• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA (Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran) (Jurnal Skripsi)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA (Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran) (Jurnal Skripsi)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN

DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA (Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran)

(Jurnal Skripsi)

Oleh

YOGA PRATAMA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

Yoga Pratama

PERAN PEKERJA SOSIAL PROFESIONAL DAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL DALAM PEMBIMBINGAN

DAN PEMBINAAN ANAK YANG DIJATUHI PIDANA (Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran)

Oleh

Yoga Pratama, Sunarto DM, Budi Rizki Husin Email: pratamayoga830@gmail.com

ABSTRAK

(3)

Yoga Pratama

THE ROLE OF PROFESSIONAL SOCIAL WORKER AND SOCIAL PROSPERITY WORKER IN GUIDING AND

FOUNDING CRIMINAL CHILDREN (Case Study Of Lpks Of Insan Berguna Pesawaran)

By

Yoga Pratama, Sunarto DM, Budi Rizki Husin Email: pratamayoga830@gmail.com

ABSTRACT

The criminal children commonly they placed in Child Penitentiary Institution, but after Constitution Number 11 Year 2012 About Child Criminal Judicature System was officially applied then children will be placed in Social Prosperity Institution or SPI (LKPS). There are social worker and social prosperity worker, who is guiding and founding the criminal children. The problem that being discussed is how professional social worker and social prosperity worker in guiding? and founding the criminal children and what is the factor that being the obstacle for them to do it?. This research used normative juridical and empirical juridical approach. The data that researcher used are primary and secondary data. In doing the analysis the researcher used qualitative method. The results of the study: role normatively was ruled in constitution Number 11 Year 2012 Article 68 About Child Criminal Judicature System. Factually, their roles are doing rehabilitation, accompany children in mental healing, so that the children will not do criminal again, and have cooperation with law enforcement. There are several factors that impede their performance there are: (1) Limitation of human resources. (2) Working area of LPKS (SPI) of Insan Berguna Pesawaran is too wide. (3) Limitation of financial budget. (4) Culture. (5) Society. The researcher gave suggestion as follows: (1) increase the quality and professionalism of professional social worker and social prosperity staff. (2) Central government give financial budget according to LKPS (SPI) Insan Berguna Pesawaran needs.

(4)

I. PENDAHULUAN

Negara Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi hak anak melalui Keputusan Presiden Nomor 36 tahun 1990 Peratifikasian ini sebagai upaya negara untuk memberikan perlindungan terhadap anak dari berbagai isu yang ada. Dalam konvensi hak anak salah satunya yang sangat membutuhkan perhatian khusus adalah anak yang berkonflik dengan hukum. Dalam hukum Nasional perlindungan khusus bagi anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menerangkan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum atau disebut ABH adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana. Anak melakukan tindak pidana sesungguhnya karena kondisi obyektif yang melingkupi diri anak dan lingkungannya. Data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementerian Sosial Republik Indonesia menunjukkan bahwa kasus anak yang melanggar hukum rata-rata setiap tahunnya sebanyak 4000 kasus. Pada tahun 2008, di Indonesia terdapat 295.763 anak yang berhadapan dengan hukum dan sebanyak 4.325 anak yang berada di rumah tahanan dan penjara di seluruh Indonesia. Terakhir pada Juli 2009 menurut Direktorat Jendral Pemasyarakatan Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia jumlah anak yang berada di rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan

sebanyak 5.638 anak. Mereka tersebar di lembaga pemasyarakatan sebanyak 3.466, dan di rumah tahanan sebanyak 2.172 anak.1

Anak yang melakukan tindak kriminal setiap tahun selalu mengalami peningkatan, hal ini tidak terlepas dari berbagai faktor sosial yang mempengaruhinya. Beberapa penelitian telah dilakukan bahwa peran keluarga mempunyai pengaruh pada terjadinya kriminalitas remaja seperti yang diteliti oleh Burcu (2003), sedangkan yang diungkapkan oleh Sampson dan Laub’s (1993) bahwa “kriminalitas remaja dapat dicegah dengan adanya dukungan sosial dari lembaga sosial konvensional seperti keluarga, lembaga pendidikan, dan lembaga-lembaga sosial lainnya”. Artinya bahwa kedudukan dan fungsi keluarga memegang peranan penting dalam mengendalikan perilaku remaja yang melanggar aturan hukum di masyarakat.2

Perlindungan anak hingga saat ini apa yang diamanatkan dalam Undang-Undang terkendala dengan sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemerintah, misalnya penjara khusus anak yang hanya ada di kota-kota besar serta kurangnya lembaga yang di tunjuk untuk menangani anak yang dipidana. Hal ini tentu saja menyebabkan tidak terpenuhnya hak-hak anak sebagaimana dalam Undang-Undang dan konvensi anak. Selain itu kurangnya sosialisasi yang terpadu dan menyeluruh yang dilakukan kepada aparat penegak hukum termasuk kepolisian hingga ke ajaran

1 Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang

Berhadapan Dengan Hukum Berbasis Keluarga Tahun 2015. hlm. 1-2.

(5)

paling bawah yaitu lembaga pemasyarakatan menyebabkan tidak efektifnya pemberian perlindungan hukum terhadap anak.3

Anak yang berhadapan dengan hukum untuk menjawab berbagai tantangan dalam memberikan perlindungan pada anak tersebut, maka telah diundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dibandingkan dengan Undang-Undang sebelumnya (Undang-Undang Peradilan Anak), Undang-Undang Sistem Peradilan Peradilan Anak (UUSPPA) merumuskan beberapa kemajuan, diantaranya adalah:4

1. Batas minimum usia anak untuk dapat dipidana (atau ditahan), yaitu 14 tahun;

2. Dipakai pendekatan Keadilan Retoratif dalam penyelesaian perkara anak;

3. Adanya kualifikasi penegak hukum dalam penanganan perkara anak;

4. Jenis pidana dan tindakan;

5. Larangan untuk mempublikasi identitas anak yang berhadapan dengan hukum;

Anak memiliki sifat sebagai pribadi yang labil, membutuhkan perhatian dan perlindungan dapat dijadikan dasar untuk mencari suatu solusi alternatif dalam menghindarkan anak dari sistem peradilan pidana normal penempatan

3 Ruben Achmad, 2005, Upaya Penyelesaian

Masalah Anak Yang Berkonflik dengan Hukum,

dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Januari, hal. 24.

4

http://www.uajy.ac.id/berita/fakultas-hukum-uajy-gelar-seminar-nasional-menyongsong berlakunya-uu-no-11-tahun-2012-tentang-sistem-peradilan-pidana-anak/

anak dalam penjara, dan stigmatisasi terhadap kedudukan anak sebagai narapidana.5 Salah satu solusi yang dapat ditempuh dalam penanganan perkara tindak pidana anak adalah dengan menggunakan pendekatan restorative justice, yang dilaksanakan dengan cara pengalihan (diversi). Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, masyarakat serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian.6 Sedangkan diversi merupakan upaya yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk mengalihkan kasus pidana yang dilakukan oleh anak dari mekenisme formal ke mekanisme nonformal.7

Anak harus mendapatkan perlindungan oleh individu, kelompok, organisasi sosial dan pemerintah.8 Anak nakal yang melanggar aturan hukum dapat dikenai sanksi berupa pidana atau tindakan. Anak yang dijatuhi pidana kurang dari 7 tahun yang paling utama melakukan pembimbingan, pembinaan dan pengawasan yaitu petugas pendamping sosial seperti pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial yang memiliki tugas fungsi dan wewenang yang penting untuk mengembalikan keberfungsian sosial anak, membimbing

5Ibid., hlm. 15.

6 Diah Gustiniati Dan Dona Raisa Monica, 2016,

Pemidanaan Dan Sistem Pemasyarakatan Baru,

Aura, Bandar Lampung, hlm. 13. 7Ibid., hlm. 9.

8 Nandang Sambas, 2013, Peradilan Pidana

Anak Di Indonesia Dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak Serta Penerapannya, ,

(6)

anak kearah yang lebih baik, dan berupaya untuk tidak melakukan hal kriminal kembali. Pekerja sosial dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang bagi anak yang menjalani pidana kurang dari tujuh tahun, sesuai dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dilibatkan dalam pembinaan dan pendampingan terhadap anak yang dijatuhi pidana, karena anak tidak mendapat perlindungan mental, kurang mendapat perhatian khusus di Lembaga Pemasyarakatan Anak sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, bahkan banyak daerah yang belum memiliki Lapas Khusus Anak. Maka terkadang anak di tempatkan di penjara orang dewasa yang hal demikian dapat menimbulkan kesenjangan sosial bagi anak, karena pada dasarnya anak harus dipisahkan dari orang dewasa, sehingga mengakibatkan kurang terpenuhnya hak-hak anak. Contoh di Lampung pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial telah dilibatkan dan disediakannya Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial (LPKS) Insan Berguna Pesawaran pada tahun 2016 yang diresmikan oleh Menteri Sosial Khofifah Indah Parawangsa. LPKS Insan Berguna Pesawaran dan telah menampung 30 anak yang dijatuhi dipidana. Data ini diperoleh dari wawancara langsung dengan Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial.

Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial mempunyai tugas, fungsi dan wewenang yang penting dalam pendampingan, pembimbingan, serta melakukan pengawasan terhadap ABH. Tugas pokok Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial tertuang dalam Pasal 68 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.9 Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial yang berada di LPKS, dituntut untuk melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang secara maksimal dalam upaya memberikan pembimbingan, pendampingan, dan pengawasan terhadap klien anak. Dalam setiap tahap proses peradilan pidana anak terutama dalam melakukan penelitian dan membuat laporan kepada pembimbing kemasyarakatan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan. Berkaitan dengan berbagai hal tersebut maka peran dari seluruh pihak mulai dari keluarga, lingkungan masyarakat, pemerintah hingga petugas sosial khususnya pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial.

Berdasarkan uraian di atas penulis melaksanakan penelitian dalam skrupsi yang berjudul: Peran Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Dalam Pembimbingan Dan Pembinaan Anak Yang Dijatuhi Pidana (Studi LPKS Insan Berguna Pesawaran) Permasalahan penelitian ini adalah: a. Bagaimana peran pekerja sosial

profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam pembimbingan dan

9 Tri Andrisman, 2013, Hukum Peradilan Anak,

(7)

pembinaan anak yang dijatuhi pidana ?

b. Apakah faktor penghambat petugas Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana?

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data dilakukan secara kualitatif.

II.PEMBAHASAN

A. Peran Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Dalam Pembimbingan Dan Pembinaan Anak Yang Dijatuhi Pidana

Profesi yang memberikan pertolongan pelayanan sosial kepada individu, kelompok dan masyarakat dalam upaya peningkatan keberfungsian sosial dan membantu memecahkan masalah-masalah sosial, maka dapat disebut dengan pekerjaan sosial, atau pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki profesi dalam membantu orang memecahkan masalah-masalah dan mengoptimalkan keberfungsian sosial individu, kelompok dan masyarakat serta mendekatkan mereka dengan sistem sumber.10

Masalah sosial merupakan suatu gejala (fenomena) sosial yang mempunyai dimensi atau aspek kajian yang sangat luas atau kompleks dan dapat ditinjau

10 Edi Suharto, 2007, Kebijakan Sosial Sebagai

Kebijakan Publik, Bandung : Alfabeta, hlm. 111.

dari berbagai perspektif (sudut pandang atau teori). Masalah sosial yang dimaksud antara lain kemiskinan, ketunaan, keterlantaran, kekerasan, keterpencilan, kecacatan, dan korban bencana. Masalah sosial tersebut dialami oleh anak, keluarga, komunitas dan masyarakat yang mengalami hambatan fungsi sosial. Setiap masyarakat mempunyai norma yang bersangkutpaut dengan kesejahteraan kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta penyesuaian diri individu atau kelompok sosial.11

Peran artinya pelaksanaan dari fungsi, tugas dan wewenang. Maka disini yang dimaksudkan adalah peran dari pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial. Menurut Sunarto dapat diambil suatu pengertian untuk lebih mudah difahami berkaitan dengan teori peran bahwa:

a. Peran yang telah ditetapkan sebelumnya disebut sebagai peran normatif. Sebagai peran normatif dalam hubungannya dengan tugas dan kewajiban sebagai penegak hukum dalam menegak hukum mempunyai arti, penegakan secara total enforcement, yaitu penegakan hukum yang bersumberkan pada substanti (substantif of criminal of law).

b. Peran ideal, dapat diterjemahkan sebagai peran yang diharapkan dilakukan oleh pemegang peran tersebut. Misalnya penegak hukum sebagai suatu organisasi formal tertentu diharapkan berfungsi dalam penegakan hukum dapat ditindak

11 Soerjono Soekanto, 2003, Pokok-Pokok

Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada,

(8)

sebagai pengayom dan pelindung masyarakat dalam rangka mewujudkan ketertiban, keamanan, keadilan yang mempunyai tujuan akhir kesejahteraan masyarakat, meskipun pun peran itu tidak tercantum dalam peran normatif; c. Interaksi kedua peran yag telah

diuraikan di atas, akan meembentuk peran faktual yang dimiliki penegak hukum. Sebagai aktualisasi peran normatif dan peran yang diharapkan yang timbul karena kedudukan penegak hukum sebagai unsur pelaksana yang memiliki diskresi yang didasarkan perkembangan situasional dan mencapai tujuan hukum.12

Dari hasil penelitian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan di LPKS Insan Berguna Pesawaran mempunyai peran penting dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana. Adapun peran yang dimaksud yaitu sebagai berikut:

Peran normatif pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial di LPKS Insan Berguna Pesawaran sesuai dengan tugas, fungsi dan wewenang dalam penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yang telah ditetapkan sebelumnya yaitu tertuang di dalam Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan

12

Sunarto, 2016, Keterpaduan Dalam

Penanggulangan Kejahatan, Bandar Lampung:

Anugrah Utama Raharja (AURA), hlm. 33.

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial. Peran ini dilaksanakan dalam bentuk pembimbingan, pembinaan, rehabilitasi dan pendampingan anak yang berhadapan dengan hukum namun pada penelitian ini di khususkan untuk penanganan anak yang dijatuhi pidana.

Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial memiliki peran penting dalam pembimbingan, pembinaan, rehabilitasi dan pendampingan serta melakukan pengawasan terhadap anak yang dijatuhi pidana. Berdasarkan Pasal 68 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tugas pokok pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial adalah:13 a. Membimbing, membantu,

melindungi, dan mendampingi anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikin kepercayaan diri anak;

b. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;

c. Menjadi sahabat anak dengan mendengarkan pendapat anak dan menciptakan suasana kondusif; d. Membantu proses pemulihan dan

perubahan perilaku anak;

e. Membuat dan menyampaikan laporan kepada pembimbing kemasyarakatan mengenai hasil bimbingan, bantuan, dan pembinaan terhadap anak yang berdasarkan

13

(9)

putusan pengadilan dijatuhi pidana atau tindakan;

f. Memberikat pertimbangan aparat penegak hukum untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak.

g. mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemerintah, atau lembaga masyarakat; dan

h. melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya.

Ayat (2) yang menyatakan “Dalam melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial mengadakan koordinasi dengan Pembimbing Kemasyarakatan”.

Dalam Pasal 1 butir 12 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial menyebutkan bahwa “Pendamping ABH adalah Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial yang melaksanakan bimbingan sosial, pelayanan, dan pendampingan ABH”. Pedoman Rehabilitasi Sosial ABH oleh LPKS bertujuan :

a. memberikan arah dan pedoman kerja bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, aparat penegak hukum, LPKS ABH, dan masyarakat;

b. terlaksananya proses rehabilitasi sosial di dalam LPKS ABH;

c. memberikan perlindungan ABH oleh LPKS; dan

d. meningkatnya kualitas rehabilitasi sosial ABH.

Pasal 23 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial menyatakan bahwa “Pendampingan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Pekerja Sosial Profesional dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang terlatih di bidang penanganan ABH pada LPKS yang ditetapkan oleh Menteri, baik di luar maupun di dalam lembaga untuk mendampingi ABH”. Sedangkan Pasal 24 berbunyi:

(1) Rehabilitasi Sosial ABH di dalam LPKS, keluarga, dan masyarakat wajib diberikan pendampingan. (2) Pendampingan ABH sebagaimana

pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial. (3) Pendampingan Anak Korban dan

Anak Saksi dilaksanakan pada saat dan/atau dalam setiap tingkat pemeriksaan.

Pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilaksanakan dengan mekanisme:

a. menerima penugasan pendampingan;

b. mempelajari kasus;

c. melakukan koordinasi dengan pihak terkait;

d. memberikan pendampingan psikososial;

e. mendampingi didalam maupun diluar lembaga; dan

f. menyusun laporan pelaksanaan pendampingan.

(10)

agar: ABH dapat melaksanakan keberfungsian sosialnya yang meliputi kemampuan dalam melaksanakan peran, memenuhi hak-hak anak, memecahkan masalah, aktualisasi diri, dan pengembangan potensi diri; dan tersedianya lingkungan sosial yang mendukung keberhasilan Rehabilitasi Sosial ABH. Rehabilitasi Sosial ABH dapat dilakukan di dalam LPKS dan/atau di luar LPKS. Rehabilitasi Sosial di dalam maupun di luar lembaga sebagaimana dilaksanakan oleh LPKS. LPKS merupakan lembaga yang ditetapkan oleh Menteri Sosial (Pasal 10 dan Pasal 11 Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial).

Pasal 12 menyebutkan Rehabilitasi Sosial ABH dilaksanakan dalam bentuk : a. motivasi dan diagnosis psikososial; b. perawatan dan pengasuhan;

c. pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan;

d. bimbingan mental spiritual; e. bimbingan fisik;

f. bimbingan sosial dan konseling psikososial;

g. pelayanan aksesibilitas; h. bantuan dan asistensi sosial; i. bimbingan resosialisasi; j. bimbingan lanjut; dan/atau k. rujukan.

(2) Bentuk Rehabilitasi Sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan hasil assesmen Pekerja Sosial Profesional.

Peran faktual Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial peran

(11)

profesi aparat penegak hukum misalnya polisi, jaksa hakim, pembimbing kemasyarakatan yang ada di Provinsi Lampung. Hal tersebut bertujuan agar pekerja sosial dapat memberikan saran dan pertimbangan kepada aparat penegak hukum disetiap tahap proses hukum yang dihadapi oleh klien anak. Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial di LPKS Insan Berguna Pesawaran memberikan penguatan berupa motivasi dan motivasi dan diagnosis psikososial kepada klien dan keluarga serta lingkungan masyarakatnya. Pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial di LPKS Insan Berguna Pesawaran pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan agar saat anak keluar dapat melakukan hal-hal yang bermanfaat dengan menjadi wirusaha sehingga meninggalkan hal-hal kriminal. Memberikam bimbingan mental spiritual, Memberikan bimbingan fisik, dan yang paling penting memberikan bimbingan sosial dan konseling psikososial berupa bimbingan individu maupun bimbingan kelompok. Setelah anak keluar maka ada bimbingan lanjutan berupa homevisit yaitu untuk melihat kondisi anak setelah keluar apakah ada perubahan atau tidak, bimbingan lanjutan ini pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial melakukan komunikasi dengan orang tua, lingkungan masyarakat sekitar dan pak RT.

Data dari tahun 2016-2017 LPKS Insan Berguna Pesawaran telah menampung 62 anak dengan rincian anak yang diputus oleh hakim atau anak yang dijatuhi pidana berjumlah 56 anak sedangkan yang dalam masa diversi di

kepolisian berjumlah 4 anak, yang artinya bahwa pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial telah melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak sebanyak 62 anak yang berhadapan dengan hukum. Data ini diperoleh dari wawancara langsung dengan pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial di LPKS Insan Berguna Pesawaran.

B. Faktor Penghambat Petugas Pekerja Sosial Profesional Dan Tenaga Kesejahteraan Sosial Dalam Melakukan Pembimbingan Dan Pembinaan Terhadap Anak Yang Dijatuhi Pidana

Faktor penghambat di dalam peran petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana sebenarnya tidak terlalu berbeda jauh dengan faktor penghambat penegak hokum. Menurut Soerjono Soekanto bahwa masalah pokok penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Faktor-faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya itu sendiri, di dalam tulisan ini akan dibatasi pada undang-undang saja.

2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum.

(12)

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau di terapkan.

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Lingkup dunia pekerjaan pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana sering ditemui juga hambatan yang selalu membuat tugas dan fungsi yang dilaksanakan tidak berjalan secara maksimal dan tidak optimal.

Faktor hukum, dalam hal ini tidak menjadi penghambat karena pada dasarnya pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial melakukan tugas, fungsi, dan wewenang berdasarkan peraturan perundang-undang yang ada dan tidak bertentangan satu sama lain antara Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dengan Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Oleh Lembaga Penyelenggara Kesejahteraan Sosial. Faktor penegak hukum, menjadi salah satu faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melakukan tugas, fungsi dan wewenangnya karena di lapangan menujukan adanya kekurangan petugas tersebut. Faktor sarana dan prasarana tidak menjadi penghambat karena kondisi di lapangan atau di LPKS insan berguna pesawaran menunjukan bahwa sarana dan prasarana telah memadai dan tercukupi untuk melakukan rehabilitasi. Sedangkan

faktor masyarakat dan kebudayaan menjadi salah satu faktor penghambat karena lingkungan masyarakat sangat mempengaruhi keperibadian anak. Apabila anak bertempat tinggal di lingkungan masyarakat pemakai narkoba maka anak juga akan mudah terjerumus untuk melakukan penyalahgunaan narkoba dll. Faktor Kebudayaan, kurangnya pendidikan anak dan berbeda-bedanya tingkat pendidikan anak serta perbedaan dalam pergaulannya dan pergaulan yang menyimpang.

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis penulis maka faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana adalah:

(13)

sosial yang melakukan pembimbingan dan pembinaan tidak akan kondusif dan tidak optimal pemberiaan pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana. Karena idealnya 1 peksos mebimbing maksimal 5 anak.

b. Faktor wilayah kerja LPKS Insan Berguna Pesawaran Terlalu Luas, sehingga jarak antara tempat tinggal klien anak dengan LPKS Insan Berguna Pesawaran banyak yang sangat jauh, yang dimana wilayah kerja LPKS Insan Berguna Pesawaran mencakup seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Lampung. Maka anak dari seluruh kabupaten dan kota mana pun di Provinsi Lampung akan masuk ke LPKS Insan Berguna Pesawaran. Hal ini sangat berpengaruh pada efisiensi tenaga, waktu dan biaya.

c. Faktor Anggaran Keuangan di LPKS Insan Berguna Pesawaran untuk melaksanakan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana terbatas sehingga sering dianggap tidak memadai. Oleh sebab itu hal ini akan sangat berpengaruh besar pada proses rehabilitasi terhap anak yang dijatuhi pidana.

d. Faktor Kebudayaan, kurangnya pendidikan anak dan berbeda-bedanya tingkat pendidikan anak serta perbedaan dalam pergaulannya dan pergaulan yang menyimpang. Tingkat pendidikan anak yang lemah maka akan sedikit susah menyampaikan pesan-pesan yang disampaikan oleh pekerja sosial seperti misalnya nasihat kepada anak, bimbingan dan pendampingan. Serta mungkin bisa saja jika pekerja

sosial tidak memiliki teknik cara pembimbingan dan pembinaan yang bagus dan baik maka akan mungkin apabila anak akan acuh tak acuh dalam mengikuti rehabilitasi di LPKS insan Berguna Pesawaran. e. Faktor Masyarakat, lingkungan

masyarakat sangat mempengaruhi keperibadian anak karena jika anak bertempat tinggal di lingkungan masyarakat yang banyak pemakai narkoba maka anak juga akan mudah terjerumus untuk melakukan penyalahgunaan narkoba. Begitu juga dengan llingkungan masayrakat yang mayoritas begal dan pencuri.

III. PENUTUP

A. Simpulan

1. Peran Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejahteraan Sosial dalam pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana adalah:

(14)

b. Peran faktual dari pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial di LPKS Insan Berguna Pesawaran dalam menangani anak yang dijatuhi pidana adalah melakukan rehabilitasi dan pendampingan mulai dari tahap penyidikan oleh Kepolisian, penuntutan di Kejaksaan sampai setelah putusan di Pengadilan. Pendampingan anak yang dijatuhi pidana untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi sehingga bisa keluar dari masalah tersebut dan dapat berfungsi sosial kembali. Melakukan kerja sama dengan aparat penegak untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh anak yang dijatuhi pidana. Pekerja sosial pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial sebagai sumber informasi bagi aparat penegak hukum yang ada di Provinsi Lampung. Memberikan penguatan berupa motivasi dan diagnosis psikososial kepada klien dan keluarga serta lingkungan masyarakatnya. memberikan pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan, Memberikam bimbingan mental spiritual, Memberikan bimbingan fisik, dan yang paling penting memberikan bimbingan sosial dan konseling psikososial. Setelah anak keluar ada bimbingan lanjutan berupa homevisit.

2. Faktor penghambat petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial dalam melakukan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana adalah:

a. Faktor keterbatasan sumber daya manusia, kekurangan sumber daya manusia tapi bukan pekerja sosial melainkan petugas-petugas lain di lingkunganan LPKS Insan Berguna Pesawaran. Serta terkadang jumlah pekerja sosial yang tidak ideal dengan jumlah anak yang dibimbing, jika semakin banyak anak yang dipidana di tempatkan pada LPKS Insan Berguna Pesawaran maka pekerja sosial yang melakukan pembimbingan dan pembinaan tidak akan kondusif dan tidak optimal pemberiaan pembimbingan dan pembinaan anak yang dijatuhi pidana

b. Faktor wilayah kerja LPKS Insan Berguna Pesawaran Terlalu Luas, sehingga jarak antara tempat tinggal klien anak dengan LPKS banyak yang sangat jauh, yang dimana wilaya kerja LPKS Insan Berguna Pesawaran mencakup seluruh Kabupaten dan Kota yang ada di provinsi Lampung.

c. Faktor Anggaran Keuangan di LPKS Insan Berguna Pesawaran untuk melaksanakan pembimbingan dan pembinaan terhadap anak yang dijatuhi pidana terbatas sehingga sering dianggap tidak memadai. d. Faktor Kebudayaan, kurangnya

pendidikan anak dan berbeda-bedanya tingkat pendidikan anak serta perbedaan dalam pergaulannya dan pergaulan yang menyimpang. e. Faktor Masyarakat, lingkungan

masyarakat buruk sangat mempengaruhi keperibadian anak. B. Saran

(15)

agar kiranya dapat mempublikasikan eksistensi pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial pada LPKS Insan Berguna Pesawaran agar dapat diketahui oleh sebagian besar atau seluruh masyarakat yang ada di Provinsi Lampung.

2. Perlu semakin meningkatkan kualitas dan profesionalisme dari petugas pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial pada LPKS Insan Berguna Pesawaran dalam melaksanakan pembimbingan pembinaan dan pendampingan anak yang dijatuhi pidana.

3. Pemerintah pusat diharapkan dapat memberikan anggaran keuangan yang sesuai dengan kebutuhkan rehabilitasi di LPKS Insan Berguna Pesawaran.

4. Kementerian Sosial Republik Indonesia agar kiranya dapat menambah kapasitas jumlah pekerja sosial profesional dan tenaga kesejahteraan sosial yang ada di LPKS Insan Berguna Pesawaran. Serta mendirikan LPKS disetiap Kabupaten/Kota minimal 1 LPKS dalam satu Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.

DAFTAR PUSTAKA

Andrisman, Tri. 2013. Hukum Peradilan Anak. Bandar Lampung: Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum UNILA.

Dona Raisa Monica dan Diah Gustiniati. 2016. Pemidanaan Dan Sistem

Pemasyarakatan Baru. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA).

Pedoman Rehabilitasi Sosial Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum Berbasis Keluarga Tahun 2015. Ruben Achmad, 2005, Upaya

Penyelesaian Masalah Anak Yang Berkonflik dengan Hukum, dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Tahun 2015, Januari.

Sambas, Nandang. 2013. Peradilan Pidana Anak Di Indonesia Dan Instrumen Internasional Perlindungan Anak Serta Penerapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Soekanto, Soerjono. 2003. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Suharto Edi. 2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.

Sunarto. 2016. Keterpaduan Dalam Penanggulangan Kejahatan. Bandar Lampung: Anugrah Utama Raharja (AURA).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil temuan dari penelitian yang dilakukan di Kantor BPKP Perwakilan Provinsi Riau, dan Kuesioner yang diperoleh maka dapat disimpulkan sebagai

Bank Central Asia Tbk memiliki rasio likuiditas yang masih kurang baik dapat dilihat dari nilai loan to dept ratio yang masih jauh dari angka standar yang telah

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing memiliki keefektivan dengan kriteria

Pasangan pernikahan hasil ta’aruf mempunyai prilaku bahwa pernikahan adalah sarana untuk meningkatkan ketaatan kepada Tuhan, artinya interaksi yang dibangun bukan

Orang tua perlu menginformasikan kepada saudara kandung penyandang ASD mengenai kondisi saudaranya yang ASD sejak kecil guna meminimalisisasi munculnya pemikiran

Islamisasi ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah suatu respon terhadap krisis masyarakat modern yang disebabkan karena pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu

Hasil penelitian ini mengembangkan penelitian yang dilakukan oleh Elkina (2011) dan Ostroff (2003) yang menyatakan bahwa adanya perbedaan pemberian kompensasi

Banyak perusahaan operator pembalakan memiliki persepsi yang salah mengenai RIL, yaitu mengartikan RIL sebagai pembalakan dengan pendapatan yang dikurangi (reduced