• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR (SABER PUNGLI) (Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR (SABER PUNGLI) (Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR

(SABER PUNGLI)

(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

(Jurnal Skripsi)

Oleh

MUHAMMAD RANDA EDWIRA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR

(SABER PUNGLI)

(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

Oleh

M. Randa Edwira, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica Email: muhammadrandaedwira@gmail.com.

Pungutan liar pada umumnya dilakukan oleh oknum petugas yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan dan para pelaksana pelayanan publik. Dampak pungli adalah memberatkan masyarakat, mempengaruhi iklim investasi dan merosotnya wibawa hukum. Sehubungan dengan adanya pungli tersebut maka dibentuklah Satgas Pungli berdasarkan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor: 786/III.15/HK/2015 tentang Pembentukan Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Pemerintah Kota Bandar Lampung. Permasalahan: (1) Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung?Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Anggota Tim Saber Pungli Kota Bandar Lampung dari unsur kepolisian, unsur kejaksaan, unsur PNS dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung . Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian: (1) Upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung dilaksanakan dengan sarana penal yaitu melaksanakan operasi tangkap terhadap pelaku pungli dan memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli. Selain ini dengan sarana non penal yaitu melaksanakan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan pembentanasan pungli dan membuka saluran pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan tentang adanya tindak pidana pungutan liar. (2) Faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar adalah faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli, Faktor sarana dan fasilitas yaitu tidak adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, faktor masyarakat yaitu masih adanya keengganan berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi.

(3)

ABSTRACT

EFFORTS TO OVERCOME THE ILLEGAL LEVIES CRIME BY CLEAN SWEEP TASK FORCE TEAM

(Case Study at Legal Territory of Bandar Lampung)

By

M. RANDA EDWIRA

Illegal levies are generally made by officials who have important positions in government and public service providers. The impact of illegal levies is burdensome on the part of society, affecting the investment climate and declining legal authority. In connection with the existence of the extortion, the Task Force was established based on the Decision of the Mayor of Bandar Lampung Number: 786/III.15/HK/2015 on the Formation of a Clean Sweep Task Force Team of Bandar Lampung City. Problems of research: (1) How is the effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung? (2) What is the inhibiting factor of effort to overcome the crime of illegal levies by Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung?This research uses normative juridical approach and empirical approach. The informants consist of Clean Sweep Task Force Team, elements of the police, prosecutors, civil servants and lecturers at the Law Faculty of Lampung University. Data collection was done by literature study and field study, then the data were analyzed qualitatively.Based on the results of research and discussion can be concluded: (1) effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung carried out by means of penal is to carry out fishing operations against perpetrators and provide recommendations to law enforcement to provide criminal sanctions against perpetrators. In addition to this with non-penal means is to coordinate with agencies related to the illegality of illegal levies and open a complaint channel for the community (2) Inhibiting factors of effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung is law enforcement factor that is still lack of coordination between institution or government institution with the Team, facility factor that is the absence of mutual exchange of information from all parties working together on the activities and outcomes including the problems faced by each, the community factor that is still the reluctance to participate in law enforcement especially against illegal levies, both in its capacity as a reporter and witness. Cultural factor that is still the view that illegality is something common in numbers make it easier to carry out administrative affairs.

(4)

I. Pendahuluan

Praktik pungli dalam birokrasi

disebabkan disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan supervisi dikalangan

instansi pemerintahan, meskipun

sejumlah lembaga pengawasan internal dan eksternal telah di bentuk, budaya

pungli dikalangan birokrasi tidak

kunjung berkurang apalagi dihilangkan.

Pada umumnya, pungli dilakukan

petugas pelayanan publik kategori kelas

rendah. Motifnya adalah untuk

menambah penghasilan akibat gaji resmi para birokrat rata-rata masih tergolong rendah. Bila birokrasi tingkat tinggi bisa melakukan korupsi untuk menambah penghasilannya, maka birokrasi tingkat

rendah melalui pungli. Adanya

kesempatan, lemahnya pengawasan dan rendahnya etika birokrat menjadi faktor pendorong suburnya perilaku korup

melalui pungli.1

Posisi masyarakat dalam proses

pelayanan publik, sangat rentan menjadi korban pungli karena daya tawar yang

rendah. Masyarakat dipaksa

menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat

yang kerap melakukan pungli.

Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena

rendahnya kepercayaan masyarakat

terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai

dari inspektorat sebagai pengawas

internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungli dengan

1Halim. Pemberantasan Korupsi. Rajawali Press.

Jakarta. 2004. hlm. 46.

cara membiasakan diri memberi uang tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi. Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena telah berlangsung lama.

Praktik pungli merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi, pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki posisi penting dalam

pemerintahan, termasuk oleh para

pelaksana pelayanan publik.2

Pengaturan mengenai pungli diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu

Bersih Pungutan Liar. Pengaturan

mengenai pungli ini merupakan bentuk antisipasi dari dampak yang ditimbulkan oleh Pungli. Pungli menjadi salah satu perbuatan yang sudah akrab di telinga masyarakat. Walaupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak satupun ditemukan mengenai tindak pidana pungli atau delik pungli, namun secara tersirat dapat ditemukan dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 tindak pidana korupsi, yang kemudian

dirumuskan ulang Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

2Eddy Mulyadi Soepardi, Memahami Kerugian

(5)

Terdapat tiga dampak yang akan

ditimbulkan dari pungli tersebut.

Pertama,pungli yang terjadi di instansi maupun lembaga akan mengganggu dan ada memberatkan masyarakat.Kedua, dalam konteks dunia usaha, bisa juga mempengaruhi iklim investasi. Orang yang mau investasi di Indonesia tapi dengan adanya gangguan pungli ini, dimana setiap mengurus sesuatu menjadi berbelit-belit, makan waktu lama kalau tidak dikasih upeti dan hal tersebut dapat mengurangi minat dari para investor. Ketiga, dengan maraknya pungli akan berpengaruh pada merosotnya wibawa

hukum.3

Pungli yang terjadi di Bandar Lampung tumbuh cukup subur hal tersebut terbukti dengan banyaknya masalah pungli yang diliput oleh media media cetak yang ada di Bandar Lampung. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar

maka walikota Bandar Lampung

Herman HN, melantik personel Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli) Bandar Lampung yang dibentuk sejak akhir 2016. Satgas tersebut berjumlah 33 personel berasal dari

berbagai unsur, yaitu kepolisian,

kejaksaan, dan birokrat (PNS) di

lingkungan Pemkot Bandar Lampung.4

Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli ini dibentuk berdasarkan Keputusan Wali

Kota Bandar Lampung Nomor: Diakses Senin 1 Agustus 2017.

pembentukan tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Pemkot Bandar Lampung. Pungli merupakan tindakan yang tidak terpuji dan merusak moral

bangsa, dan juga memperlambat

pelayanan publik. Pelantikan yang

dilakukan tersebut memang terlambat, karena tim ini sudah dibentuk dan bekerja sejak bulan Desember 2016 lalu. pengukuhan Satuan Tugas Sapu Bersih

Pungli Bandarlampung ini pun

berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor: 180/3935/SY tentang

Pengawasan Pungutan Liar dalam

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Adanya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli ini diharapkan dapat membantu

menanggulangi pungli.5

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian berjudul Upaya

Penanggulangan Tindak Pidana

Pungutan Liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Pungli)(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)

Permasalahan penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah upaya

penanggulangan tindak pidana

pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung?

b. Apakah yang menjadi faktor

penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya

penanggulangan tindak pidana

pungutan liar di Bandar Lampung?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan

(6)

studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. II.Pembahasan

A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Bandar Lampung

1. Sarana Penal

a. Melaksanakan Operasi Tangkap

Tangan

Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar diketahui bahwa Satgas Saber Pungli

mempunyai tugas melaksanakan

pemberantasan pungutan liar secara

efektif dan efisien dengan

mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa dalam

melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud Pasal 2, Satgas Saber Pungli

menyelenggarakan fungsi: intelijen,

pencegahan, penindakan dan yustisi.

Ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar

menyebutkan bahwa dalam

melaksanakan tugas dan fungsi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang:

a. membangun sistem pencegahan dan

pemberantasan pungutan liar;

b. melakukan pengumpulan data dan

informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi;

c. mengoordinasikan,merencanakan,

dan melaksanakan operasi

pemberantasan pungutan liar;

d. melakukan operasi tangkap tangan;

e. memberikan rekomendasi kepada

pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. memberikan rekomendasi

pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di setiap instansi

penyelenggara pelayanan publik

kepada pimpinan

kementerian/lembaga dan kepala

pemerintah daerah; dan

g. melaksanakan evaluasi kegiatan

pemberantasan pungutan liar

Satgas Saber Pungli berwenang

melakukan operasi tangkap tangan

terhadap pelaku tindak pidana pungli. Pentingnya operasi tangkap tangan ini berkaitan dengan fakta bahwa dalam kehidupan setiap warga negara pada

dasarnya membutuhkan pelayanan

publik dari segi administrasi, seperti akta kelahiran, kartu keluarga, kartu tanda

penduduk, pelanggaran tilang,

pengembalian barang bukti, hingga akta kematian. Dimensi administrasi yang membutuhkan pelayanan publik tersebut rentan sekali dengan pungutan liar yaitu pengenaan biaya atau pungutan di tempat yang seharusnya tidak ada biaya dikenakan atau dipungut di lokasi atau

pada kegiatan tersebut. Kegiatan

(7)

b. Memberikan Rekomendasi kepada Penegak Hukum untuk Memberikan

Sanksi Pidana terhadap Pelaku

Pungli

Upaya lain yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli dalam penanggulangan

pungutan liar adalah memberikan

rekomendasi kepada penegak hukum

untuk memberikan sanksi pidana

terhadap pelaku pungli. Praktik pungutan liar yang tidak terkendali dan merasuk ke hampir semua instansi yang melayani urusan dan kepentingan publik, baik instansi yang ada di tingkat pusat maupun di daerah harus ditanggulangi. Para oknum pada berbaga instansi tersebut mencari keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan jabatan yang ada pada dirinya.

Setiap pungutan tidak resmi, pungutan yang dipaksakan dengan memanfaatkan

momentum dan menyalahgunakan

jabatan yang tidak ada dasar hukumnya adalah tindak pidana korupsi. Termasuk pungutan yang tidak disertai dengan bukti kuitansi pembayaran, meminta komisi yang dianggap sebagai suatu kebiasaan maupun meminta uang pelicin untuk mempercepat proses birokrasi, tetap tidak dibenarkan. Siapapun yang merasa dirugikan seharusnya berani melaporkan kepada yang berwajib meski pembuktiannya terkadang sulit.

Berdasarkan uraian di atas maka Tim Saber Pungli memberikan rekomendasi

kepada penegak hukum untuk

memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli dengan mengacu pada beberapa pasal di dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, yang berkaitan dengan perbuatan pungutan liar

2. Sarana Non Penal

a. Menjalin Koordinasi dengan Instansi

Terkait

Sistem peradilan pidana di Indonesia

menganut konsepsi integrated criminal

justicesystem, konsepsi ini menghendaki adanya kerjasama secara terpadu di

antara komponen-komponen yang

terlibat dalam sistem peradilan pidana. Kegagalan dari salah satu komponen

dalam sistem tersebut akan

mempengaruhi cara dan hasil kerja dari komponen lainnya, oleh sebab itu

masing-masing komponen harus

memiliki pandangan yang sama dan

memilik rasa tanggungjawab baik

terhadap hasil kerja sesuai dengan

posisinya masing-masing, maupun

secara keseluruhan dalam kegiatan proses pembuktian.

Dlam menyelenggarakan koordinasi

dengan Tim Saber Pungli maka

inspektorat Kota melaksanakan beberapa fungsi:

1) Pelaksanaan (auditoriat) terhadap

penyelenggaraan di bidang

Pemerintahan, Ekonomi,

Kesejahteraan Rakyat, Pembangunan dan bidang Aparatur.

2) Pelaksanaan Pengujian dan Penilaian

atas hasil laporan setiap unsur dan

unit pelaksana di lingkungan

Pemerintah Kota atas perintah

Walikota.

3) Pelaksanaan pengusutan (investigasi)

kebenaran atau laporan pengaduan

terhadap penyimpangan atau

penyalahgunaan penyelenggaraan di

bidang Pemerintahan, Ekonomi,

(8)

Koordinasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota melalui Inspektorat Kota dengan Kejaksaan sebagai penyidik tindak pidana pungutan liar tidak ada

kesepakatan (MOU) sebelumnya.

Koordinasi terjadi setelah adanya dugaan atau indikasi terjadi tindak pidana pungutan liar dilingkungan pemerintah kota, sesuai dengan tugas dan fungsi Inspektorat Kota dalam melakukan

pengawasan terhadap pelaksanaan

pembangunan di lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung, termasuk tindak pidana pungutan liar.

b. Membuka Saluran Pengaduan

Masyarakat tentang Adanya Pungli

Upaya penanggulangan pungutan liar membutuhkan peran serta masyarakat, oleh karena itu untuk memudahkan partisipasi masyarakat, pemerintah telah membuka beberapa saluran komunikasi

yaitu melalui situs saberpungli.id,

melalui SMS 1193 dan melalui Call Center 193, yang diharapkan dengan

adanya saluran-saluran ini dapat

meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga satgas saber pungli dapat bekerja dengan lebih maksimal dan efisien demi mewujudkan Indonesia yang bersih dari praktek pungutan liar. Masyarakat yang melaporkan adanya

tindak pidana pungli ini dijaga

kerahasiannya.

Peran serta masyarakat dalam

penanggulangan tindak pidana pungutan

liar sangat diperlukan, mengingat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan

penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.

Dalam sistem hukum pidana dikenal beberapa istilah berkenaan dengan status hukum masyarakat, di antaranya adalah palapor, tersangka, terdakwa, saksi, dan saksi ahli. Dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu bagaimana peran

serta masyarakat dalam proses

penegakan hukum, maka status dan kedudukan masyarakat yang kiranya menjadi perhatian utama adalah status dan kedudukan masyarakat sebagai pelapor dan saksi.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa disadari bahwa untuk dapat dimintai

pertanggungjawaban secara hukum

pidana terhadap orang yang telah melakukan kejahatan sangat dibutuhkan sekali adanya laporan/pengaduan dari masyarakat tentang telah terjadinya

kejahatan tersebut. Tanpa adanya

laporan dari masyarakat, sulit kiranya

diketahui telah terjadi pelanggaran

tersebut, hal ini dikarenakan sangat terbatasnya jumlah personil penegak hukum. Oleh karena itu, pada sisi inilah peran serta masyarakat dalam upaya penegakan hukum dengan melaporkan semua yang mereka tahu kepada institusi

yang berwenang menjadi suatu

kebutuhan.

(9)

tindakan hukum berupa pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya suatu peristiwa pidana. Jadi merujuk pada

pengertian tersebut di atas,

sesungguhnya melaporkan suatu tindak pidana merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 108

KUHAP, maka orang yang berhak mengajukan laporan kepada pejabat yang berwenang di antaranya adalah:

(1) Setiap orang yang mengetahui

peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana

(2) Setiap orang yang melihat suatu

peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana.

(3) Setiap orang yang menyaksikan

suatu peristiwa yang diduga suatu tindak pidana

(4) Setiap orang yang menjadi korban

dari peristiwa tindak pidana

(5) Setiap orang yang mengetahui

permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap: pertama keamanan umum/keamanan umum dan kedua jiwa atau hak milik

(6) Setiap pegawai negeri, dalam rangka

melaksanakan tuganya yang

mengetahui tentang terjadinya

peristiwa pidana.

Selain sebagai pelapor, manifestasi lain dari peran serta masyarakat dalam penegakan hukum adalah posisinya sebagai saksi, yaitu orang yang dapat

memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan dan

peradilan tentang suatu perkara pidana yang dilihat dan dialami sendiri.

Aparat penegak hukum seperti pihak kepolisian sebenarnya merupakan jalur yang bisa digunakan oleh masyarakat dalam rangka mengaktualisasikan peran

sertanya dalam proses penegakan

hukum. Jalur hukum pidana adalah salah satu jalur yang bisa dilakukan atau

digunakan oleh masyarakat dalam

rangka mewujudkan peran serta tersebut.

Salah satu yang membedakan

pemanfaatan jalur hukum pidana dengan jalur hukum lainnya adalah bahwa jalur ini baru dapat digunakan jika adanya bentuk pelanggaran atau kejahatan nyata yang sifatnya pidana, yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum. Larangan tersebut disertai dengan sanksi pidana terhadap pelakunya.

Setidaknya ada dua bentuk peran serta yang bisa dilakukan oleh masyarakat berkenaan dengan proses penegakan hukum melalui jalur hukum pidana ini, yaitu pertama peran sertanya sebagai palapor dan kedua peran serta sebagai saksi. Kedua jenis peran serta inilah yang dapat digunakan oleh masyarakat melalui jalur hukum pidana.

Berdasarkan uraian di atas maka

menurut penulis, upaya memberikan jaminan keamanan dan keselamatan

pelapor dan saksi sesuai dengan

(10)

Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintah dengan tidak ada kecualinya.

Peran serta masyarakat dalam penegakan hukum sangat dibutuhkan dan bahkan dijamin keamanannya. Hal ini berarti

peran serta masyarakat dalam

mengungkapkan suatu kejahatan sangat dibutuhkan sekali keberadaannya. Fakta di lapangan menunjukkan masyarakat masih takut untuk menjadi pelapor atau saksi dalam suatu tindak pidana, sebab pelaku dan kelompoknya pasti akan memberikan ancaman terhadap saksi atau pelapor atas tindak pidana atau

kejahatan yang dilakukannya.

Masyarakat takut atas keselamatan diri dan keluarga mereka atas ancaman

jaringan para penjahat apabila

melaporkan tindak pidana kepada pihak kepolisian. Semakin tinggi peran serta masyarakat dalam penegakan hukum pidana maka akan semakin mudahlah

aparat penegak hukum dalam

menegakkan hukum tersebut.

B. Faktor Penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar di Bandar Lampung

1. Faktor penegak hukum

Faktor penegak hukum yang

menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih

Pungutan Liar dalam upaya

penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim

Saber Pungli. Kunci mempersatukan usaha-usaha ke arah tujuan organisasi adalah koordinasi, koordinasi akan

meminimalisir sebuah pertentangan,

perebutan sumber daya atau fasilitas dan menumpuknya tugas pada seseorang,

kondisi tersebut berganti dengan

kesatuan sikap, keselarasan tindakan dan

kebijaksanaan serata kesatuan

pelaksanaan. Dalam kenyataannya

pelaksanaan koordinasi sulit untuk

dilakukan karena tidak memenuhi

prinsip-prinsip koordinsi dalam hal ini

yaitu: tidak adanya saling tukar

informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan

hasilnya termasuk masalah-masalah

yang dihadapi masing-masing dan tidak ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama

Faktor penghambat koordinasi adalah sikap aparat penegak hukum yang bersifat instansi sentris yaitu masing-masing instansi bersikap dialah yang paling kuasa dan paling menentukan sehingga tumbuh sikap masa bodoh terhadap pelaksanaan penanggulangan tindak pidanapungli. Misalnya dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pungli Jaksa berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikkan dan

penuntutan sekaligus, dalam hal ini Jaksa tidak perlu mengkoordinasikannya kepada aparat lain atau pihak pemerintah daerah sebab pihak kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana khusus, dilain pihak

merasa tugas penyidikan telah

dimonopoli oleh pihak Kejaksaan,

sehingga pihak pemerintah daerah

(11)

2. Faktor sarana dan fasilitas

Faktor sarana dan prasaran yang

menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih

Pungutan Liar dalam upaya

penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah tidak adanya saling tukar informasi dari semua

pihak yang bekerjasama mengenai

kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing. Tidak ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, Peraturan Pelaksana tugas Inspektorat Kota Bandar Lampung didasarkan Pada Keputusan Walikota, sehingga keputusan ada di tangan Walikota. Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung yang masih kurang, sehingga sering tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh

Inspektorat Kota Bandar Lampung

Bandar Lampung tidak memadai

sehingga dalam upaya menanggulangi pungli sering terhambat. Kurangnya motivasi kerja sama antara aparat penegak hukum dengan Inspektorat Kota Bandar Lampung, koordinasi terjadi apabila sudah ada temuan dari pihak Inspektorat Kota Bandar Lampung

3. Faktor masyarakat

Faktor masyarakat yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung

adalah masih adanya keengganan

berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi. Keengganan ini bisa bertolak dari tidak atau belum dipahami hak dan kewajiban masyarakat sebagai orang yang harus

melaporkan apa yang mereka ketahui tentang adanya suatu tindak pidana , atau penyebab lain dikarenakan masih adanya sikap tidak mau rasa masyarakat untuk

berhadapan dan berurusan dengan

institusi penegak hukum pada semua

level, baik di tingkat kepolisian,

kejaksaan maupun pengadilan. Alasan

masyarakat tidak mau melaporkan

terjadinya suatu kejahatan atau tindak pidana adalah karena tidak mau repot dan bermasalah dengan hukum, karena nantinya akan mempersulit diri sendiri. Secara ideal masyarakat hendaknya membantu aparat penegak hukum dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana, namun hal tersebut terkadang tidak dilakukan sebab masyarakat tidak bersedia untuk menjadi pelapor dan saksi.

Antara pelapor dan saksi memiliki persamaan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Persamaan yang ada pada keduanya (pelapor dan saksi) adalah mereka sama-sama orang yang

mengetahui tentang adanya suatu

peristiwa atau tindak pidana, sedangkan

perbedaan antara keduanya adalah

dilihat dari sisi inisiatif yang muncul. Jika pelapor, inisiatif datang dari pelapor itu sendiri untuk secara aktif melaporkan

tindak pidana yang dia ketahui,

sedangkan saksi inisiatif biasanya tidak datang dari saksi itu sendiri tetapi datang dari pihak lain, yang dalam hal ini adalah pihak penyidik. Adanya sikap masyarakat yang takut terhadap pelaku tindak pidana menjadi penyebab mereka tidak bersedia menjadi pelapor atau saksi. Padahal dalam konteks penegakan

hukum, masyarakat memperoleh

(12)

4. Faktor Kebudayaan

Faktor kebudayaan yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih adanya pandangan bahwa pungli adalah sesuatu yang lazim dalam

angka mempermudah melaksanakan

urusan-urusan administrasi. Pungutan liar adalah salah satu bentuk korupsi yang ditandai dengan adanya para pelaku

memaksakan pihak lain untuk

membayarkan atau memberikan

sejumlah uang atau materi lain di luar ketentuan peraturan. Umumnya pungli

ini dilakukan terhadap seseorang/

korporasi jika ada kepentingan atau berurusan dengan instansi pemerintah

Pada sisi lain posisi masyarakat dalam proses pelayanan publik, sangat rentan menjadi korban pungli karena daya tawar yang rendah. Masyarakat dipaksa menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat

yang kerap melakukan pungli.

Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena

rendahnya kepercayaan masyarakat

terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai

dari inspektorat sebagai pengawas

internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungli dengan cara membiasakan diri member uang tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi. Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena telah berlangsung lama.

Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung maka menurut penulis faktor yang paling dominan adalah faktor aparat penegak hukum, yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli.

Berkaitan dengan koordinasi

pelaksanaan penanggulangan tindak

pidana pungli antara Kejaksaan dan Inspektorat Kota Bandar Lampung, faktor penghambat koordinasi adalah sikap aparat penegak hukum yang bersifat instansi sentris yaitu masing-masing instansi bersikap dialah yang paling kuasa dan paling menentukan sehingga tumbuh sikap masa bodoh terhadap pelaksanaan penanggulangan tindak pidanapungli. Misalnya dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pungli Jaksa berwenang melakukan

penyelidikan, penyidikkan dan

penuntutan sekaligus, dalam hal ini Jaksa tidak perlu mengkoordinasikannya kepada aparat lain atau pihak pemerintah daerah sebab pihak kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana khusus, dilain pihak

merasa tugas penyidikan telah

dimonopoli oleh pihak Kejaksaan,

sehingga pihak pemerintah daerah

bersikap kurang respon terhadap tugas penyidikan tindak pidana pungli yang telah dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan.

Apabila penyidikan tindak pidana

khusus (pungli) telah dilakukan oleh

Jaksa dan sekaligus melakukan

penuntutan maka pihak Inspektorat Kota

Bandar Lampung hanya sebatas

(13)

III. PENUTUP

A. Simpulan

1. Implementasi upaya penanggulangan

tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung dilaksanakan dengan sarana penal yaitu melaksanakan operasi tangkap

terhadap pelaku pungli dan

memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan

sanksi pidana terhadap pelaku

pungli. Selain ini dengan sarana non penal yaitu melaksanakan koordinasi

dengan instansi terkait dengan

pembentanasan pungli dan membuka saluran pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan tentang tindak pidana pungutan liar sehingga dapat ditindaklanjuti Tim Saber Pungli.

2. Faktor penghambat Satuan Tugas

Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung yang paling dominan adalah faktor

penegak hukum yaitu masih

kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli. Selain itu, faktor sarana dan fasilitas adalah tidak adanya saling tukar informasi dari

semua pihak yang bekerjasama

mengenai kegiatan dan hasilnya

termasuk masalah-masalah yang

dihadapi masing-masing, faktor

masyarakat yaitu masih adanya keengganan berperan serta dalam

penegakan hukum khususnya

terhadap pungli, baik dalam

kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi. Faktor kebudayaan yaitu masih adanya pandangan bahwa pungli

adalah sesuatu yang lazim dalam angka mempermudah melaksanakan urusan-urusan administrasi.

B. Saran

1. Penanggulangan tindak pidana pungli

di lingkungan pemerintah kota agar

ditingkatkan lagi efektifitas

penyidikan dan koordinasi antara Tim Saber Pungli dengan pemerintah daerah, sehingga koordinasi tidak hanya dilakukan pada saat terjadinya penemuan atau adanya laporan telah terjadi tindak pidana pungli, tetapi

lebih ditekankan pada upaya

pengawasan atau penanggulangan.

2. Tim Saber Pungli dan instansi

pemerintahan hendaknya

meningkatkan koordinasi dengan

saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai

kegiatan dan hasilnya termasuk

masalah yang dihadapi, serta

membuat kesepakatan mengenai

sasaran yang harus dicapai sebagai

arah kegiatan bersama yaitu

penanggulangan tindak pidana

pungli di pemerintah daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Halim. 2004. Pemberantasan Korupsi.

Rajawali Press. Jakarta. 2004

Soepardi,Eddy Mulyadi. 2009,

Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Ghalia Indonesia, Yograkarta

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini adalah bahwa Beberapa faktor penyebab terjadinya tindak pidana pungutan liar, sebagai upaya pelaku memenuhi kepentingan pribadinya yang pada

(2) Faktor-faktor penghambat upaya penanggulangan terhadap narapidana sebagai pelaku tindak pidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Rajabasa adalah: a) Faktor

Berdasarkan hasil wawancara dengan I Ketut Seregig selaku Kepala Bagian Bina Operasional Polda Lampung bahwa Faktor-faktor Penghambat Penegak Hukum dalam Menanggulangi Tindak

Pada bab ini memuat tentang hasil penelitian dan pembahasan yang merupakan inti dari skripsi ini yang meliputi penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh

Trend perkembangan penerapan ketentuan pidana dalam praktik perbuatan Pungutan Liar (Pungli) yang ditangani oleh Kejaksaan se- Kalimantan Barat saat ini masih

Faktor penyebab terjadinya pungutan liar disekolah yang berada diwilayah hukum kota Makassar adalah bergesernya moral tenaga kerja pendidik menjadi peribadi

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tentang impementasi Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 Tentang Satuan Tugas Saber Pungutan Liar dalam Upaya Penanggulangan

Berdasarkan hasil wawancara dengan I Ketut Seregig selaku Kepala Bagian Bina Operasional Polda Lampung bahwa Faktor-faktor Penghambat Penegak Hukum dalam Menanggulangi Tindak