Dian, Mianti. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, matematika
Siswa Sekolah Dasar (SD) mengembangkan kemampuan berpikir ketika dihadapkan langsung dengan objek dan aktivitas konkret, salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Metode Montessori adalah salah satu metode belajar yang menggunakan alat peraga dalam pengajarannya. Montessori mendesain alat peraga dengan menggunakan empat ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education. Peneliti menambahkan unsur lain pada penelitian ini, yaitu kontekstual.
Jenis Penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototype alat peraga papan perkalian berbasis Metode Montessori.
Produk yang dikembangkan telah divalidasi oleh ahli di bidangnya. Hasil validasi produk menunjukkan bahwa, (1) alat peraga memiliki lima ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan kontekstual. (2) memiliki rerata skor 3,55 dan masuk kategori
Dian, Mianti. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Material for
Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher
Education Study Program, Sanata Dharma University.
Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic
Elementary students develop the ability to think when they face real objects and concrete activities; one of them is by using learning media. One of the ways to do that is used visual aids. The Montessori Method was one of method which was using visual aids to the teaching. The Montessori designed the visual aids using four features; there were interesting, gradation, auto-correction, and auto-education. The researcher added other element in the research, it was contextual.
The researcher used is research and development (R&D). This research and development is consists of by five steps (1) analyzing problem potential,(2) research planning,(3) developing design, (4) product validation, and (5) the trial of specified ground. The result from this research and development in the form of prototype of appliance of physic of multiplication board base on the Montessori Method.
i
PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA SD MATERI PERKALIAN BERBASIS
METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh:
Mianti Dian Pertiwi NIM: 111134042
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas semua berkat dan
karunia yang telah dilimpahkan selama proses penyusunan skripsi.
Kedua orangtua Budi Caksono dan Puji Rusmini yang tiada henti
memberikan kasih dan lantunan doa sampai saat ini.
Teman Payung Montessori yang selalu memberikan doa, semangat,
dukungan, dan motivasi.
Teman-teman kelas D yang tercinta, tawa canda kalian yang selalu
menghiburku.
Almamaterku Universitas Sanata Dharma.
v
MOTTO
“
Mintalah maka diberikan kepadamu,
carilah maka akan mendapat,
ketuklah maka pintu ak
an dibukakan bagimu”
.
(Mat 7:7)
“
Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam
segala perbuatan-Nya
”
.
xii
viii ABSTRAK
Dian, Mianti. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.
Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, matematika
Siswa Sekolah Dasar (SD) mengembangkan kemampuan berpikir ketika dihadapkan langsung dengan objek dan aktivitas konkret, salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Metode Montessori adalah salah satu metode belajar yang menggunakan alat peraga dalam pengajarannya. Montessori mendesain alat peraga dengan menggunakan empat ciri, yaitu menarik, bergradasi,
auto-correction, dan auto-education. Peneliti menambahkan unsur lain pada penelitian
ini, yaitu kontekstual.
Jenis Penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototype alat peraga papan perkalian berbasis Metode Montessori.
ix ABSTRACT
Dian, Mianti. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning
Material for Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta:
Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.
Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic
Elementary students develop the ability to think when they face real objects and concrete activities; one of them is by using learning media. One of the ways to do that is used visual aids. The Montessori Method was one of method which was using visual aids to the teaching. The Montessori designed the visual aids using four features; there were interesting, gradation, correction, and auto-education. The researcher added other element in the research, it was contextual.
The researcher used is research and development (R&D). This research and development is consists of by five steps (1) analyzing problem potential,(2) research planning,(3) developing design, (4) product validation, and (5) the trial of specified ground. The result from this research and development in the form of prototype of appliance of physic of multiplication board base on the Montessori Method.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan
karunianya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian
Berbasis Metode Montessori sesuai dengan waktu yang diharapkan. Penyusunan
skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di
Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini karena adanya
bimbingan, perhatian, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat kesehatan dan
kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Rohandi., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma.
3. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi Program
Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Wakaprodi Program Studi
xi
5. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang telah
memberikan saran, kritik, dorongan, tenaga, pikiran, dan waktu untuk
membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
6. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II,
yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, tenaga, pikiran, dan
waktu untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.
7. Albertus Wargo Tomo, S.E. selaku Kepala Sekolah Dasar Kanisius
Kumendaman yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan
penelitian.
8. Lucia Windu Andari S.Pd. selaku guru kelas II SD Kanisius
Kumendaman yang telah memberikan waktu dan bantuan yang
bermanfaat bagi peneliti.
9. Siswa-siswi kelas II SD Kanisius Kumendaman yang telah bersedia
membantu selama proses penelitian.
10. Kedua orangtua Budi Caksono dan Puji Rusmini yang senantiasa
memberikan doa, dukungan dan semangat.
11.Yohanes Arga Pribadi dan Michael Doni Prihantoro yang selalu
memberikan doa, dukungan, dan semangat.
12. Teman-teman payung Montessori Noi, Rindi, Fetra, Bowo, Charla,
Dita, dan Britiga.
13. Sahabat-sahabatku Paula, Odilla, Tyas, Tiara, Elena, Agnes, mbak
Debby, mbak Wulan, mbak Wiwid dan dek Teti untuk motivasi,
xiii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii
ABSTRAK ... viii
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
xiv
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.4 Manfaat Penelitian ... 6
1.5 Spesifikasi Produk ... 7
1.6 Definisi Operasional... 9
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 11
2.1 Kajian Pustaka. ... 11
2.1.1 Hakikat Belajar ... 11
2.1.2 Pembelajaran Montessori ... 12
2.1.2.1Pengertian Pembelajaran Montessori ... 12
2.1.2.2Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Montessori ... 13
2.1.3 Tahapan Perkembangan Siswa SD ... 16
2.1.4 Alat Peraga Montessori... 17
2.1.4.1Pengertian Alat Peraga ... 17
2.1.4.2Pengertian Alat Peraga Montessori ... 18
2.1.4.3Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 19
2.1.4.4Manfaat Alat Peraga ... 24
2.1.5 Pembelajaran Matematika ... 25
2.1.5.1Hakikat Matematika ... 25
2.1.5.2Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 26
2.1.5.3Perkalian dalam Matematika SD ... 27
2.2 Penelitian yang Relevan ... 28
2.2.1 Penelitian tentang Metode Montessori ... 28
xv
2.3 Kerangka Berpikir ... 33
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Jenis Penelitian ... 36
3.2 Setting Penelitian ... 37
3.2.1 Objek Penelitian ... 37
3.2.2 Subjek Penelitian ... 37
3.2.3 Lokasi Penelitian ... 38
3.3 Rancangan Penelitian ... 38
3.4 Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 41
3.5 Instrumen Penelitian ... 45
3.5.1 Pedoman Wawancara ... 45
3.5.1.1Wawancara Kepala Sekolah ... 45
3.5.1.2Wawancara Guru ... 46
3.5.1.3Wawancara Siswa ... 46
3.5.2 Pedoman Observasi ... 47
3.5.3 Kuesioner ... 48
3.5.3.1Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 48
3.5.3.2Kuesioner Validasi Produk ... 49
3.5.3.3Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas ... 49
3.5.4 Tes ... 51
3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 52
3.6.1 Wawancara ... 52
xvi
3.6.3 Kuesioner ... 53
3.6.3.1Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 53
3.6.3.2Kuesioner Uji Validasi Produk untuk Ahli ... 53
3.6.3.3Kuesioner Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas ... 54
3.6.4 Triangulasi ... 54
3.7 Teknik Analisis Data ... 55
3.7.1 Wawancara ... 55
3.7.2 Observasi ... 57
3.7.3 Kuesioner ... 57
3.7.3.1Teknik Analisis Kebutuhan ... 57
3.7.3.2Teknik Analisis Validasi Ahli ... 58
3.7.3.3Teknik Analisis Uji Coba Terbatas ... 58
3.8 Jadwal Penelitian ... 60
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61
4.1 Hasil ... 61
4.1.1 Potensi Masalah ... 61
4.1.1.1 Identifikasi Masalah ... 61
xvii
4.1.1.4.1 Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 69
4.1.1.4.2 Uji Validitas Instrumen ... 70
4.1.1.4.2.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 70
4.1.1.4.2.2 Ahli Bahasa ... 73
4.1.1.4.2.3 Guru SD Setara ... 76
4.1.1.4.2.4 Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 78
4.1.1.4.3 Data Analisis Kebutuhan ... 79
4.1.1.4.3.1 Data Hasil Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 79
4.1.1.4.3.2 Data Hasil Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 81
4.1.2 Perencanaan ... 87
4.1.2.1 Validitas Instrumen Tes ... 87
4.1.2.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 87
4.1.2.1.2 Uji Validasi Guru ... 88
4.1.2.1.3 Uji Keterbacaan Instrumen Tes oleh Siswa ... 88
4.1.2.1.4 Uji Empiris ... 89
4.1.2.1.4.1 Uji Validitas ... 89
4.1.2.1.4.2 Uji Reliabilitas ... 90
4.1.2.2 Kuesioner Validasi Produk ... 91
4.1.2.2.1 Uji Validitas Konstruk Ahli Bahasa ... 91
4.1.2.2.2 Uji Validitas Konstruk Guru ... 92
4.1.2.2.3 Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa ... 93
4.1.3 Pengembangan Desain ... 94
xviii
4.1.3.2 Desain Alat Peraga ... 95
4.1.3.2.1 Alat Peraga Papan Perkalian ... 95
4.1.3.2.2 Album Alat Peraga ... 96
4.1.3.3 Pengumpulan Bahan ... 97
4.1.3.4 Pembuatan Alat Peraga Papan Perkalian ... 97
4.1.4 Validasi Produk ... 99
4.1.4.1 Validasi Produk Alat Peraga Papan Perkalian ... 99
4.1.4.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 100
4.1.4.1.2 Ahli Pembelajaran Montessori ... 100
4.1.4.1.3 Guru Kelas ... 101
4.1.5 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 102
4.1.5.1 Data dan Analisis Hasil Tes ... 102
4.1.5.2 Data dan Analisis Kuesioner ... 105
4.1.5.3 Analisis II ... 106
4.2 Pembahasan ... 106
BAB 5 PENUTUP ... 108
5.1 Kesimpulan ... 108
5.2 Keterbatasan Penelitian ... 109
5.3 Saran ... 109
DAFTAR REFERENSI ... 110
xix
DAFTAR BAGAN
2.1 Literature Map dari Penelitian-Penelitian yang Relevan ... 33
3.1 Langkah-langkah Penggunaan Metode R&D ... 39
3.2 Tahap Pengembangan Alat Peraga ... 42
3.3 Analisis Triangulasi Data ... 54
3.4 Triangulasi Sumber Data Analisis Kebutuhan ... 55
xx
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara Kepala Sekolah ... 45 Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Guru ... 46 Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Siswa ... 46 Tabel 3.4 Kisi-kisi Observasi ... 47 Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru dan Siswa ... 48 Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli ... 49 Tabel 3.7 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas ... 50 Tabel 3.8 Kisi-kisi Instrumen Tes Uji Empiris ... 52 Tabel 3.9 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 58 Tabel 4.1 Hasil Validasi Instrumen Wawancara ... 62 Tabel 4.2 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Wawancara oleh Ahli .... 63 Tabel 4.3 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 64 Tabel 4.4 Hasil Wawancara Guru ... 65 Tabel 4.5 Hasil Wawancara Siswa Kelas II ... 66 Tabel 4.6 Hasil Validasi Instrumen Observasi ... 67 Tabel 4.7 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Observasi oleh Ahli ... 68 Tabel 4.8 Hasil Observasi Pembelajaran Matematika ... 68 Tabel 4.9 Skor Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli
Matematika ... 71 Tabel 4.10 Rekapitulasi Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli
Matematika ... 71 Tabel 4.11 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Matematika ... 72 Tabel 4.12 Rekapitulasi Komentar Hasil Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh
xxi
Tabel 4.13 Skor Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli Bahasa ... 73 Tabel 4.14 Rekapitulasi Komentar Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru
oleh Ahli Bahasa ... 74 Tabel 4.15 Skor Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Bahasa
... 74 Tabel 4.16 Rekapitulasi Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli
Bahasa ... 75 Tabel 4.17 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Guru SD Setara ... 76 Tabel 4.18 Rekapitulasi Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Guru
SD Setara ……..………...……….. 77
Tabel 4.19 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Guru SD Setara ... 77 Tabel 4.20 Rekapitulasi Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Guru
SD Setara ... 78 Tabel 4.21 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 78 Tabel 4.22 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 80 Tabel 4.23 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 84 Tabel 4.24 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Hasil Analisis Kebutuhan oleh Siswa
xxii
Tabel 4.33 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Kelayakan Produk Siswa ……... 93 Tabel 4.34 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
Matematika ……….……...……….. 100
Tabel 4.35 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran
Montessori ……….……….. 100
xxiii
DAFTAR GRAFIK
xxiv
DAFTAR RUMUS
xxv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian ……….. 7
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. INSTRUMEN IDENTIFIKASI POTENSI MASALAH ... [1] 1.1 Transkrip Wawancara Kepala Sekolah SD Kanisius Kumendaman ..…... [1] 1.2 Transkrip Wawancara Guru Kelas II SD Kanisius Kumendaman …..…... [5] 1.3 Transkrip Wawancara Siswa Kelas II SD Kanisius Kumendaman ...…...… [8]
LAMPIRAN 2. INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN ... [10] 2.1 Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ………...…….…….. [10] 2.2 Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru oleh Ahli ... [14] 2.3 Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... [20] 2.4 Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa oleh Ahli ... [23] 2.5 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa SD Setara
... [29] 2.6 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Guru SD Penelitian [35] 2.7 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Siswa SD Penelitian
... [38]
xxvii
3.2.3 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli …... [82] 3.2.4 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa ... [84] 3.2.5 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa SD Setara
1 BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan definisi
operasional.
1.1Latar Belakang
Proses pembelajaran membutuhkan kemampuan berpikir yang tinggi dan
logis karena menggabungkan beberapa kegiatan belajar secara beriringan. Salah
satu mata pelajaran yang menuntut kemampuan berpikir siswa secara logis adalah
mata pelajaran Matematika (Susanto, 2013: 185). Mata pelajaran Matematika
merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di SD. Pada tingkat SD,
mata pelajaran Matematika mencakup aspek bilangan, geometri dan pengukuran,
serta pengolahan data. Dalam matematika, pembelajaran dimulai dengan
pemecahan masalah dan menghubungkan gagasan dengan menggunakan simbol,
tabel, diagram, dan media lainnya (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).
Siswa SD merupakan anak-anak yang berusia 7-12 tahun. Pada usia ini anak
memiliki karakteristik tersendiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut teori kognitif Jean Piaget anak usia 7-12 tahun berada pada tahap
operasional konkret dan tahap awal operasi formal (Suparno, 2001:25). Pada
tahap operasional konkret pemikiran anak sudah berdasarkan logika atau aturan
lebih teratur dan terarah menggunakan logikanya namun masih terbatas pada
masalah konkret. Pada aspek afektif anak mulai mencari teman dan menyadari
bahwa orang lain memiliki pemikiran yang lain. Aspek psikomotorik ditandai
dengan kesukaan anak pada usia ini untuk melakukan aktivitas motorik.
Berdasarkan uraian ketiga aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa anak pada usia
7-12 tahun memiliki karakteristik tersendiri. Berkaitan dengan masalah tersebut
pentingnya menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Undang-Undang (UU) Pendidikan nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa
pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Berdasarkan pasal tersebut dapat diartikan bahwa dalam
pembelajaran perlu adanya komunikasi dua arah. Komunikasi tersebut dapat
berlangsung antara siswa dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan
siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk mewujudkan hal
tersebut adalah dengan mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran yang
menarik misalnya dengan menggunakan alat peraga.
Salah satu metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga adalah
metode Montessori. Metode Montessori merupakan sebuah metode pembelajaran
yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Montessori, seorang dokter wanita
Italia yang memiliki keprihatinan khusus terhadap dunia anak-anak dan
pendidikan. Metode ini menekankan pembelajaran yang berbasis sensorial. Anak
memiliki kesempatan untuk berkembang secara alami sesuai dengan tuntunan dari
anak untuk bekerja yang mendukung terciptanya konsentrasi penuh dan
kemampuan untuk menjadi tuan atas dirinya (Kahn, 2003:1).
Metode Montessori bukan menjadi hal yang baru dalam pendidikan di
Indonesia. Belakangan ini beberapa sekolah di Indonesia mulai menerapkan
metode ini seiring dengan banyaknya penelitian yang mengungkapkan
keberhasilan metode tersebut. Sekolah Montessori yang pertama di Indonesia
berdiri pada tahun 1986 yaitu Jakarta Montessori School. Sekolah Montessori lain
yag berkembang saat ini adalah Bali Montessori School, Sekolah Montessori di
Bandung, Batam, dan Yogyakarta sendiri. Meskipun demikian sampai saat ini
penerapan metode Montessori di Indonesia masih sebatas pada sekolah-sekolah
swasta yang berlabel mahal. Hal tersebut menjadi fenomena yang wajar karena
alat-alat peraga Montessori belum diproduksi di Indonesia dan masih
menggunakan bahan terstandar khusus. Awal sejarah metode ini bermula dari
pelayanan pendidikan terhadap anak-anak pinggiran di Itali dan Montessori
sendiri mengembangkan media pembelajaran berdasarkan hasil observasinya
terhadap kesulitan belajar anak didiknya (Montessori, 2002:36). Hal ini
menunjukkan bahwa sebenarnya media pembelajaran Montessori dapat
dikembangkan sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh
penyelenggara pendidikan.
Melihat begitu pentingnya penggunaan alat peraga seperti yang telah
dipaparkan sebelumnya, keberadaan dari alat peraga khususnya di Sekolah Dasar
menjadi salah satu hal yang pokok. Alat peraga dapat diperoleh dari pemerintah
sebagai pendidik juga dapat membuat sendiri alat peraga yang hendak digunakan.
Menurut Scriven (Gall, Gall, & Borg, 2007: 590-591) alat peraga dalam dunia
pendidikan yang berguna sebagai alat bantu dalam pembelajaran seharusnya telah
melewati serangkaian tahap uji coba secara ilmiah.
Berdasarkan sumber yang peneliti dapat dari hasil wawancara yang dilakukan
dengan guru kelas II SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta pada tanggal 18 Juli
2014, diperoleh informasi bahwa siswa di kelas II mengalami kesulitan dalam
mata pelajaran matematika yang berkaitan dengan materi perkalian.
Hasil pengamatan saat siswa belajar di kelas yang dilakukan pada 27 Agustus
2014, peneliti menemukan penyebab kesulitan belajar yaitu kendala ketersedian
media dan penggunaan media yang telah tersedia pun masih belum maksimal.
Seringkali guru menggunakan jari untuk mengajarkan kepada anak mengenai
perkalian. Alat peraga yang ada di kelas kebanyakan masih terbatas pada
gambar-gambar dan dadu kecil-kecil yang tidak setiap saat dapat digunakan dalam
pembelajaran. Pengadaan alat peraga yang mahal seringkali menjadi penyebab
minimnya penggunaan alat peraga. Alat peraga yang digunakanpun lebih sering
dibuat guru secara mandiri berdasarkan kebutuhan materi yang akan diajarkan.
Diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa alat peraga yang dibuat guru juga
sebatas dibuat dan langsung digunakan tanpa melalui uji coba secara ilmiah
terlebih dahulu. Kurang dari satu persen alat peraga di Amerika yang sudah
diujicobakan terlebih dahulu di lapangan untuk mengetahui kualitasnya (Gall dkk,
atau referensi yang menunjukkan penggunaan alat peraga yang telah melalui
serangkaian tahap uji coba secara ilmiah untuk memastikan kualitasnya.
Penelitian pengembangan ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan
inovasi dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan
mengenai alat peraga yang telah teruji secara ilmiah. Penelitian ini memberikan
sumbangan bagi dunia pendidikan yang berguna untuk mengembangkan produk
alat peraga dan melakukan serangkaian uji coba untuk mengetahui kualitasnya.
Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga matematika berbasis
metode Montessori untuk materi perkalian bagi siswa kelas II SD. Peneliti
mengambil SD Kanisius Kumendaman yang berlokasi di di Jl. MT Haryono
nomor 17, Desa Mantrijeron, Kecamatan Suryodiningratan, Kabupaten Kota
Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,sebagai sampel uji coba
lapangan terbatas. Materi pembelajaran matematika yang digunakan dibatasi pada
Standar Kompetensi (KI) “3. Memahami pengetahuan faktualdengan cara
mengamati (mendengar,melihat, membaca) dan menanyaberdasarkan rasa ingin
tahu tentangdirinya, makhluk ciptaan Tuhan dankegiatannya, dan benda-benda
yangdijumpainya di rumah dan di sekolah”, dengan Kompetensi Dasar (KD) “Mengenal operasi perkalian dan pembagian padabilangan asli yang hasilnya
kurang dari 100 melalui kegiatan eksplorasi menggunakan benda konkrit”.
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 yang
terfokus pada mata pelajaran matematika materi perkalian yang hasilnya bilangan
sumbangan ilmu terhadap pendidikan di Indonesia tentang pengembangan alat
yang diuji secara ilmiah guna mengetahui kualitas alat peraga.
1.2 Rumusan masalah
1.2.1 Bagaimana ciri-ciri alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori
yang dikembangkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II SD?
1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga papan perkalian matematika berbasis metode
Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan pada siswa kelas II
SD?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Mengembangkan alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori
sesuai dengan ciri-ciri secara spesifik yang ditetapkan untuk melatih kemampuan
perkalian pada siswa kelas II SD.
1.3.2 Mengembangkan alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori
yang berkualitas untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II SD.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi guru
Menambah referensi dalam penggunaan alat peraga perkalian yang bersifat
kontekstual.
1.4.2 Bagi siswa
1.4.2.1 Siswa kelas I SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta tahun ajaran
1.4.2.2 Siswa kelas II SD Kanisius KumendamanYogyakarta tahun ajaran
2014/2015 terbantu dalam belajar perkalian menggunakan alat peraga perkalian
berbasis metode Montessori.
1.4.3 Bagi Sekolah
Penelitian ini dapat meningkatkan mutu sekolah melalui alat peraga yang telah
dikembangkan.
1.4.4 Bagi peneliti
Mendapatkan pengalaman baru dalam mengembangkan alat peraga perkalian
dalam mengembangkan media pembelajaran matematika berupa alat peraga
Montessori.
1.5 Spesifikasi Produk
Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah papan perkalian
yang berbasis metode Montessori dan dilengkapi dengan album alat peraga.
Adapun beberapa komponen yang dikembangkan dalam penelitian ini diantaranya
papan perkalian, manik kayu yang diberi warna berbeda terdiri atas
manik-manik satuan, puluhan, dan ratusan. Alat peraga ini dilengkapi dengan kartu
angka1-50, tempat manik-manik, dan tempat kartu soal dan album alat peraga.
Album alat peraga berisi deskripsi alat peraga dan cara penggunaannya.
Papan perkalian ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 70cm x 30cm.
Papan perkalian ini terdiri dari lubang-lubang kecil untuk menaruh manik-manik,
lubang kecil disamping kiri untuk tempat kartu angka, dan terdapat angka satuan,
puluhan dan ratusan. Warna angka pada papan perkalian tersebut sudah
disesuaikan dengan prinsip metode Montessori, hijau untuk satuan, biru untuk
puluhan dan merah untuk ratusan. Warna manik-manik juga disesuaikan dengan
prinsip metode Montessori berwarna satuan, puluhan dan ratusan. Kemudian alat
ini dilengkapi dengan kartu angka untuk membantu dalam melakukan perkalian
dengan ukuran 4cm x 2,5cm.
Komponen lainnya dari alat peraga ini adalah kotak manik-manik yang
berukuran 26cm x 7cm, sedangkan tempat kartu soal dengan alas berbentuk
persegi panjang dengan ukuran 11cm x 13cm dan untuk samping berbentuk
trapezium siku-siku dengan ukuran depan 3,8cm dan belakang 7,2cm.
Gambar 1.3 Kotak Manik-manik, Kotak Kartu Soal
1.6 Definisi Operasional
1.6.1 Alat peraga Montessori adalah media pembelajaran berbentuk 3 dimensi
yang menerapkan filosofi pembelajaran Montessori dan memiliki karakteristik
yang berbeda dengan alat peraga pada umumnya.
1.6.2 Album alat peraga penjumlahan dan pengurangan Montessori adalah buku
panduan yang berisi materi pembelajaran, tema pembelajaran, nama alat peraga,
tujuan pembelajaran, dan presentasi penggunaan alat peraga, serta beberapa
1.6.3 Pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk
membekali keterampilan-keterampilan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif dan memiliki kemampuan kerjasama demi kemajuan teknologi.
1.6.4 Perkalian adalah materi pada mata pelajaran Matematika di SD yang
mempelajari penjumlahan bilangan yang dilakukan secara berulang dan
menggunakan simbol kali (x) dalam operasi tersebut.
1.6.5 Kontekstual adalah segala sesuatu yang berada di suatu tempat atau daerah
dan berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi benda yang memiliki kegunaan.
1.6.6 Alat peraga perkalian berbasis metode Montessori yang bersifat kontekstual
adalah alat peraga perkalian yang mengadaptasi alat peraga Montessori dan
dikembangkan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar.
1.6.7 Siswa SD adalah siswa kelas II semester ganjil SD Kanisius Kumendaman
Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa 20 siswa yang terdiri
11 BAB 2
LANDASAN TEORI
Bab II yang berupa landasan teori ini akan membahas empat bagian, yaitu
kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.
2.1 Kajian Pustaka
Pada sub bab kajian teori ini memuat hakikat belajar, pembelajaran
Montessori, tahapan perkembangan siswa SD, alat peraga Montessori, alat peraga
manik-manik emas berbasis metode Montessori, matematika.
2.1.1 Hakikat Belajar
Para konstruktivis percaya bahwa siswa mengkonstruksikan sendiri
pengalaman-pengalaman pengajaran dan pembelajaran untuk menantang
pemikiran siswa sehingga mereka akan mampu membangun pengetahuannya
sendiri (Schunk, 2012: 384; Suyono & Hariyanto, 2012: 106). Teori Piaget yang
termasuk salah satu teori konstruktivis mengetengahkan bahwa belajar merupakan
suatu proses yang dialami anak dengan melewati serangkaian tahapan yang
berbeda-beda (Schunk, 2012: 384).
Teori konstruktivisme lain juga dikemukan oleh Vygotsky bahwa
pembelajaran merupakan proses dengan mediasi sosial yang memungkinkan
anak-anak belajar banyak konsep saat berinteraksi dengan banyak orang dan
lingkungan (Schunk, 2012:385). Tujuan dari belajar adalah untuk memberikan
konstruktivis menekankan bahwa belajar merupakan proses penanaman
konsep-konsep besar dengan banyak menggunakan aktivitas siswa, interaksi sosial, dan
penilaian-penilaian autentik untuk menggali ide-ide siswa (Schunk, 2012: 386).
Berdasarkan beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh konstruktivis,
peneliti menarik kesimpulan bahwa belajar tidak dititikberatkan pada hasil saja,
namun juga pada proses untuk membangun pengetahuan siswa secara mandiri.
Pada penilitian ini, peneliti ingin mengetahui proses belajar siswa sehingga siswa
dapat menemukan konsep matematis secara mandiri dan mengetahui hasil dari
proses belajar yang telah berlangsung selama ini. Pada penelitian ini, proses
belajar dilakukan siswa dengan menggunakan alat peraga papan perkalian.
2.1.2 Pembelajaran Montessori
2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Montessori
Pembelajaran Montessori pada dasarnya menitikberatkan pengembangan
kemandirian anak dan memberi kebebasan pada anak untuk memilih dan
menentukan atas apa yang dilakukan sesuai dengan perkembangan anak.
Pembelajaran yang dilakukan sambil bermain dan penggunaan panca indera
secara maksimal selama pembelajaran menciptakan kesenangan pada anak ketika
belajar (Montessori, 2003:33).
Pendidikan Montessori merupakan pendidikan yang sistematis dan dalam
pembelajarannya melibatkan sensorial yang dihubungkan dengan
pengorganisasian saraf dan lingkungan anak (Lillard, 2005:324). Pembelajaran
dalam pembelajaran Montessori. Selama pembelajaran, lingkungan belajar anak
juga berpengaruh terhadap proses belajar yang dialaminya.
Montessori menjelaskan bahwa dalam pembelajarannya anak belajar dengan
terstruktur, berfokus pada suatu proyek tertentu, dan anak juga memiliki
kebebasan untuk kapan dan hal apa yang ingin mereka kerjakan. Pembelajaran
Montessori juga merupakan belajar penemuan melalui alat peraga yang didesain
secara eksplisit dapat memberikan makna bagi anak-anak (Lillard, 2005:328).
Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Montessori
menekankan pada pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan anak,
mengembangkan kemandirian, menggunakan panca indera selama proses belajar,
dan bersifat menyenangkan. Pembelajaran Montessori juga mendukung
pengembangan pembelajaran aktif yaitu pembelajaran yang mengajak peserta
didik untuk mendominasi aktivitas pembelajaran, aktif melibatkan mental, fisik,
dan otak anak (Zaini, dkk, 2008:16).
2.1.2.2 Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Montessori
Pembelajaran Montessori menggunakan delapan prinsip, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Lillard (2005:30-33), yaitu:
1. Keleluasaan dalam beraktivitas
Anak-anak dalam kelas Montessori bebas untuk berpindah tempat guna
mengerjakan tugas mereka. Anak-anak mendapat keleluasaan untuk bergerak
bebas bekerja di meja maupun di lantai dengan beralaskan karpet kecil.
Montessori menekankan bahwa anak-anak bertumbuh sesuai pilihannya dan
kontrol lingkungan mereka. Anak diberi kebebasan dalam memilih sendiri
apa yang mau dipelajari, seberapa lama akan beraktivitas, dan dengan siapa
akan bekerja.
3. Pentingnya minat
Montessori menyadari betapa penting mengembangkan minat anak. Ia
merancang materi yang membuat anak-anak ingin ikut berinteraksi.
Montessori mengajarkan guru-guru di sekolah Montessori untuk
memberikan pelajaran dengan cara yang dapat menginspirasi anak-anak,
contohnya dengan menunjukkan informasi secukupnya untuk memancing
keingintahuan anak-anak. Sekolah Montessori juga menyoroti minat unik
setiap anak-anak.
4. Pentingnya motivasi intrinsik dengan menghapus hadiah dan hukuman
Penghargaan dan penghukuman tidak dikenal di ruang kelas Montessori.
Jika anak diberi perhatian yang cukup, anak akan bekerja secara serius
dengan cara mereka sendiri. Anak-anak akan melakukan pekerjaan mereka
karena dorongan dari dalam dirinya untuk menyempurnakan kemampuan
mereka.
5. Pentingnya kolaborasi dengan teman sebaya
Melalui kolaborasi dengan teman sebaya, anak dapat memiliki pemahaman
yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang lainnya. Anak-anak dapat
menemukan pemecahan masalah dalam berbagai hal, mendapat pengetahuan
kemampuan belajar anak. Teman sebaya juga dapat membantu yang lainnya
untuk belajar melalui proses (Lillard, 2005:194-195).
6. Pentingnya konteks dalam pembelajaran
Pembelajaran di kelas Montessori secara keseluruhan dilakukan melalui
praktek. Dimana anak-anak akan dapat mengaplikasi secara langsung
pengetahuan mereka dan makna yang didapat ketika belajar akan lebih
dimengerti setiap anak. Proses belajar mereka disituasikan dalam konteks
aksi dan objek.
7. Pentingnya gaya interaksi autoritatif dari orang dewasa
Montessori memandang bahwa guru adalah cermin bagi anak-anak dalam
gaya interaksi sosial. Misalnya ketika di rumah orang tua menyediakan
batas yang jelas kepada anak-anak dan memberi tanggapan terhadap
keinginan anak-anak ketika memiliki suatu harapan yang tinggi. Dengan
gaya interaksi semacam ini, anak-anak akan menunjukkan mutu yang tinggi
dalam kedewasaan, prestasi, empati, dan karakter yang diperlukan.
8. Pentingnya keteraturan dan kerapian lingkungan belajar
Ruangan kelas di sekolah Montessori sangat teratur dan tertata rapi baik
secara jasmani (dalam hal tata ruang) maupun secara konseptual (dalam hal
bagaimana penggunaan materi-materi yang berkembang). Salah satu target
dari Montessori adalah menciptakan keteraturan di lingkungan
sekolah.Penelitian dalam psikologi mengungkapkan bahwa tata tertib ini
2.1.3 Tahapan Perkembangan Siswa SD
Seiring dengan perkembangannya, anak-anak mengalami perkembangan
kognitif yang bertahap. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak
menjadi periode I, periode II, periode III, dan periode IV (Crain, 2007: 17), yang
dijelaskan sebagai berikut.
1. Periode I: Kepandaian Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)
Pada tahap ini, anak banyak bereaksi secara refleks dan belum terkondisi
seperti menghisap, menggenggam, dan memukul.
2. Periode II: Pikiran Praoperasional (2-7 tahun)
Pada periode ini anak mulai belajar berpikir dan menggunakan simbol-simbol
yang berupa gambaran dan bahasa ucapan, namun pikiran mereka belum
sistematis.
3. Periode III: Operasional Konkret (7-11 tahun)
Dalam tahap ini anak-anak telah mampu mengembangkan kemampuan
berpikir sistematis, namun hanya ketika mereka melihat objek-objek dan
melakukan aktivitas nyata.
4. Periode IV: Operasional Formal (lebih dari 11 tahun)
Pada periode keempat ini usia anak telah beranjak menuju dewasa. Orang
dewasa telah mampu mengembangkan kemampuan berpikir sistematis dan
abstrak.
Tahapan-tahapan perkembangan anak juga dikemukakan oleh Montessori.
Montessori membaginya menjadi usia 0-6, 6-12, dan 12-18 tahun (Holt, 2008:
perkembangan anak menurut Montessori, termasuk ke dalam tahap fanciulezza
(6-12 tahun) yaitu usia anak yang mulai memasuki periode sensitif (Lillard,1996:
44). Periode sensitif tersebut meliputi (1) periode sensitif untuk logika dan
pembenaran yang ditandai dengan munculnya banyak pertanyaan “mengapa”, (2)
periode sensitif untuk perkembangan imajinasi yang menggunakan bantuan benda
nyata, (3) periode sensitif untuk perkembangan mental yang luas, (4) periode
sensitif untuk perkembangan rasa berkelompok, (5) periode sensitif untuk
pengenalan budaya, (6) periode sensitif untuk menampilkan kekuatan fisik.
Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Piaget dan Montessori, dapat
disimpulkan bahwa siswa SD yang berada pada usia 7-12 tahun termasuk di
dalamnya anak usia kelas II telah memasuki tahap operasional konkret dan
memasuki periode sensitif. Pada periode ini, anak memiliki kemampuan berpikir
yang bersifat holistik dan menyeluruh, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan
memiliki keinginan untuk berkelompok. Pada usia ini, anak juga akan lebih
mudah menerima informasi apabila menggunakan objek dan aktivitas nyata.
Dengan kata lain penggunaan media (termasuk alat peraga) dalam pembelajaran
matematika di SD memang diperlukan, karena sesuai dengan tahap berpikir anak.
2.1.4 Alat Peraga Montessori 2.1.4.1 Pengertian Alat Peraga
Alat peraga terdiri atas dua kata, yaitu alat dan peraga. Alat merupakan benda
yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu, mencapai suatu maksud tertentu;
sedangkan peraga merupakan alat bantu dalam pengajaran untuk mengajarkan
Berdasarkan pengertian tersebut, alat peraga dapat diartikan sebagai benda yang
digunakan dalam proses pengajaran agar membantu siswa dalam memahami
materi yang diajarkan. Senada dengan itu, Sudono (2010: 14) mengemukakan
bahwa alat peraga berfungsi untuk menerangkan atau memperagakan suatu mata
pelajaran dalam proses belajar mengajar.
Munadi (2010: 7-8) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah segala sesuatu
yang dapat menyampaikan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta
lingkungan belajar yang kondusif dan dapat membuat penerima belajar secara
efisien dan efektif. Alat peraga digunakan sebagai media untuk mendukung
tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan (Anitah, 2010: 83). Guna
mencapai tujuan pembelajaran tersebut, dalam hal ini alat peraga dapat berfungsi
sebagai sumber belajar yang dapat mengaktifkan siswa dan penyampai materi
(Munadi, 2010: 37).
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat
disimpulkan bahwa alat peraga adalah bagian dari media pembelajaran sebagai
salah satu sumber belajar yang dapat membantu proses belajar mengajar dan dapat
berfungsi untuk memperjelas materi yang disampaikan, sehingga tujuan dalam
pembelajaran dapat tercapai.
2.1.4.2 Pengertian Alat Peraga Montessori
Montessori mengartikan alat peraga sebagai material yang didesain untuk
menarik perhatian anak-anak dan dapat mengajarkan berbagai konsep dengan
peraga Montessori dirancang untuk mengembangkan kemandirian dan
pengetahuan akademik anak, mengandung unsur seni, mengembangkan rasa
tanggung jawab dan bangga terhadap alat yang dimilikinya. Alat peraga
Montessori didesain dengan mengembangkan unsur kesederhanaan, daya tahan,
keindahan, kemungkinan anak belajar secara kreatif dan belajar dari penemuan,
dan memungkinkan anak dapat memperbaiki kesalahan mereka sendiri.
Alat peraga matematika Montessori mencakup jumlah dan simbol, sistem
desimal, dan empat operasi hitung matematika (perkalian, pembagian,
penjumlahan, dan pengurangan). Alat yang digunakan di sekolah Montessori
didesain bukan untuk “mengajarkan matematika” tetapi untuk membantu
mengembangkan kemampuan matematikanya. Pikiran tersebut mencakup
kemampuan untuk memahami perintah, urutan, sesuatu yang abstrak, dan
memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep baru sebagai
pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran (Lillard, 1997:137).
2.1.4.3 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori
Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran Montessori merupakan alat
yang didesain oleh Montessori sendiri dengan menyesuaikan kebutuhan anak
sebagai pengguna. Seluruh perabot yang ada di Montessori didesain sesuai dengan
ukuran anak agar anak dapat mengambil dan mengembalikan sendiri alat peraga
ke tempatnya (Magini, 2013: 50-51). Setiap alat yang dibuat oleh Montessori
memiliki ciri tersendiri jika dibandingkan dengan alat peraga yang lain. Ciri-ciri
1. Menarik
Setiap alat peraga Montessori harus mampu menarik perhatian anak, sehingga
secara spontan anak ingin menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan
menggunakannya untuk belajar (Montessori, 2002: 174-175). Alat peraga
yang menarik adalah alat yang memiliki keindahan dari segi warna dan
kecerahannya. Warna yang digunakan merupakan warna yang lembut dan
terang.
2. Bergradasi
Alat peraga yang baik seharusnya bergradasi. Gradasi yang dimaksudkan
adalah rangsangan yang rasional tentang suatu gradasi (Montessori, 2002:
175). Unsur gradasi pada umumnya tampak dari segi warna dan bentuk.
Ketika anak bekerja menggunakan alat peraga, anak akan menggunakan lebih
dari satu indera. Salah satu alat peraga Montessori yang berguna untuk
memperkenalkan gradasi adalah permainan pink tower terdiri dari 10 kubus
dengan kubus paling besar memiliki sisi 10 centimeter. Kubus yang lebih
kecil berikutnya selalu memiliki ukuran sisi 1 centimeter lebih kecil. Kubus
yang paling besar diletakkan paling bawah hingga yang terkecil di posisi
paling atas. Kubus-kubus ini akan membentuk sebuah menara. Dengan begitu
anak belajar membeda-bedakan besar-kecil dan berat-ringan suatu objek
(Montessori, 2002: 174).
3. Auto-correction(Memiliki Pengendalian Kesalahan)
Alat peraga harus memiliki pengendali kesalahan, maksudnya melalui alat
dilakukannya sehingga dengan sendirinya anak tahu jika ia melakukan
kekeliruan. Montessori memberikan contoh tentang model balok yang
berlubang-lubang (papan silinder). Dalam lubang-lubang itu terpasang
silinder-silinder kecil dari kayu yang memiliki perbedaan ukurandari yang
paling kecil sampai paling besar. Silinder-silinder itu dilepas dan ditempatkan
di atas meja secara acak, lalu anak diminta untuk memasang kembali ke
lubang-lubang yang sesuai. Anak sangat antusias untuk mengamati hubungan
antara ukuran lubang dan silinder. Silinder yang ukurannya lebih kecil dari
lubang bisa masuk, tetapi yang lebih besar tidak bisa masuk. Anak akan
mengetahui kesalahannya dan mengulang berkali-kali jika silinder yang
mereka masukkan tidak tepat pada lubangnya (Montessori, 2002: 172).
4. Auto-education(Pembelajaran Mandiri)
Seluruh alat peraga Montessori dibuat sedemikian rupa sehingga
memungkinkan anak melakukan pendidikan diri (auto-education). Hal
tersebut akan meningkatkan kemandirian anak dalam belajardan campur
tangan pendidik semakin diminimalisir. Montessori menggarisbawahi bahwa “a man is not what he is because of the teachers he has had, but because of
what he has done” (Montessori, 2002: 172). Peran pendidik dalam kelas
Montessori adalah sebagai pengamat. Oleh sebab itu, Montessori tidak lagi
menggunakan istilah “guru” tetapi “direktris” bagi pendidik, sebab direktris
bertugas untuk mengarahkan aktivitas psikis anak dan perkembangan
5. Kontekstual
Montessori telah menyebutkan keempat ciri alat peraga, pada penelitian ini
peneliti menambahkan satu ciri yaitu kontekstual. Dalam perkembangannya,
metode Montessori sudah semakin meluas dikembangkan ke berbagai negara
dan sudah menjadi bisnis tersendiri untuk kalangan tertentu sehingga menjadi
sangat mahal. Karena itu, dalam penelitian ini dimasukkan ciri kontekstual
sebagai ciri alat peraga. Kontekstual berarti “teralami” oleh siswa, yang
artinya menghubungkan materi ajar dengan lingkungan personal dan sosial
siswa (Johnson, 2010: 20). Pembelajaran kontekstual atau sering dikenal
dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem
belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap
pembelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang
mereka terima, dan mereka mampu menangkap makna dalam tugas-tugas
sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan
pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, 2010: 14).
Kontekstual merupakan sistem pengajaran yang cocok dengan otak karena
menghubungan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa
sehingga dapat merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang
mewujudkan makna (Johnson, 2010: 57).
Pada penelitian ini, kontekstual mengandung arti memanfaatkan potensi local
yang terdapat di lingkungan sekitar sekolah. Pemanfaatan potensi lokal ini terlihat
dari penggunaan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga berasal
sejarah Montessori yang mulai mengembangkan metode pembelajarannya bagi
anak-anak gelandangan di pemukiman kumuh sekitar Roma, alat-alat peraga yang
diciptakan saat itu berasal dari material apa adanya di lingkungan sekitar. Itu
berarti konteks lingkungan sekitar menjadi sumber yang tidak terbatas untuk
pembelajaran.
Pengembangan alat peraga Montessori untuk perkalian yang hasilnya kurang
dari 100 mengandung kelima ciri alat peraga. Penerapan ciri pertama menarik
terlihat dari warna yang digunakan pada manik-manik yaitu warna cerah (hijau,
merah, biru). Ciri kedua yaitu bergradasi, ciri ini tampak pada penggunaan indera
penglihatan dan perabaan yang bersamaan pada saat menggunakan papan
perkalian serta dapat digunakan untuk memahami konsep-konsep yang berbeda,
bahkan untuk pembelajaran pada kelas selanjutnya. Ketika menggunakan
manik-manik perkalian, siswaakan belajar membedakan manik-manik satuan, puluhan, ratusan
dan ribuanmelalui bentuknya. Manik satuan diletakkan paling kanan hingga
manik ribuan di posisi paling kiri. Melalui letak manik perkalian ini siswa belajar
membedakan nilai tempat suatu bilangan. Alat peraga yang dikembangkan dapat
digunakan untuk menjelaskan konsep nilai tempat puluhan dan satuan pada kelas I
bahkan dapat juga digunakan untuk memahami nilai tempat ratusan dan ribuan
pada kelas II dan melakukan perkalian tiga angka pada kelas berikutnya. Ciri
ketiga yaitu pengendali kesalahan (auto-correction). Ciri initampak saat anak
meletakan manik di papan perkalian pada satuan atau puluhan. Selain itu, kartu
soal juga mengandung pengendali kesalahan yang terletak pada kunci jawaban di
manik perkalian yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri. Ciri
kelima, kontekstual tampak pada penggunaan potensi lokal di lingkungan sekitar
sekolah yang digunakan untuk membuat alat peraga yaitu kayu mlinjo, mindi, dan
lidi.
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan alat peraga montesori
adalah media pembelajaran berbentuk 3 dimensi yang menerapkan filosofi
pembelajaran Montessori dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat
peraga pada umumnya.
2.1.4.4 Manfaat Alat Peraga
Arsyad (2010: 26-27) menyebutkan lima manfaat dari penggunaan alat peraga
dalam proses belajar mengajar, yaitu dapat: (1) memperjelas penyajian pesan dan
informasi sehingga dapat memperlancar proses belajar; (2) meningkatkan
perhatian dan motivasi belajar anak serta memacu terjadinya interaksi langsung
dengan lingkungan; (3) memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri sesuai
dengan minat dan kemampuannya; (4) mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan
waktu; (5) memberi kesamaan pengalaman bagi siswa terhadap lingkungan.
Penggunaan alat peraga Montessori, membuat siswa mampu mengembangkan
kemampuan dan pemahamannya mengenai suatu materi yang abstrak.
Perlahan-lahan siswa akan meninggalkan penggunaan alat peraga dan membangun
konsep-konsep baru sehingga dapat menghitung tanpa alat peraga dan mulai menghitung
dengan menggunakan daya imajinasinya (Payne & Ridout, 2008: 10). Manfaat
dari penggunaan alat peraga sangat sesuai dengan karakteristik pembelajaran
begitu banyaknya manfaat dari alat peraga, dipandang sangat perlu untuk
mengembangkan alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran.
2.1.5 Pembelajaran Matematika 2.1.5.1 Hakikat Matematika
Kata matematika berasal dari bahasa Latin, yaitu mathematicus dari bahasa
Yunani ataumathematikos dengan akar kata manthanein yang berarti belajar atau
hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut
wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013: 184).
Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berupa simbol-simbol, karena itu
konsep-konsep dalam matematika harus terlebih dahulu dipahami (Susanto, 2013:
183). Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1), matematika termasuk dalam
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata
pelajaran ini dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku
ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri.
Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007, mata
pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan
di SD. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia (Depdiknas, 2008: 134). Tujuan dari mata
logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama
(Depdiknas, 2008: 135).
Dalam kelas Montessori, matematika di SD berfungsi sebagai literasi yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami
konsep-konsep yang abstrak dengan menggunakan benda-benda kongkret (Payne &
Ridout, 2008: 10). Penekanan matematika bukan hanya mengenai rumus dan
ketepatan atau benar salah saja, melainkan lebih kepada bagaimana siswa
memahami materi melalui proses trial and error yang harus dilewatinya sehingga
dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir logis dan matematis
(Payne & Ridout, 2008: 9). Dengan demikian, matematika memiliki kedudukan
dan esensi yang penting dalam struktur kurikulum pendidikan, khususnya di
Sekolah Dasar.
2.1.5.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide
dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lainnya. Di Sekolah
Dasar, mata pelajaran Matematika meliputi aspek bilangan, geometri dan
pengukuran, serta pengolahan data (Depdiknas, 2008: 134-135). Berdasarkan
peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006, Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) pada mata pelajaran Matematika SD/MI meliputi kemampuan
memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya;
memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifatnya;
waktu, kecepatan, serta debit; memahami konsep koordinat; memahami konsep
pengumpulan data dan penyajiannya; memiliki sikap menghargai matematika;
serta memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada materi pembelajaran mengenal
operasi perkalian dan pembagian pada bilangan asli yang hasilnya kurang dari 100
melalui kegiatan eksplorasi menggunakan benda konkrit. Pada penelitian ini,
hanya melakukan penelitian tentang perkalian.
2.1.5.3 Perkalian dalam Matematika SD
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib dipelajari
oleh siswa SD. Sesuai dengan Kurikulum 2013 tujuan matematika adalah
membangun kemampuan siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,
kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar
siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif.
Perkalian merupakan penjumlahan berulang (Heruman, 2007:17). Materi
perkalian pada siswa kelas II SD meliputi perkalian sebagai penjumlahan
berulang, mengalikan dua bilangan satu angka, mengalikan bilangan dua angka
dengan bilangan satu angka, mengenal sifat pertukaran pada perkalian, sifat
perkalian bilangan satu angka dengan bilangan 1, mengalikan bilangan satu angka
dengan bilangan 0, mengalikan tiga bilangan berturut-turut, pasangan bilangan
2.2 Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian dan pengembangan ini yaitu
penelitian tentang metode Montessori dan penelitian pengembangan alat peraga
perkalian.
2.2.1 Penelitian tentang Metode Montessori
Penelitian tentang Montessori dilakukan oleh Rathunde (2003), Manner
(2006), dan Koh & Frick (2010).
Rathunde (2003) melakukan penelitian tentang perbandingan mengenai
sekolah Montessori dengan sekolah tradisional biasa dalam hal motivasi, kualitas
pengalaman, dan konteks sosial. Hubungan antara pembelajaran Montessori dan
teori pengalaman yang optimal adalah: (1) teori pengalaman, (2) perhatian
terhadap konteks pengalaman, (3) sikap alamiah manusia dalam merayakan
motivasi intrinsik pada anak. Disebutkan bahwa sekolah dengan metode
Montessori menunjukkan motivasi dan pengalaman yang lebih positif jika
dibandingkan dengan siswa di sekolah tradisional. Sekolah Montessori memiliki
orientasi yang sangat kuat pada pengalaman, sangat memperhatikan konteks
terjadinya pengalaman yang diharapkan, dan pentingnya mengembangkan
pembelajaran berdasarkan motivasi intrinsik anak. Sementara itu, siswa di
sekolah-sekolah yang tradisionalyang selalu menjadi pemikir banyak mengalami
stres dan memiliki tingkat emosional tinggi. Sekolah tradisional pada umumnya
lebih menekankan prestasi belajar tanpa memberikan perhatian cukup pada
pengembangan kualitas pengalaman anak. Hasil penelitiannya menunjukkan
konsentrasi, kontrol emosi, kesadaran, pengalaman, dan kontesks sosial yang jauh
lebih baik dibandingkan sekolah dengan metode biasa.
Manner (2006) juga membandingkan prestasi akademis antara sekolah
Montessoridengan sekolah tradisional biasa. Penelitian ini membandingkan
kemampuan membaca dan kemampuan matematika dengan skor yang sama antara
sekolah Montessori dan sekolah tradisonal biasa dengan menggunakan instrumen
tes prestasi Standford dalam periode tiga tahun berturut-turut. Penelitiannya
menunjukkan bahwa pada tahun pertama anak-anak sekolah Montessori dan
sekolah tradisional biasa tidak mengalami perbedaan dalam mencapai skor
Standford. Perbedaan yang signifikan mulai muncul di tahun kedua. Pada tahun
ketiga anak-anak di sekolah Montessori memperlihatkan kemampuan yang sangat
drastis dibandingkan anak-anak di sekolah tradisonal biasa.
Koh & Frick (2010) meneliti penerapan dukungan untuk kebebasan individu
(autonomy support) dalam kelas Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui karakteristik guru yang memiliki autonomy support dalam kelas
Montessori dan bagaimana hal tersebut berpengaruh terhadap motivasi intrinsik
siswa dalam bekerja. Penelitian ini dilakukan terhadap guru dan asistennya pada
sekolah Montessori serta kelas Montessori yang terdiri dari 28 siswa yang berusia
9-11 tahun, sejajar dengan kelas 4-6 pada sekolah dasar tradisional. Penelitian ini
dilakukan di salah satu sekolah Montessori yang terletak di Indiana, USA. Hasil
penelitian ini terdiri atas dua hal, yaitu (1) guru dan asistennya memiliki strategi
yang sesuai dengan filosofi Montessori dalam mendukung kemandirian siswa dan
Berkaitan dengan hasil yang pertama, guru dan asistennya mendukung
kemandirian siswa melalui memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih
sendiri jenis aktivitas yang akan dilakukannya dan teman bekerjanya. Guru
mengembangkan kemandirian berpikir siswa melalui pemberian dorongan
terhadap kebebasan berpikir siswa, inisiatif diri, dan menghormati pendapat siswa.
Dalam menerapkan kontrol, guru dan asistennya mengakui dan menghargai
perasaan siswa, mendukung rasional untuk tingkah laku yang diharapkan, dan
menekan kecaman. Berkaitan dengan hasil yang kedua, siswa Montessori
memiliki kecenderungan untuk mengerjakan setiap tugas belajarnya dikarenakan
siswa menyadari pentingnya aktivitas tersebut untuk dirinya dan tujuan yang
dicapai dari aktivitas tersebut.
Ketiga penelitian terhadap metode Montessori tersebut menunjukkan bahwa
metode Montessori berpengaruh positif terhadap perkembangan diri seorang anak
secara menyeluruh. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya motivasi intrinsik,
kemandirian, pencapaian nilai akademik, dan tingkah laku (sosial) anak ketika
belajar di sekolah Montessori. Seorang anak mengalami perkembangan secara
alami baik dalam kemampuan maupun kepribadiannya.
2.2.2 Penelitian Pengembangan Alat Peraga Perkalian
Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengembangan alat peraga
perkalian di SD adalah penelitian oleh Rahmawati (2009), Fariha (2010), dan
Sugiarni (2012).
Rahmawati (2009) meneliti pengaruh penggunaan alat peraga perkalian
SD N Balun 3 Cepu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar
matematika dengan pembelajaran menggunakan alat peraga perkalian model
matriks lebih baik daipada prestasi belajar matematika dengan menggunakan alat
peraga pada pokok bahasan perkalian.
Fariha (2010) meneliti efektivitas alat peraga model matriks dengan metode
pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa kelas II SD N Sukorejo 02 Tunjungan
Blora. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan meningkatnya kriteria efektivitas
hasil 80 menjadi 100 dan nilai rata-rata evaluasi kelas menjadi 95,6 dari yang
semula 72,8 dan dapat meningkatkan efektivitas proses pembelajaran siswa dari
kriteria efektivitas proses 61,82 menjadi 93,33. Pada persentase keefektivitasan
belajar siswa sebelum tindakan sebesar 61,82 dan meningkat pada akhir tindakan
sebesar 93,33.
Sugiarni (2012) meneliti hasil peningkatan proses dan hasil belajar
matematika dengan memanfaatkan media dan alat peraga materi operasi hitung
campuran pada siswa kelas II semester 2 di SDN Suniarsih, Kecamatan Bojong,
Kabupaten Tegal. Penelitian ini merupakan penelitian yang memanfaatkan media
dan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada materi operasi hitung
campuran. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan terhadap
pemahaman dan prestasi belajar siswa pada materi operasi hitung campuran
melalui aktivitas-aktivitas pemberian apersepsi yang menarik melalui tanya jawab
interaktif, perlibatan siswa dalam demonstrasi, pengaktifan siswa dalam tanya
jawab, pengaktifan siswa dalam latihan pengerjaan soal, dan pemanfaatan alat
Secara garis besar ketiga penelitian tersebut meneliti tentang manfaat
penggunaan alat peraga untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi
yang dipelajari. Hasil dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan adanya
peningkatan keaktifan siswa selama mengikuti pelajaran, peningkatan terhadap
pemahaman siswa, dan prestasi belajar pada materi perkalian. Berdasarkan studi
literatur penelitian di Indonesia mengenai pengembangan alat peraga perkalian,
peneliti belum menemukan adanya penelitian yang meneliti dan mengembangkan
alat peraga perkalian.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan, belum ditemukan penelitian
pengembangan produk alat peraga berbasis metode Montessori yang
menggunakan perkalian dan metode Montessori, peneliti belum menemukan
adanya penelitian mengenai pengembangan alat peraga perkalian yang
berlandaskan pada filosofi pembelajaran Montessori. Kerangka penelitian dalam
penelitian ini dapat dilihat di literature map pada bagan 2.1. Penelitian ini akan
memberikan pengetahuan baru dalam dunia penelitian mengenai pengembangan
Bagan 2.1 Literature map dari penelitian-penelitian yang relevan
2.3 Kerangka Berpikir
Siswa usia SD (7-11 tahun) umumnya masih senang untuk bermain, bergerak,
dan bekerja di dalam kelompok. Anak pada usia tersebut menurut Jean Piaget
(dalam Suparno, 2001:70) merupakan anak yang berada pada tahap operasional
konkret. Pada tahap ini anak mulai mencari validitas dengan temannya melalui
penggunaan bahasa yang lebih komunikatif. Pemikiran anak dalam banyak hal Metode Montessori Alat peraga matematika