BEBERAPA PANDANGAN TENTANG GURU SEBAGAI PENDIDIK
Oleh: H. Bahaking Rama1
I. PENDAHULUAN
Pertama-tama mari kita panjatkan puji syukur kehadirat Ilahi Rabbi karena atas perkenan-Nya kita dapat melaksanakan acara ini dengan baik dan dalam keadaan sehat wal-afiat. Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih banyak kepada pimpinan beserta seluruh sivitas akademika Sekolah Tinggi Agama Islam Suasta (STAIS) Bau-bau, atas kehormatan yang diberikan kepada saya untuk mengisi salah satu mata acara yaitu orasi ilmiah dalam rangka wisuda sarjana ini.
Kepada para hadirin, khususnya wisudawan dan wisudawati yang saya muliakan, saya ucapkan selamat atas keberhasilannya menyelesaikan study dan terima kasih banyak atas kesediaannya mengikuti orasi ilmiah ini dengan saksama. Kesempatan seperti ini sungguh merupakan suatu kehormatan bagi saya, karena dengan demikian, kita dapar bersilaturrahmi dan sekaligus saya dapat berpartisipasi untuk ikut memberikan sumbangan pemiikiran bagi perkembangan dan kemajuan dunia pendidikan dimasa depan.
Wisudawan dan wisudawati hari ini, tampaknya ingin berkiprah pada profesi keguruan. Oleh karena itu, izinkan saya membawakan orasi ilmiah yang bertema keguruan, dengan judul "Beberapa Pandangan Tentang Guru Sebagai Pendidik."
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang
memberikan atau mengajarkan ilmu pengetahuan kepada peserta didik. Dalam pandangan masyarakat umum, guru adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, baik pada lembaga pendidikan formal, informal, maupun nonformal.2 Tetapi dalam pembicaraan ini, guru yang
dimaksud adalah orang yang diangkat secara resmi sebagai pengajar dan pendidik pada lembaga pendidikan formal.
Sebagaimana judul orasi ilmiah ini, guru merupakan focus kajiannya. Siapapun, tentu sependapat, bahwa guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi pembicaraan yang omong kosong. Artinya, tanpa guru yang berkualitas dan direkrut secara profesional, pendidikan di negri ini akan tetap ketinggalan dan mutu pendidikan akan tetap rendah. Kalau ini tetap terjadi, maka kualitas sumber daya manusia tetap tidak akan mampu secara maksimal mengeks ploitasi sumber daya alam untuk kemakmuran umat manusia dunia dan akhitar.
Kita tidak usah dulu melihat negara tetangga Singapura atau Malaysia soal kemajuan pendidikannya dewasa ini. Kita melihat saja dulu Negara Vietnam yang baru berkembang dan sering bergolak. Negara ini mempunyai prinsip dasar tentang pendidikan yaitu; "tidak ada guru tidak ada pendidikan; tidak ada pendidikan tidak akan meningkat ekonomi dan pengembangan
1 Guru Besar Sejarah Pendidikan Islam pada Fakultar Tarbiyah dan Keguruan UIN Alauddin Makassar. 2 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2000,
kehidupan sosial yang mapan dan stabil. No teacher no education, no education no economic and social development.3
Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan
pendidikan dan pembangunan yang lebih luas serta menyeluruh. Prinsip inilah ditanamkan oleh Negara Jepang yang banyak diikuti Negara lain yang cepat maju pembangunan pendidikannya semisal Vietnam di atas. Ketika Propinsi Hirozima dan Nagasaki di Jepang diluluh lanta bom atom pada perang duni II, Kaisar Jepang bertanya, masih adakah atau berapa orang lagi guru yang masih hidup. Ini berarti betapa besar peranan guru dalam pembangunan suatu
bangsa. Kini, setelah 60 tahun peristiwa perang dunia II berlalu (seumur dengan kemerdekaan Indonesia), dunia mengakui kemajuan Jepang dari berbagai bidang kehidupan. Maju dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, sosial budaya, dan bidang-bidang lainnya.
Bagaimana di Indonesia Negara kita tercinta ini ? Dalam pengamatan saya, sungguh disayangkan karena guru masih belum mendapatkan posisi yang seharusnya. Guru masih termarginalkan atau berada pada posisi periperal atau terpinggirkan dalam kebijakan program pembangunan pendidikan. Kini saatnya membuat paradigma baru, yaitu membangun pendidikan dengan memulainya dari guru. Tanpa itu, pendidikan tidak akan sampai pada cita-cita pembukaan UUD '45 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, tentusaja melalui pengembangan sumber daya manusia.
Orasi ini akan menguraikan tentang tantangan dan peluang guru dalam era globalisasi, kemandirian guru, factor-faktor determinan dalam pendidikan, hak dan kewajiban guru, serta organisasi guru yang dapat memberdayakan guru dalam menghadapi berbagai tuntutan perubahan.
II. Guru Dalam Era Globalisasi
1. Tantangan.
Menghadapi berbagai perubahan di era globalisasi, diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kualitas tinggi agar mampu mengatasi berbagai tantangan yang timbul. Guru dituntut kemampuannya untuk mengikuti atau mengejar kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat di era globalisasi ini, agar tidak tertinggal dalam mengemban misi pembangunan. Juga dituntut kemampuannya mengatasi berbagai masalah yang kompleks sebagai akibat pengaruh perubahan global. Di era ini, guru dituntut untuk melakukan pembelajaran yang bersifat ofensif dan proaktif.
Tantangan lain yang dihadapi guru adalah kemajuan peserta didik mengembangkan kemampuannya memahami perkembangan global ini, sehingga kemungkinan peserta didik akan lebih maju dan lebih luas wawasannya dari guru.
2. Peluang.
Era globalisasi yang ditandai pesatnya kemajuan dibidang informasi dan komuniksi, memberi peluang kepada para guru atau pendidik mendapatkan pengalaman untuk cepat memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya, semakin banyak informasi diperoleh maka akan semakin terbuka peluang bagi guru untuk lebih meningkatkan tugas dan profesinya.
3 Muhamad Surya, Percikan Perjuangan Guru, Aneka Ilmu, Semarang, 2003, h. 2. Selanjutnya disebut
3. Permasalahan Guru.
Permasalahan mengenai guru dalam dunia pendidikan di Indonesia selama ini antara lain meliputi;
a. Kesulitan pemenuhan kebutuhan guru di sekolah-sekolah, baik secara kuantitas maupun kualitas.
b. Perimbangan Jenis kelamin
c. Pemerataan penyebaran atau penempatan guru d. Pemenuhan kesejahteraan guru, lahir dan batin4
III. Kemandirian Guru.
1. Seorang guru harus memiliki daya juang yang tinggi (tangguh) serta memiliki keikhlasan dan kualitas iman/takwa yang mantap.5
2. guru harus mampu mengikuti perkembangan global dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (supaya tidak ketinggalan informasi)
3. Guru harus memiliki kompetensi keilmuan yaitu;
a. Menguasai bidang studi atau materi pelajaran dan ilmu-ilmu yang berkaitan
b. Memahami sikap atau karakteristik dan perkembangan anak didik
c. Professional, dan kompetensi lainnya).6
4. Guru harus profesional dalam melaksanakan tugas. Menurut H. Soedijarto, guru yang profesional yaitu;
a. dapat menyusun satuan pelajaran yang berarti bagi tercapainya tujuan pelajaran.
b. dapat memilih teknik atau metode mengajar, bahan pelajaran,bentuk belajar, alat penilaian atau evaluasi kemajuan belajar dan alat pelajaran secara tepat dan serasi dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai.
c. mampu berkomunikasi anak didik dengan baik dan dapat membangkitkan motivasi belajar anak didik
d. dapat memahami arti setiap kegiatan belajar-mengajar dari setiap tahapan belajar
e. dapat mengelola proses belajar mengajar secara dinamis dan kreatif
f. bersedia memberikan bantuan kependidikan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar.
g. Dapat memberikan informasi pendidikan kepada orang tua anak didik
4 Baca Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia
Baru, PT. Genesindo, Bandung, 2004, h. 177. Baca juga Ace Suryadi, Pendidikan Investasi Sumber Daya Manusia dan Pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999, h. 303. Baca juga Onny S. Prijono dan Pranarka, Situasi Pendidikan di Indonesia Selama Sepuluh Tahun Terakhir, Yayasan Proklamasi, Jakarta, 1979, h. 111.
5 Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Titian Ilahi Press,
Yogyakarta, 1996, h. 66
6 Indra Djati Sidi, Menuju Masyarakat Belajar, Paramadina dan Logos, Jakarta, 2001, h.38.Baca juga
h. Memahami dan sadar akan arti tugasnya sebagai kepentingan bangsa dan Negara.
5. Guru harus sejahtera, lahir dan batin atau material dan spiritual yang meliputi;
a. Gaji atau tunjangan harus pada tingkat kewajaran kebutuhan, adil, dan proporsional.
b. Rasa aman dalam melaksanakan tugas7 (kepastian hukum)
c. Kondisi kerja yang kondusif (lingkungan dan fasilitas sekolah memadai)
d. Hubungan antar pribadi yang baik.
e. Kepastian dan jaminan jenjang karier masa depan.
6. Guru harus kreatif dan berwawasan masa depan (melahirkan gagasan dan karya tulis ilmiah).8
IV. Faktor-faktor Determinan Dalam pendidikan.
Ada beberapa factor yang sangat menentukan dan berpengaruh dalam usaha pencapaian tujuan pendidikan. Di dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 ditetapkan tujuan pendidikan nasional sebagai berikut, " . . . berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab."9
Untuk mencapai tujuan pendidikan, maka factor yang sangat menentukan adalah;
1. pendidik atau guru 2. terdidik atau murid/siswa 3. tujuan pendidikan
4. alat pendidikan (sarana prasarana, baik prangkat lunak maupun keras) 5. lingkungan pendidikan.
V. Kewajiban dan hak Guru.
A. Kewajiban Guru.
1. Mengajar dan mendidik.
Manusia perlu dididik karena mempunyai potensi untuk berkembang yang dibawa sejak lahir. Kalu potensi tersebut tidak dibina dan diarahkan (tidak dididik), maka ia akan berkembang salah atau akan kearah yang negative. Di dalam Al-Quran, potensi perkembangan manusia yang dibawa sejak lahir dikenal dengan fithrah. Dapat dibaca quran, surah Ar-Ruum ayat 30 yang artinya,
"maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak
7 H. Soedijarto, Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya Pembangunan Bangsa,
Balai Pustaka, Jakarta, 1998, h. 79
8 Muhamad Surya, Percikan, h. 342.
9 Dep. Diknas, Undang-Undang RI no. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui"10
Dapat juga dilihat Hadits Nabi Muhammad yang artinya;
"setiap manusia yang lahir, ia lahir dengan fitrahnya (potensi kebaikan untuk berkembang), maka orang tuanyalah (lingkungan) dapat menjadikan beragama Yahudi, Nasrani, maupun Majusi."
Dapat juga di baca al-quran surah An-Nahl ayat 78 yang artinya "Dan Allah mengeluarkan kamu (manusia) dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Dan Dia (Allah) memberi kamu
pendengaran, penglihatan, dan hati, agar kamu bersyukur"
2. Guru sebagai pengajar.
Sebagai pengajar, guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi dan memahami materi standar yang dipelajari.11
Ini berarti bahwa sebagai pengajar, guru hanya dituntut untuk memberikan pelajaran kepada siterdidik supaya mereka dapat memahami pelajaran yang diberikan. Yang diutmakan adalah membina kecerdasan intelektual anak.
3. Guru sebagai pendidik
Meskipun pada bagian pendahuluan di atas sudah dikemkakan secara sederhana pengertian guru, namun ada beiknya dalam
pembahasan ini dikemukakan lagi apa yang dimaksud dengan guru sebagai pendidik. Untuk itu, perlu diketahui apa arti kata "guru" dan apa pula arti kata "pendidik".
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan bahwa guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar.12 Kata "mengajar" mengandung arti memberi
pelajaran, tetapi dapat pula berarti melatih. Sedangkan kata "pendidik" menurut W.J.S. Poerwadarminta adalah orang yang mendidik atau yang memelihara serta memberi latihan mengenai budipekerti atau akhlak dan kecerdasan pikiran.13
Sebagai pendidik, guru adalah tokoh, panutan para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru dituntut untuk memiliki standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, kemandirian, dan disiplin.
Berkaitan dengan tanggung jawab, guru harus mengetahui serta memahami nilai budaya, norma agama, serta berusaha berperilaku dan berbuat sesuai nilai budaya dan norma agama yang berakar di
masyarakat. Guru harus bertanggung jawab melaksanakan pembelajaran untuk menjadikan peserta didik menjadi cerdas dan sekaligu berbudi pekerti luhur sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.
10 Depag RI, Al-quran dan Terjemahnya, Mujamma' Al Malik Fahd, Saudi Arabia, 1422 H. h. 645 11 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2005, h. 38.
12 Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001, edisi ketiga, cet.I,
h. 377
13W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985, Cet. VIII, h.
Dengan demikian, guru sebagai pendidik berarti bahwa selain
mengajar, ia juga mendidik anak menjadi berbudi pekerti luhur. Artinya, selain membina kecerdasan intelektual anak, ia juga membina
kecerdasan emosional, kecerdasan spiritual, dan kecerdasan sosial peserta didik.
B. Hak Guru.
1. Mendapatkan jaminan kesejahteraan lahir batin (kesejahteraan lahir, meliputi gaji dan tunjangan yang memadai. Kesejahteraan batin, meliputi penghargaan orang tua anak didik dan
masyarakat serta perlindungan hukum).
2. Kelengkapan atau ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas pendidikan yang memadai.
3. kondisi kerja yang kondusif (ada ruang guru untuk belajar dan semacamnya).
4. Kepastian dan jaminan jenjang karier.
5. menyalurkan aspirasi kepada lembaga yang bertanggung jawab atau kepada organisasi profesi keguruan (PGRI).14
VI. Penutup.
Dari uraian di atas, ada beberapa kesimpulan yang dapat dikemukakan berikut ini.
Guru sangat dibutuhkan oleh setiap orang disetiap bangsa di duna ini. Tanpa guru yang sejahtera, aktivitas pembelajaran, kurikulum, sarana-prasarana pendidikan yang ada, tidak akan ada maknanya.
Guru adalah unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi pembicaraan yang omong kosong.
Guru sebagai pendidik adalah orang yang pekerjaannya mengajar, mendidik, dan melatih peserta didik dengan tujuan agar peserta didik tersebut dapat memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan, budipekerti atau akhlak mulia dan bisa berpikir secara cerdas dan rasional.
Tipologi guru sebagai pendidik, tercermin pada sejumlah syarat yang harus dimiliki oleh seorang guru, pada sifat-sifat yang harus melekat pada dirinya. Juga melekat pada tugas-tugas pokoknya sebagai pengajar, mendidik, dan melatih peserta didik.
Multi peran guru sangat kompleks dan tidak hanya dimainkan di sekolah, tetapi juga di luar sekolah. Di sekolah, guru selain berperan sebagai pengajar, pendidik, dan pelatih peserta didik, ia juga berperan sebagai motivator, mediator, fasilitator, evaluator, dan pengelola kelas. Sedangkan di luar sekolah, guru berperan di lingkungan keluarga dan di dalam kehidupan masyarakat.
KEPUSTAKAAN
14 Organisasi Profesi Keguruan (PGRI) harus bersifat otonom dan tidak diinterfensi oleh kepentingan
Ace Suryadi dan Dasim Budimansyah, Pendidikan Nasional Menuju Masyarakat Indonesia Baru, PT. Genesindo, Bandung, 2004.
Ace Suryadi, Pendidikan Investesi Sumber Daya Manusia dan Pembangunan, Balai Pustaka, Jakarta, 1999
Depag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, Mujamma' Al-Malik Fahd, Saudi Arabiya, 1422 H.
Dep. Diknas, UU RI no. 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional, Fokus Media, Bandung, 2003
E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Remaja Rosda Karya, Bandung, 2005
H. Soedijarto, Pendidikan Sebagai Sarana Reformasi Mental Dalam Upaya Membangun Bangsa, Balai Pustaka, Jakarta, 1998
H. Tarsa, Basic Kompetensi Guru, Depag RI, Jakarta, 2003
Indra Djati Sidi,Menuju Masyarakat Belajar, Paramadina dan Logos, Jakarta, 2001
Muhammad Athiyah Al-Abrasyi, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1996
Muhamad Surya, Percikan Perjuangan Guru, Aneka Ilmu, Semarang, 2003
Onny S. Prijono dan Pranarka, Sistem Pendidikan di Indonesia Selama Sepuluh Tahun Terakhir, Yayasan Proklamasi, Jakarta, 1979
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, Rineka Cipta, Jakarta, 2000
Tim Redaksi KBBI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 2001
W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1985