• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan alat peraga pembelajaran matematika SD materi perkalian berbasis metode Montessori.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan alat peraga pembelajaran matematika SD materi perkalian berbasis metode Montessori."

Copied!
262
0
0

Teks penuh

(1)

Dian, Mianti. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, matematika

Siswa Sekolah Dasar (SD) mengembangkan kemampuan berpikir ketika dihadapkan langsung dengan objek dan aktivitas konkret, salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Metode Montessori adalah salah satu metode belajar yang menggunakan alat peraga dalam pengajarannya. Montessori mendesain alat peraga dengan menggunakan empat ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, dan auto-education. Peneliti menambahkan unsur lain pada penelitian ini, yaitu kontekstual.

Jenis Penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototype alat peraga papan perkalian berbasis Metode Montessori.

Produk yang dikembangkan telah divalidasi oleh ahli di bidangnya. Hasil validasi produk menunjukkan bahwa, (1) alat peraga memiliki lima ciri, yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan kontekstual. (2) memiliki rerata skor 3,55 dan masuk kategori

(2)

Dian, Mianti. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning Material for

Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta: Elementary Teacher

Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic

Elementary students develop the ability to think when they face real objects and concrete activities; one of them is by using learning media. One of the ways to do that is used visual aids. The Montessori Method was one of method which was using visual aids to the teaching. The Montessori designed the visual aids using four features; there were interesting, gradation, auto-correction, and auto-education. The researcher added other element in the research, it was contextual.

The researcher used is research and development (R&D). This research and development is consists of by five steps (1) analyzing problem potential,(2) research planning,(3) developing design, (4) product validation, and (5) the trial of specified ground. The result from this research and development in the form of prototype of appliance of physic of multiplication board base on the Montessori Method.

(3)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERAGA PEMBELAJARAN

MATEMATIKA SD MATERI PERKALIAN BERBASIS

METODE MONTESSORI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Mianti Dian Pertiwi NIM: 111134042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas semua berkat dan

karunia yang telah dilimpahkan selama proses penyusunan skripsi.

Kedua orangtua Budi Caksono dan Puji Rusmini yang tiada henti

memberikan kasih dan lantunan doa sampai saat ini.

Teman Payung Montessori yang selalu memberikan doa, semangat,

dukungan, dan motivasi.

Teman-teman kelas D yang tercinta, tawa canda kalian yang selalu

menghiburku.

Almamaterku Universitas Sanata Dharma.

(7)

v

MOTTO

Mintalah maka diberikan kepadamu,

carilah maka akan mendapat,

ketuklah maka pintu ak

an dibukakan bagimu”

.

(Mat 7:7)

Tuhan itu adil dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam

segala perbuatan-Nya

.

(8)
(9)

xii

(10)

viii ABSTRAK

Dian, Mianti. (2015). Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian Berbasis Montessori. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma.

Kata kunci: penelitian dan pengembangan, Metode Montessori, alat peraga perkalian, matematika

Siswa Sekolah Dasar (SD) mengembangkan kemampuan berpikir ketika dihadapkan langsung dengan objek dan aktivitas konkret, salah satunya dengan menggunakan alat peraga. Metode Montessori adalah salah satu metode belajar yang menggunakan alat peraga dalam pengajarannya. Montessori mendesain alat peraga dengan menggunakan empat ciri, yaitu menarik, bergradasi,

auto-correction, dan auto-education. Peneliti menambahkan unsur lain pada penelitian

ini, yaitu kontekstual.

Jenis Penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan (R&D). Penelitian dan pengembangan ini terdiri dari lima tahapan antara lain (1) potensi masalah, (2) perencanaan, (3) pengembangan desain alat peraga, (4) validasi produk, dan (5) uji coba terbatas. Hasil dari penelitian dan pengembangan ini berupa prototype alat peraga papan perkalian berbasis Metode Montessori.

(11)

ix ABSTRACT

Dian, Mianti. (2015). Development of Elementary School Mathematic Learning

Material for Multiplication Based on Montessori Method. A thesis. Yogyakarta:

Elementary Teacher Education Study Program, Sanata Dharma University.

Keywords: research and development method, Montessori method, material, multiplication, Mathematic

Elementary students develop the ability to think when they face real objects and concrete activities; one of them is by using learning media. One of the ways to do that is used visual aids. The Montessori Method was one of method which was using visual aids to the teaching. The Montessori designed the visual aids using four features; there were interesting, gradation, correction, and auto-education. The researcher added other element in the research, it was contextual.

The researcher used is research and development (R&D). This research and development is consists of by five steps (1) analyzing problem potential,(2) research planning,(3) developing design, (4) product validation, and (5) the trial of specified ground. The result from this research and development in the form of prototype of appliance of physic of multiplication board base on the Montessori Method.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan

karunianya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Pengembangan Alat Peraga Pembelajaran Matematika SD Materi Perkalian

Berbasis Metode Montessori sesuai dengan waktu yang diharapkan. Penyusunan

skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana di

Universitas Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Peneliti menyadari bahwa terselesainya skripsi ini karena adanya

bimbingan, perhatian, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara

langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, peneliti menyampaikan terima

kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu memberikan rahmat kesehatan dan

kelancaran selama kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

2. Rohandi., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

3. Romo G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A. selaku Kaprodi Program

Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

4. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. selaku Wakaprodi Program Studi

(13)

xi

5. Dra. Haniek Sri Pratini, M.Pd. selaku dosen pembimbing I, yang telah

memberikan saran, kritik, dorongan, tenaga, pikiran, dan waktu untuk

membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

6. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. selaku dosen pembimbing II,

yang telah memberikan saran, kritik, dorongan, tenaga, pikiran, dan

waktu untuk membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

7. Albertus Wargo Tomo, S.E. selaku Kepala Sekolah Dasar Kanisius

Kumendaman yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan

penelitian.

8. Lucia Windu Andari S.Pd. selaku guru kelas II SD Kanisius

Kumendaman yang telah memberikan waktu dan bantuan yang

bermanfaat bagi peneliti.

9. Siswa-siswi kelas II SD Kanisius Kumendaman yang telah bersedia

membantu selama proses penelitian.

10. Kedua orangtua Budi Caksono dan Puji Rusmini yang senantiasa

memberikan doa, dukungan dan semangat.

11.Yohanes Arga Pribadi dan Michael Doni Prihantoro yang selalu

memberikan doa, dukungan, dan semangat.

12. Teman-teman payung Montessori Noi, Rindi, Fetra, Bowo, Charla,

Dita, dan Britiga.

13. Sahabat-sahabatku Paula, Odilla, Tyas, Tiara, Elena, Agnes, mbak

Debby, mbak Wulan, mbak Wiwid dan dek Teti untuk motivasi,

(14)
(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

(16)

xiv

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Spesifikasi Produk ... 7

1.6 Definisi Operasional... 9

BAB 2 LANDASAN TEORI ... 11

2.1 Kajian Pustaka. ... 11

2.1.1 Hakikat Belajar ... 11

2.1.2 Pembelajaran Montessori ... 12

2.1.2.1Pengertian Pembelajaran Montessori ... 12

2.1.2.2Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Montessori ... 13

2.1.3 Tahapan Perkembangan Siswa SD ... 16

2.1.4 Alat Peraga Montessori... 17

2.1.4.1Pengertian Alat Peraga ... 17

2.1.4.2Pengertian Alat Peraga Montessori ... 18

2.1.4.3Ciri-ciri Alat Peraga Montessori ... 19

2.1.4.4Manfaat Alat Peraga ... 24

2.1.5 Pembelajaran Matematika ... 25

2.1.5.1Hakikat Matematika ... 25

2.1.5.2Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 26

2.1.5.3Perkalian dalam Matematika SD ... 27

2.2 Penelitian yang Relevan ... 28

2.2.1 Penelitian tentang Metode Montessori ... 28

(17)

xv

2.3 Kerangka Berpikir ... 33

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 36

3.1 Jenis Penelitian ... 36

3.2 Setting Penelitian ... 37

3.2.1 Objek Penelitian ... 37

3.2.2 Subjek Penelitian ... 37

3.2.3 Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Rancangan Penelitian ... 38

3.4 Prosedur Penelitian dan Pengembangan ... 41

3.5 Instrumen Penelitian ... 45

3.5.1 Pedoman Wawancara ... 45

3.5.1.1Wawancara Kepala Sekolah ... 45

3.5.1.2Wawancara Guru ... 46

3.5.1.3Wawancara Siswa ... 46

3.5.2 Pedoman Observasi ... 47

3.5.3 Kuesioner ... 48

3.5.3.1Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 48

3.5.3.2Kuesioner Validasi Produk ... 49

3.5.3.3Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas ... 49

3.5.4 Tes ... 51

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 52

3.6.1 Wawancara ... 52

(18)

xvi

3.6.3 Kuesioner ... 53

3.6.3.1Kuesioner Analisis Kebutuhan ... 53

3.6.3.2Kuesioner Uji Validasi Produk untuk Ahli ... 53

3.6.3.3Kuesioner Uji Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas ... 54

3.6.4 Triangulasi ... 54

3.7 Teknik Analisis Data ... 55

3.7.1 Wawancara ... 55

3.7.2 Observasi ... 57

3.7.3 Kuesioner ... 57

3.7.3.1Teknik Analisis Kebutuhan ... 57

3.7.3.2Teknik Analisis Validasi Ahli ... 58

3.7.3.3Teknik Analisis Uji Coba Terbatas ... 58

3.8 Jadwal Penelitian ... 60

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 61

4.1 Hasil ... 61

4.1.1 Potensi Masalah ... 61

4.1.1.1 Identifikasi Masalah ... 61

(19)

xvii

4.1.1.4.1 Pembuatan Instrumen Analisis Kebutuhan ... 69

4.1.1.4.2 Uji Validitas Instrumen ... 70

4.1.1.4.2.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 70

4.1.1.4.2.2 Ahli Bahasa ... 73

4.1.1.4.2.3 Guru SD Setara ... 76

4.1.1.4.2.4 Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 78

4.1.1.4.3 Data Analisis Kebutuhan ... 79

4.1.1.4.3.1 Data Hasil Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 79

4.1.1.4.3.2 Data Hasil Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 81

4.1.2 Perencanaan ... 87

4.1.2.1 Validitas Instrumen Tes ... 87

4.1.2.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 87

4.1.2.1.2 Uji Validasi Guru ... 88

4.1.2.1.3 Uji Keterbacaan Instrumen Tes oleh Siswa ... 88

4.1.2.1.4 Uji Empiris ... 89

4.1.2.1.4.1 Uji Validitas ... 89

4.1.2.1.4.2 Uji Reliabilitas ... 90

4.1.2.2 Kuesioner Validasi Produk ... 91

4.1.2.2.1 Uji Validitas Konstruk Ahli Bahasa ... 91

4.1.2.2.2 Uji Validitas Konstruk Guru ... 92

4.1.2.2.3 Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa ... 93

4.1.3 Pengembangan Desain ... 94

(20)

xviii

4.1.3.2 Desain Alat Peraga ... 95

4.1.3.2.1 Alat Peraga Papan Perkalian ... 95

4.1.3.2.2 Album Alat Peraga ... 96

4.1.3.3 Pengumpulan Bahan ... 97

4.1.3.4 Pembuatan Alat Peraga Papan Perkalian ... 97

4.1.4 Validasi Produk ... 99

4.1.4.1 Validasi Produk Alat Peraga Papan Perkalian ... 99

4.1.4.1.1 Ahli Pembelajaran Matematika ... 100

4.1.4.1.2 Ahli Pembelajaran Montessori ... 100

4.1.4.1.3 Guru Kelas ... 101

4.1.5 Uji Coba Lapangan Terbatas ... 102

4.1.5.1 Data dan Analisis Hasil Tes ... 102

4.1.5.2 Data dan Analisis Kuesioner ... 105

4.1.5.3 Analisis II ... 106

4.2 Pembahasan ... 106

BAB 5 PENUTUP ... 108

5.1 Kesimpulan ... 108

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 109

5.3 Saran ... 109

DAFTAR REFERENSI ... 110

(21)

xix

DAFTAR BAGAN

2.1 Literature Map dari Penelitian-Penelitian yang Relevan ... 33

3.1 Langkah-langkah Penggunaan Metode R&D ... 39

3.2 Tahap Pengembangan Alat Peraga ... 42

3.3 Analisis Triangulasi Data ... 54

3.4 Triangulasi Sumber Data Analisis Kebutuhan ... 55

(22)

xx

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Kisi-kisi Wawancara Kepala Sekolah ... 45 Tabel 3.2 Kisi-kisi Wawancara Guru ... 46 Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara Siswa ... 46 Tabel 3.4 Kisi-kisi Observasi ... 47 Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru dan Siswa ... 48 Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli ... 49 Tabel 3.7 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk melalui Uji Coba Terbatas ... 50 Tabel 3.8 Kisi-kisi Instrumen Tes Uji Empiris ... 52 Tabel 3.9 Konversi Data Kuantitatif ke Kualitatif ... 58 Tabel 4.1 Hasil Validasi Instrumen Wawancara ... 62 Tabel 4.2 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Wawancara oleh Ahli .... 63 Tabel 4.3 Hasil Wawancara Kepala Sekolah ... 64 Tabel 4.4 Hasil Wawancara Guru ... 65 Tabel 4.5 Hasil Wawancara Siswa Kelas II ... 66 Tabel 4.6 Hasil Validasi Instrumen Observasi ... 67 Tabel 4.7 Rekapitulasi Komentar Validasi Instrumen Observasi oleh Ahli ... 68 Tabel 4.8 Hasil Observasi Pembelajaran Matematika ... 68 Tabel 4.9 Skor Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli

Matematika ... 71 Tabel 4.10 Rekapitulasi Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli

Matematika ... 71 Tabel 4.11 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Matematika ... 72 Tabel 4.12 Rekapitulasi Komentar Hasil Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh

(23)

xxi

Tabel 4.13 Skor Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru oleh Ahli Bahasa ... 73 Tabel 4.14 Rekapitulasi Komentar Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru

oleh Ahli Bahasa ... 74 Tabel 4.15 Skor Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli Bahasa

... 74 Tabel 4.16 Rekapitulasi Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa oleh Ahli

Bahasa ... 75 Tabel 4.17 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Guru SD Setara ... 76 Tabel 4.18 Rekapitulasi Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Guru oleh Guru

SD Setara ……..………...……….. 77

Tabel 4.19 Skor Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Guru SD Setara ... 77 Tabel 4.20 Rekapitulasi Komentar Validasi Analisis Kebutuhan Siswa oleh Guru

SD Setara ... 78 Tabel 4.21 Skor Keterbacaan Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 78 Tabel 4.22 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Guru ... 80 Tabel 4.23 Rekapitulasi Analisis Kebutuhan oleh Siswa ... 84 Tabel 4.24 Rekapitulasi Deskripsi Jawaban Hasil Analisis Kebutuhan oleh Siswa

(24)

xxii

Tabel 4.33 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Kelayakan Produk Siswa ……... 93 Tabel 4.34 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

Matematika ……….……...……….. 100

Tabel 4.35 Rekapitulasi Penilaian Produk Alat Peraga oleh Ahli Pembelajaran

Montessori ……….……….. 100

(25)

xxiii

DAFTAR GRAFIK

(26)

xxiv

DAFTAR RUMUS

(27)

xxv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian ……….. 7

(28)

xxvi

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1. INSTRUMEN IDENTIFIKASI POTENSI MASALAH ... [1] 1.1 Transkrip Wawancara Kepala Sekolah SD Kanisius Kumendaman ..…... [1] 1.2 Transkrip Wawancara Guru Kelas II SD Kanisius Kumendaman …..…... [5] 1.3 Transkrip Wawancara Siswa Kelas II SD Kanisius Kumendaman ...…...… [8]

LAMPIRAN 2. INSTRUMEN ANALISIS KEBUTUHAN ... [10] 2.1 Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru ………...…….…….. [10] 2.2 Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Guru oleh Ahli ... [14] 2.3 Kuesioner Analisis Kebutuhan Siswa ... [20] 2.4 Hasil Validasi Kuesioner Analisis Kebutuhan untuk Siswa oleh Ahli ... [23] 2.5 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Analisis Kebutuhan oleh Siswa SD Setara

... [29] 2.6 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Guru SD Penelitian [35] 2.7 Hasil Kuesioner Analisis Kebutuhan yang Diisi oleh Siswa SD Penelitian

... [38]

(29)

xxvii

3.2.3 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli …... [82] 3.2.4 Hasil Uji Validitas Konstruk Kuesioner Validasi Produk untuk Siswa ... [84] 3.2.5 Hasil Uji Keterbacaan Kuesioner Validasi Produk oleh Siswa SD Setara

(30)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini dijelaskan latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, spesifikasi produk yang dikembangkan, dan definisi

operasional.

1.1Latar Belakang

Proses pembelajaran membutuhkan kemampuan berpikir yang tinggi dan

logis karena menggabungkan beberapa kegiatan belajar secara beriringan. Salah

satu mata pelajaran yang menuntut kemampuan berpikir siswa secara logis adalah

mata pelajaran Matematika (Susanto, 2013: 185). Mata pelajaran Matematika

merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan di SD. Pada tingkat SD,

mata pelajaran Matematika mencakup aspek bilangan, geometri dan pengukuran,

serta pengolahan data. Dalam matematika, pembelajaran dimulai dengan

pemecahan masalah dan menghubungkan gagasan dengan menggunakan simbol,

tabel, diagram, dan media lainnya (Departemen Pendidikan Nasional, 2008).

Siswa SD merupakan anak-anak yang berusia 7-12 tahun. Pada usia ini anak

memiliki karakteristik tersendiri dari aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Menurut teori kognitif Jean Piaget anak usia 7-12 tahun berada pada tahap

operasional konkret dan tahap awal operasi formal (Suparno, 2001:25). Pada

tahap operasional konkret pemikiran anak sudah berdasarkan logika atau aturan

(31)

lebih teratur dan terarah menggunakan logikanya namun masih terbatas pada

masalah konkret. Pada aspek afektif anak mulai mencari teman dan menyadari

bahwa orang lain memiliki pemikiran yang lain. Aspek psikomotorik ditandai

dengan kesukaan anak pada usia ini untuk melakukan aktivitas motorik.

Berdasarkan uraian ketiga aspek tersebut dapat disimpulkan bahwa anak pada usia

7-12 tahun memiliki karakteristik tersendiri. Berkaitan dengan masalah tersebut

pentingnya menciptakan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik anak agar

tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Undang-Undang (UU) Pendidikan nomor 20 tahun 2003 disebutkan bahwa

pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan guru dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar. Berdasarkan pasal tersebut dapat diartikan bahwa dalam

pembelajaran perlu adanya komunikasi dua arah. Komunikasi tersebut dapat

berlangsung antara siswa dengan guru, guru dengan siswa, dan siswa dengan

siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk mewujudkan hal

tersebut adalah dengan mengadakan dan memanfaatkan media pembelajaran yang

menarik misalnya dengan menggunakan alat peraga.

Salah satu metode pembelajaran yang menggunakan alat peraga adalah

metode Montessori. Metode Montessori merupakan sebuah metode pembelajaran

yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Montessori, seorang dokter wanita

Italia yang memiliki keprihatinan khusus terhadap dunia anak-anak dan

pendidikan. Metode ini menekankan pembelajaran yang berbasis sensorial. Anak

memiliki kesempatan untuk berkembang secara alami sesuai dengan tuntunan dari

(32)

anak untuk bekerja yang mendukung terciptanya konsentrasi penuh dan

kemampuan untuk menjadi tuan atas dirinya (Kahn, 2003:1).

Metode Montessori bukan menjadi hal yang baru dalam pendidikan di

Indonesia. Belakangan ini beberapa sekolah di Indonesia mulai menerapkan

metode ini seiring dengan banyaknya penelitian yang mengungkapkan

keberhasilan metode tersebut. Sekolah Montessori yang pertama di Indonesia

berdiri pada tahun 1986 yaitu Jakarta Montessori School. Sekolah Montessori lain

yag berkembang saat ini adalah Bali Montessori School, Sekolah Montessori di

Bandung, Batam, dan Yogyakarta sendiri. Meskipun demikian sampai saat ini

penerapan metode Montessori di Indonesia masih sebatas pada sekolah-sekolah

swasta yang berlabel mahal. Hal tersebut menjadi fenomena yang wajar karena

alat-alat peraga Montessori belum diproduksi di Indonesia dan masih

menggunakan bahan terstandar khusus. Awal sejarah metode ini bermula dari

pelayanan pendidikan terhadap anak-anak pinggiran di Itali dan Montessori

sendiri mengembangkan media pembelajaran berdasarkan hasil observasinya

terhadap kesulitan belajar anak didiknya (Montessori, 2002:36). Hal ini

menunjukkan bahwa sebenarnya media pembelajaran Montessori dapat

dikembangkan sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh

penyelenggara pendidikan.

Melihat begitu pentingnya penggunaan alat peraga seperti yang telah

dipaparkan sebelumnya, keberadaan dari alat peraga khususnya di Sekolah Dasar

menjadi salah satu hal yang pokok. Alat peraga dapat diperoleh dari pemerintah

(33)

sebagai pendidik juga dapat membuat sendiri alat peraga yang hendak digunakan.

Menurut Scriven (Gall, Gall, & Borg, 2007: 590-591) alat peraga dalam dunia

pendidikan yang berguna sebagai alat bantu dalam pembelajaran seharusnya telah

melewati serangkaian tahap uji coba secara ilmiah.

Berdasarkan sumber yang peneliti dapat dari hasil wawancara yang dilakukan

dengan guru kelas II SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta pada tanggal 18 Juli

2014, diperoleh informasi bahwa siswa di kelas II mengalami kesulitan dalam

mata pelajaran matematika yang berkaitan dengan materi perkalian.

Hasil pengamatan saat siswa belajar di kelas yang dilakukan pada 27 Agustus

2014, peneliti menemukan penyebab kesulitan belajar yaitu kendala ketersedian

media dan penggunaan media yang telah tersedia pun masih belum maksimal.

Seringkali guru menggunakan jari untuk mengajarkan kepada anak mengenai

perkalian. Alat peraga yang ada di kelas kebanyakan masih terbatas pada

gambar-gambar dan dadu kecil-kecil yang tidak setiap saat dapat digunakan dalam

pembelajaran. Pengadaan alat peraga yang mahal seringkali menjadi penyebab

minimnya penggunaan alat peraga. Alat peraga yang digunakanpun lebih sering

dibuat guru secara mandiri berdasarkan kebutuhan materi yang akan diajarkan.

Diungkapkan oleh kepala sekolah bahwa alat peraga yang dibuat guru juga

sebatas dibuat dan langsung digunakan tanpa melalui uji coba secara ilmiah

terlebih dahulu. Kurang dari satu persen alat peraga di Amerika yang sudah

diujicobakan terlebih dahulu di lapangan untuk mengetahui kualitasnya (Gall dkk,

(34)

atau referensi yang menunjukkan penggunaan alat peraga yang telah melalui

serangkaian tahap uji coba secara ilmiah untuk memastikan kualitasnya.

Penelitian pengembangan ini merupakan salah satu upaya untuk melakukan

inovasi dalam pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab kebutuhan

mengenai alat peraga yang telah teruji secara ilmiah. Penelitian ini memberikan

sumbangan bagi dunia pendidikan yang berguna untuk mengembangkan produk

alat peraga dan melakukan serangkaian uji coba untuk mengetahui kualitasnya.

Penelitian ini dibatasi pada pengembangan alat peraga matematika berbasis

metode Montessori untuk materi perkalian bagi siswa kelas II SD. Peneliti

mengambil SD Kanisius Kumendaman yang berlokasi di di Jl. MT Haryono

nomor 17, Desa Mantrijeron, Kecamatan Suryodiningratan, Kabupaten Kota

Yogyakarta, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta,sebagai sampel uji coba

lapangan terbatas. Materi pembelajaran matematika yang digunakan dibatasi pada

Standar Kompetensi (KI) “3. Memahami pengetahuan faktualdengan cara

mengamati (mendengar,melihat, membaca) dan menanyaberdasarkan rasa ingin

tahu tentangdirinya, makhluk ciptaan Tuhan dankegiatannya, dan benda-benda

yangdijumpainya di rumah dan di sekolah”, dengan Kompetensi Dasar (KD) “Mengenal operasi perkalian dan pembagian padabilangan asli yang hasilnya

kurang dari 100 melalui kegiatan eksplorasi menggunakan benda konkrit”.

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2014/2015 yang

terfokus pada mata pelajaran matematika materi perkalian yang hasilnya bilangan

(35)

sumbangan ilmu terhadap pendidikan di Indonesia tentang pengembangan alat

yang diuji secara ilmiah guna mengetahui kualitas alat peraga.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Bagaimana ciri-ciri alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori

yang dikembangkan untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II SD?

1.2.2 Bagaimana kualitas alat peraga papan perkalian matematika berbasis metode

Montessori yang dikembangkan untuk melatih kemampuan pada siswa kelas II

SD?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Mengembangkan alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori

sesuai dengan ciri-ciri secara spesifik yang ditetapkan untuk melatih kemampuan

perkalian pada siswa kelas II SD.

1.3.2 Mengembangkan alat peraga papan perkalian berbasis metode Montessori

yang berkualitas untuk melatih kemampuan perkalian pada siswa kelas II SD.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi guru

Menambah referensi dalam penggunaan alat peraga perkalian yang bersifat

kontekstual.

1.4.2 Bagi siswa

1.4.2.1 Siswa kelas I SD Kanisius Kumendaman Yogyakarta tahun ajaran

(36)

1.4.2.2 Siswa kelas II SD Kanisius KumendamanYogyakarta tahun ajaran

2014/2015 terbantu dalam belajar perkalian menggunakan alat peraga perkalian

berbasis metode Montessori.

1.4.3 Bagi Sekolah

Penelitian ini dapat meningkatkan mutu sekolah melalui alat peraga yang telah

dikembangkan.

1.4.4 Bagi peneliti

Mendapatkan pengalaman baru dalam mengembangkan alat peraga perkalian

dalam mengembangkan media pembelajaran matematika berupa alat peraga

Montessori.

1.5 Spesifikasi Produk

(37)

Produk yang akan dikembangkan dalam penelitian ini adalah papan perkalian

yang berbasis metode Montessori dan dilengkapi dengan album alat peraga.

Adapun beberapa komponen yang dikembangkan dalam penelitian ini diantaranya

papan perkalian, manik kayu yang diberi warna berbeda terdiri atas

manik-manik satuan, puluhan, dan ratusan. Alat peraga ini dilengkapi dengan kartu

angka1-50, tempat manik-manik, dan tempat kartu soal dan album alat peraga.

Album alat peraga berisi deskripsi alat peraga dan cara penggunaannya.

Papan perkalian ini berbentuk persegi panjang dengan ukuran 70cm x 30cm.

Papan perkalian ini terdiri dari lubang-lubang kecil untuk menaruh manik-manik,

lubang kecil disamping kiri untuk tempat kartu angka, dan terdapat angka satuan,

puluhan dan ratusan. Warna angka pada papan perkalian tersebut sudah

disesuaikan dengan prinsip metode Montessori, hijau untuk satuan, biru untuk

puluhan dan merah untuk ratusan. Warna manik-manik juga disesuaikan dengan

prinsip metode Montessori berwarna satuan, puluhan dan ratusan. Kemudian alat

ini dilengkapi dengan kartu angka untuk membantu dalam melakukan perkalian

dengan ukuran 4cm x 2,5cm.

(38)

Komponen lainnya dari alat peraga ini adalah kotak manik-manik yang

berukuran 26cm x 7cm, sedangkan tempat kartu soal dengan alas berbentuk

persegi panjang dengan ukuran 11cm x 13cm dan untuk samping berbentuk

trapezium siku-siku dengan ukuran depan 3,8cm dan belakang 7,2cm.

Gambar 1.3 Kotak Manik-manik, Kotak Kartu Soal

1.6 Definisi Operasional

1.6.1 Alat peraga Montessori adalah media pembelajaran berbentuk 3 dimensi

yang menerapkan filosofi pembelajaran Montessori dan memiliki karakteristik

yang berbeda dengan alat peraga pada umumnya.

1.6.2 Album alat peraga penjumlahan dan pengurangan Montessori adalah buku

panduan yang berisi materi pembelajaran, tema pembelajaran, nama alat peraga,

tujuan pembelajaran, dan presentasi penggunaan alat peraga, serta beberapa

(39)

1.6.3 Pembelajaran matematika adalah usaha yang dilakukan seseorang untuk

membekali keterampilan-keterampilan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,

kreatif dan memiliki kemampuan kerjasama demi kemajuan teknologi.

1.6.4 Perkalian adalah materi pada mata pelajaran Matematika di SD yang

mempelajari penjumlahan bilangan yang dilakukan secara berulang dan

menggunakan simbol kali (x) dalam operasi tersebut.

1.6.5 Kontekstual adalah segala sesuatu yang berada di suatu tempat atau daerah

dan berpotensi untuk dimanfaatkan menjadi benda yang memiliki kegunaan.

1.6.6 Alat peraga perkalian berbasis metode Montessori yang bersifat kontekstual

adalah alat peraga perkalian yang mengadaptasi alat peraga Montessori dan

dikembangkan menggunakan bahan-bahan yang ada di sekitar.

1.6.7 Siswa SD adalah siswa kelas II semester ganjil SD Kanisius Kumendaman

Yogyakarta tahun ajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa 20 siswa yang terdiri

(40)

11 BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab II yang berupa landasan teori ini akan membahas empat bagian, yaitu

kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir.

2.1 Kajian Pustaka

Pada sub bab kajian teori ini memuat hakikat belajar, pembelajaran

Montessori, tahapan perkembangan siswa SD, alat peraga Montessori, alat peraga

manik-manik emas berbasis metode Montessori, matematika.

2.1.1 Hakikat Belajar

Para konstruktivis percaya bahwa siswa mengkonstruksikan sendiri

pengalaman-pengalaman pengajaran dan pembelajaran untuk menantang

pemikiran siswa sehingga mereka akan mampu membangun pengetahuannya

sendiri (Schunk, 2012: 384; Suyono & Hariyanto, 2012: 106). Teori Piaget yang

termasuk salah satu teori konstruktivis mengetengahkan bahwa belajar merupakan

suatu proses yang dialami anak dengan melewati serangkaian tahapan yang

berbeda-beda (Schunk, 2012: 384).

Teori konstruktivisme lain juga dikemukan oleh Vygotsky bahwa

pembelajaran merupakan proses dengan mediasi sosial yang memungkinkan

anak-anak belajar banyak konsep saat berinteraksi dengan banyak orang dan

lingkungan (Schunk, 2012:385). Tujuan dari belajar adalah untuk memberikan

(41)

konstruktivis menekankan bahwa belajar merupakan proses penanaman

konsep-konsep besar dengan banyak menggunakan aktivitas siswa, interaksi sosial, dan

penilaian-penilaian autentik untuk menggali ide-ide siswa (Schunk, 2012: 386).

Berdasarkan beberapa teori belajar yang dikemukakan oleh konstruktivis,

peneliti menarik kesimpulan bahwa belajar tidak dititikberatkan pada hasil saja,

namun juga pada proses untuk membangun pengetahuan siswa secara mandiri.

Pada penilitian ini, peneliti ingin mengetahui proses belajar siswa sehingga siswa

dapat menemukan konsep matematis secara mandiri dan mengetahui hasil dari

proses belajar yang telah berlangsung selama ini. Pada penelitian ini, proses

belajar dilakukan siswa dengan menggunakan alat peraga papan perkalian.

2.1.2 Pembelajaran Montessori

2.1.2.1 Pengertian Pembelajaran Montessori

Pembelajaran Montessori pada dasarnya menitikberatkan pengembangan

kemandirian anak dan memberi kebebasan pada anak untuk memilih dan

menentukan atas apa yang dilakukan sesuai dengan perkembangan anak.

Pembelajaran yang dilakukan sambil bermain dan penggunaan panca indera

secara maksimal selama pembelajaran menciptakan kesenangan pada anak ketika

belajar (Montessori, 2003:33).

Pendidikan Montessori merupakan pendidikan yang sistematis dan dalam

pembelajarannya melibatkan sensorial yang dihubungkan dengan

pengorganisasian saraf dan lingkungan anak (Lillard, 2005:324). Pembelajaran

(42)

dalam pembelajaran Montessori. Selama pembelajaran, lingkungan belajar anak

juga berpengaruh terhadap proses belajar yang dialaminya.

Montessori menjelaskan bahwa dalam pembelajarannya anak belajar dengan

terstruktur, berfokus pada suatu proyek tertentu, dan anak juga memiliki

kebebasan untuk kapan dan hal apa yang ingin mereka kerjakan. Pembelajaran

Montessori juga merupakan belajar penemuan melalui alat peraga yang didesain

secara eksplisit dapat memberikan makna bagi anak-anak (Lillard, 2005:328).

Deskripsi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Montessori

menekankan pada pembelajaran yang disesuaikan dengan perkembangan anak,

mengembangkan kemandirian, menggunakan panca indera selama proses belajar,

dan bersifat menyenangkan. Pembelajaran Montessori juga mendukung

pengembangan pembelajaran aktif yaitu pembelajaran yang mengajak peserta

didik untuk mendominasi aktivitas pembelajaran, aktif melibatkan mental, fisik,

dan otak anak (Zaini, dkk, 2008:16).

2.1.2.2 Prinsip-prinsip dalam Pembelajaran Montessori

Pembelajaran Montessori menggunakan delapan prinsip, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Lillard (2005:30-33), yaitu:

1. Keleluasaan dalam beraktivitas

Anak-anak dalam kelas Montessori bebas untuk berpindah tempat guna

mengerjakan tugas mereka. Anak-anak mendapat keleluasaan untuk bergerak

bebas bekerja di meja maupun di lantai dengan beralaskan karpet kecil.

(43)

Montessori menekankan bahwa anak-anak bertumbuh sesuai pilihannya dan

kontrol lingkungan mereka. Anak diberi kebebasan dalam memilih sendiri

apa yang mau dipelajari, seberapa lama akan beraktivitas, dan dengan siapa

akan bekerja.

3. Pentingnya minat

Montessori menyadari betapa penting mengembangkan minat anak. Ia

merancang materi yang membuat anak-anak ingin ikut berinteraksi.

Montessori mengajarkan guru-guru di sekolah Montessori untuk

memberikan pelajaran dengan cara yang dapat menginspirasi anak-anak,

contohnya dengan menunjukkan informasi secukupnya untuk memancing

keingintahuan anak-anak. Sekolah Montessori juga menyoroti minat unik

setiap anak-anak.

4. Pentingnya motivasi intrinsik dengan menghapus hadiah dan hukuman

Penghargaan dan penghukuman tidak dikenal di ruang kelas Montessori.

Jika anak diberi perhatian yang cukup, anak akan bekerja secara serius

dengan cara mereka sendiri. Anak-anak akan melakukan pekerjaan mereka

karena dorongan dari dalam dirinya untuk menyempurnakan kemampuan

mereka.

5. Pentingnya kolaborasi dengan teman sebaya

Melalui kolaborasi dengan teman sebaya, anak dapat memiliki pemahaman

yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang lainnya. Anak-anak dapat

menemukan pemecahan masalah dalam berbagai hal, mendapat pengetahuan

(44)

kemampuan belajar anak. Teman sebaya juga dapat membantu yang lainnya

untuk belajar melalui proses (Lillard, 2005:194-195).

6. Pentingnya konteks dalam pembelajaran

Pembelajaran di kelas Montessori secara keseluruhan dilakukan melalui

praktek. Dimana anak-anak akan dapat mengaplikasi secara langsung

pengetahuan mereka dan makna yang didapat ketika belajar akan lebih

dimengerti setiap anak. Proses belajar mereka disituasikan dalam konteks

aksi dan objek.

7. Pentingnya gaya interaksi autoritatif dari orang dewasa

Montessori memandang bahwa guru adalah cermin bagi anak-anak dalam

gaya interaksi sosial. Misalnya ketika di rumah orang tua menyediakan

batas yang jelas kepada anak-anak dan memberi tanggapan terhadap

keinginan anak-anak ketika memiliki suatu harapan yang tinggi. Dengan

gaya interaksi semacam ini, anak-anak akan menunjukkan mutu yang tinggi

dalam kedewasaan, prestasi, empati, dan karakter yang diperlukan.

8. Pentingnya keteraturan dan kerapian lingkungan belajar

Ruangan kelas di sekolah Montessori sangat teratur dan tertata rapi baik

secara jasmani (dalam hal tata ruang) maupun secara konseptual (dalam hal

bagaimana penggunaan materi-materi yang berkembang). Salah satu target

dari Montessori adalah menciptakan keteraturan di lingkungan

sekolah.Penelitian dalam psikologi mengungkapkan bahwa tata tertib ini

(45)

2.1.3 Tahapan Perkembangan Siswa SD

Seiring dengan perkembangannya, anak-anak mengalami perkembangan

kognitif yang bertahap. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif anak

menjadi periode I, periode II, periode III, dan periode IV (Crain, 2007: 17), yang

dijelaskan sebagai berikut.

1. Periode I: Kepandaian Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)

Pada tahap ini, anak banyak bereaksi secara refleks dan belum terkondisi

seperti menghisap, menggenggam, dan memukul.

2. Periode II: Pikiran Praoperasional (2-7 tahun)

Pada periode ini anak mulai belajar berpikir dan menggunakan simbol-simbol

yang berupa gambaran dan bahasa ucapan, namun pikiran mereka belum

sistematis.

3. Periode III: Operasional Konkret (7-11 tahun)

Dalam tahap ini anak-anak telah mampu mengembangkan kemampuan

berpikir sistematis, namun hanya ketika mereka melihat objek-objek dan

melakukan aktivitas nyata.

4. Periode IV: Operasional Formal (lebih dari 11 tahun)

Pada periode keempat ini usia anak telah beranjak menuju dewasa. Orang

dewasa telah mampu mengembangkan kemampuan berpikir sistematis dan

abstrak.

Tahapan-tahapan perkembangan anak juga dikemukakan oleh Montessori.

Montessori membaginya menjadi usia 0-6, 6-12, dan 12-18 tahun (Holt, 2008:

(46)

perkembangan anak menurut Montessori, termasuk ke dalam tahap fanciulezza

(6-12 tahun) yaitu usia anak yang mulai memasuki periode sensitif (Lillard,1996:

44). Periode sensitif tersebut meliputi (1) periode sensitif untuk logika dan

pembenaran yang ditandai dengan munculnya banyak pertanyaan “mengapa”, (2)

periode sensitif untuk perkembangan imajinasi yang menggunakan bantuan benda

nyata, (3) periode sensitif untuk perkembangan mental yang luas, (4) periode

sensitif untuk perkembangan rasa berkelompok, (5) periode sensitif untuk

pengenalan budaya, (6) periode sensitif untuk menampilkan kekuatan fisik.

Berdasarkan teori yang dikemukan oleh Piaget dan Montessori, dapat

disimpulkan bahwa siswa SD yang berada pada usia 7-12 tahun termasuk di

dalamnya anak usia kelas II telah memasuki tahap operasional konkret dan

memasuki periode sensitif. Pada periode ini, anak memiliki kemampuan berpikir

yang bersifat holistik dan menyeluruh, memiliki rasa ingin tahu yang besar, dan

memiliki keinginan untuk berkelompok. Pada usia ini, anak juga akan lebih

mudah menerima informasi apabila menggunakan objek dan aktivitas nyata.

Dengan kata lain penggunaan media (termasuk alat peraga) dalam pembelajaran

matematika di SD memang diperlukan, karena sesuai dengan tahap berpikir anak.

2.1.4 Alat Peraga Montessori 2.1.4.1 Pengertian Alat Peraga

Alat peraga terdiri atas dua kata, yaitu alat dan peraga. Alat merupakan benda

yang digunakan untuk mengerjakan sesuatu, mencapai suatu maksud tertentu;

sedangkan peraga merupakan alat bantu dalam pengajaran untuk mengajarkan

(47)

Berdasarkan pengertian tersebut, alat peraga dapat diartikan sebagai benda yang

digunakan dalam proses pengajaran agar membantu siswa dalam memahami

materi yang diajarkan. Senada dengan itu, Sudono (2010: 14) mengemukakan

bahwa alat peraga berfungsi untuk menerangkan atau memperagakan suatu mata

pelajaran dalam proses belajar mengajar.

Munadi (2010: 7-8) mengungkapkan bahwa alat peraga adalah segala sesuatu

yang dapat menyampaikan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta

lingkungan belajar yang kondusif dan dapat membuat penerima belajar secara

efisien dan efektif. Alat peraga digunakan sebagai media untuk mendukung

tercapainya tujuan pembelajaran yang disampaikan (Anitah, 2010: 83). Guna

mencapai tujuan pembelajaran tersebut, dalam hal ini alat peraga dapat berfungsi

sebagai sumber belajar yang dapat mengaktifkan siswa dan penyampai materi

(Munadi, 2010: 37).

Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan oleh para ahli, dapat

disimpulkan bahwa alat peraga adalah bagian dari media pembelajaran sebagai

salah satu sumber belajar yang dapat membantu proses belajar mengajar dan dapat

berfungsi untuk memperjelas materi yang disampaikan, sehingga tujuan dalam

pembelajaran dapat tercapai.

2.1.4.2 Pengertian Alat Peraga Montessori

Montessori mengartikan alat peraga sebagai material yang didesain untuk

menarik perhatian anak-anak dan dapat mengajarkan berbagai konsep dengan

(48)

peraga Montessori dirancang untuk mengembangkan kemandirian dan

pengetahuan akademik anak, mengandung unsur seni, mengembangkan rasa

tanggung jawab dan bangga terhadap alat yang dimilikinya. Alat peraga

Montessori didesain dengan mengembangkan unsur kesederhanaan, daya tahan,

keindahan, kemungkinan anak belajar secara kreatif dan belajar dari penemuan,

dan memungkinkan anak dapat memperbaiki kesalahan mereka sendiri.

Alat peraga matematika Montessori mencakup jumlah dan simbol, sistem

desimal, dan empat operasi hitung matematika (perkalian, pembagian,

penjumlahan, dan pengurangan). Alat yang digunakan di sekolah Montessori

didesain bukan untuk “mengajarkan matematika” tetapi untuk membantu

mengembangkan kemampuan matematikanya. Pikiran tersebut mencakup

kemampuan untuk memahami perintah, urutan, sesuatu yang abstrak, dan

memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi konsep-konsep baru sebagai

pengetahuan yang diperoleh dalam pembelajaran (Lillard, 1997:137).

2.1.4.3 Ciri-ciri Alat Peraga Montessori

Alat peraga yang digunakan dalam pembelajaran Montessori merupakan alat

yang didesain oleh Montessori sendiri dengan menyesuaikan kebutuhan anak

sebagai pengguna. Seluruh perabot yang ada di Montessori didesain sesuai dengan

ukuran anak agar anak dapat mengambil dan mengembalikan sendiri alat peraga

ke tempatnya (Magini, 2013: 50-51). Setiap alat yang dibuat oleh Montessori

memiliki ciri tersendiri jika dibandingkan dengan alat peraga yang lain. Ciri-ciri

(49)

1. Menarik

Setiap alat peraga Montessori harus mampu menarik perhatian anak, sehingga

secara spontan anak ingin menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan

menggunakannya untuk belajar (Montessori, 2002: 174-175). Alat peraga

yang menarik adalah alat yang memiliki keindahan dari segi warna dan

kecerahannya. Warna yang digunakan merupakan warna yang lembut dan

terang.

2. Bergradasi

Alat peraga yang baik seharusnya bergradasi. Gradasi yang dimaksudkan

adalah rangsangan yang rasional tentang suatu gradasi (Montessori, 2002:

175). Unsur gradasi pada umumnya tampak dari segi warna dan bentuk.

Ketika anak bekerja menggunakan alat peraga, anak akan menggunakan lebih

dari satu indera. Salah satu alat peraga Montessori yang berguna untuk

memperkenalkan gradasi adalah permainan pink tower terdiri dari 10 kubus

dengan kubus paling besar memiliki sisi 10 centimeter. Kubus yang lebih

kecil berikutnya selalu memiliki ukuran sisi 1 centimeter lebih kecil. Kubus

yang paling besar diletakkan paling bawah hingga yang terkecil di posisi

paling atas. Kubus-kubus ini akan membentuk sebuah menara. Dengan begitu

anak belajar membeda-bedakan besar-kecil dan berat-ringan suatu objek

(Montessori, 2002: 174).

3. Auto-correction(Memiliki Pengendalian Kesalahan)

Alat peraga harus memiliki pengendali kesalahan, maksudnya melalui alat

(50)

dilakukannya sehingga dengan sendirinya anak tahu jika ia melakukan

kekeliruan. Montessori memberikan contoh tentang model balok yang

berlubang-lubang (papan silinder). Dalam lubang-lubang itu terpasang

silinder-silinder kecil dari kayu yang memiliki perbedaan ukurandari yang

paling kecil sampai paling besar. Silinder-silinder itu dilepas dan ditempatkan

di atas meja secara acak, lalu anak diminta untuk memasang kembali ke

lubang-lubang yang sesuai. Anak sangat antusias untuk mengamati hubungan

antara ukuran lubang dan silinder. Silinder yang ukurannya lebih kecil dari

lubang bisa masuk, tetapi yang lebih besar tidak bisa masuk. Anak akan

mengetahui kesalahannya dan mengulang berkali-kali jika silinder yang

mereka masukkan tidak tepat pada lubangnya (Montessori, 2002: 172).

4. Auto-education(Pembelajaran Mandiri)

Seluruh alat peraga Montessori dibuat sedemikian rupa sehingga

memungkinkan anak melakukan pendidikan diri (auto-education). Hal

tersebut akan meningkatkan kemandirian anak dalam belajardan campur

tangan pendidik semakin diminimalisir. Montessori menggarisbawahi bahwa “a man is not what he is because of the teachers he has had, but because of

what he has done” (Montessori, 2002: 172). Peran pendidik dalam kelas

Montessori adalah sebagai pengamat. Oleh sebab itu, Montessori tidak lagi

menggunakan istilah “guru” tetapi “direktris” bagi pendidik, sebab direktris

bertugas untuk mengarahkan aktivitas psikis anak dan perkembangan

(51)

5. Kontekstual

Montessori telah menyebutkan keempat ciri alat peraga, pada penelitian ini

peneliti menambahkan satu ciri yaitu kontekstual. Dalam perkembangannya,

metode Montessori sudah semakin meluas dikembangkan ke berbagai negara

dan sudah menjadi bisnis tersendiri untuk kalangan tertentu sehingga menjadi

sangat mahal. Karena itu, dalam penelitian ini dimasukkan ciri kontekstual

sebagai ciri alat peraga. Kontekstual berarti “teralami” oleh siswa, yang

artinya menghubungkan materi ajar dengan lingkungan personal dan sosial

siswa (Johnson, 2010: 20). Pembelajaran kontekstual atau sering dikenal

dengan Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem

belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap

pembelajaran apabila mereka menangkap makna dalam materi akademis yang

mereka terima, dan mereka mampu menangkap makna dalam tugas-tugas

sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan pengetahuan dan

pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya (Johnson, 2010: 14).

Kontekstual merupakan sistem pengajaran yang cocok dengan otak karena

menghubungan muatan akademis dengan konteks kehidupan sehari-hari siswa

sehingga dapat merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang

mewujudkan makna (Johnson, 2010: 57).

Pada penelitian ini, kontekstual mengandung arti memanfaatkan potensi local

yang terdapat di lingkungan sekitar sekolah. Pemanfaatan potensi lokal ini terlihat

dari penggunaan bahan-bahan yang digunakan untuk membuat alat peraga berasal

(52)

sejarah Montessori yang mulai mengembangkan metode pembelajarannya bagi

anak-anak gelandangan di pemukiman kumuh sekitar Roma, alat-alat peraga yang

diciptakan saat itu berasal dari material apa adanya di lingkungan sekitar. Itu

berarti konteks lingkungan sekitar menjadi sumber yang tidak terbatas untuk

pembelajaran.

Pengembangan alat peraga Montessori untuk perkalian yang hasilnya kurang

dari 100 mengandung kelima ciri alat peraga. Penerapan ciri pertama menarik

terlihat dari warna yang digunakan pada manik-manik yaitu warna cerah (hijau,

merah, biru). Ciri kedua yaitu bergradasi, ciri ini tampak pada penggunaan indera

penglihatan dan perabaan yang bersamaan pada saat menggunakan papan

perkalian serta dapat digunakan untuk memahami konsep-konsep yang berbeda,

bahkan untuk pembelajaran pada kelas selanjutnya. Ketika menggunakan

manik-manik perkalian, siswaakan belajar membedakan manik-manik satuan, puluhan, ratusan

dan ribuanmelalui bentuknya. Manik satuan diletakkan paling kanan hingga

manik ribuan di posisi paling kiri. Melalui letak manik perkalian ini siswa belajar

membedakan nilai tempat suatu bilangan. Alat peraga yang dikembangkan dapat

digunakan untuk menjelaskan konsep nilai tempat puluhan dan satuan pada kelas I

bahkan dapat juga digunakan untuk memahami nilai tempat ratusan dan ribuan

pada kelas II dan melakukan perkalian tiga angka pada kelas berikutnya. Ciri

ketiga yaitu pengendali kesalahan (auto-correction). Ciri initampak saat anak

meletakan manik di papan perkalian pada satuan atau puluhan. Selain itu, kartu

soal juga mengandung pengendali kesalahan yang terletak pada kunci jawaban di

(53)

manik perkalian yang memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri. Ciri

kelima, kontekstual tampak pada penggunaan potensi lokal di lingkungan sekitar

sekolah yang digunakan untuk membuat alat peraga yaitu kayu mlinjo, mindi, dan

lidi.

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan alat peraga montesori

adalah media pembelajaran berbentuk 3 dimensi yang menerapkan filosofi

pembelajaran Montessori dan memiliki karakteristik yang berbeda dengan alat

peraga pada umumnya.

2.1.4.4 Manfaat Alat Peraga

Arsyad (2010: 26-27) menyebutkan lima manfaat dari penggunaan alat peraga

dalam proses belajar mengajar, yaitu dapat: (1) memperjelas penyajian pesan dan

informasi sehingga dapat memperlancar proses belajar; (2) meningkatkan

perhatian dan motivasi belajar anak serta memacu terjadinya interaksi langsung

dengan lingkungan; (3) memungkinkan siswa untuk belajar secara mandiri sesuai

dengan minat dan kemampuannya; (4) mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan

waktu; (5) memberi kesamaan pengalaman bagi siswa terhadap lingkungan.

Penggunaan alat peraga Montessori, membuat siswa mampu mengembangkan

kemampuan dan pemahamannya mengenai suatu materi yang abstrak.

Perlahan-lahan siswa akan meninggalkan penggunaan alat peraga dan membangun

konsep-konsep baru sehingga dapat menghitung tanpa alat peraga dan mulai menghitung

dengan menggunakan daya imajinasinya (Payne & Ridout, 2008: 10). Manfaat

dari penggunaan alat peraga sangat sesuai dengan karakteristik pembelajaran

(54)

begitu banyaknya manfaat dari alat peraga, dipandang sangat perlu untuk

mengembangkan alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran.

2.1.5 Pembelajaran Matematika 2.1.5.1 Hakikat Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin, yaitu mathematicus dari bahasa

Yunani ataumathematikos dengan akar kata manthanein yang berarti belajar atau

hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda, matematika disebut

wiskunde atau ilmu pasti yang berkaitan dengan penalaran (Susanto, 2013: 184).

Matematika merupakan ide-ide abstrak yang berupa simbol-simbol, karena itu

konsep-konsep dalam matematika harus terlebih dahulu dipahami (Susanto, 2013:

183). Berdasarkan pada Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1), matematika termasuk dalam

kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok mata

pelajaran ini dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu

pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku

ilmiah yang kritis, kreatif, dan mandiri.

Sesuai dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2007, mata

pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang diajarkan

di SD. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan

memajukan daya pikir manusia (Depdiknas, 2008: 134). Tujuan dari mata

(55)

logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama

(Depdiknas, 2008: 135).

Dalam kelas Montessori, matematika di SD berfungsi sebagai literasi yang

bertujuan untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam memahami

konsep-konsep yang abstrak dengan menggunakan benda-benda kongkret (Payne &

Ridout, 2008: 10). Penekanan matematika bukan hanya mengenai rumus dan

ketepatan atau benar salah saja, melainkan lebih kepada bagaimana siswa

memahami materi melalui proses trial and error yang harus dilewatinya sehingga

dapat membantu mengembangkan kemampuan berpikir logis dan matematis

(Payne & Ridout, 2008: 9). Dengan demikian, matematika memiliki kedudukan

dan esensi yang penting dalam struktur kurikulum pendidikan, khususnya di

Sekolah Dasar.

2.1.5.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Mata pelajaran Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan mengkomunikasikan ide

dengan menggunakan simbol, tabel, diagram, dan media lainnya. Di Sekolah

Dasar, mata pelajaran Matematika meliputi aspek bilangan, geometri dan

pengukuran, serta pengolahan data (Depdiknas, 2008: 134-135). Berdasarkan

peraturan menteri pendidikan nasional nomor 23 tahun 2006, Standar Kompetensi

Lulusan (SKL) pada mata pelajaran Matematika SD/MI meliputi kemampuan

memahami konsep bilangan bulat dan pecahan, operasi hitung dan sifat-sifatnya;

memahami bangun datar dan bangun ruang sederhana, unsur-unsur dan sifatnya;

(56)

waktu, kecepatan, serta debit; memahami konsep koordinat; memahami konsep

pengumpulan data dan penyajiannya; memiliki sikap menghargai matematika;

serta memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, dan kreatif.

Dalam penelitian ini, peneliti membatasi pada materi pembelajaran mengenal

operasi perkalian dan pembagian pada bilangan asli yang hasilnya kurang dari 100

melalui kegiatan eksplorasi menggunakan benda konkrit. Pada penelitian ini,

hanya melakukan penelitian tentang perkalian.

2.1.5.3 Perkalian dalam Matematika SD

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang wajib dipelajari

oleh siswa SD. Sesuai dengan Kurikulum 2013 tujuan matematika adalah

membangun kemampuan siswa untuk berpikir logis, analitis, sistematis, kritis,

kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar

siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan

informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan

kompetitif.

Perkalian merupakan penjumlahan berulang (Heruman, 2007:17). Materi

perkalian pada siswa kelas II SD meliputi perkalian sebagai penjumlahan

berulang, mengalikan dua bilangan satu angka, mengalikan bilangan dua angka

dengan bilangan satu angka, mengenal sifat pertukaran pada perkalian, sifat

perkalian bilangan satu angka dengan bilangan 1, mengalikan bilangan satu angka

dengan bilangan 0, mengalikan tiga bilangan berturut-turut, pasangan bilangan

(57)

2.2 Penelitian yang Relevan

Penelitian terdahulu yang mendukung penelitian dan pengembangan ini yaitu

penelitian tentang metode Montessori dan penelitian pengembangan alat peraga

perkalian.

2.2.1 Penelitian tentang Metode Montessori

Penelitian tentang Montessori dilakukan oleh Rathunde (2003), Manner

(2006), dan Koh & Frick (2010).

Rathunde (2003) melakukan penelitian tentang perbandingan mengenai

sekolah Montessori dengan sekolah tradisional biasa dalam hal motivasi, kualitas

pengalaman, dan konteks sosial. Hubungan antara pembelajaran Montessori dan

teori pengalaman yang optimal adalah: (1) teori pengalaman, (2) perhatian

terhadap konteks pengalaman, (3) sikap alamiah manusia dalam merayakan

motivasi intrinsik pada anak. Disebutkan bahwa sekolah dengan metode

Montessori menunjukkan motivasi dan pengalaman yang lebih positif jika

dibandingkan dengan siswa di sekolah tradisional. Sekolah Montessori memiliki

orientasi yang sangat kuat pada pengalaman, sangat memperhatikan konteks

terjadinya pengalaman yang diharapkan, dan pentingnya mengembangkan

pembelajaran berdasarkan motivasi intrinsik anak. Sementara itu, siswa di

sekolah-sekolah yang tradisionalyang selalu menjadi pemikir banyak mengalami

stres dan memiliki tingkat emosional tinggi. Sekolah tradisional pada umumnya

lebih menekankan prestasi belajar tanpa memberikan perhatian cukup pada

pengembangan kualitas pengalaman anak. Hasil penelitiannya menunjukkan

(58)

konsentrasi, kontrol emosi, kesadaran, pengalaman, dan kontesks sosial yang jauh

lebih baik dibandingkan sekolah dengan metode biasa.

Manner (2006) juga membandingkan prestasi akademis antara sekolah

Montessoridengan sekolah tradisional biasa. Penelitian ini membandingkan

kemampuan membaca dan kemampuan matematika dengan skor yang sama antara

sekolah Montessori dan sekolah tradisonal biasa dengan menggunakan instrumen

tes prestasi Standford dalam periode tiga tahun berturut-turut. Penelitiannya

menunjukkan bahwa pada tahun pertama anak-anak sekolah Montessori dan

sekolah tradisional biasa tidak mengalami perbedaan dalam mencapai skor

Standford. Perbedaan yang signifikan mulai muncul di tahun kedua. Pada tahun

ketiga anak-anak di sekolah Montessori memperlihatkan kemampuan yang sangat

drastis dibandingkan anak-anak di sekolah tradisonal biasa.

Koh & Frick (2010) meneliti penerapan dukungan untuk kebebasan individu

(autonomy support) dalam kelas Montessori. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui karakteristik guru yang memiliki autonomy support dalam kelas

Montessori dan bagaimana hal tersebut berpengaruh terhadap motivasi intrinsik

siswa dalam bekerja. Penelitian ini dilakukan terhadap guru dan asistennya pada

sekolah Montessori serta kelas Montessori yang terdiri dari 28 siswa yang berusia

9-11 tahun, sejajar dengan kelas 4-6 pada sekolah dasar tradisional. Penelitian ini

dilakukan di salah satu sekolah Montessori yang terletak di Indiana, USA. Hasil

penelitian ini terdiri atas dua hal, yaitu (1) guru dan asistennya memiliki strategi

yang sesuai dengan filosofi Montessori dalam mendukung kemandirian siswa dan

(59)

Berkaitan dengan hasil yang pertama, guru dan asistennya mendukung

kemandirian siswa melalui memberikan kesempatan pada siswa untuk memilih

sendiri jenis aktivitas yang akan dilakukannya dan teman bekerjanya. Guru

mengembangkan kemandirian berpikir siswa melalui pemberian dorongan

terhadap kebebasan berpikir siswa, inisiatif diri, dan menghormati pendapat siswa.

Dalam menerapkan kontrol, guru dan asistennya mengakui dan menghargai

perasaan siswa, mendukung rasional untuk tingkah laku yang diharapkan, dan

menekan kecaman. Berkaitan dengan hasil yang kedua, siswa Montessori

memiliki kecenderungan untuk mengerjakan setiap tugas belajarnya dikarenakan

siswa menyadari pentingnya aktivitas tersebut untuk dirinya dan tujuan yang

dicapai dari aktivitas tersebut.

Ketiga penelitian terhadap metode Montessori tersebut menunjukkan bahwa

metode Montessori berpengaruh positif terhadap perkembangan diri seorang anak

secara menyeluruh. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya motivasi intrinsik,

kemandirian, pencapaian nilai akademik, dan tingkah laku (sosial) anak ketika

belajar di sekolah Montessori. Seorang anak mengalami perkembangan secara

alami baik dalam kemampuan maupun kepribadiannya.

2.2.2 Penelitian Pengembangan Alat Peraga Perkalian

Beberapa penelitian yang berkaitan dengan pengembangan alat peraga

perkalian di SD adalah penelitian oleh Rahmawati (2009), Fariha (2010), dan

Sugiarni (2012).

Rahmawati (2009) meneliti pengaruh penggunaan alat peraga perkalian

(60)

SD N Balun 3 Cepu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa prestasi belajar

matematika dengan pembelajaran menggunakan alat peraga perkalian model

matriks lebih baik daipada prestasi belajar matematika dengan menggunakan alat

peraga pada pokok bahasan perkalian.

Fariha (2010) meneliti efektivitas alat peraga model matriks dengan metode

pembelajaran kooperatif tipe TGT siswa kelas II SD N Sukorejo 02 Tunjungan

Blora. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan meningkatnya kriteria efektivitas

hasil 80 menjadi 100 dan nilai rata-rata evaluasi kelas menjadi 95,6 dari yang

semula 72,8 dan dapat meningkatkan efektivitas proses pembelajaran siswa dari

kriteria efektivitas proses 61,82 menjadi 93,33. Pada persentase keefektivitasan

belajar siswa sebelum tindakan sebesar 61,82 dan meningkat pada akhir tindakan

sebesar 93,33.

Sugiarni (2012) meneliti hasil peningkatan proses dan hasil belajar

matematika dengan memanfaatkan media dan alat peraga materi operasi hitung

campuran pada siswa kelas II semester 2 di SDN Suniarsih, Kecamatan Bojong,

Kabupaten Tegal. Penelitian ini merupakan penelitian yang memanfaatkan media

dan alat peraga dalam pembelajaran matematika pada materi operasi hitung

campuran. Hasil penelitian ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan terhadap

pemahaman dan prestasi belajar siswa pada materi operasi hitung campuran

melalui aktivitas-aktivitas pemberian apersepsi yang menarik melalui tanya jawab

interaktif, perlibatan siswa dalam demonstrasi, pengaktifan siswa dalam tanya

jawab, pengaktifan siswa dalam latihan pengerjaan soal, dan pemanfaatan alat

(61)

Secara garis besar ketiga penelitian tersebut meneliti tentang manfaat

penggunaan alat peraga untuk meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi

yang dipelajari. Hasil dari ketiga penelitian tersebut menunjukkan adanya

peningkatan keaktifan siswa selama mengikuti pelajaran, peningkatan terhadap

pemahaman siswa, dan prestasi belajar pada materi perkalian. Berdasarkan studi

literatur penelitian di Indonesia mengenai pengembangan alat peraga perkalian,

peneliti belum menemukan adanya penelitian yang meneliti dan mengembangkan

alat peraga perkalian.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang relevan, belum ditemukan penelitian

pengembangan produk alat peraga berbasis metode Montessori yang

menggunakan perkalian dan metode Montessori, peneliti belum menemukan

adanya penelitian mengenai pengembangan alat peraga perkalian yang

berlandaskan pada filosofi pembelajaran Montessori. Kerangka penelitian dalam

penelitian ini dapat dilihat di literature map pada bagan 2.1. Penelitian ini akan

memberikan pengetahuan baru dalam dunia penelitian mengenai pengembangan

(62)

Bagan 2.1 Literature map dari penelitian-penelitian yang relevan

2.3 Kerangka Berpikir

Siswa usia SD (7-11 tahun) umumnya masih senang untuk bermain, bergerak,

dan bekerja di dalam kelompok. Anak pada usia tersebut menurut Jean Piaget

(dalam Suparno, 2001:70) merupakan anak yang berada pada tahap operasional

konkret. Pada tahap ini anak mulai mencari validitas dengan temannya melalui

penggunaan bahasa yang lebih komunikatif. Pemikiran anak dalam banyak hal Metode Montessori Alat peraga matematika

Gambar

Gambar 1.1 Desain Papan Perkalian
Gambar 1.2 Manik Satuan, Puluhan, Ratusan dan Kartu Angka
Tabel 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Analisis Kebutuhan Guru dan Siswa
Tabel 3.6 Kisi-kisi Kuesioner Validasi Produk oleh Ahli
+7

Referensi

Dokumen terkait

0 Sistem Informasi Penggajian 1 Pemeliharaan File Master 2 Pemeliharaan File Transaksi 3 Cetak Laporan 1.1 File Master Karyawan 1.2 File Master Absensi 2.1 File Transaksi Penggajian

Alat pelindung diri harus mematuhi standar yang tepat, layak untuk digunakan, disimpan dan dijaga dalam kondisi yang baik, dan dijaga dengan baik.. Pemilihan dan standar yang

Keterkaitan ergonomi organisasi dengan motivasi kerja yaitu organisasi sebagai wadah bagi para pegawai melakukan aktivitas pekerjaan dapat menjadi pendorong atau penarik bagi

Sedangkan CAR di BPR BKK Ungaran awal merger minus 2,03 persen hal tersebut terjadi karena modal habis untuk menutup kerugian karena kredit macet dan kekurangan PPAP, tetapi

dalam proses mereka belajar guru lebih sering mengisi apa yang ada dalam kognitif dan murid kurang mengetahui akan pentingnya sebuah aplikasi, padahal dalam mata

Dengan banyaknya luas lahan yang menjadi objek PBB dan dimiliki oleh wajib pajak serta tingginya nilai jual tanah yang menyebabkan NJOP dari PBB menjadi lebih besar, maka

Tujuan penelitian ini yaitu: 1) Mengembangkan software Jotaped sebagai media untuk meningkatkan pelayanan wisatawan di Propinsi Daerah I stimewa Yogyakarta khususnya

Saat ini masih banyak siswa yang tidak mempunyai lingkungan pergaulan/sosial yang kondusif sehingga dalam mempelajari mata pelajaran mereka mengalami hambatan.