criteria dan kelayakan suatu kegiatan.

2. Sinkronisasi Program

Keluaran dari pelaksanaan sinkronisasi program bidang cipta karya adalah tersusunnya rencana program untuk penyusunan Rencana Kerja (Renja) yang menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Kerja Pemerintah. Rencana Kerja Pemerintah akan menjadi dasar dalam Penyusunan RKA-KL dan DIPA Direktorat Jenderal Cipta Karya.

(7)

Laporan Akhir |II- 7

sebelum penyusunan RKA-KL (Bulan Juni). Sinkronisasi program dilakukan untuk memperoleh perencanaan anggaran yang optimal yang sesuai dengan program prioritas nasional dan juga mengakomodasi prioritas daerah dan pagu indikatif per provinsi. Subdit Program dan Anggaran memegang peranan penting dalam proses sinkronisasi program ini. Sinkronisasi Program dilakukan di tiap provinsi dengan stakeholder yang terlibat yaitu Direktorat Bina Program, Direktorat Sektoral, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Satker Randal Provinsi dapat memfasilitasi kegiatan sinkronisasi program di wilayahnya. Penentuan skala prioritas program merupakan hasil iterasi antara analisis yang dilakukan terhadap rencana pembangunan Kabupaten/Kota dan analisis kebutuhan dan rencana pengembangan sektor/komponen, kemampuan keuangan, maupun kemampuan kelembagaan. Penentuan skala prioritas program secara explisit perlu dituangkan di dalam Skenario Pembangunan Perkotaan (bagian dari Rencana Pembangunan Kabupaten/Kota).

Rencana program investasi, yang diwujudkan dalam ringkasan eksekutif, harus menjabarkan secara singkat mengenai :

a. Skenario pengembangan kota dan pengembangan sektor bidang Cipta Karya;

b. Usulan Kebutuhan investasi yang disusun dengan berbasis demand ataupun target pencapaian sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan daerah;

c. Mekanisme pendanaan, dan kemungkinan pembiayaan pembangunan; d. Skala prioritas penanganan dan rencana pelaksanaan program

investasi.

3. Jejaring Kerja Pemrograman dan Penganggaran

(8)

Laporan Akhir |II- 8 Gambar 2. 5 Jejaring Kerja pada Proses Perencanaan

Jejaring kerja pada proses perencanaan dijabarkan sebagai berikut :

1. Subdit. Jakstra bertugas menyusun kebijakan dan strategi pembangunan bidang Cipta Karya jangka panjang dan menengah; 2. Subdit. KLN melaksanakan pengembangan dan penyiapan administrasi

pinjaman/Hibah luar negeri;

3. Subdit Program dan Anggaran bertugas menyusun program dan anggaran Bidang Cipta Karya;

4. Dalam kegiatan pembinaan perencanaan program, Subdit tersebut di atas berkoordinasi dengan Subdit. Rentek Sektor;

5. Subdit. Perencanaan Teknis (Rentek) bertugas membina Satker Sektor Provinsi dalam mendukung pelaksanaan perencanaan Bidang Cipta Karya;

6. Dalam melaksanakan tugasnya, Satgas Perencanaan dan Pengendalian Pusat dapat dibantu oleh Konsultan Individual Perencanaan Pusat; 7. Satgas Perencanaan dan Pengendalian provinsi berkoordinasi dengan

(9)

Laporan Akhir |II- 9

Kabupaten/Kota, misanya pembinaan penyusunan/review RPIJM dan MP;

8. Dalam melakukan pembinaan dan pendampingan kepada Satgas Perencanaan dan Pengendalian Kabupaten/Kota, Satgas Perencanaan dan Pengendalian provinsi dapat dibantu oleh Konsultan Individual Perencanaan provinsi yang difasilitasi oleh Satker Perencanaan dan Pengendalian Provinsi.

2.2.

AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL TERKAIT BIDANG

CIPTA KARYA

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1.

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

1. Pengertian dan Tujuan

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional adalah dokumen

perencanaan pembangunan nasional yang merupakan jabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi, misi, dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang mencakupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025.

(10)

Laporan Akhir |II- 10 2. Visi dan Misi

Berdasarkan kondisi bangsa Indonesia saat ini, tantangan yang dihadapi dalam 20 tahunan mendatang dengan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dan amanat pembangunan yang tercantum dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi pembangunan nasional tahun 2005–2025 adalah INDONESIA YANG MANDIRI, MAJU, ADIL

DAN MAKMUR. Dalam mewujudkan visi pembangunan nasional tersebut

ditempuh melalui 8 (delapan) Misi pembangunan nasional sebagai berikut :

1. Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila;

2. Mewujudkan bangsa yang berdaya saing;

3. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum; 4. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu;

5. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan; 6. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari;

7. Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional;

8. Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005–2025 adalah mewujudkan bangsa yang maju, mandiri, dan adil sebagai landasan bagi tahap pembangunan berikutnya menuju masyarakat adil dan makmur dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Arah Pembangunan

Adapun arah pembangunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025 antara lain :

1. Mewujudkan Masyarakat Yang Berakhlak Mulia, Bermoral, Beretika, Berbudaya, Dan Beradab;

2. Mewujudkan Bangsa Yang Berdaya-Saing :

a. Membangun Sumber Daya Manusia yang Berkualitas;

b. Memperkuat Perekonomian Domestik dengan Orientasi dan Berdaya Saing Global;

c. Penguasaan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi;

d. Sarana dan Prasarana yang Memadai dan Maju; e. Reformasi Hukum dan Birokrasi;

3. Mewujudkan Indonesia yang Demokratis Berlandaskan Hukum; 4. Mewujudkan Indonesia yang Aman, Damai dan Bersatu;

5. Mewujudkan Pembangunan yang Lebih Merata dan Berkeadilan; 6. Mewujudkan Indonesia yang Asri dan Lestari;

7. Mewujudkan Indonesia Menjadi Negara Kepulauan yang Mandiri, Maju, Kuat, dan berbasiskan kepentingan Nasional;

(11)

Laporan Akhir |II- 11

4. Tahapan dan Skala Prioritas

Berdasarkan kondisi dan kebutuhan pembangunan Indonesia, maka tahapan dan skala prioritas pembangunan diklasifikasikan ke dalam 4 tahap jangka menengah, yaitu :

 RPJM I (2005-2009)

Berlandaskan pelaksanaan dan pencapaian pembangunan tahap sebelumnya, RPJM I diarahkan untuk menata kembali dan membangun Indonesia di segala bidang yang ditujukan untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dan yang tingkat kesejahteraan rakyatnya meningkat.

 RPJM II (2010-2014)

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-1, RPJM ke-2 ditujukan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing perekonomian.

 RPJM III (2015-2019)

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-2, RPJM ke-3 ditujukan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.

 RPJM IV (2020-2025)

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian, dan sebagai keberlanjutan RPJM ke-3, RPJM ke-4 ditujukan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri,

maju, adil, dan makmur melalui percepatan pembangunan di berbagai bidang

dengan menekankan terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif di berbagai wilayah yang didukung oleh SDM berkualitas dan berdaya saing.

2.2.2.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010

menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

1. Visi dan Misi

Adapun visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah II (tahun 2010-2014) adalah

“TERWUJUDNYA INDONESIA YANG SEJAHTERA, DEMOKRATIS, DAN

(12)

Laporan Akhir |II- 12

Sedangkan, Misi pembangunan 2010-2014 adalah rumusan dari usaha-usaha yang diperlukan untuk mencapai visi Indonesia 2014, yaitu terwujudnya Indonesia Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan, namun tidak dapat terlepas dari kondisi dan tantangan lingkungan global dan domestik pada kurun waktu 2010-2014 yang mempengaruhinya. Usaha-usaha Perwujudan visi Indonesia 2014 akan dijabarkan dalam misi pemerintah tahun 2010-2014 sebagai berikut :

1. Melanjutkan Pembangunan Menuju Indonesia yang Sejahtera 2. Memperkuat Pilar-Pilar Demokrasi

3. Memperkuat Dimensi Keadilan di Semua Bidang

2. Agenda Pembangunan

Dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan nasional 2010-2014, ditetapkan lima agenda utama pembangunan nasional tahun 2010-2014, yaitu :

 Agenda I : Pembangunan Ekonomi dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat;  Agenda II : Perbaikan Tata Kelola Pemerintahan;

 Agenda III : Penegakan Pilar Demokrasi;

 Agenda IV : Penegakkan Hukum Dan Pemberantasan Korupsi;

 Agenda V : Pembangunan Yang Inklusif Dan Berkeadilan.

3. Sasaran Pembangunan

Persoalan dan dimensi pembangunan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia selalu berubah dan makin kompleks. Permasalahan dan tuntutan pembangunan yang dihadapi akan bertambah banyak, sedangkan kemampuan dan sumber daya pembangunan yang tersedia cenderung terbatas. Pemerintah harus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang tersedia untuk memenuhi tuntutan yang tidak terbatas dengan membuat pilihan dalam bentuk skala prioritas.. Berikut merupakan sasaran utama dalam RPJMN Tahun 2010-2014.

Tabel 2. 1 Matriks Sasaran Utama dalam RPJMN Tahun 2010-2014

No Pembangunan Sasaran

I. SASARAN PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN RAKYAT

1. Ekonomi

a) Pertumbuhan Ekonomi Rata-rata 6,3 – 6,8 persen per tahun Sebelum tahun 2014 tumbuh 7%

b) Inflasi Rata-rata 4-6 persen per tahun

c) Tingkat Pengangguran (Terbuka) 5 – 6 persen pada akhir tahun 2014

d) Tingkat Kemiskinan 8 – 10 persen pada akhir tahun 2014

2. Pendidikan

Status Awal (tahun

2008) Target tahun 2014

a) Meningkatnya rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas (tahun) 7,50 8,25

b) Menurunnya angka buta aksara penduduk berusia 15 tahun ke atas (persen) 5,97 4,18

c) Meningkatnya APM SD/SDLB/MI/ Paket A (persen) 95,14 96,0

(13)

Laporan Akhir |II- 13

No Pembangunan Sasaran

e) Meningkatnya APK SMA/SMK/ MA/Paket C (persen) 64,28 85,0

f) Meningkatnya APK PT usia 19-23 tahun (persen) 21,26 30,0

g) Menurunnya disparitas partisipasi dan kualitas pelayanan pendidikan antarwilayah, gender, dan sosial ekonomi, serta antarsatuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat

3. Kesehatan

Status Awal (tahun

2008) Target tahun 2014

a) Meningkatnya umur harapan hidup (tahun) 70,7 72,0

b) Menurunnya angka kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup 228 118

c) Menurunnya angka kematian bayi per 1.000 kelahiran hidup 34 24

d) Menurunnya prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk) pada anak

balita (persen) 18,4 < 15,0

4. Pangan

a) Produksi Padi Tumbuh 3,22 persen per tahun

b) Produksi Jagung Tumbuh 10,02 persen per tahun

c) Produksi Kedelai Tumbuh 20,05 persen per tahun

d) Produksi Gula Tumbuh 12,55 persen per tahun

e) Produksi Daging Sapi Tumbuh 7,30 persen per tahun

5. Energi

a) Peningkatan kapasitas pembangkit listrik 3.000 MW per tahun

b) Meningkatnya rasio elektrifikasi Pada tahun 2014 mencapai 80 persen

c) Meningkatnya produksi minyak bumi Pada tahun 2014 mencapai 1,01 juta barrel per hari

d) Peningkatan pemanfaatan energi panas bumi Pada tahun 2014 mencapai 5.000 MW

6. Infrastruktur

a) Pembangunan Jalan Lintas Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Papua

Hingga tahun 2014 mencapai sepanjang 19.370 km Transportasi Nasional dan Cetak Biru Transportasi Multimoda

Selesai tahun 2014

c) Penuntasan pembangunan Jaringan Serat Optik di Indonesia Bagian Timur Selesai sebelum tahun 2013

d) Perbaikan sistem dan jaringan transportasi di 4 kota besar (Jakarta, Bandung, Surabaya,

dan Medan) Selesai tahun 2014

II. SASARAN PERKUATAN PEMBANGUNAN DEMOKRASI

1. Meningkatnya kualitas demokrasi Indonesia

1) Semakin terjaminnya peningkatan iklim

politik kondusif bagi berkembangnya kualitas kebebasan sipil dan hak-hak politik rakyat yang semakin seimbang dengan peningkatan kepatuhan terhadap pranata hukum;

(14)

Laporan Akhir |II- 14

No Pembangunan Sasaran

demokrasi, dengan indeks rata-rata 70 pada akhir tahun 2014;

3) Menyelenggarakan pemilu tahun 2014

yang dapat dilaksanakan dengan adil dan demokratis, dengan tingkat partisipasi politik rakyat 75% dan berkurangnya diskriminasi hak dipilih dan memilih;

4) Meningkatnya layanan informasi dan

komunikasi Pada tahun 2014:

► Indeks Demokrasi Indonesia: 73

III. SASARAN PEMBANGUNAN PENEGAKAN HUKUM

1. Tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum (rule of law) dan terjaganya ketertiban umum.

1) Persepsi masyarakat pencari keadilan

untuk merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan dan keamanan dalam berinteraksi dan mendapat pelayanan dari para penegak hukum

2) Tumbuhnya kepercayaan dan

penghormatan publik kepada aparat dan lembaga penegak hukum

3) Mendukung iklim berusaha yang baik

sehingga kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan pasti dan aman serta efisisen Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2014 sebesar 5,0 yang meningkat dari 2,8 pada tahun 2009

Sumber : Perpres No. 05 Tahun 2010.

4. Arah Kebijakan Umum

Arah kebijakan umum pembangunan nasional 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Arah kebijakan umum untuk melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia

yang sejahtera. Indonesia yang sejahtera tercermin dari peningkatan tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur dasar, serta terjaganya dan terpeliharanya lingkungan hidup secara berkelanjutan;

2. Arah kebijakan umum untuk memperkuat pilar-pilar demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah pada tegaknya ketertiban umum, penghapusan segala macam diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta kebebasan yang bertanggung jawab;

3. Arah kebijakan umum untuk memperkuat dimensi keadilan dalam semua

bidang termasuk pengurangan kesenjangan pendapatan, pengurangan

(15)

Laporan Akhir |II- 15

pemberantasan korupsi secara konsisten diperlukan agar tercapai rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih.

5. Prioritas Nasional

Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih operasional ke dalam sejumlah program prioritas sehingga lebih mudah diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Sebelas Prioritas Nasional di bawah ini bertujuan untuk sejumlah tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara di masa mendatang.

Sebagian besar sumber daya dan kebijakan akan diprioritaskan untuk menjamin implementasi dari 11 prioritas nasional yaitu :

1. Reformasi birokrasi dan tata kelola 2. Pendidikan;

3. Kesehatan;

4. Penanggulangan kemiskinan; 5. Ketahanan pangan;

6. Infrastruktur;

7. Iklim investasi dan usaha; 8. Energi;

9. Lingkungan hidup dan bencana;

10. Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan paskakonflik; 11. Kebudayaan, kreativitas, dan inovasi teknologi.

2.2.3.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia

(16)

Laporan Akhir |II- 16 Gambar 2. 6 Keterkaitan RPI2-JM Bidang Cipta Karya dengan RPI2-JM Bidang Pekerjaan

Umum dan Dokumen Perencanaan Pembangunan di Daerah

2.2.4.

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan

Indonesia

Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan (MP3KI) merupakan affirmative action, sehingga pembangunan ekonomi yang terwujud tidak hanya Pro-growth, tetapi juga Pro-Poor, Pro-job dan Pro-environment; termasuk penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat miskin. Substansi yang melatarbelakangi perluasan pengurangan kemiskinan melalui MP3KI dapat dirangkum dalam 9 alasan, yaitu :

1. Pertumbuhan penduduk yang besar (bisa jadi potensi, bisa juga jadi tantangan); 2. Lahan usaha petani dan nelayan makin terbatas;

3. Peluang dan pengembangan usaha si miskin amat terbatas;

4. Urbanisasi memperparah kemiskinan perkotaan (slum and squatter); 5. Rendahnya kualitas SDM usia muda;

6. Rendahnya penyerapan kerja sector industri;

7. Masih banyak daerah terisolir dengan akses pelayanan dasar yang rendah; 8. Belum tersedianya jaminan sosial yang komprehensif;

9. Masih terjadi marjinalisasi penduduk miskin, cacat, illegal, berpenyakit kronis dsb.

Tahapan Pelaksanaan MP3KI yaitu sebagai berikut :

I. Periode 2013-2014 :

1. Percepatan pengurangan kemiskinan untuk mencapai target 8% - 10% pada tahun 2014;

(17)

Laporan Akhir |II- 17

3. Pada kantong-kantong kemiskinan, sinergi lokasi dan waktu, serta perbaikan sasaran (seperti : Program Gerbang Kampung di Menko Kesra);

4. Sustainable livelihood penguatan kegiatan usaha masyarakat miskin, termasuk membangun keterkaitan dengan MP3EI;

5. Terbentuknya BPJS kesehatan pada tahun 2014.

II. Periode 2015 – 2019 :

1. Transformasi program-program pengurangan kemiskinan;

2. Peningkatan cakupan, terutama untuk Sistem Jaminan Sosial menuju universal coverage;

3. Terbentuknya BPJS Tenaga Kerja; 4. Penguatan sustainable livelihood.

III. Periode 2020-2025 :

1. Pemantapan sistem penanggulangan kemiskinan secara terpadu; 2. Sistem jaminan sosial mencapai universal coverage.

2.2.5.

Kawasan Ekonomi Khusus (UU No. 39 Tahun 2009)

Kawasan Ekonomi Khusus, yang selanjutnya disebut KEK, adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu.

Sesuai dengan amanat Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka demokrasi ekonomi, diperlukan keberpihakan politik ekonomi yang lebih memberikan kesempatan dan dukungan pada usaha mikro, kecil, menengah (UMKM), dan koperasi dan sekaligus memberikan manfaat bagi industri dalam negeri. Berkaitan dengan hal itu, dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) disediakan lokasi bagi UMKM dan koperasi agar dapat mendorong terjadinya keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan perusahaan besar, baik sebagai Pelaku Usaha maupun sebagai pendukung Pelaku Usaha lain.

Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan ekonomi nasional, diperlukan peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategis. Kawasan tersebut dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Pengembangan KEK bertujuan untuk mempercepat perkembangan daerah dan sebagai model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi, antara lain industri, pariwisata, dan perdagangan sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

(18)

Laporan Akhir |II- 18

Ketentuan KEK dalam Undang-Undang ini mencakup pengaturan fungsi, bentuk, dan kriteria KEK, pembentukan KEK, pendanaan infrastruktur, kelembagaan, lalu lintas barang, karantina, dan devisa, serta fasilitas dan kemudahan.

KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Fungsi KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lain. Sesuai dengan hal tersebut, KEK terdiri atas satu atau beberapa Zona, antara lain Zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembangan teknologi, pariwisata, dan energi yang kegiatannya dapat ditujukan untuk ekspor dan untuk dalam negeri.

Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan sebagai KEK

adalah :

1. Sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; 2. Tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung;

3. Adanya dukungan dari pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK;

4. Terletak pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya unggulan di bidang kelautan dan perikanan, perkebunan, pertambangan, dan pariwisata, serta mempunyai batas yang jelas, baik batas alam maupun batas buatan.

Untuk menyelenggarakan KEK, dibentuk lembaga penyelenggara KEK yang terdiri atas Dewan Nasional di tingkat pusat dan Dewan Kawasan di tingkat provinsi. Dewan Kawasan membentuk Administrator KEK di setiap KEK untuk melaksanakan pelayanan, pengawasan, dan pengendalian operasionalisasi KEK. Kegiatan usaha di KEK dilakukan oleh Badan Usaha dan Pelaku Usaha.

Fasilitas yang diberikan pada KEK ditujukan untuk meningkatkan daya saing agar

lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri atas :

1. Fasilitas Fiskal, yang berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, dan

2. Fasilitas Nonfiskal, yang berupa fasilitas pertanahan, perizinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan, serta fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada Zona di dalam KEK, yang akan diatur oleh instansi berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal pengawasan, ketentuan larangan tetap diberlakukan di KEK, seperti halnya daerah lain di Indonesia. Namun, untuk ketentuan pembatasan, diberikan kemudahan dalam sistem dan prosedur yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan tetap mengutamakan pengawasan terhadap kemungkinan penyalahgunaan atau pemanfaatan KEK sebagai tempat melakukan tindak pidana ekonomi.

(19)

Laporan Akhir |II- 19

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775) untuk diusulkan menjadi KEK, baik dalam jangka waktu maupun setelah berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan. Dengan berlakunya Undang-Undang ini, tidak terjadi lagi pembentukan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas.

2.2.6.

Direktif Presiden Program Pembangunan Berkeadilan

Untuk lebih memfokuskan pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan, dan untuk kesinambungan serta penajaman Prioritas Pembangunan Nasional sebagaimana termuat dalam Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas

Pembangunan Nasional Tahun 2010, maka diinstruksikan kepada para menteri dan

seluruh pimpinan lembaga yang berwenang untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing, dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan yang berkeadilan, yang meliputi program sebagai berikut :

Tabel 2. 2 Matriks Program-Program Pembangunan yang berkeadilan

Jenis Program Fokus Program

Program Pro Rakyat

1. Program penanggulangan kemiskinan berbasis keluarga;

2. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat;

3. Program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan usaha mikro

dan kecil.

Program

Keadilan Untuk Semua

1. Program keadilan bagi anak;

2. Program keadilan bagi perempuan;

3. Program keadilan di bidang ketenagakerjaan;

4. Program keadilan di bidang bantuan hukum;

5. Program keadilan di bidang reformasi hukum dan peradilan;

6. Program keadilan bagi kelompok miskin dan terpinggirkan.

Program

1. Program pemberantasan kemiskinan dan kelaparan;

2. Program pencapaian pendidikan dasar untuk semua;

3. Program pencapaian kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan;

4. Program penurunan angka kematian anak;

5. Program kesehatan ibu;

6. Program pengendalian HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya;

7. Program penjaminan kelestarian lingkungan hidup;

8. Program pendukung percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan

(20)

Laporan Akhir |II- 20

Dari ke tiga program pembangunan tersebut, program pembangunan di bidang Cipta Karya tertuang didalam program pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium. Adapun program-program pembangunan bidang Cipta Karya yang tertuang didalam rencana tindak upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2. 3 Matriks Rencana Tindak Upaya Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium

No. Program Tindakan Sasaran Keluaran

1. Program pengelolaan sumber daya air

2.3.

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT BIDANG PU/CK

(21)

Laporan Akhir |II- 21

Gedung, UU No. 7 tahun 2008 tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan.

2.3.1.

UU No.1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan.

2.3.2.

UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

 Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;  Status kepemilikan bangunan gedung; dan

 Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi :

 Persyaratan Tata Bangunan, yang ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan.

Persyaratan Keandalan Bangunan Gedung mencakup keselamatan, kesehatan,

penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

2.3.3.

UU No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum

(SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab

(22)

Laporan Akhir |II- 22

2.3.4.

UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut :

1. Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;

2. Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; 3. Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; 4. Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan 5. Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini.

2.3.5.

UU No.20 Tahun 2011 Tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

2.4.

AMANAT INTERNASIONAL BIDANG CIPTA KARYA

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1.

Agenda Habitat

(23)

Laporan Akhir |II- 23

Declaration on Human settlements). Sebagai salah satu dari 171 negara yang ikut menandatangani deklarasi tersebut, Indonesia turut melaksanakan komitmen untuk menyediakan rumah layak huni yang sehat, aman, terjamin, dapat mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya bagi masyarakat.

Pembangunan perumahan dan permukiman merupakan pembangunan multisektoral yang penyelenggaraannya melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Dalam rangka mewujudkan hunian yang layak bagi semua orang (adequate shelter for all), pemerintah bertanggung jawab untuk memberikan fasilitas kepada masyarakat agar dapat menghuni rumah yang layak, sehat, aman, terjamin, mudah diakses dan terjangkau yang mencakup sarana dan prasarana pendukungnya. Untuk itu pemerintah perlu menyiapkan program-program pembangunan perumahan dan permukiman, baik berupa intervensi langsung (provider) maupun melalui penciptaan iklim yang kondusif (enabler) sehingga pembangunan perumahan dan permukiman dapat berjalan dengan efisien dan berkelanjutan.

Namun demikian, hak dasar akan hunian yang layak dan terjangkau sampai saat ini masih belum sepenuhnya terpenuhi. Salah satu penyebabnya adalah adanya kesenjangan pemenuhan kuantitas dan kualitas kebutuhan perumahan yang masih sangat besar. Hal tersbut terjadi antara lain karena masih kurangnya kemampuan sebagian masyarakat untuk memenuhi kebutuhan perumahannya, diantaranya keterbatasan daya beli kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR).

Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang nasional (RPJPN) tahun 2005 – 2025, dinyatakan bahwa sasaran pembangunan perumahan dan permukiman jangka panjang adalah terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukugnya bagi seluruh masyarakat yang dilengkapi oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien dan akuntabel, untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Hal ini sejalan dengan sasaran MDGs yang terkait dengan bidang perumahan (tujuan 7 target 11), yaitu mencapai perbaikan yang berarti dalam kehidupan penduduk miskin dipermukiman kumuh pada tahun 2020.

2.4.2.

Konferensi Rio+20

Konferensi PBB tentang Pembangunan Berkelanjutan (UNCSD), juga disebut sebagai KTT Bumi 2012 atau Rio +20, berlangsung 20-22 Juni 2012. Sementara itu jatuh pendek menghasilkan kesepakatan yang mengikat, konferensi menawarkan alasan untuk berharap - dengan baik di sektor swasta dan publik mengakui modal alam sebagai unsur inti penting dari pembangunan berkelanjutan dan, akhirnya, dari kesejahteraan manusia. Banyak yang telah berubah sejak pertama "Rio" KTT Bumi 1992. Perubahan manusia ekosistem laut, air tawar dan darat terus mempercepat pada kecepatan yang lebih intens daripada di periode lain dalam sejarah. Sementara kami menggunakan ekosistem telah menyebabkan keuntungan dalam modal fisik dan manusia, telah habis modal alam (stok ekosistem yang menghasilkan arus barang dan jasa ekosistem).

Di Rio+20, 193 negara memiliki kesempatan penting untuk memperbaharui

(24)

Laporan Akhir |II- 24

untuk mengentaskan kemiskinan dan bergerak ke arah ekonomi hijau global yang - yang dibangun pada penggunaan berkelanjutan dan pengelolaan yang berharga namun rapuh barang alam dan jasa.

Duatema utama KTT yang telah dihasilkan yaitu :

1. Ekonomi Hijau

Ini elemen yang relatif baru dalam agenda internasional resmi telah memprovokasi diskusi luas sekitar definisi. Sekelompok kecil negara-negara berkembang tetap skeptis terhadap istilah "ekonomi hijau," yakin bahwa negara maju adalah mendorong konsep ini dalam rangka menjaga pertumbuhan ekonomi global mereka sendiri. CI percaya bahwa perkembangan yang sehat, berkelanjutan, "hijau", ekonomi sangatlah penting untuk masa depan kesejahteraan masyarakat, ekosistem dan seluruh bangsa.

2. Sebuah kerangka kelembagaan untuk pembangunan berkelanjutan

Ini telah berada di bawah diskusi politik selama lebih dari 10 tahun, dengan tidak ada solusi yang jelas di cakrawala. Apakah fokusnya adalah tujuan pembangunan berkelanjutan atau tindakan baru pertumbuhan, banyak pemerintah tampaknya tidak mau melakukan perubahan mendasar terhadap kebijakan dan sistem PBB.

Meskipun keberhasilan lengkap pada negosiasi informal telah terbukti sulit dipahami, namun perlu dicatat : Negosiasi jalan ke Rio telah memiliki dampak positif di seluruh dunia. Ini telah membawa pembangunan berkelanjutan menjadi fokus yang lebih tajam, dan kelompok warga galvanis 'dengan keinginan baru untuk mempengaruhi negosiasi pemerintah.

Dengan perkiraan 50.000 peserta, pengamat, pemimpin, aktivis dan wartawan berkumpul di Rio, KTT ini menawarkan kesempatan utama bagi pemerintah, bisnis dan organisasi seperti CI untuk menghubungkan satu sama lain, bertukar pikiran dan memprioritaskan pendanaan untuk proyek-proyek baru dan yang sudah ada. Lebih dari 30 anggota tim global CI, termasuk banyak rekan-rekan dari Brasil CI-Brasil, akan ada, berbagi keahlian teknis dan advokasi untuk nilai ekosistem yang akan dimasukkan ke dalam sistem akuntansi nasional dan korporasi. Ini masih harus dilihat apakah semangat baru aktivisme akan tercermin dalam hasil yang ambisius yang memberikan harapan bagi generasi mendatang. Peningkatan pengetahuan yang diperoleh sejak tahun 1992 tentang bagaimana mendesain ulang pertumbuhan dan mengurangi kemiskinan adalah alat terkuat. Urgensi untuk ekosistem tegang bumi dan orang-orang yang kurang beruntung adalah reli menangis kita bersama.

(25)

Laporan Akhir |II- 25

2.4.3.

Milenium Development Goals

Tujuan dari MDGs adalah untuk mendorong pembangunan dengan meningkatkan

kondisi sosial dan ekonomi di negara-negara termiskin di dunia. Tujuan ini berasal dari target pembangunan internasional sebelumnya dan secara resmi dibentuk setelah KTT Milenium tahun 2000, di mana semua pemimpin dunia yang hadir mengadopsi Deklarasi Milenium PBB. Persiapan untuk KTT Milenium secara resmi diluncurkan dengan laporan Sekretaris Jenderal berjudul, "Kami Rakyat:. Peran PBB di Twenty-First Century" Masukan tambahan disiapkan oleh Forum Millenium, yang menghadirkan perwakilan dari lebih dari 1.000 organisasi masyarakat non-pemerintah dan masyarakat sipil dari lebih dari 100 negara. Forum ini bertemu pada Mei 2000 untuk menyimpulkan proses konsultasi dua tahun meliputi isu-isu seperti pengentasan kemiskinan, perlindungan lingkungan, hak asasi manusia dan perlindungan rentan. Persetujuan dari MDGs itu mungkin hasil utama dari KTT Milenium. Di bidang perdamaian dan keamanan, adopsi dari Laporan Brahimi dipandang sebagai benar melengkapi organisasi untuk melaksanakan mandat yang diberikan oleh Dewan Keamanan.

MDGs berasal dari Deklarasi Milenium yang dihasilkan oleh PBB. Deklarasi ini menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk martabat, kebebasan, kesetaraan, standar dasar hidup yang mencakup bebas dari kelaparan dan kekerasan, dan mendorong toleransi dan solidaritas. MDGs dibuat untuk mengoperasionalkan ide-ide ini dengan menetapkan target dan indikator untuk pengentasan kemiskinan untuk mencapai hak-hak yang diatur dalam Deklarasi pada set lima belas tahun.

Hasil dari The Millennium Deklarasi KTT itu hanya sebagian dari asal-usul MDGs. Ini muncul bukan hanya dari PBB tetapi juga Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD), Bank Dunia , dan Dana Moneter Internasional . Pengaturan terjadi melalui serangkaian konferensi yang dipimpin PBB pada 1990-an yang berfokus pada isu-isu seperti anak-anak, gizi, hak asasi manusia, perempuan dan lain-lain. OECD mengkritik donor utama untuk mengurangi tingkat mereka Official Development Assistance (ODA). Dengan terjadinya peringatan 50 PBB, maka Sekjen PBB Kofi Annan melihat perlunya untuk mengatasi berbagai masalah pembangunan. Hal ini menyebabkan laporan berjudul, Kami Rakyat: Peran PBB di Abad 21 yang menyebabkan Deklarasi Milenium. Pada saat ini, OECD telah membentuk Tujuan Pembangunan Internasional nya (IDGs) dan itu dikombinasikan dengan upaya PBB dalam pertemuan Bank Dunia 2001 untuk membentuk MDGs.

Fokus MDG pada tiga bidang utama, yaitu dari valorising modal manusia, memperbaiki infrastruktur, dan meningkatkan hak-hak sosial, ekonomi dan politik, dengan mayoritas fokus akan menuju peningkatan standar dasar hidup. Tujuan dipilih dalam

(26)

Laporan Akhir |II- 26

dipilih dimaksudkan untuk meningkatkan individu kemampuan manusia dan "memajukan sarana untuk kehidupan yang produktif". MDGs menekankan bahwa kebijakan individu yang diperlukan untuk mencapai tujuan ini harus disesuaikan dengan kebutuhan negara individu, sehingga sebagian saran kebijakan bersifat umum.

MDGs juga menekankan peran negara maju dalam membantu negara-negara berkembang, seperti diuraikan dalam Goal Delapan. Tujuan Delapan set tujuan dan target bagi negara maju untuk mencapai "kemitraan global untuk pembangunan" dengan mendukung perdagangan yang adil, penghapusan utang untuk negara-negara berkembang, meningkatkan bantuan dan akses ke obat-obatan penting dengan harga terjangkau, dan transfer teknologi maju. Dengan demikian negara-negara berkembang tidak dilihat sebagai tersisa untuk mencapai MDGs pada mereka sendiri, tetapi sebagai mitra dalam perkembangan bersama untuk mengurangi tingkat kemiskinan di dunia.

Delapan Goal yang difokuskan dalam tujuan MDGs yaitu :

Tujuan 1 : Memberantas Kemiskinan dan Kelaparan

Target 1A

Menurunkan antara 1990 dan 2015, proporsi orang yang hidup dengan pendapatan kurang dari $ 1.25 sehari

1. Proporsi penduduk di bawah $ 1,25 per hari (PPP nilai);

2. Rasio kesenjangan kemiskinan [kejadian x kedalaman kemiskinan];

3. Proporsi kuintil termiskin dalam konsumsi nasional.

Target 1B

Mewujudkan Ketenagakerjaan yang Layak untuk Wanita, Pria, dan Kaum Muda

1. Pertumbuhan PDB per Kerja Orang;

2. Tingkat Pekerjaan;

3. Proporsi penduduk yang bekerja di bawah $ 1,25 per hari (PPP nilai);

4. Proporsi pekerja berbasis keluarga dalam populasi bekerja.

Target 1C

Menurunkan antara 1990 dan 2015, proporsi penduduk yang menderita kelaparan

1. Prevalensi kekurangan gizi di bawah usia lima tahun;

2. Proporsi penduduk di bawah tingkat minimum konsumsi energi diet.

Tujuan 2 : Mencapai Pendidikan Dasar Universal

Target 2A

Pada tahun 2015, semua anak dapat menyelesaikan pendidikan dari sekolah dasar, anak perempuan dan anak laki-laki

1. Pendaftaran di pendidikan dasar;

2. Penyempurnaan pendidikan dasar.

Tujuan 3 : Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Target 3A

Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005, dan di semua tingkatan pada tahun 2015

1. Rasio perempuan terhadap laki-laki di pendidikan dasar, menengah dan

tinggi;

2. Kontribusi perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor non-pertanian;

3. Proporsi kursi yang diduduki perempuan di parlemen nasional.

Tujuan 4 : Mengurangi Tingkat Kematian Anak

Target 4A

Menurunkan oleh dua pertiga, antara 1990 dan 2015, angka kematian balita

1. Kematian balita tingkat;

2. Bayi (di bawah 1) kematian tingkat;

3. Proporsi anak-anak 1 tahun diimunisasi campak.

Tujuan 5 : Meningkatkan Kesehatan Ibu

Target 5A Mengurangi sampai tiga perempat, antara 1990 dan 2015 angka kematian ibu rasio

(27)

Laporan Akhir |II- 27

2. Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih.

Target 5B

Mencapai, pada tahun 2015, Akses Universal Untuk Kesehatan Reproduksi

1. Tingkat prevalensi kontrasepsi;

2. Angka kelahiran remaja;

3. Cakupan pelayanan Antenatal;

4. Unmet need untuk keluarga berencana.

Tujuan 6 : Memerangi HIV / AIDS, Malaria, dan Penyakit Lainnya

Target 6A

Mengendalikan tahun 2015 dan mulai membalikkan penyebaran HIV / AIDS

1. Prevalensi HIV di antara penduduk usia 15-24 tahun;

2. Penggunaan kondom pada hubungan seks berisiko tinggi terakhir;

3. Proporsi penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki pengetahuan

komprehensif tentang HIV / AIDS.

Target 6B

Pada tahun 2010, akses universal untuk pengobatan HIV / AIDS bagi semua orang yang membutuhkannya

Proporsi penduduk dengan canggih infeksi HIV dengan akses terhadap obat antiretroviral

Target 6C

Mengendalikan pada tahun 2015 dan mulai membalikkan tingkat penyebaran malaria dan penyakit utama lainnya

1. Tingkat prevalensi dan kematian yang terkait dengan malaria;

2. Proporsi anak di bawah 5 tidur di bawah kelambu berinsektisida;

3. Proporsi anak di bawah 5 dengan demam yang diobati dengan obat

anti-malaria yang tepat;

4. Tingkat insiden, prevalensi dan kematian yang terkait dengan TBC;

5. Proporsi kasus TBC yang terdeteksi dan sembuh di bawah DOTS (Directly

Observed Treatment Short Course).

Tujuan 7 : Memastikan Kelestarian Lingkungan

Target 7A Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan ke dalam kebijakan dan program nasional, kehilangan kebalikan dari sumber daya lingkungan

Target 7B

Mengurangi keanekaragaman hayati kerugian, mencapai, pada tahun 2010, penurunan yang signifikan dalam tingkat kerugian

1. Proporsi luas lahan yang tertutup oleh hutan;

2. Emisi CO 2 , total, per kapita dan per $ 1 GDP (PPP);

3. Konsumsi bahan perusak lapisan ozon;

4. Proporsi persediaan ikan dalam batas biologis yang aman;

5. Proporsi total sumber daya air yang digunakan;

6. Proporsi wilayah darat dan laut yang dilindungi;

7. Proporsi spesies terancam punah.

Target 7C

2015, proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan terhadap air minum yang aman dan dasar sanitasi (Untuk informasi lebih lanjut lihat entri pada pasokan air)

1. Proporsi penduduk dengan akses berkelanjutan terhadap sumber air yang

diperbaiki , perkotaan dan pedesaan

2. Proporsi penduduk perkotaan dengan akses ke sanitasi yang layak.

Target 7D 2020, telah mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan setidaknya 100 juta penghuni permukiman kumuh

Proporsi penduduk perkotaan yang tinggal di daerah kumuh

Tujuan 8 : Mengembangkan Kemitraan Global Untuk Pembangunan

Target 8A

Mengembangkan terbuka, berbasis peraturan, dapat diprediksi, perdagangan non-diskriminatif dan sistem keuangan

Termasuk komitmen terhadap pemerintahan yang baik , pembangunan, dan pengurangan kemiskinan - baik secara nasional dan internasional.

(28)

Laporan Akhir |II- 28

program penghapusan utang untuk HIPC dan pembatalan utang bilateral resmi, dan lebih murah hati ODA (Official Development Assistance) untuk negara-negara berkomitmen untuk pengentasan kemiskinan.

Target 8C

Menangani kebutuhan khusus negara-negara berkembang daratan dan pulau kecil negara berkembang

Melalui Program Aksi untuk Pembangunan Berkelanjutan Kecil Negara Berkembang Pulau dan hasil dari sesi khusus dua puluh dua Majelis Umum.

Target 8D

Menangani utang negara berkembang melalui upaya nasional maupun internasional agar pengelolaan hutang berkesinambungan dalam jangka panjang.

1. Beberapa indikator yang tercantum di bawah dimonitor secara terpisah

untuk setidaknya negara-negara maju (LDCs), Afrika, negara-negara berkembang daratan dan pulau kecil negara berkembang;

2. Bantuan pembangunan resmi (ODA) :

a. Net ODA, total dan untuk LDC, sebagai persentase OECD / DAC

donor GNI;

b. Proporsi total ODA sektor dialokasikan dari OECD / DAC donor

terhadap pelayanan sosial dasar (pendidikan dasar, perawatan kesehatan dasar, gizi, air bersih dan sanitasi);

c. Proporsi ODA bilateral OECD / DAC donor yang mengikat;

d. ODA yang diterima di negara-negara yang terkurung daratan

sebagai proporsi GNIS mereka;

e. ODA yang diterima kecil negara berkembang pulau itu sebagai

proporsi GNIS mereka.

3. Akses pasar :

a. Proporsi dari total impor negara maju (dengan nilai dan tidak

termasuk senjata) dari negara-negara berkembang dan dari LDCs, mengaku bebas pajak;

b. Tarif rata-rata yang dikenakan oleh negara-negara maju pada

produk pertanian dan tekstil dan pakaian dari negara-negara berkembang;

c. Dukungan estimasi pertanian untuk negara-negara OECD sebagai

persentase dari PDB mereka;

d. Proporsi ODA yang disediakan untuk membantu membangun

kapasitas perdagangan.

4. Keberlanjutan hutang:

a. Total jumlah negara yang telah mencapai mereka poin keputusan

HIPC dan jumlah yang telah mencapai titik penyelesaian HIPC mereka (kumulatif);

b. Penghapusan utang dilakukan di bawah HIPC inisiatif, US $;

c. Layanan utang sebagai persentase dari ekspor barang dan jasa;

Target 8E

Dalam kerjasama dengan perusahaan farmasi, menyediakan akses yang terjangkau, obat esensial di negara berkembang

Proporsi penduduk dengan akses ke obat-obatan penting dengan harga terjangkau secara berkelanjutan

Target 8F

Dalam kerjasama dengan sektor swasta, dalam memanfaatkan teknologi baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi

1. Sambungan telepon dan pelanggan telepon seluler per 100 penduduk;

2. Komputer pribadi yang digunakan per 100 penduduk Pengguna Internet

per 100 Populasi.

2.4.4.

Sustainable Development Goals (SDGs)

(29)

Laporan Akhir |II- 29

esensi dari SDGs telah disampaikan dalam KTT Rio+20 pada bulan Juni 2012. Isu-isu yang diangkat sebagai indikator dalam SDGs adalah :

1. Combating poverty;

2. Changing consumption patterns;

3. Promoting sustainable human settlement development; 4. Biodiversity and forests;

5. Oceans;

6. Water resources;

7. Advancing food securities;

8. Energy, including from renewable sources.

Untuk itu, pembahasan terkait SDGs pada KTT Rio+20 ini diharapkan dapat memperoleh momentum politis tertinggi sehingga dapat satu suara mengenai pentingnya SDGs sebagai bagian dan pelengkap proses review implementasi MDGs. SDGs juga diharapkan dapat disepakati sebagai bagian dari agenda pembangunan global pasca 2015 dan dapat pula mengidentifikasi berbagai kesenjangan (gap) implementasi berbagai perangkat global untuk pembangunan berkelanjutan, seperti Rio Principles, Agenda21 dan

Johannesburg Plan of Implementation (JPoI).

Meskipun sebagian besar dokumen hukum berkonsultasi pada lingkungan tidak mempertimbangkan variabel demografi sebagai faktor penting ketika kebijakan lingkungan dilaksanakan, kami telah menemukan dokumen menarik yang berisi beberapa refleksi di atasnya, meskipun berhubungan dengan Amerika Serikat. Ini adalah studi singkat tapi lengkap tentang variabel demografi yang harus dipertimbangkan ketika membuat kebijakan, yaitu: volume dan penyebaran penduduk, struktur umur (dengan minat khusus pada penuaan), komposisi etnis masyarakat, ekonomi status, migrasi dan komposisi rumah. Tepatnya, gagasan utama dari kebijakan lingkungan dengan perspektif demografis harus dimaksudkan, pertama, pada mempelajari apakah evolusi temporal beberapa variabel yang signifikan dari perspektif lingkungan, seperti konsumsi energi, emisi kontaminan dan gas rumah kaca, atau daur ulang, juga merespon perubahan volume, distribusi dan komposisi penduduk, perilaku diferensial individu sesuai dengan status sosial ekonomi mereka, dll, dan, kedua, pada analisis apakah perbedaan teritorial (antar daerah maupun antar negara) merespon dengan komplek penyebab, yang akan mencakup variabel demografis disebutkan sebelumnya.

2.4.5.

Agenda Pembangunan Pasca 2015

(30)

Laporan Akhir |II- 30

dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong m. pembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

a. Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak x%,

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

Gambar

Gambar 2. 1 Ruang Lingkup Perencanaan dan Pengendalian
Gambar 2. 2 Kedudukan RTRW, KSPN, SPPIP, dan RPIJM
Gambar 2. 4 Standar Prosedur Operasional Perencanaan Program dan Penganggaran
Gambar 2. 5 Jejaring Kerja pada Proses Perencanaan
+5

Referensi

Dokumen terkait

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional untuk

 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 – 2025 yang selanjutnya disebut sebagai RPJP Nasional adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional