• Tidak ada hasil yang ditemukan

Antar suku pertikaian suku da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Antar suku pertikaian suku da"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Nganjuk, 29 Januari 2016

(2)

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ... i

Daftar isi ... ii

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ... 1.2 Rumusan Masalah ...

Isi

2.1 Pengertian Suku dan Konflik Antar Suku ...

2.2 Contoh Konflik Antar Suku ...

2.3 Penyebab Konflik Antar Suku ...

2.4 Dampak Konflik Antar Suku ...

2.5 Cara Mengatasi Konflik Antar Suku ...

Penutup

3.1 Kesimpulan ...

3.2 Saran ...

Daftar Pustaka ...

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konflik antar suku bangsa di Indonesia sudah sering terjadi. Tak jarang konflik yang berlangsung tersebut menyebabkan terjadinya pertumpahan darah pada pihak-pihak yang bertikai. Meski pun seringkali sumber penyebab konflik itu sendiri hanya berawal dari masalah sepele.

Fanatisme kesukuan yang tinggi membuat permasalahan sepele tersebut berubah menjadi konflik massal. Rasa solidaritas sempit dan pola pemikiran yang dangkal membuat mereka tidak berpikir panjang dalam menyikapi permasalahan yang timbul tersebut. Oleh karena itu, proses penyelesaian masalah pun seringkali dilakukan dengan cara kekerasan tanpa mengedepankan dialog dari pihak yang bertikai.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini, kami menyusun beberapa permasalahan, yaitu: a. Apa pengertian konflik antar suku?

b. Apa saja contoh konflik antar suku?

c. Apa saja penyebab terjadinya konflik antar suku?

(4)

BAB II

ISI

2.1 Pengertian Suku Bangsa dan Konflik

Kelompok etnik atau suku bangsa adalah suatu golongan manusia yang anggota-anggotanya mengidentifikasikan dirinya dengan sesamanya, biasanya berdasarkan garis keturunan yang dianggap sama. Identitas suku ditandai oleh pengakuan dari orang lain akan ciri khas kelompok tersebut seperti kesamaan budaya, bahasa, agama, perilaku, dan ciri-ciri biologis.

Menurut pertemuan internasional tentang tantangan-tantangan dalam mengukur dunia etnis pada tahun 1992, "Etnisitas adalah sebuah faktor fundamental dalam kehidupan manusia. Ini adalah sebuah gejala yang terkandung dalam pengalaman manusia" meskipun definisi ini seringkali mudah diubah-ubah. Yang lain, seperti antropolog Fredrik Barth dan Eric Wolf, menganggap etnisitas sebagai hasil interaksi, dan bukan sifat-sifat hakiki sebuah kelompok. Proses-proses yang melahirkan identifikasi seperti itu disebut etnogenesis. Secara keseluruhan, para anggota dari sebuah kelompok suku bangsa mengklaim kesinambungan budaya melintasi waktu, meskipun para sejarawan dan antropolog telah mendokumentasikan bahwa banyak dari nilai-nilai, praktik-praktik, dan norma-norma yang dianggap menunjukkan kesinambungan dengan masa lalu itu pada dasarnya adalah temuan yang relatif baru.

Konflik berasal dari kata kerja latin configere yang berarti saling memukul. Konflik juga dapat diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.

Berikut beberapa pengeertian konflik menurut para ahli :

1. Menurut Taquiri dalam Newstorm dan Davis (1977), konflik merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada. Berbangkitnya

keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.

2. Menurut Gibson, etal(1997: 437), hubungan selain dapat menciptakan

kerjasama, hubungan saling tergantung dapat pula melahirkan konflik. Hal ini terjadi jika masing – masing komponen organisasi memiliki kepentingan atau tujuan sendiri – sendiri dan tidak bekerja sama satu sama lain.

3. Menurut Robbin (1996), keberadaan konflik dalam organisasi ditentukan oleh persepsi individu atau kelompok. Jika mereka tidak menyadari adanya konflik di dalam organisasi maka secara umum konflik tersebut dianggap tidak ada. Sebaliknya, jika mereka

(5)

4. Dipandang sebagai perilaku, konflik merupakan bentuk minteraktif yang terjadi pada tingkatan individual, interpersonal, kelompok atau pada tingkatan organisasi (Muchlas, 1999). Konflik ini terutama pada tingkatan individual yang sangat dekat hubungannya dengan stres.

2.2 Contoh Konflik Antar Suku

Kerukunan merupakan cerminan dari masyarakat yang saling menghargai satu sama lain. Namun berbagai hal terkadang bisa memicu perpecahan. Perang antarsuku di indonesia merupakan salah satu bentuk kurangnya rasa kebersamaan dan kerukunan antarmasyarakat.

Kasus Perang Antarsuku di Indonesia

Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki banyak sekali keragaman dari segi suku, budaya, bahasa, dan agama. Adanya perbedaan ini membuat Indonesia menjadi negara yang harus terus berusaha menjaga keutuhan dan persatuan antarwarga masyarakatnya.

Sebagai warga negara yang baik, sudah sepatutnya kita mendukung negara dengan melakukan sikap saling toleransi dan menghargai di masyarakat, karena apa pun suku yang mendiami negara ini merupakan bagian dari masyarakat Indonesia. Dengan begitu, akan tercipta persatuan dan kesatuan yang membuat negara Indonesia aman.

Namun pada kenyataannya, banyak sekali orang yang memiliki pemikiran berbeda. Orang-orang ini beranggapan bahwa suku bangsa mereka jauh lebih baik dari suku bangsa Orang-orang lain. Apa pun yang menimpa pada salah satu anggota suku mereka merupakan urusan

bersama, sehingga banyak sekali konflik yang melibatkan seluruh anggota suku jika salah satu anggotanya memiliki masalah dengan suku lain.

Perang Antarsuku di Indonesia

Indonesia yang kaya akan beragam suku bangsa ternyata bisa menjadi pemicu konflik di berbagai daerah. Banyak sekali orang yang seolah tidak peduli dengan pengamalan pancasila “Persatuan Indonesia”. Mereka seolah menutup mata dan lebih mementingkan kepentingan suku ketimbang perdamaian yang harus dijunjung tinggi di Indonesia.

Berikut ini beberapa contoh kasus perang suku di Indonesia.

(6)

A. Perbedaan stereotip dalam konflik antara suku Dayak dan suku Madura.

Beragamnya suku di Indonesia terkadang melahirkan sebuah peperangan yang biasa kita sebut dengan perang antar suku. Alasan peperangan itu sangatlah bermacam-macam. Menurut badan riset, data suku-suku yang ada di Indonesia mencapai kurang lebihnya lebih dari 300 kelompok suku atau etnik. Jumlah suku bangsa yang mencapai ratusan inilah pada kenyataannya memang sangat rentan akan terhadap sebuah konflik. Dan perang antar suku pun pada akhirnya menjadi suatu hal perstiwa yang memang tidak bisa dihindarkan lagi. Dari sekian banyak suku di Indonesia, suku Jawa adalah kelompok suku yang paling besar dengan mencapai jumlah 41% dari total populasinya.

Suku-suku terpencil di Kalimantan dan Papua, memiliki populasi yang kecil yang beranggotakan ratusan orang saja. Banyak atau sedikitnya kelompok suku ternyata berpengaruh terhadap perang antar suku tersebut. Konflik merupakan hal atau masalah yang lazim atau biasa terjadi di lingkungan masyarakat. Dimana lagi-lagi perbedaan menjadi latar belakang yang mendasar dalam setiap konflik perang antar suku di Indonesia.

Perang antar suku di Indonesia yang sempat menarik perhatian dan perbincangan ini adalah perang yang dilakukan antara Suku Dayak dan Suku Madura. Dengan timbulnya peperangan antara Suku Dayak dan Suku Madura ini banyak menimbulkan pergeseran moral tentang seharusnya bagaimana manusia saling menghargai dengan adanya perbedaan tersebut. Pada saat itu nyawa bukanlah harga mati dan mahal untuk diperjuangkan, melainkan pemenggalan terhadap kepala-kepala manusia waktu itu menjadi bukti kebencian, seolah hal itu sudah membutakan mata hati nurani manusia-manusia Indonesia saat itu. Dimana perang antara kedua suku ini sungguh amat mengerikan dan tidak layak untuk bangsa Indonesia ini yang mana negara ini bermayoritaskan agama Islam tetapi aqidah-aqidah dalam Islam tidak pernah diterapkan dalam diri manusia-manusia itu dan lingkungannya. Bahkan aqidah saat itu pun sudah tidak ada lagi karena setan yang merasuki manusia begitu keji dan jahat sehingga tega melakukan hal seperti itu terhadap sesama manusia.

Perang yang terjadi antara Suku Dayak dan Suku Madura memang telah lama berlalu, namun kini telah menorehkan luka mendalam bagi keluarga-keluarga yang menjadi korban kebiadapan manusia saat itu dan juga meninggalkan kesan mendalam yang mengerikan bagi masyarakat kedua suku tersebut.

B. Perang Antar Suku - Pertikaian Suku Dayak dan Suku Madura

Setidaknya sudah terjadi dua kali kerusuhan besar antara Suku Dayak dan Suku Madura, yaitu pada peristiwa Sampit (2001) dan di Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan besar ini meluas sampai keseluruh wilayah Kalimantan dan berakhir dengan pengusiran ribuan warga Madura yang hingga mencapai 500-an jiwa. Perang kedua suku ini telah menjadi masalah sosial yang me-nasional.

Berikut empat hal mendasar yang menjadi penyebab terjadinya perang ke dua suku ini,

yaitu :

1. Perbedaan Budaya Antara Suku Dayak dan Suku Madura

(7)

Misalnya seperti permasalahan senjata tajam, bagi Suku Dayak senjata tajam sangatlah dilarang untuk dibawa ke tempat umum. Menurut mereka apabila ada sesorang membawa senjata tajam ditempat umum sekalipun dia hanya bertamu tetap saja dianggap sebagai ancaman atau ajakan untuk berkelahi. Lain halnya dengan Suku Madura mereka biasa menyelipkan senjata tajam itu kemana saja dan hal seperti itu lumrah di daerah kelahirannya di Madura. Menurut Suku Dayak senjata tajam bukanlah untuk melukai sesorang apabila hal tersebut sampai tejadi maka hukum adat pun berlaku bagi pelakunya.

2. Perilaku yang Tidak Menyenangkan

Bagi suku Dayak mencuri barang seseorang dalam jumlah banyak adalah hal yang tidak masuk akal, apabila dilanggar pemilik barang tersebut akan sakit dan meninggal. Sementara orang Madura seringkali terlibat kasus pencurian dengan korbannya suku Dayak. Pencurian seperti inilah yang menjadi pemicu polemik perang antar suku tersebut.

3. Pinjam Memimjam Tanah

Kali ini masalahnya masih berkaitan dengan adat-istiadat atau kebiasaan. Di dalam suku Dayak membolehkan pinjam meminjam tanah adalah hal yang tanpa pamrih. Dengan kepercayaan lisan orang suku Madura dibolehkan untuk menggarap tanah tersebut, namun seringkali orang Madura menolak mengembalikan tanah pinjaman tersebut dengan alasan karena merekalah yang menggarap tanah tersebut selama ini.

Di dalam suku Dayak hal seperti ini disebut dengan balang semaya (ingkar janji) yang harus dibalas dengan kekerasan, maka terjadilah perang yang tidak bisa dihindari lagi oleh ke dua belah pihak suku tersebut.

4. Ikrar Perdamaian yang Dilanggar

Dalam suku Dayak ikrar perdamaian harus bersifat abadi. Pelanggaran akan dianggap sebagai pelecehan adat sekaligus menyatakan permusuhan. Sementara orang Madura melanggar ikrar perdamaian, dan lagi-lagi hal seperti inilah yang memicu konflik antar ke dua suku.

C. Perbedaan Stereotipe

Stereotipe itu sendiri adalah pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu tersebut. Stereotipe dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Sebagian orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif. Stereotipe jarang sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan sepenuhnya dikarang-karang. Setiap suku tentu memiliki adat-istiadat dan kebiasaan tertentu yang beragam. Keanekaragaman tersebut tentu memabawa dampak dan kosekuensi sosial yang beragam pula. Jika hal ini tidak dapat disikapi dengan baik maka perbedaan tersebut justru akan terus manjadi faktor utama penyebab terjadi perang antar suku.

Contoh yang sangat nyata yang dapat kita lihat adalah stereotipe orang Madura yang identik dengan watak kasar dan keras. Yang sering menyelesaikan masalah dengancarok, mengakhiri sengketa dengan duel maut yang berujung kematian. Latar belakang penyebab adalh dendam dan kerabat atau keluarga yang terluka.

(8)

Provinsi Lampung yang berada di ujung timur pulau sumatera ini memang memiliki keunikan tersendiri jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di sumatera. Di provinsi yang berpenduduk 7.608.405 jiwa (sensus 2010) ini ditempati oleh berbagai suku, selain suku asli lampung sendiri di provinsi tersebut juga banyak penduduk / suku yang berasal dari Semendo (sumsel), Bali, Lombok, Jawa, Minang/Padang, Batak, Sunda, Madura, Bugis, Banten, Palembang, Aceh, Makassar, warga keturunan, dan Warga asing (China, Arab).

Salah satu keunikan lainnya dari provinsi lampung ialah banyak nama daerah / kecamatan nya yang dinamai seperti nama daerah di pulau jawa, seperti bantul, wates, wonosari, sidoarjo dsb. Hal tersebut bisa terjadi karena memang sejak zaman dahulu ( belanda ) provinsi lampung adalah salah satu tempat tujuan transmigrasi besar – besaran dari tanah jawa. Bahkan banyak masyarakat Lampung suku Jawa yang belum pernah menginjakkan kakinya di Pulau Jawa.

Jika Anda berkunjung ke Lampung, jangan heran menyaksikan jumlah suku asli lampung lebih sedikit dibandingkan suku-suku pendatang lainya. Bahasa yang digunakan sehari – hari pun adalah bahasa Indonesia, berbeda dengan provinsi yang bertetangga dengan lampung seperti bengkulu dan sumatera selatan yang masih menggunakan bahasa daerah masing – masing sebagai alat komunikasi. Bahkan di beberapa kota / daerah di lampung bahasa jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi.

Tentunya dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan untuk terjadinya konflik pun semakin tinggi. Sebenarnya konflik – konflik antar suku sudah sering terjadi di provinsi lampung baik itu antara suku asli lampung dengan bali seperti yang terjadi saat ini, maupun jawa dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga suku tersebut yang sering terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang paling banyak.

Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah desa yang seluruh penduduknya berisi orang bali. Di tempat tersebut juga biasanya terdapat sebuah pura besar tempat mereka melakukan kegiatan agama, sama persis seperti keadaan di bali.

Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.

(9)

suku asli lampung tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut berkaitan dengan masalah “harga diri”.

Konflik antar suku dilampung memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya hanyalah berawal dari masalah sepele. Bahkan di tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang suku saat ini yaitu di Sidorejo kecamatan Sidomulyo juga pernah terjadi pada bulan januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan lahan parkir. Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung :

 Pembakaran pasa Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.

 29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari

pencurian ayam.

 September 2011 : Jawa vs Lampung

 Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung  Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.

Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang pernah terjadi diatas di lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antar suku namun biasanya hal tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.

Dari konflik – konflik kecil tersebut timbullah dendam diantara para suku – suku tersebut sehingga jika terjadi insiden kecil bisa langsung berubah menjadi sebuah konflik besar. Pengelompokan suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut sudah terjadi sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak – anak suku bali tidak mau bermain / bersosialisasi dengan anak – anak suku lainnya begitu juga dengan anak – anak dari suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.

Terkait degan bentrokan di Lampung Selatan, Minggu (28/10/2012), Divisi Humas Mabes Polri hari ini, Senin (29/10/2012) merilis kronologis resmi versi Polisi terkait bentrokian tersebut melalui laman online humas mabes polri di www.polri.go.id.

(10)

Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di desa Sidorejo kecamatan Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, telah terjadi bentrokan antara warga suku Lampung dan warga suku Bali.

Kronologis kejadian : Pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 pukul 17.30 WIB telah terjadi kecelakaan lalu-lintas di jalan Lintas Way Arong Desa Sidorejo (Patok) Lampung Selatan antara sepeda ontel yang dikendarai oleh suku Bali di tabrak oleh sepeda motor yang dikendarai An. Nurdiana Dewi, 17 tahun, (warga Desa Agom Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan berboncengan dengan Eni, 16 Th, (warga desa Negri Pandan Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan).

Dalam peristiwa tersebut warga suku Bali memberikan pertolongan terhadap Nurdiana Dewi dan Eni, namun warga suku Lampung lainnya memprovokasi bahwa warga suku Bali telah memegang dada Nurdiana Dewi dan Eni sehingga pada pukul 22.00 WIB warga suku Lampung berkumpul sebanyak + 500 orang di pasar patok melakukan penyerangan ke pemukiman warga suku Bali di desa Bali Nuraga Kec. Way Pani. Akibat penyerangan tersebut 1 (satu) kios obat-obatan pertanian dan kelontongan terbakar milik Sdr Made Sunarya, 40 tahun, Swasta.

Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 01.00 WIB, masa dari warga suku Lampung berjumlah + 200 orang melakukan pengrusakan dan pembakaran rumah milik Sdr Wayan Diase. Pada pukul 09.30 WIB terjadi bentrok masa suku Lampung dan masa suku Bali di Desa Sidorejo Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.

Akibat kejadian tersebut 3 (tiga) orang meninggal dunia masing-masing bernama: Yahya Bin Abdul Lalung, 40 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka robek pada bagian kepala terkena senjata tajam, Marhadan Bin Syamsi Nur, 30 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka sobek pada leher dan paha kiri kanan dan Alwi Bin Solihin, 35 tahun, Tani, (warga Lampung), sedangkan 5 (lima) orang warga yang mengalami luka-luka terkena senjata tajam dan senapan angin masing-masing : An. Ramli Bin Yahya, 51 tahun, Tani, (warga Lampung) luka bacok pada punggung, tusuk perut bagian bawah pusar, Syamsudin, 22 tahun, Tani, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian Kaki. Ipul, 33 tahun, Swasta, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada bagian paha sebelah kanan dan Mukmin Sidik, 25 tahun, Swasta, (warga Lampung) luka Tembak Senapan Angin di bagian betis sebelah kiri.

Kasus ditangani Polres Lampung Selatan Polda Lampung.

(11)

pendatang didaerah mereka tidak tahu diri, tidak sopan atau menghargai mereka sebagai penduduk asli. Begitu juga dengan warga pendatang jangan karena merasa mereka memiliki kelompok yang banyak dan memiliki solidaritas yang besar terus bersikap semena – mena terhadap suku lainnya karena walau bagaimanapun mereka adalah pendatang / tamu dan layaknya seorang tamu tentu harus menghormati tuan rumah.

Segala macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meredam konflik di Lampung, sering diadakannya pertemuan antar ketua adat di lampung ternyata belum mampu meredam konflik – konflik yang sering terjadi, hal tersebut terjadi karena diantara mereka sebenarnya saling menyimpan dendam.

KONFLIK SUKU SIGI

Konflik sosial antar warga di Kabupaten Sigi Provinsi Sulawesi Tengah seakan menyuguhkan adegan teateral kemanusiaan yang berseri. Sebuah lingkaran kekerasan yang tak berkesudahan. Pertanyaannya, mengapa kekerasan itu bertahan lama dan berulang?

Jika ditelusuri, “perang” antar desa itu dilakukan oleh warga yang dominan satu agama, satu suku, bahkan tak sedikit dari mereka yang berkonflik itu satu

rumpun keluarga. Repotnya, konflik itu berkembang bagai kompetisi liga

sepakbola, antar club akan bertemu dilapangan hijau. Di Kabupaten Sigi, antar desa akan ketemu dimedan konflik, diperbatasan desa, terkadang di pematang sawah. Konflik antar desa itu sumbuh pemicunya selalu bermuara pada soal salah paham.

Salah faktor terjadinya salah paham itu karena kurangnya interakasi soal dan dialog antar warga yang berbeda desa. Berikutnya setiap pasca konflik, sejumlah pemangku kepentingan hanya sibuk mempersoalkan fenomena yang terjadi dipermukaan bahkan cenderung saling menyalahkan. Akar masalah tak pernah terjawab.

Jika diurai anatomi konflik antar warga didataran Sigi itu, kita akan menemukan sesuatu yang agak berbedah dengan konflik komunal di Poso dan Ambon beberapa tahun lampau. Di Poso dan Ambon konflik membuncah kepermukaan karena masyarakatnya sangat mudah diprovokasi akibat tajamnya segregasi sosial yang dilatar belakangi oleh faktor agama dan etnis, berikutnya kekerasan itu berkelanjutan karena dipicu oleh kekerasan sebelumnya. Teori Dom Helder Camara menyebutnya dengan spiral kekerasan. Untuk itu perlu dikedepankan dialog dan resolusi agar mata rantai spiral kekerasan bisa terurai, Namun di Sigi agak lain, kekerasan yang sering berulang itu tidak dipicu oleh kekerasan sebelumnya, namun selalu muncul masalah baru dari warga desa yang berbeda domisili. Yang berkembang kemudian adanya segregasi sosial karena faktor domisili warga yang berbeda desa. Jadi, solidaritas itu muncul karena factor kawan sekampung bukan karena faktor satu etnis atau agama seperti yang terjadi di Poso dan Ambon.

Dalam masyarakat yang tingkat segregasinya sosialnya tinggi,

(12)

homogen. Oleh Profesor Sosiologi Emile Durkheim (1859-1917), menjelaskan, tipikal masyarakat yang demikian itu disebut dengan solidaritas mekanik, dimana individu diikat dalam suatu bentuk solidaritas dan memiliki "kesadaran kolektif" yang sama dan kuat. Karena itu individualitas tidak berkembang karena dilumpuhkan dengan tekanan besar untuk menerima konformitas antar warga sekampung.

` Masalah di Sigi selama ini adalah sangat kurang dan terbatasnya media atau sarana yang bisa mempertemukan warga antar kampung, akibatnya tidak terjalin komunikasi lintas budaya antar individu yang berbeda kampung itu. Yang terbangun justru semakin menguatnya kohesi sosial pada masing-masing

kampung. Untuk itu kita tidak heran jika terjadi senggolan antar individu yang beda kampung ketika acara jogged “tujuh belasan” di lapangan sepakbola kecamatan misalnya, maka hal itu bisa menyulut solidaritas mekanik itu untuk saling membela kawan sekampung karena disenggol oleh anak kampung

sebelah. Mereka, setiap saat selalu terjebak dalam dikotomi antara “torang” dan “dorong” (baca: kita dan mereka) Karena faktor itu, jangan coba-coba bicara soal batas desa disana, sangat sensitive.

Jadi akar masalah konflik disana itu bukan karena ada yang menunggangi atau kesadaran masyarakat yang rendah serta mudahnya warga mengakses

mimuman keras. Benar factor tersebut yang sering terlihat dipermukaan, tapi hal ini hanya ekses dari sebuah masalah besar yang belum terjawab. Satu

diantaranya adalah angka pengangguran yang tinggi dan lapangan pekerjaan yang terbatas. Saya pikir, Pemerintah Provinsi Sulteng, khususnya Pemerintah Kabupaten Sigi harus memiliki strategi khusus untuk menjawab masalah tersebut.

Meminjam pandangan Emile Durkheim, solidaritas mekanik itu (baca: fanatisme desa) bisa cair dan digantikan dengan solidaritas organik jika terjadi pembagian kerja dimasyarakat. Dengan pembagian kerja itu pada gilirannya akan timbul spesialisasi. Pada akhirnya dengan spesialisasi itu akan memberi efek

ketergantungan antar individu. Hal ini juga menggairahkan individu untuk meningkatkan kemampuannya secara individual sehingga "kesadaran kolektif" (solidaritas mekanik) semakin cair kekuatannya. Amatilah misalnya kehidupan masyarakat di Kota Palu, fenomena solidaritas organik itu mulai nampak karena adanya saling ketergantungan antar individu diberbagai sektor kehidupan. Penjual pisang goreng misalnya dipastikan akan sangat tergantung dengan penjual pisang dipasar, dan penjual pisang akan tergantung dengan petani pisang. Demikian halnya, tukang bakso akan sangat tergantung dengan penjual daging sapi dipasar dan penjual daging sapi sangat tergantung dengan peternak sapi. Itulah contoh pembagian kerja yang berimplikasi terhadap spesialiasi itu dalam masyarakat. Bagaimana mungkin warga mau berkonflik jika telah terjadi efek ketergantungan diantara warga. Orang kampus sering bilang

interdependensi.

Fakta social yang tak mungkin dielakkan, di Sigi sejak menjadi kabupaten baru, terjadi migrasi warga dari luar Sigi hingga berpengaruh pada pertumbahan jumlah penduduk. Masyarakat dari berbagai penjuru ditanah air akan mencoba bertarung hidup di wilayah Sigi, apalagi daerah itu sangat kaya dengan potensi alamnya. Yang pertama; orang-orang pada mengerumuni lapangan pekerjaan sektor formal, yakni Pegawai Negeri Sipil (PNS), celakanya, sejumlah anak-anak muda Sigi kurang terakomodir disektor formal itu. Yang kedua; lapangan kerja di sektor informal juga masih terbatas, termasuk sumberdaya yang akan

(13)

Jika saja lapangan kerja terbuka lebar di Kabupaten Sigi, maka dipastikan segregasi antar kampung itu bisa cair. Inilah satu soal yang harus segera

dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Sigi. Kalau pemerintah kabupaten belum bisa membuka lapangan kerja buat rakyatnya, paling tidak perlu membuka ruang-ruang publik yang memungkinan adanya komunikasi yang memungkinkan adanya aktifitas warga secara bersama. Dengan harapan, akan terbangun

interaksi antar warga dari berbagai desa secara rutin, namun kegiatan itu diharapkan tak menjurus terjadinya kompetisi antar desa, seperti pertandingan sepakbola misalnya. Intinya, sangat diperlukan adanya sejumlah program kegiatan yang diharapkan bisa merekatkan kohesi social antar warga dari berbagai kampung. Saya pikir saatnya organisasi seperti Alkhairaat dan organisasi social lainnya berkontribusi untuk merekatkan kohesi social antar warga agar bara amarah bisa diredam disana. Kemudian Pemerintah Kabupaten Sigi harus menunjukkan komitmennya bahwa mereka bekerja untuk

meningkatkan kesejahteraan warganya. Seperti apa caranya, koreksilah kebijakan politik anggaran dalam APBD yang selama ini terlalu besar porsinya untuk kepentingan belanja rutin. Tak salah jika biaya perjalanan dinas misalnya atau pembelian mobil dinas dikurangi karena akan menyedot dana yang tak sedikit. Jika Pemerintah Kabupaten Sigi mau menunjukkan komitmennya dengan sedikit berhemat, maka dipastikan porsi belanja publik bisa ditingkatkan. Siapa tau dengan berhemat itu, dananya bisa dialokasikan untuk membangun

sejumlah kebutuhan dasar warga Sigi termasuk membuka lapangan kerja buat mereka yang masih menganggur. Hanya saja apakah Pemerintah Kabupaten Sigi mau menunjukkan komitmennya, fokus dan peduli pada kebutuhan warganya ? Entahlah, sejarah yang akan membuktikan.

KERUSUHAN SAMBAS

Kerusuhan Sambas adalah pecahnya kerusuhan antar etnis di wilayah Kabupaten Sambas dan sekitarnya. Kerusuhan di Sambas sudah berlangsung sekitar tujuh kali sejak 1970, namun yang terakhir ini (tahun 1999) merupakan terbesar dan akumulasi dari kejengkelan Melayu dan suku Dayak terhadap ulah oknum-oknum pendatang dari Madura. Akibatnya, orang-orang keturunan Madura yang sudah bermukim di Sambas sejak awal 1900-an itu ikut menanggung dosa perusuh.[1] Korban akibat kerusuhan Sambas terdiri dari, 1.189 orang tewas, 168 orang luka

berat, 34 orang luka ringan, 3.833 rumah dibakar dan dirusak, 12 mobil dan 9 motor

dibakar/dirusak, 8 masjid/madrasah dirusak/dibakar, 2 sekolah dirusak, 1 gudang dirusak, dan 29.823 warga Madura mengungsi.

LATAR BELAKANG

 Awal peristiwa dilatar belakangi kasus pencurian ayam oleh seorang warga suku Madura yang ditangkap dan dianiaya oleh warga masyarakat suku Melayu.

 Peristiwa berkembang dengan bergabungnya ratusan warga suku Madura dan

menyerang beberapa warga suku Melayu yang berakibat 3 orang suku Melayu meninggal dunia dan 2 orang luka-luka.

 Selain itu terjadi pula kasus perkelahian antara kenek angkot warga suku Melayu dengan penumpang angkot warga suku Madura yang tidak mau membayar ongkos.

(14)

 Peristiwa berkembang dengan terjadinya kerusuhan, pembakaran, pengrusakan, perkelahian, penganiayaan dan pembunuhan antara warga suku Melayu dan warga suku Dayak menghadapi warga suku Madura, yang meluas sampai kedaerah sekitarnya.

 Telah terjadi pengungsian warga suku Madura secara besar-besaran. Kemudian isu ini dieksploitir oleh kelompok-kelompok tertentu untuk kepentingannya.

 Peristiwa ini adalah kejadian yang kesepuluh sejak tahun 1970 dan juga pernah terjadi terhadap etnis yang lain.

KRONOLOGI

 Pada tanggal 17 Januari 1999 pukul 01.30 WIB telah ditangkap dan dianiaya pelaku pencurian ayam warga suku Madura oleh warga suku Melayu.

 Pada tanggal 19 Januari 1999 sekitar 200 orang suku madura dari suatu desa menyerang warga suku Melayu desa lainnya.

 Hari berikutnya terjadi perkelahian antara warga suku Madura dan warga suku Melayu karena tidak membayar ongkos angkot. Kejadian ini berkembang menjadi perkelahian antara kelompok dan antara desa yang disertai pembakaran, pengrusakan dan tindak kekerasan lainnya.

 Warga suku Melayu dan suku Dayak melakukan penyerangan, pembakaran,

pengrusakan, penganiayaan dan pembunuhan terhadap warga suku Madura dan selanjutnya saling membalas.

 Peristiwa berkembang dengan terjadinya pengungsian warga Madura dalam jumlah besar menuju Singkawang dan Pontianak.

Tindakan aparat keamanan antara lain :

- Melokalisir dan mencegah meluasnya kejadian,

- Membantu mengevakuasi para pengungsi, melakukan pencarian dan penyelamatan suku Madura yang melarikan diri kehutan,

- Membantu para pengungsi ditempat penampungan,

- Mengadakan dialog dengan tokoh masyarakat dan pemuka agama, serta

- Melakukan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku kriminal.

PROSES HUKUM

(15)

2.3 Penyebab Konflik Antar Suku

a. Primordialisme, yaitu menganggap kelompoknya lebih tinggi dari kelompok lain. Primordialisme ini sangat berpengaruh apabila terjadi di Indonesia, karena mengingat Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku.

b. Selanjutnya adalah adanya kesenjangan ekonomi, misal kasus Sampit. Masyarakat asli tidak menerima adanya perbedaan ekonomi dengan masyarakat pendatang sehingga memunculkan konflik yang tidak berujung.

c. Selain dua faktor di atas, adanya kesalahpahaman juga mempengaruhi terjadinya konflik, adanya perbedaan keyakinan (agama) juga bisa menyebabkan konflik antar masyarakat.

d. Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.

e. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda. Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.

(16)

bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.

g. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.

2.4 Dampak Konflik Antar Suku

Terdapat enam dampak yang langsung kelihatan (Brown, 1997, hal. 90).

a. Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.

b. Keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.

c. Perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.

(17)

e. Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.

2.5 Cara Mengatasi Konflik Antar Suku

a. Dengan saling menghormati antar masyarakat, apabila hal ini terwujud maka setiap orang akan memiliki perasaan yang sama, bahagia karena dihormati sehingga memunculkan rasa menghormati oranglain.

b. Selanjutnya dengan menjaga kerukunan masyarakat, walaupun mungkin hal ini sulit mengingat masyarakat Indonesia terdiri dari ratusan suku yang memiliki ciri watak berbeda-beda namun akan menjadi mudah apabila sudah terbentuk suatu sikap untuk saling menjaga dan mempertahankan kerukunan baik antar umat beragama, antar etnis, serta antar suku bangsa yang kuat dari dalam diri masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelum ini, tampak bahwa ditinjau dari sudut materi dakwah, khotbah Jumat yang disampaikan para khatib di Kota Banjarmasin, setidaknya

Penyelenggaraan Diklat Teknis Penyusunan Dokumen Akreditasi Puskesmas Provinsi Jawa Tengah Tahun 2016 adalah Badan DIKIST Provinsi Jawa Tengah'.. Waktu dan

Setiap Dosen Penguji memberikan nilai atas Skripsi dan jawaban teruji pada Lembar Penilaian Ujian Skripsi dengan nilai angka pada skala 1 sampai 100. Kriteria

‘Joomla’  di  Balai  Pengembangan  Teknologi  Informasi  dan  Komunikasi  Pendidikan  (BPTIKP) 

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama inkubasi yang berbeda terhadap karakteristik fisik (warna, kekentalan, kadar air), karakteristik fungsional

Jika perencana jembatan harus dapat menjawab pertanyaan tentang berapa maksimum beban kendaraan yang bisa melintasi jembatan yang direncanakannya, maka perencana drainase harus

graph. Jika pada suatu pengecekan, jumlah yang dikunjungi sama dengan jumlah node total seharusnya, maka dapat disimpulkan bahwa semua node telah terhubung. Implementasi

Title Bar : batang jendela dari program Visual Basic 6.0 yang terletak pada bagian paling atas dari jendela program yang berfungsi untuk menampilkan judul atau