UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR
(SABER PUNGLI)
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)
(Jurnal Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD RANDA EDWIRA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PUNGUTAN LIAR OLEH SATUAN TUGAS SAPU BERSIH PUNGUTAN LIAR
(SABER PUNGLI)
(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)
Oleh
M. Randa Edwira, Eko Raharjo, Dona Raisa Monica Email: muhammadrandaedwira@gmail.com.
Pungutan liar pada umumnya dilakukan oleh oknum petugas yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan dan para pelaksana pelayanan publik. Dampak pungli adalah memberatkan masyarakat, mempengaruhi iklim investasi dan merosotnya wibawa hukum. Sehubungan dengan adanya pungli tersebut maka dibentuklah Satgas Pungli berdasarkan Keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor: 786/III.15/HK/2015 tentang Pembentukan Tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Pemerintah Kota Bandar Lampung. Permasalahan: (1) Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung? (2) Apakah yang menjadi faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung?Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan empiris. Narasumber terdiri dari Anggota Tim Saber Pungli Kota Bandar Lampung dari unsur kepolisian, unsur kejaksaan, unsur PNS dan Dosen Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung . Pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan, selanjutnya data dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian: (1) Upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung dilaksanakan dengan sarana penal yaitu melaksanakan operasi tangkap terhadap pelaku pungli dan memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli. Selain ini dengan sarana non penal yaitu melaksanakan koordinasi dengan instansi-instansi terkait dengan pembentanasan pungli dan membuka saluran pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan tentang adanya tindak pidana pungutan liar. (2) Faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar adalah faktor penegak hukum yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli, Faktor sarana dan fasilitas yaitu tidak adanya saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing, faktor masyarakat yaitu masih adanya keengganan berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi.
ABSTRACT
EFFORTS TO OVERCOME THE ILLEGAL LEVIES CRIME BY CLEAN SWEEP TASK FORCE TEAM
(Case Study at Legal Territory of Bandar Lampung)
By
M. RANDA EDWIRA
Illegal levies are generally made by officials who have important positions in government and public service providers. The impact of illegal levies is burdensome on the part of society, affecting the investment climate and declining legal authority. In connection with the existence of the extortion, the Task Force was established based on the Decision of the Mayor of Bandar Lampung Number: 786/III.15/HK/2015 on the Formation of a Clean Sweep Task Force Team of Bandar Lampung City. Problems of research: (1) How is the effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung? (2) What is the inhibiting factor of effort to overcome the crime of illegal levies by Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung?This research uses normative juridical approach and empirical approach. The informants consist of Clean Sweep Task Force Team, elements of the police, prosecutors, civil servants and lecturers at the Law Faculty of Lampung University. Data collection was done by literature study and field study, then the data were analyzed qualitatively.Based on the results of research and discussion can be concluded: (1) effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung carried out by means of penal is to carry out fishing operations against perpetrators and provide recommendations to law enforcement to provide criminal sanctions against perpetrators. In addition to this with non-penal means is to coordinate with agencies related to the illegality of illegal levies and open a complaint channel for the community (2) Inhibiting factors of effort to overcome the crime of illegal levies by By Clean Sweep Task Force Team at Bandar Lampung is law enforcement factor that is still lack of coordination between institution or government institution with the Team, facility factor that is the absence of mutual exchange of information from all parties working together on the activities and outcomes including the problems faced by each, the community factor that is still the reluctance to participate in law enforcement especially against illegal levies, both in its capacity as a reporter and witness. Cultural factor that is still the view that illegality is something common in numbers make it easier to carry out administrative affairs.
I. Pendahuluan
Praktik pungli dalam birokrasi
disebabkan disebabkan oleh lemahnya pengawasan dan supervisi dikalangan
instansi pemerintahan, meskipun
sejumlah lembaga pengawasan internal dan eksternal telah di bentuk, budaya
pungli dikalangan birokrasi tidak
kunjung berkurang apalagi dihilangkan.
Pada umumnya, pungli dilakukan
petugas pelayanan publik kategori kelas
rendah. Motifnya adalah untuk
menambah penghasilan akibat gaji resmi para birokrat rata-rata masih tergolong rendah. Bila birokrasi tingkat tinggi bisa melakukan korupsi untuk menambah penghasilannya, maka birokrasi tingkat
rendah melalui pungli. Adanya
kesempatan, lemahnya pengawasan dan rendahnya etika birokrat menjadi faktor pendorong suburnya perilaku korup
melalui pungli.1
Posisi masyarakat dalam proses
pelayanan publik, sangat rentan menjadi korban pungli karena daya tawar yang
rendah. Masyarakat dipaksa
menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat
yang kerap melakukan pungli.
Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena
rendahnya kepercayaan masyarakat
terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai
dari inspektorat sebagai pengawas
internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungli dengan
1Halim. Pemberantasan Korupsi. Rajawali Press.
Jakarta. 2004. hlm. 46.
cara membiasakan diri memberi uang tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi. Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena telah berlangsung lama.
Praktik pungli merupakan salah satu bentuk tindak pidana korupsi, pada umumnya dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki posisi penting dalam
pemerintahan, termasuk oleh para
pelaksana pelayanan publik.2
Pengaturan mengenai pungli diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu
Bersih Pungutan Liar. Pengaturan
mengenai pungli ini merupakan bentuk antisipasi dari dampak yang ditimbulkan oleh Pungli. Pungli menjadi salah satu perbuatan yang sudah akrab di telinga masyarakat. Walaupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak satupun ditemukan mengenai tindak pidana pungli atau delik pungli, namun secara tersirat dapat ditemukan dalam rumusan korupsi pada Pasal 12 tindak pidana korupsi, yang kemudian
dirumuskan ulang Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2Eddy Mulyadi Soepardi, Memahami Kerugian
Terdapat tiga dampak yang akan
ditimbulkan dari pungli tersebut.
Pertama,pungli yang terjadi di instansi maupun lembaga akan mengganggu dan ada memberatkan masyarakat.Kedua, dalam konteks dunia usaha, bisa juga mempengaruhi iklim investasi. Orang yang mau investasi di Indonesia tapi dengan adanya gangguan pungli ini, dimana setiap mengurus sesuatu menjadi berbelit-belit, makan waktu lama kalau tidak dikasih upeti dan hal tersebut dapat mengurangi minat dari para investor. Ketiga, dengan maraknya pungli akan berpengaruh pada merosotnya wibawa
hukum.3
Pungli yang terjadi di Bandar Lampung tumbuh cukup subur hal tersebut terbukti dengan banyaknya masalah pungli yang diliput oleh media media cetak yang ada di Bandar Lampung. Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
maka walikota Bandar Lampung
Herman HN, melantik personel Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli (Satgas Saber Pungli) Bandar Lampung yang dibentuk sejak akhir 2016. Satgas tersebut berjumlah 33 personel berasal dari
berbagai unsur, yaitu kepolisian,
kejaksaan, dan birokrat (PNS) di
lingkungan Pemkot Bandar Lampung.4
Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli ini dibentuk berdasarkan Keputusan Wali
Kota Bandar Lampung Nomor: Diakses Senin 1 Agustus 2017.
pembentukan tim Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar Pemkot Bandar Lampung. Pungli merupakan tindakan yang tidak terpuji dan merusak moral
bangsa, dan juga memperlambat
pelayanan publik. Pelantikan yang
dilakukan tersebut memang terlambat, karena tim ini sudah dibentuk dan bekerja sejak bulan Desember 2016 lalu. pengukuhan Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungli Bandarlampung ini pun
berdasarkan instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor: 180/3935/SY tentang
Pengawasan Pungutan Liar dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah. Adanya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli ini diharapkan dapat membantu
menanggulangi pungli.5
Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian berjudul Upaya
Penanggulangan Tindak Pidana
Pungutan Liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Pungli)(Studi Kasus di Wilayah Hukum Bandar Lampung)
Permasalahan penelitian ini adalah:
a. Bagaimanakah upaya
penanggulangan tindak pidana
pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung?
b. Apakah yang menjadi faktor
penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya
penanggulangan tindak pidana
pungutan liar di Bandar Lampung?
Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. II.Pembahasan
A. Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar di Bandar Lampung
1. Sarana Penal
a. Melaksanakan Operasi Tangkap
Tangan
Berdasarkan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar diketahui bahwa Satgas Saber Pungli
mempunyai tugas melaksanakan
pemberantasan pungutan liar secara
efektif dan efisien dengan
mengoptimalkan pemanfaatan personil, satuan kerja, dan sarana prasarana, baik yang berada di kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa dalam
melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud Pasal 2, Satgas Saber Pungli
menyelenggarakan fungsi: intelijen,
pencegahan, penindakan dan yustisi.
Ketentuan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar
menyebutkan bahwa dalam
melaksanakan tugas dan fungsi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, Satgas Saber Pungli mempunyai wewenang:
a. membangun sistem pencegahan dan
pemberantasan pungutan liar;
b. melakukan pengumpulan data dan
informasi dari kementerian/lembaga dan pihak lain yang terkait dengan menggunakan teknologi informasi;
c. mengoordinasikan,merencanakan,
dan melaksanakan operasi
pemberantasan pungutan liar;
d. melakukan operasi tangkap tangan;
e. memberikan rekomendasi kepada
pimpinan kementerian/lembaga serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
f. memberikan rekomendasi
pembentukan dan pelaksanaan tugas unit Saber Pungli di setiap instansi
penyelenggara pelayanan publik
kepada pimpinan
kementerian/lembaga dan kepala
pemerintah daerah; dan
g. melaksanakan evaluasi kegiatan
pemberantasan pungutan liar
Satgas Saber Pungli berwenang
melakukan operasi tangkap tangan
terhadap pelaku tindak pidana pungli. Pentingnya operasi tangkap tangan ini berkaitan dengan fakta bahwa dalam kehidupan setiap warga negara pada
dasarnya membutuhkan pelayanan
publik dari segi administrasi, seperti akta kelahiran, kartu keluarga, kartu tanda
penduduk, pelanggaran tilang,
pengembalian barang bukti, hingga akta kematian. Dimensi administrasi yang membutuhkan pelayanan publik tersebut rentan sekali dengan pungutan liar yaitu pengenaan biaya atau pungutan di tempat yang seharusnya tidak ada biaya dikenakan atau dipungut di lokasi atau
pada kegiatan tersebut. Kegiatan
b. Memberikan Rekomendasi kepada Penegak Hukum untuk Memberikan
Sanksi Pidana terhadap Pelaku
Pungli
Upaya lain yang dilakukan oleh Tim Saber Pungli dalam penanggulangan
pungutan liar adalah memberikan
rekomendasi kepada penegak hukum
untuk memberikan sanksi pidana
terhadap pelaku pungli. Praktik pungutan liar yang tidak terkendali dan merasuk ke hampir semua instansi yang melayani urusan dan kepentingan publik, baik instansi yang ada di tingkat pusat maupun di daerah harus ditanggulangi. Para oknum pada berbaga instansi tersebut mencari keuntungan pribadi dengan menyalahgunakan jabatan yang ada pada dirinya.
Setiap pungutan tidak resmi, pungutan yang dipaksakan dengan memanfaatkan
momentum dan menyalahgunakan
jabatan yang tidak ada dasar hukumnya adalah tindak pidana korupsi. Termasuk pungutan yang tidak disertai dengan bukti kuitansi pembayaran, meminta komisi yang dianggap sebagai suatu kebiasaan maupun meminta uang pelicin untuk mempercepat proses birokrasi, tetap tidak dibenarkan. Siapapun yang merasa dirugikan seharusnya berani melaporkan kepada yang berwajib meski pembuktiannya terkadang sulit.
Berdasarkan uraian di atas maka Tim Saber Pungli memberikan rekomendasi
kepada penegak hukum untuk
memberikan sanksi pidana terhadap pelaku pungli dengan mengacu pada beberapa pasal di dalam Undang-Undang Pemberantasan Korupsi, yang berkaitan dengan perbuatan pungutan liar
2. Sarana Non Penal
a. Menjalin Koordinasi dengan Instansi
Terkait
Sistem peradilan pidana di Indonesia
menganut konsepsi integrated criminal
justicesystem, konsepsi ini menghendaki adanya kerjasama secara terpadu di
antara komponen-komponen yang
terlibat dalam sistem peradilan pidana. Kegagalan dari salah satu komponen
dalam sistem tersebut akan
mempengaruhi cara dan hasil kerja dari komponen lainnya, oleh sebab itu
masing-masing komponen harus
memiliki pandangan yang sama dan
memilik rasa tanggungjawab baik
terhadap hasil kerja sesuai dengan
posisinya masing-masing, maupun
secara keseluruhan dalam kegiatan proses pembuktian.
Dlam menyelenggarakan koordinasi
dengan Tim Saber Pungli maka
inspektorat Kota melaksanakan beberapa fungsi:
1) Pelaksanaan (auditoriat) terhadap
penyelenggaraan di bidang
Pemerintahan, Ekonomi,
Kesejahteraan Rakyat, Pembangunan dan bidang Aparatur.
2) Pelaksanaan Pengujian dan Penilaian
atas hasil laporan setiap unsur dan
unit pelaksana di lingkungan
Pemerintah Kota atas perintah
Walikota.
3) Pelaksanaan pengusutan (investigasi)
kebenaran atau laporan pengaduan
terhadap penyimpangan atau
penyalahgunaan penyelenggaraan di
bidang Pemerintahan, Ekonomi,
Koordinasi yang dilakukan oleh pihak Pemerintah Kota melalui Inspektorat Kota dengan Kejaksaan sebagai penyidik tindak pidana pungutan liar tidak ada
kesepakatan (MOU) sebelumnya.
Koordinasi terjadi setelah adanya dugaan atau indikasi terjadi tindak pidana pungutan liar dilingkungan pemerintah kota, sesuai dengan tugas dan fungsi Inspektorat Kota dalam melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan
pembangunan di lingkungan Pemerintah Kota Bandar Lampung, termasuk tindak pidana pungutan liar.
b. Membuka Saluran Pengaduan
Masyarakat tentang Adanya Pungli
Upaya penanggulangan pungutan liar membutuhkan peran serta masyarakat, oleh karena itu untuk memudahkan partisipasi masyarakat, pemerintah telah membuka beberapa saluran komunikasi
yaitu melalui situs saberpungli.id,
melalui SMS 1193 dan melalui Call Center 193, yang diharapkan dengan
adanya saluran-saluran ini dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga satgas saber pungli dapat bekerja dengan lebih maksimal dan efisien demi mewujudkan Indonesia yang bersih dari praktek pungutan liar. Masyarakat yang melaporkan adanya
tindak pidana pungli ini dijaga
kerahasiannya.
Peran serta masyarakat dalam
penanggulangan tindak pidana pungutan
liar sangat diperlukan, mengingat
Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan
penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik.
Dalam sistem hukum pidana dikenal beberapa istilah berkenaan dengan status hukum masyarakat, di antaranya adalah palapor, tersangka, terdakwa, saksi, dan saksi ahli. Dalam kaitannya dengan penelitian ini yaitu bagaimana peran
serta masyarakat dalam proses
penegakan hukum, maka status dan kedudukan masyarakat yang kiranya menjadi perhatian utama adalah status dan kedudukan masyarakat sebagai pelapor dan saksi.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa disadari bahwa untuk dapat dimintai
pertanggungjawaban secara hukum
pidana terhadap orang yang telah melakukan kejahatan sangat dibutuhkan sekali adanya laporan/pengaduan dari masyarakat tentang telah terjadinya
kejahatan tersebut. Tanpa adanya
laporan dari masyarakat, sulit kiranya
diketahui telah terjadi pelanggaran
tersebut, hal ini dikarenakan sangat terbatasnya jumlah personil penegak hukum. Oleh karena itu, pada sisi inilah peran serta masyarakat dalam upaya penegakan hukum dengan melaporkan semua yang mereka tahu kepada institusi
yang berwenang menjadi suatu
kebutuhan.
tindakan hukum berupa pemberitahuan yang disampaikan oleh seseorang karena hak dan kewajibannya berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya suatu peristiwa pidana. Jadi merujuk pada
pengertian tersebut di atas,
sesungguhnya melaporkan suatu tindak pidana merupakan hak dan kewajiban yang dimiliki oleh masyarakat.
Berdasarkan ketentuan Pasal 108
KUHAP, maka orang yang berhak mengajukan laporan kepada pejabat yang berwenang di antaranya adalah:
(1) Setiap orang yang mengetahui
peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana
(2) Setiap orang yang melihat suatu
peristiwa yang diduga merupakan suatu tindak pidana.
(3) Setiap orang yang menyaksikan
suatu peristiwa yang diduga suatu tindak pidana
(4) Setiap orang yang menjadi korban
dari peristiwa tindak pidana
(5) Setiap orang yang mengetahui
permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap: pertama keamanan umum/keamanan umum dan kedua jiwa atau hak milik
(6) Setiap pegawai negeri, dalam rangka
melaksanakan tuganya yang
mengetahui tentang terjadinya
peristiwa pidana.
Selain sebagai pelapor, manifestasi lain dari peran serta masyarakat dalam penegakan hukum adalah posisinya sebagai saksi, yaitu orang yang dapat
memberikan keterangan guna
kepentingan penyidikan, penuntutan dan
peradilan tentang suatu perkara pidana yang dilihat dan dialami sendiri.
Aparat penegak hukum seperti pihak kepolisian sebenarnya merupakan jalur yang bisa digunakan oleh masyarakat dalam rangka mengaktualisasikan peran
sertanya dalam proses penegakan
hukum. Jalur hukum pidana adalah salah satu jalur yang bisa dilakukan atau
digunakan oleh masyarakat dalam
rangka mewujudkan peran serta tersebut.
Salah satu yang membedakan
pemanfaatan jalur hukum pidana dengan jalur hukum lainnya adalah bahwa jalur ini baru dapat digunakan jika adanya bentuk pelanggaran atau kejahatan nyata yang sifatnya pidana, yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh hukum. Larangan tersebut disertai dengan sanksi pidana terhadap pelakunya.
Setidaknya ada dua bentuk peran serta yang bisa dilakukan oleh masyarakat berkenaan dengan proses penegakan hukum melalui jalur hukum pidana ini, yaitu pertama peran sertanya sebagai palapor dan kedua peran serta sebagai saksi. Kedua jenis peran serta inilah yang dapat digunakan oleh masyarakat melalui jalur hukum pidana.
Berdasarkan uraian di atas maka
menurut penulis, upaya memberikan jaminan keamanan dan keselamatan
pelapor dan saksi sesuai dengan
Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintah dengan tidak ada kecualinya.
Peran serta masyarakat dalam penegakan hukum sangat dibutuhkan dan bahkan dijamin keamanannya. Hal ini berarti
peran serta masyarakat dalam
mengungkapkan suatu kejahatan sangat dibutuhkan sekali keberadaannya. Fakta di lapangan menunjukkan masyarakat masih takut untuk menjadi pelapor atau saksi dalam suatu tindak pidana, sebab pelaku dan kelompoknya pasti akan memberikan ancaman terhadap saksi atau pelapor atas tindak pidana atau
kejahatan yang dilakukannya.
Masyarakat takut atas keselamatan diri dan keluarga mereka atas ancaman
jaringan para penjahat apabila
melaporkan tindak pidana kepada pihak kepolisian. Semakin tinggi peran serta masyarakat dalam penegakan hukum pidana maka akan semakin mudahlah
aparat penegak hukum dalam
menegakkan hukum tersebut.
B. Faktor Penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungutan Liar di Bandar Lampung
1. Faktor penegak hukum
Faktor penegak hukum yang
menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar dalam upaya
penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim
Saber Pungli. Kunci mempersatukan usaha-usaha ke arah tujuan organisasi adalah koordinasi, koordinasi akan
meminimalisir sebuah pertentangan,
perebutan sumber daya atau fasilitas dan menumpuknya tugas pada seseorang,
kondisi tersebut berganti dengan
kesatuan sikap, keselarasan tindakan dan
kebijaksanaan serata kesatuan
pelaksanaan. Dalam kenyataannya
pelaksanaan koordinasi sulit untuk
dilakukan karena tidak memenuhi
prinsip-prinsip koordinsi dalam hal ini
yaitu: tidak adanya saling tukar
informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai kegiatan dan
hasilnya termasuk masalah-masalah
yang dihadapi masing-masing dan tidak ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama
Faktor penghambat koordinasi adalah sikap aparat penegak hukum yang bersifat instansi sentris yaitu masing-masing instansi bersikap dialah yang paling kuasa dan paling menentukan sehingga tumbuh sikap masa bodoh terhadap pelaksanaan penanggulangan tindak pidanapungli. Misalnya dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pungli Jaksa berwenang melakukan
penyelidikan, penyidikkan dan
penuntutan sekaligus, dalam hal ini Jaksa tidak perlu mengkoordinasikannya kepada aparat lain atau pihak pemerintah daerah sebab pihak kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana khusus, dilain pihak
merasa tugas penyidikan telah
dimonopoli oleh pihak Kejaksaan,
sehingga pihak pemerintah daerah
2. Faktor sarana dan fasilitas
Faktor sarana dan prasaran yang
menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih
Pungutan Liar dalam upaya
penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah tidak adanya saling tukar informasi dari semua
pihak yang bekerjasama mengenai
kegiatan dan hasilnya termasuk masalah-masalah yang dihadapi masing-masing. Tidak ada kesepakatan dan kesatuan pengertian mengenai sasaran yang harus dicapai sebagai arah kegiatan bersama, Peraturan Pelaksana tugas Inspektorat Kota Bandar Lampung didasarkan Pada Keputusan Walikota, sehingga keputusan ada di tangan Walikota. Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Inspektorat Kota Bandar Lampung yang masih kurang, sehingga sering tidak dapat melaksanakan tugas secara optimal. Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh
Inspektorat Kota Bandar Lampung
Bandar Lampung tidak memadai
sehingga dalam upaya menanggulangi pungli sering terhambat. Kurangnya motivasi kerja sama antara aparat penegak hukum dengan Inspektorat Kota Bandar Lampung, koordinasi terjadi apabila sudah ada temuan dari pihak Inspektorat Kota Bandar Lampung
3. Faktor masyarakat
Faktor masyarakat yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung
adalah masih adanya keengganan
berperan serta dalam penegakan hukum khususnya terhadap pungli, baik dalam kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi. Keengganan ini bisa bertolak dari tidak atau belum dipahami hak dan kewajiban masyarakat sebagai orang yang harus
melaporkan apa yang mereka ketahui tentang adanya suatu tindak pidana , atau penyebab lain dikarenakan masih adanya sikap tidak mau rasa masyarakat untuk
berhadapan dan berurusan dengan
institusi penegak hukum pada semua
level, baik di tingkat kepolisian,
kejaksaan maupun pengadilan. Alasan
masyarakat tidak mau melaporkan
terjadinya suatu kejahatan atau tindak pidana adalah karena tidak mau repot dan bermasalah dengan hukum, karena nantinya akan mempersulit diri sendiri. Secara ideal masyarakat hendaknya membantu aparat penegak hukum dalam mencegah dan menanggulangi tindak pidana, namun hal tersebut terkadang tidak dilakukan sebab masyarakat tidak bersedia untuk menjadi pelapor dan saksi.
Antara pelapor dan saksi memiliki persamaan dan perbedaan antara satu dengan yang lainnya. Persamaan yang ada pada keduanya (pelapor dan saksi) adalah mereka sama-sama orang yang
mengetahui tentang adanya suatu
peristiwa atau tindak pidana, sedangkan
perbedaan antara keduanya adalah
dilihat dari sisi inisiatif yang muncul. Jika pelapor, inisiatif datang dari pelapor itu sendiri untuk secara aktif melaporkan
tindak pidana yang dia ketahui,
sedangkan saksi inisiatif biasanya tidak datang dari saksi itu sendiri tetapi datang dari pihak lain, yang dalam hal ini adalah pihak penyidik. Adanya sikap masyarakat yang takut terhadap pelaku tindak pidana menjadi penyebab mereka tidak bersedia menjadi pelapor atau saksi. Padahal dalam konteks penegakan
hukum, masyarakat memperoleh
4. Faktor Kebudayaan
Faktor kebudayaan yang menghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung adalah masih adanya pandangan bahwa pungli adalah sesuatu yang lazim dalam
angka mempermudah melaksanakan
urusan-urusan administrasi. Pungutan liar adalah salah satu bentuk korupsi yang ditandai dengan adanya para pelaku
memaksakan pihak lain untuk
membayarkan atau memberikan
sejumlah uang atau materi lain di luar ketentuan peraturan. Umumnya pungli
ini dilakukan terhadap seseorang/
korporasi jika ada kepentingan atau berurusan dengan instansi pemerintah
Pada sisi lain posisi masyarakat dalam proses pelayanan publik, sangat rentan menjadi korban pungli karena daya tawar yang rendah. Masyarakat dipaksa menyerahkan sejumlah uang tambahan karena ketiadaan lembaga pengawasan yang efektif untuk memaksa birokrat
yang kerap melakukan pungli.
Masyarakat juga tidak mendapatkan lembaga pengaduan yang bonafid karena
rendahnya kepercayaan masyarakat
terhadap citra para birokrat. Selain itu, pengaduan masyarakat kerap kali tidak mendapatkan tanggapan yang memadai
dari inspektorat sebagai pengawas
internal. Pada sisi lain, masyarakatpun kerap menyumbang kontribusi terhadap tumbuh suburnya praktek pungli dengan cara membiasakan diri member uang tanpa mampu bersikap kritis melakukan penolakan pembayaran diluar biaya resmi. Budaya memberi masyarakat untuk memperlancar urusan dengan birokrat susah untuk dihilangkan karena telah berlangsung lama.
Berdasarkan uraian mengenai faktor-faktor penghambat Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung maka menurut penulis faktor yang paling dominan adalah faktor aparat penegak hukum, yaitu masih kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli.
Berkaitan dengan koordinasi
pelaksanaan penanggulangan tindak
pidana pungli antara Kejaksaan dan Inspektorat Kota Bandar Lampung, faktor penghambat koordinasi adalah sikap aparat penegak hukum yang bersifat instansi sentris yaitu masing-masing instansi bersikap dialah yang paling kuasa dan paling menentukan sehingga tumbuh sikap masa bodoh terhadap pelaksanaan penanggulangan tindak pidanapungli. Misalnya dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pungli Jaksa berwenang melakukan
penyelidikan, penyidikkan dan
penuntutan sekaligus, dalam hal ini Jaksa tidak perlu mengkoordinasikannya kepada aparat lain atau pihak pemerintah daerah sebab pihak kejaksaan memang memiliki kewenangan dalam penyidikan tindak pidana khusus, dilain pihak
merasa tugas penyidikan telah
dimonopoli oleh pihak Kejaksaan,
sehingga pihak pemerintah daerah
bersikap kurang respon terhadap tugas penyidikan tindak pidana pungli yang telah dilaksanakan oleh pihak Kejaksaan.
Apabila penyidikan tindak pidana
khusus (pungli) telah dilakukan oleh
Jaksa dan sekaligus melakukan
penuntutan maka pihak Inspektorat Kota
Bandar Lampung hanya sebatas
III. PENUTUP
A. Simpulan
1. Implementasi upaya penanggulangan
tindak pidana pungutan liar oleh Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar yang terjadi di Bandar Lampung dilaksanakan dengan sarana penal yaitu melaksanakan operasi tangkap
terhadap pelaku pungli dan
memberikan rekomendasi kepada penegak hukum untuk memberikan
sanksi pidana terhadap pelaku
pungli. Selain ini dengan sarana non penal yaitu melaksanakan koordinasi
dengan instansi terkait dengan
pembentanasan pungli dan membuka saluran pengaduan bagi masyarakat untuk melaporkan tentang tindak pidana pungutan liar sehingga dapat ditindaklanjuti Tim Saber Pungli.
2. Faktor penghambat Satuan Tugas
Sapu Bersih Pungutan Liar dalam upaya penanggulangan tindak pidana pungutan liar di Bandar Lampung yang paling dominan adalah faktor
penegak hukum yaitu masih
kurangnya koordinasi antar instansi atau lembaga pemerintahan dengan Tim Saber Pungli. Selain itu, faktor sarana dan fasilitas adalah tidak adanya saling tukar informasi dari
semua pihak yang bekerjasama
mengenai kegiatan dan hasilnya
termasuk masalah-masalah yang
dihadapi masing-masing, faktor
masyarakat yaitu masih adanya keengganan berperan serta dalam
penegakan hukum khususnya
terhadap pungli, baik dalam
kapasitasnya sebagai pelapor dan saksi. Faktor kebudayaan yaitu masih adanya pandangan bahwa pungli
adalah sesuatu yang lazim dalam angka mempermudah melaksanakan urusan-urusan administrasi.
B. Saran
1. Penanggulangan tindak pidana pungli
di lingkungan pemerintah kota agar
ditingkatkan lagi efektifitas
penyidikan dan koordinasi antara Tim Saber Pungli dengan pemerintah daerah, sehingga koordinasi tidak hanya dilakukan pada saat terjadinya penemuan atau adanya laporan telah terjadi tindak pidana pungli, tetapi
lebih ditekankan pada upaya
pengawasan atau penanggulangan.
2. Tim Saber Pungli dan instansi
pemerintahan hendaknya
meningkatkan koordinasi dengan
saling tukar informasi dari semua pihak yang bekerjasama mengenai
kegiatan dan hasilnya termasuk
masalah yang dihadapi, serta
membuat kesepakatan mengenai
sasaran yang harus dicapai sebagai
arah kegiatan bersama yaitu
penanggulangan tindak pidana
pungli di pemerintah daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Halim. 2004. Pemberantasan Korupsi.
Rajawali Press. Jakarta. 2004
Soepardi,Eddy Mulyadi. 2009,
Memahami Kerugian Keuangan Negara sebagai Salah Satu Unsur Tindak Pidana Korupsi, Ghalia Indonesia, Yograkarta