• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5 Dinamika Merger BPR BKK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 5 Dinamika Merger BPR BKK"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

5.1. Perkembangan BPR BKK

Pada tahun 1969 pasca gerakan G 30'S PKI, kemiskinan masyarakat semakin meningkat, kemudian muncul pemikiran untuk mendirikan lembaga penyedia modal masyarakat di pedesaan. Pada mulanya BPR BKK adalah BKK yang didirikan oleh Pemerintah Kabupaten Daerah Tingkat II se Jawa Tengah dan Pemerintah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah dengan modal awal sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta ru-piah). Dengan modal awal tersebut, BKK akhirnya berkembang menjadi seperti saat ini. Perkembangan BKK dipengaruhi oleh potensi daerah, organisasi, manajemen, dan sumber daya manusia. Hal yang sangat menarik untuk diamati yaitu, adanya tanggapan serta dukungan materiil maupun non materiil dari masyarakat terhadap keberadaan BKK. Dukungan materiil berupa penempatan dana dari masyarakat di BKK, sedangkan dukungan non materiil yaitu membantu menjaga nama baik BKK.

Gambaran tersebut di atas, merupakan titik awal dimulainya dinamika perkembangan BPR BKK. Pada tahun 1975-1979 merupakan masa mempertahankan kelembagaan, tahun 1979-1981 masa rehabilitasi, tahun 1981-1985 tumbuh dan proses menjadi Perusahaan Daerah, tahun 1986-1980 pemantapan kelembagaan, dan pada tahun 1991-2004 pilihan menjadi lembaga keuangan atau bank, dan yang terakhir dilakukan merger di setiap Kabupaten/kota.

Dinamika perkembangan BPR BKK melalui tujuh tahap perkembangan yang ditampilkan dalam tabel 5-1.

Sejalan dengan perkembangan perekonomian di Jawa Tengah dan perkembangan dunia usaha, kehadiran BPR BKK di tengah-tengah masyarakat ekonomi lemah sangatlah strategis. Berangkat dari pemikiran inilah Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Tengah bersama dengan DPRD memantapkan status kelembagaan BKK menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang kuat dan terpercaya.

(2)

Untuk memperkuat kelembagaan tersebut perlu dilakukan penggabungan (merger), meskipun sebelumnya BPR BKK telah mempunyai payung hukum yaitu Perda No. 11 Tahun 1981. Perda tersebut telah mendapatkan pengesahan dari Mendagri dengan SK No.581.053.3/884, tanggal 17 Desember 1981, diundangkan dalam lembaran daerah Jawa Tengah No. 107 tanggal 24 Desember 1981 seri D No. 103.

Dengan terbitnya perda tersebut kelembagaan BKK berubah status dari proyek menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sebagai BUMD maka lembaga tersebut menjadi lembaga penyetor laba ke kas daerah. Setelah BPR BKK menjadi BUMD maka mempunyai 2 peran; peran pertama sebagai agen penggerak perekonomian, peran kedua sebagai lembaga penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Dengan semakin berkembangnya perekonomian dan tumbuhnya bank perkreditan rakyat serta lembaga keuangan mikro lainnya maka BPR BKK menyesuaikan diri menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR BKK). Dalam perkembangannya muncul beberapa permasalahan mengenai permodalan dan semakin ketatnya persaingan, maka dengan berbagai pertimbangan dari pemerintah Provinsi, pemerintah kabupaten melakukan beberapa penelitian dan studi banding untuk persiapan merger.

Tabel 5-1 Tahap Perkembangan Kelembagaan BPR BKK

Tahap Periode Keterangan

1 1970 - 1975 Pembukaan Unit BKK

2 1975 - 1979 Masa Mempertahankan Kelembagaan BKK (Survival of The Fitest)

3 1979 - 1981 Rehabilitasi

4 1981 - 1986 Bertumbuh dan Pelembagaan (Perusahaan Daerah) 5 1986 - 1989 Konsolidasi dan Diversifikasi 6 1991 - 2004 Pilihan Menjadi BPR/Alternatif

Kelembagaan (Badan Hukum)

7 2005 - 2009 Gelombang Merger/Mega Merger BPR BKK

Keterangan: Tahap 1 s/d 4 lihat Patte n R.H & Rosengard,J.K : 1991, hal 26-34 Tahap 5 & 6 lihat Sunarto H : 2007, hal 93

(3)

Untuk mengetahui bentuk perusahaan atau bentuk yuridis (bentuk hukum perusahaan) khususnya tentang badan usaha milik pemerintah daerah, dapat dikemukakan ketentuan pasal 4 ayat (1) UU No. 5 tahun 1962 yang menyebutkan perusahaan daerah didirikan dengan peraturan daerah atas kuasa Undang-undang ini, sedangkan modal untuk keseluruhan atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan (pasal 2) sehingga pertanyaannya adalah bagaimanakah status kelembagaan BPR BKK sebagai lembaga keuangan di pedesaan Jawa Tengah.

Selain status kelembagaan BPR BKK selalu dinamis, peran dan fungsinya selalu berubah-ubah, tergantung dari perda yang berlaku saat itu. Sejarah awal berdirinya BKK adalah untuk memberantas pengijon dan rentenir yang ada di pedesaan. Oleh sebab itu di setiap ibu kota kecamatan dibentuk lembaga kredit non bank bernama Badan Kredit Kecamatan (BKK).

Pasca gerakan 30 September 1965 Indonesia dilanda kemiskinan, dimana suhu politik memanas, para pemegang kekuasaan saling mencurigai. Dalam kondisi yang serba sulit, Gubernur Jawa Tengah (Munadi) mencoba menggugah masyarakat Jawa Tengah untuk bangkit membangun perekonomian yang sedang terpuruk melalui gerakan Modernisasi Desa (Modes) dengan mendirikan BKK di setiap ibukota kecamatan.

Sebanyak 510 BKK didirikan di Jawa Tengah, yang pada saat itu BKK tidak mempunyai status kelembagaan. Baru pada tahun 1981, BKK menjadi lembaga yang berstatus hukum berdasarkan Perda 11 tahun 1981 dengan status sebagai Perusahaan Daerah (PD).

Dengan lahirnya Undang-Undang perbankan Nomor 7 tahun 1992, sebanyak 350 dari 510 BKK dinaikkan statusnya dari lembaga non bank, menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Hal tersebut dilakukan dalam rangka melindungi lembaga dengan payung hukum sekaligus untuk efisiensi dan pemenuhan modal BPR BKK yang berasal dari APBD terhadap lembaga sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998.

(4)

5.1.2. Dinamika Kelembagaan BKK

Pencanangan merger BPR BKK di Jawa Tengah dimulai, dari 350 BPR BKK mandiri dimerger menjadi 35 BPR BKK Kabupaten/Kota. Pelaksanaannya secara bertahap per kabupaten/kota dalam rangka meminimalisasi gejolak atau dinamika yang timbul. Adapun alur sejarah perkembangan BPR BKK yang dimulai dari BKK disajikan pada dia-gram 5-1 berikut,

Dalam Peraturan Daerah (Perda) nomor 20 tahun 2002, mendorong lembaga untuk lebih mandiri dan profesional, sehingga membuka kreativitas bagi direksi dan karyawan. Campur tangan pemerintah daerah sebagai pemegang saham sudah mulai berkurang, profesionalisme pengurus dan karyawan lebih diutamakan.

Pada tabel 5-1 mengenai tahap perkembangan kelembagaan PD BPR BKK dan diagram 5-1 tentang dinamika perkembangan BPR BKK di Jawa Tengah memberikan gambaran singkat mengenai dinamika kelembagaan Perusahaan Daerah BPR BKK yang akan dibahas mulai sub bab berikut, serta dalam penulisannya ditulis BPR BKK.

Pendirian BKK berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Tengah, tidak memenuhi persyaratan dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1962 maupun Undang-Undang-undang No. 10 tahun 1998 yang antara lain memberi peluang kepada pemerintah daerah untuk mendirikan perusahaan daerah (pasal 59 ayat 1), sedangkan yang dimaksud dengan perusahaan daerah adalah perusahaan yang didirikan berdasarkan UU No. 5 tahun 1962.

(5)

Gambar 5-1. Peresmian Kantor BKK Ungaran tahun 1978

memberikan ijin pendirian bank, maka status BKK bukan badan hukum dan merupakan lembaga keuangan bukan bank (other finan-cial intermediares) yaitu sebagai lem-baga keuangan yang hanya membe-rikan kredit dan tidak diperboleh-kan menghimpun dana dari masya-rakat. Akan tetapi, dalam praktek-nya BKK yang belum berstatus sebagai bank dalam operasionalnya melakukan hal yang sama persis dengan BPR BKK yang sudah berstatus bank, hal ini karena alasan historis, sudah terlanjur sejak awal berdiri.

Untuk lebih meningkatkan peran BKK, maka status BKK ditetapkan dengan Peraturan Daerah No 11 tahun 1981, sehingga BKK merupakan Badan Usaha Milik Daerah

(pasal 3) maka terdapat perbe-daan dalam menggunakan isti-lah yaitu:

Perusahaan Daerah, diguna-kan dalam UU No. 5 tahun 1962 dan UU No. 5 tahun 1974

Badan Usaha Milik Daerah, digunakan dalam Perda No. 11 tahun 1981.

Walaupun terjadi perbedaan, BKK secara jelas sudah berbentuk badan hukum karena telah memenuhi ketentuan perundang-undangan.

Gambar 5-2. Kondisi pelayanan di loket kantor BKK pada tahun 1981

(6)

Kondisi pelayanan BKK pada tahun 1981 masih sangat sederhana sekali, hal tersebut disebabkan kurangnya perhatian pemerintah daerah selaku pemegang saham. Hal itu terjadi karena saat itu belum ada pembagian persentase saham untuk Pemerintah Provinsi dan Kabupaten. Sehingga terkesan saling menyerahkan tanggung jawabnya, dan terkesan tidak profesional. Tetapi setelah ada pembagian persentase modal, maka pemerintah provinsi dan kabupaten saling berlomba untuk setor modal.

Ketentuan mengenai BKK dapat dirubah statusnya menjadi BPR jika memenuhi persyaratan (pasal 58) UU No 10 tahun 1998. Sedangkan jangka waktunya adalah 5 (lima) tahun. Dalam Undang-undang No. 10 tahun 1998 memberikan alternatif bentuk hukum bagi BPR BKK antara lain berupa:

1. Perusahaan Daerah (PD) 2. Koperasi

3. Perseroan Terbatas dan lembaga lain yang sah

Bagi BKK yang telah ditetapkan bentuk hukumnya adalah Perusahaan Daerah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Pendiriannya berdasarkan Undang-undang No. 5 tahun 1962 dan Undang-undang No. 5 tahun 1974. Bagi BPR swasta banyak memilih berbentuk hukum Perseroan Terbatas berdasarkan Undang-undang No. 1 tahun 1995.

Khusus untuk BPR yang berbadan hukum Koperasi jumlahnya relatif lebih sedikit, namun apapun bentuk hukum dari BPR telah memberikan arti dalam perkembangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, di satu sisi BPR sebagai lembaga keuangan yang dapat menghimpun dan menyalurkan dana, di sisi lain terdapat hubungan hukum antara bank dengan nasabah yang meliputi hubungan kepercayaan, hubungan kerahasiaan, dan hubungan kehati-hatian.

5.2. BPR BKK Kabupaten Semarang Pra Merger

Kondisi kesehatan BPR BKK sebelum merger masih variatif. Hal tersebut terjadi karena kwalitas SDM yang mengelola tidak sama. Potensi daerah ikut mempengaruhi perkembangan bank dan tingkat kesehatan BPR BKK pra merger. Lemahnya pengawasan menjadi pelengkap tidak meratanya perkembangan BPR BKK pra merger.

(7)

Semarang

Kondisi umum tingkat kesehatan PD BPR BKK Jawa Tengah dari 224 unit, 24 persen tidak sehat dan kurang sehat; sementara BPR Non BKK dengan jumlah 366 unit, 20 persen adalah tidak sehat dan kurang sehat. Terdapat 48 persen PD BPR BKK yang sehat (lihat Tabel 1-2). Sebelum merger 9 BPR BKK Kabupaten Semarang yang akan melakukan merger dilakukan audit dan evaluasi oleh akuntan publik dengan hasil sebagai berikut:

Tabel 5-2. Tingkat Kesehatan BPR BKK Kabupaten Semarang Pra Merger

No Nama Nomor Ijin Bank Indonesia/ No. Kep. Menkeu RI

Tingkat Kesehatan 1 PD BPR BKK UNGARAN Kep-325/KM.13/1991 (8/10/91) Sehat 2 PD BPR BKK KLEPU Kep-327/KM.17/1993 (14/5/91) Sehat 3 PD BPR BKK BANYUBIRU Kep-326/KM.13/1991 (8/10/91) Cukup Sehat 4 PD BPR BKK BAWEN Kep-325/KM.13/1991 (8/10/91) Cukup Sehat 5 PD BPR BKK BRINGIN Kep-330/KM.13/1991 (8/10/91) Cukup Sehat 6 PD BPR BKK SUMOWONO Kep-329/KM.13/1991 (8/10/91) Cukup Sehat 7 PD BPR BKK AMBARAWA Kep-32/172/KEP/DIR (14/10/99) Cukup Sehat 8 PD BPR BKK JAMBU Kep-328/KM.13/1991 (8/10/91) Cukup Sehat 9 PD BPR BKK TUNTANG Kep-32/179/KEP/DIR (14/5/99) Cukup Sehat Berdasarkan tabel 5-2, bahwa sebelum dilakukan merger dari 9 BPR BKK di Kabupaten Semarang tidak semuanya sehat, dua BPR BKK dinyatakan sehat, 6 BPR BKK dinyatakan cukup sehat dan 1 BPR BKK tidak sehat. Fakta tersebut menunjukan bahwa BPR BKK yang sehat sebelum merger hanya dua dari Sembilan (22%). Berdasarkan simulasi, merger akan menyelamatkan PD BPR BKK Ambarawa (tidak sehat) dengan pengorbanan bagi PD BPR BKK yang sehat, sehingga pasca merger berpeluang tingkat kesehatan cenderung ke modalnya yaitu cukup sehat.

5.2.2. Dasar Hukum Merger BPR BKK

Berangkat dari pemikiran awal dan pembicaraan yang dilakukan Bupati Semarang dengan Kabag. Perekonomian dan Direktur BPR BKK Ungaran sebelum merger, mengenai masalah penyimpangan yang terjadi di BPR BKK Ambarawa. Muncul pemikiran untuk menggabungkan 9 BPR BKK

(8)

di Kabupaten Semarang menjadi satu dan berkantor pusat di Ungaran. Yang menjadi pertanyaan saat itu apakah dasar hukum untuk melakukan penggabungan (merger) tersebut. Untuk mewujudkan rencana Bupati Semarang untuk melakukan merger terhadap 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang ke BPR BKK Ungaran perlu ada landasan hukum yang mangaturnya.

Koordinasi Kabag. perekonomian dengan bagian hukum Kabupaten Semarang menemukan beberapa dasar hukum yang bisa digunakan sebagai dasar untuk melakukan merger 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang. Adapun dasar hukum dimaksud (diurutkan menurut urutan tahun bukan urutan perundangan):

1. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 278/KMK/01/1989 tentang peleburan usaha bank, yang diperbarui tanggal 26 Februari 1993, tentang tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi.

2. Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) (Bab VII, pasal 102-109).

3. Peraturan Pemerintah RI nomor 27 tahun 1998, (pasal 4-pasal 6) tentang tatacara merger, konsolidasi, dan akuisisi perusahaan. 4. Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 (pasal 28 ayat 1 dan ayat 2,

yaitu merger, konsolidasi, dan akuisisi harus mendapatkan ijin dari Pimpinan Bank Indonesia, adapun tatacaranya diatur dengan peraturan pemerintah.

5. Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 1999 tentang merger, konsolidasi dan akuisisi bank.

6. Surat Keputusan Bank Indonesia Nomor 32/52/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang persyaratan dan tatacara merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Berdasarkan 6 dasar hukum tersebut maka keinginan Bupati Semarang untuk melakukan merger 9 BPR BKK di Kabupaten Semarang ada dasar hukumnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rencana merger 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang bisa dilanjutkan.

5.2.3. Inisiatif Merger Tahun 2003

Menindak lanjuti keinginan Bupati Semarang untuk melakukan merger terhadap 9 BPR BKK guna mengatasi penyimpangan yang terjadi pada bulan Mei 2003 yang dilakukan oleh salah satu direktur

(9)

Perekonomian bertekad untuk melakukan merger terhadap 9 BPR BKK. Karena kalau tidak dilakukan merger, BPR BKK Ambarawa diancam akan ditutup oleh Bank Indonesia.

Kepala Bagian Perekonomian melakukan dialog dengan para direktur untuk mencari jalan keluar, inisiatif merger ini memancing gejolak dalam tubuh lembaga.

Tabel 5-3 Inisiatif dan Dinamika Pra Merger BPR BKK Ungaran Tahun 2003

No Nama BPR BKK Jumlah

Direktur Dinamika yang Terjadi

1 PD BPR BKK

UNGARAN

2 . Berinisiati dan sepakat untuk di merger

2 PD BPR BKK KLEPU 1 . Menolak, mohon merger

diundur menunggu kabupaten lain.

3 PD BPR BKK BAWEN 1 . Berinisiati dan sepakat

untuk dimerger.

4 PD BPR BKK

TUNTANG

1 . Menolak merger, akhirnya

diwajibkan

5 PD BPR BKK

BRINGIN

1 . Jadwal merger minta

diundur 6 PD.BPRBKK

SUMOWONO

1 . Sepakat dimerger karena

banyak kasus 7 PD.BPRBKK

AMBARAWA

1

. Sepakat dimerger karena banyak kasus

8 PD BPR BKK

BANYUBIRU

1 . Tidak menjawab/tidak

memilih

9 PD. BPR BKK JAMBU 1 . Sepakat merger kapan saja

Sumber: Data diolah dari BPR BKK Ungaran

Dari tabel 5-3 dapat disajikan grafik mengenai kesepakatan merger 9 Direksi BPR BKK Kabupaten Semarang sebagai berikut:

(10)

7 Dir/70% Sepakat Merger 2 Dir/20%

menolak Merger

1 Dir/10%Tidak menjawab

Sumber : Bagian Perekonomian, Kab.Semarang

Grafik 5-1. Kesepakatan Merger 9 Direksi BPR BKK Kabupaten Semarang

Dari tabel 5-3 dan grafik 5-1 dapat dilakukan analisa bahwa dalam pencetusan atau inisiatif merger tidak berjalan mulus, dari 10 direktur, 7 direktur atau 70 persen berinisiatif dan sepakat untuk merger, 2 Direktur atau 20 persen menolak, 1 tidak berinisiatif. Dari analisis tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pra merger inisiatif merger BPR BKK Ungaran tidak semulus yang dibayangkan, timbul beberapa dinamika dan beda pendapat dari sebagian stakeholder. Selain alasan banyaknya penyimpangan, inisiatif merger juga berdasarkan pada tidak cukupnya jumlah karyawan yang ada untuk mengisi struktur organisasi yang sudah dibakukan, karena rata-rata personilnya BPR BKK dibawah 10 orang. Supaya lebih jelas disajikan struktur organisasi BPR BKK sebelum merger.

(11)

Dewan Pengawas

(Ka Perekonomian & Camat)

Direktur BPR BKK

Kabag Pemasaran Kabag Pelayanan SPI

Seksi Dana Seksi Kredit Seksi Kas Seksi Pembukuan Seksi Umum/ Personalia Seksi Humas

5.2.4. Motivasi Merger 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang

Strategi merger bank di Indonesia mulai populer sejak tahun 1997, saat itu krisis melanda Bank Umum di Indonesia, pasca krisis banyak bank umum yang masuk ke pasar Bank Perkreditan Rakyat (BPR), situasi tersebut membuat ketidaknyamanan operasional BPR termasuk BPR BKK di Kabupaten Semarang, sehingga timbul persaingan yang tidak sehat dan banyak penyelewengan. Oleh karena itu Bupati Semarang bersama dengan Kabag. Perekonomian tetap bertekad melakukan merger terhadap 9 BPR BKK yang ada di Kabupaten Semarang. Motivasi dilakukannya merger BPR BKK se Kabupaten Semarang adalah lemahnya kualitas SDM, lemahnya permodalan, in efisiensi pembiayaan dan tidak efektifnya pengawasan.

(12)

1. Lemahnya Kualitas Sumber Daya Manusia

Kemampuan dan kompetensi sumber daya manusia sangat membantu perkembangan bank. Sumber daya manusia yang kompeten harus didukung pula dengan integritas yang bisa dipertanggungjawabkan, karena kedua hal tersebut saling berkaitan.

Tabel 5-4 Latar Belakang Pendidikan Pegawai 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang Tahun 2004

No Pendidikan pegawai 30 April 2004 Persentase (%) 1 Berpendidikan S2 3 2,48 2 Berpendidikan S1 37 30,58 3 Berpendidikan D3 10 8,27 4 Berpendidikan SLTA 61 50,40 5 Berpendidikan SLTP 7 5,79 6 Berpendidikan SD 3 2,48 Jumlah 121 100

Sumber : data diolah dari BPR BKK Ungaran

Berdasarkan data pada tabel 5-4, terlihat bahwa SDM BPR BKK se Kabupaten Semarang masih lemah, karena sebagian besar berpendidikan SLTA (50,40%). Untuk meningkatkan kemampuan SDM dengan mengirim staf ikut pelatihan.

Kalau tidak melakukan merger, bank belum bisa memanfaatkan anggaran 5 persen dari total BTK untuk pendidikan, karena 5 persen dari biaya tenaga tersebut tidak mencukupi untuk mengirim SDM ke tempat-tempat pelaksana pelatihan. Biaya pelatihan mahal, sehingga anggaran 5 persen biaya tenaga tidak cukup, padahal tidak bisa diakumulasi dengan anggaran tahun berikutnya. Dengan demikian, proses peningkatan kualitas SDM terhambat karena biaya tidak mencukupi.

Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merger untuk meningkatkan kualitas SDM BPR BKK. Program peningkatan kualitas SDM tidak bisa berjalan karena anggaran biaya pendidikan tidak mencukupi karena masih unit mandiri.

(13)

Untuk bisa bersaing, bank harus memiliki modal yang kuat. Hal tersebut selain untuk mengatasi persaingan pasar, untuk meningkatkan jangkauan pelayanan, juga untuk mengantisipasi peraturan dari Bank Indonesia mengenai Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK) bank dan pemenuhan (Capital Adequacy Rasio) CAR Bank. Untuk mendukung pernyataan tersebut disajikan posisi modal BPR BKK se Kabupaten Semarang sebelum merger dilakukan, yaitu sebesar Rp 2.747.497.000,- yang terinci sebagai berikut:

Sumber : BPR BKK Ungaran

Dari tabel 5-5 tersebut dapat dianalisa, dari 9 BPR BKK di Kabupaten Semarang yang ratio CAR nya lebih dari 8 persen hanya 2 BPR BKK yaitu BPR BKK Ungaran dan BPR BKK Klepu. Enam BPR BKK modalnya kurang dari 8, 1 BPR BKK yaitu BPR BKK Ambarawa modalnya minus. Salah satu penyebab minusnya modal BPR BKK Ambarawa adalah terjadinya penggelapan dana Antar Bank Aktiva (ABA) sebesar Rp 2.751.485.000,-. Setelah diadakan pengusutan dan penyitaan sisa harta hasil penggelapan harta milik bank oleh direktur sebagian modal bisa kembali. Selain itu ada kebijakan dari Bank Indo-nesia untuk menggunakan cadangan tujuan untuk menutup kekurangan modal. Modal masih tetap minus Rp 221 juta rupiah. Dari analisis

Tabel 5-5. Modal 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang Tahun 2004

No BPR BKK Modal (Rp.000) Ratio CAR (%) 1 BPR BKK Ungaran 1.071.135 17,58 2 BPR BKK Klepu 447.147 9,90 3 BPR BKK Bawen 215.050 6,97 4 BPR BKK Tuntang 210.170 7,29 5 BPR BKK Bringin 178.050 6,73 6 BPR BKK Sumowono 203.100 7,30 7 BPR BKK Ambarawa (221.000) (11,40) 8 BPR BKK Banyubiru 217.060 7,45 9 BPR BKK Jambu 207.040 7,96 Jumlah 2.527.752 -

(14)

tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar BPR BKK di Kabupaten Semarang modalnya lemah, sebagian BPR BKK ratio CAR-nya kurang sehat.

3. In Efisiensi Pembiayaan

Salah satu motivasi yang mendorong dilakukan merger BPR BKK se Kabupaten Semarang yaitu terjadinya in efisiensi pembiayaan, diantaranya gaji Direksi dan Badan Pengawas. Pemborosan itu terjadi karena jumlahnya yang tidak seimbang dengan asset bank. Asset bank Rp.63 milyar dikelola oleh 10 Direktur dan 18 Badan Pengawas. Untuk unit mandiri Ungaran dikelola 2 Direktur dengan asset Rp.23,5 milyar. Sedangkan untuk 8 unit mandiri yang lainnya dikelola 1 direktur karena assetnya kurang dari Rp.15 milyar. Untuk lebih rincinya disajikan tabel sebagai berikut:

Tabel 5-6. Asset, Direksi dan Badan pengawas BPR BKK se Kabupaten Semarang sebelum merger

N0 BPR BKK Asset Direksi (orang) Banwas (orang) (000) 1 BPR BKK Ungaran 23.579.106 2 2 2 BPR BKK Klepu 11.712.110 1 2 3 BPR BKK Bawen 3.763.100 1 2 4 BPR BKK Tuntang 3.225.120 1 2 5 BPR BKK Bringin 3.909.100 1 2 6 BPR BKK Sumowono 3.907.200 1 2 7 BPR BKK Ambarawa 6.489.207 1 2 8 BPR BKK Banyubiru 7.453.100 1 2 9 BPR BKK Jambu 4.456.110 1 2 Jumlah 68.494.153 10 18 Sumber : BPR BKK Ungaran

Dari tabel 5-6, dapat dilakukan analisa sebagai berikut BPR BKK yang berasset di atas 23,5 milyard diurus oleh 2 orang Direktur dan 2 orang Banwas masih wajar dan masih efesien, tetapi kalau BPR BKK yang berasset dibawah 5 milyar diurus oleh tiga orang pengurus tidak efesien, maka yang terjadi adalah pemborosan biaya gaji Direktur dan Badan Pengawas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa motivasi merger

(15)

diakibatkan pembayaran gaji Direktur dan Badan Pengawas.

4. Tidakefektifnya Pengawasan

Praktek operasional bank yang terjadi di BPR BKK sebelum merger yaitu adanya raja-raja kecil yang muncul dari kekuasaan mutlak yang dilakukan oleh para direktur dan pejabat lainnya. Intervensi dari penguasa daerah semakin menambah tidak efektifnya pengawasan, diantaranya adanya tekanan untuk para birokrat untuk menjadi Badan Pembina. Intervensi kekuasaan politik terhadap bank, akan berdampak pada penyimpangan-penyimpangan yang bisa mengakibatkan turunnya tingkat kesehatan bank. Lemahnya pengawasan menyebabkan terjadinya penyimpangan ABA sebesar Rp 2.751.485.000,- yang dilakukan oleh Direktur BPR BKK Ambarawa, sehingga BPR BKK Ambarawa terancam akan ditutup oleh Bank Indonesia. Hal tersebut terjadi karena tidak efektifnya pengawasan. Untuk memperjelas tidak efektifnya pengawasan tersebut disajikan tabel Badan Pembina dan Pembina Teknis yang tidak efektif sebagai berikut:

Dari tabel 5-7 tersebut di atas dapat dilakukan analisa sebagai berikut, dengan asset bank sebesar Rp.68,49 milyar dan investasi modal sebesar Rp.2,74 milyar melibatkan 5 personil Badan Pembina dan 2 Pembina Tehnis dari BPD. Tambahan personil tersebut tidak efektif, karena secara yuridis tidak diakui keberadaannya oleh Bank Indonesia. Badan Pembina dan Pembina Tenis tidak bisa efektif melakukan pembinaan karena personilnya berasal dari para birokrat dan pegawai BPD yang setiap harinya telah sibuk dengan kegiatan pokoknya, sehingga hasil pembinaanya tidak efektif terbukti penyimpangan relatif tidak diketahui.

No Keterangan Pofil Pengawasan

1 Asset (Rp.000) 68.494.153 -

2 Investasi Modal (Rp.000) 2.747.497 - 3

4

Badan Pembina (orang) Pembina Tehnis (orang)

5 orang 2 orang

Tidak efektif Tidak efektif Tabel 5-7. Asset, Investasi Modal, Badan Pembina, Pembina Teknis

BPR BKK se Kabupaten Semarang

(16)

Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi melakukan merger yaitu untuk mendapatkan SDM yang berkualitas, memperkuat modal bank, melakukan efisiensi dan mengefektifkan pengawasan. Dalam penelitian ini yang telah mengkaji, menganalisis dan menyimpulkan motivasi merger BPR BKK Ungaran kualitas rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), lemahnya modal, efesiensi honor pengurus dan mengefektifkan pengawasan. Temuan ini apabila dipadukan temuan dari Zakir Mahmud (dalam Lay, Marbun et al. 2010: 93) yang menyatakan bahwa merger merupakan satu bentuk strategi perusahaan (coorporate strategy) dalam mencapai tujuan jangka panjang dengan cara mentranformasikan batas perusahaan perbankan (boundaries of firm). Secara rasional motivasi merger memaksimalkan laba dan meminimalkan biaya (to maximize profit and minimize cost) efisiensi dan meminimalkan penyelewengan/ mengefektifkan pengawasan. Berdasarkan fakta hasil penelitian ini dan teorinya Zahir Mahmud maka temuan ini mendukung teorinya Zahir Mahmud.

5.2.5. Polemik Bank Indonesia dan Gubernur wujud Dinamika Pra Merger

Inisiasi merger BPR BKK Ungaran oleh Bupati Semarang kemudian diusulkan kepada Gubernur Provinsi Jawa Tengah dan Pimpinan Bank Indonesia Semarang menimbulkan beberapa polemik di media massa. Karena Gubernur Jawa Tengah tidak setuju kalau BPR BKK Kabupaten Semarang dimerger. Sebelum proses merger disepakati sering terjadi perbedaan pendapat antara Gubernur Jawa Tengah (Mardiyanto) dengan Pimpinan Bank Indonesia Semarang (Muryono) serta DPRD Kabupaten Semarang (Hog Young) di media massa. Gubernur Jawa Tengah tetap menolak BPR BKK Kabupaten Semarang dimerger, tetapi Bank Indonesia minta BPR BKK Kabupaten Semarang harus dimerger, kalau tidak BPR BKK Ambarawa akan ditutup karena modalnya habis.

5.2.6. Studi Banding ke BI Surabaya

Perbedaan pendapat antara Bank Indonesia dengan pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Ketua Badan Pembina Provinsi) merupakan sebuah dinamika yang wajar terjadi. Salah satu solusinya adalah melakukan studi banding ke wilayah pengawasan Bank Indonesia yang telah melakukan merger. Akhirnya disepakati dibentuk tim studi banding. Tim tersebut terdiri dari Direksi BPR BKK Ungaran, Wakil

(17)

Jateng, wakil dari BPD Jateng dan Bank Indonesia. Studi banding dipilih Bank Indonesia Surabaya yang telah melakukan merger BPR Jawa Timur, hasilnya akan dimanfaatkan sebagai salah satu referensi untuk melakukan merger. Sebagai kesimpulan, setelah melalui beberapa diskusi dan adu argumentasi akhirnya disepakati untuk melakukan merger BPR BKK Kabupaten Semarang ke BPR BKK Ungaran. 5.3. Proses Merger

Setelah ada kata sepakat untuk melakukan merger BPR BKK Kabupaten Semarang ke BPR BKK Ungaran maka tahapan pertama dalam proses merger yaitu mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dalam RUPS tersebut diputuskan tentang siapakah yang akan melakukan tahapan-tahapan proses merger BPR BKK Kabupaten Semarang. Pada akhirnya dibentuklah panitia merger yang ditambah konsultan dari Akuntan Publik. Selain pembentukan panitia merger diputuskan pula struktur organisasi yang akan digunakan BPR BKK hasil merger, sebagai berikut:

Grafik 5-3. Skema Struktur Organisasi BPR BKK Hasil Merger

KASI DANA KASI KREDIT KASI DANA KASI KREDIT KASI DANA KASI KREDIT KASI DANA KASI KREDIT

PINCAB PINCAB PINCAB PINCAB

KASI KREDIT KASI DANA KABID PEMASARAN PELAPORAN AKUNTANSI KABID PELAYANAN KASI PERSONALIS KASI UMUM & HUMAS

KABID UMUM & PERS DIREKSI

BADAN PENGAWAS

RUPS

(18)

5.3.1. Panitia Merger 9 BPR BKK Kabupaten Semarang

Panitia hasil keputusan RUPS yang akan melaksanakan tahapan-tahapan yang harus di tempuh. Fenomena tersebut terus berkembang, Pemerintah Kabupaten Semarang yang mendapat tugas sebagai pengawasan dalam pelaksanaan tahapan yang dilakukan oleh tim panitia dan konsultan yang berasal dari akuntan publik.

Tahapan pertama yang dilakukan oleh panitia yaitu inventarisasi permasalahan dan memahami dinamika yang terjadi di lingkungan BPR BKK yang akan melakukan merger. Adapun permasalahan dan dinamika yang perlu diperhatikan yaitu,

1. Adanya beberapa BPR BKK yang sehat yang dapat menjadi bider dan sepakat untuk di merger

2. Yang kedua adanya BPR BKK yang kurang sehat dan tidak sehat sebagai target untuk dimerger.

Undang-undang No. l0 tahun 1998 dan Keputusan Direksi Bank Indo-nesia 32/52/KEP/DIR, tanggal 14 Mei 1999 yang mengatur persyaratan dan tata cara merger, konsolidasi dan akuisisi BPR. Selain itu pemerintah daerah masih bisa melakukan penambahan langkah-langkah penggabungan tersebut. Adapun susunan kepanitiaan merger BPR BKK Ungaran sebagai berikut:

Sumber : Bag. Perekonomian Kab.Semarang (2004)

Tabel 5-8. Panitia Merger BPR BKK se Kab. Semarang

No Nama Komposisi Panitia Jabatan Kepanitiaan Jabatan Kedinasan

1. Drs. Sugeng,M.Si Ketua Kabag BUMD

2. Drs.Husen Wakil Ketua Pengawas

3. Joko Priyanto Sekertaris Pengawas BPD

4. H. Zarul,SH,M.Si Anggota Dirut

(19)

Untuk mengurangi gejolak di lingkungan karyawan maka sebelum merger dilakukan, panitia merger melakukan sosialisasi di lingkungan karyawan, melalui forum pembinaan yang disampaikan oleh Bupati Semarang. Dalam forum tersebut diberi kesempatan kepada karyawan untuk menyampaikan pendapat dan usulannya. Setelah beberapa karyawan dan direktur menyampaikan pendapatnya, disimpulkan pada intinya karyawan setuju untuk dilakukan merger, akan tetapi tidak ada pemutusan hubungan kerja dan tidak ada penurunan gaji. 5.3.3. Kesepakatan Direksi Melakukan Merger

Setelah sosialisasi dilakukan oleh Bupati Semarang yang dikemas dalam kegiatan pembinaan karyawan BPR BKK se Kabupaten Semarang, maka diikuti gerakan kesepakatan merger para direksi, meskipun persetujuan merger sifatnya terpaksa. Pada pasca kesepakatan merger disepakati ada beberapa hal yang masih mengganjal dan meminta supaya proses merger diundur waktunya.

Sebenarnya ada beberapa direktur yang tidak secara tulus menyetujui rencana merger, khawatir kalau tidak terpilih kembali menjadi direktur, meskipun saat direktur tersebut menjabat manajemen yang diterapkan tidak sehat. Selain itu direktur BPR BKK saat menjadi unit mandiri direksi sangat berkuasa dan tidak ada yang mengontrol, karena peran Badan Pengawas belum maksimal.

Oleh sebab itu, kesepakatan merger merupakan solusi terbaik untuk menata manajemen supaya bank menjadi sehat dan bisa terwujudnya kelembagaan BPR BKK yang semakin solid. Kesepakatan tersebut diambil dari suara terbanyak, karena 7 Direksi sepakat merger maka diputuskan proses merger berjalan terus.

5.3.4. Kesepakatan Pemegang Saham Menambah Modal

Sebelum dilakukan merger hampir 66,67 persen BPR BKK di Kabupaten Semarang modalnya kurang dari 8 persen, bahkan BPR BKK Ambarawa modalnya minus sehingga dilakukan pengawasan khusus oleh Bank Indonesia. Adanya penyimpangan di BPR BKK Ambarawa, terjadi gejolak dan turunnya kepercayaan masyarakat. Direktur BPR BKK Ambarawa diproses secara hukum, karena adanya penyimpangan yang mengakibatkan modal menjadi minus.

(20)

Berdasarkan penelitian yang lakukan, sebagian besar BPR BKK di Kabupaten Semarang sebelum dilakukan merger mengalami kekurangan modal. Merger antar BPR BKK di Kabupaten Semarang merupakan salah satu pilihan, yang menjadi permasalahan apabila tidak dilakukan merger, maka BPR BKK Ambarawa akan ditutup oleh Bank Indonesia. Pada BPR BKK Ambarawa CAR nya minus, secara operasional statusnya dibekukan. Untuk menghindari supaya tidak ditutup oleh Bank Indonesia, maka para pemegang saham harus menyetorkan modal, supaya CAR nya lebih dari 8 persen. Salah satu solusi yang harus dilakukan adalah penambahan modal dari para pemegang saham. Kondisi CAR dari 9 BPR BKK Kabupaten Semarang yang akan melakukan merger dapat disajikan sebagai berikut:

Sumber : Bag. Perekonomian Kab, Semarang

Dari tabel 5-9 dapat dilakukan analisa, dari 9 BPR BKK di Kabupaten Semarang yang akan melakukan merger: 1 BPR BKK modalnya minus (BPR BKK Ambarawa), 6 BPR BKK (BPR BKK Bawen, BPR BKK Bringin, BPR BKK Tuntang, BPR BKK Banyubiru, BPR BKK Jambu, dan BPR BKK Sumowono) modalnya kurang dari 8 persen, sehingga perlu penambahan modal. Sedangkan BPR BKK Klepu dan BPR BKK Ungaran modalnya di atas 8 persen. Alternatif yang bisa digunakan untuk induk merger yaitu, BPR BKK Klepu atau BPR BKK Ungaran dengan CAR lebih dari 8 persen. Dapat disimpulkan bahwa pada saat akan merger BPR BKK Kabupaten Semarang masih perlu penambahan modal karena sebagian besar BPR BKK di Kabupaten Semarang modalnya kurang dari 8 persen.

Tabel 5-9. Posisi Rasio CAR BPR BKK se Kabupaten Semarang Dalam Proses Meger tahun 2004

No Posisi CAR Jumlah Frekuensi Presentase (%) 1. Minus 1 11,11 2. Kurang dari 8 % 6 66,67 3. Lebih dari 8% 2 22,22 Jumlah 9 100,00

(21)

Dalam RUPS penetapan Direksi dan Badan pengawas ada satu permasalahan yang dilematis, di mana semua direktur merasa mempunyai hak untuk memimpin bank hasil merger. Untuk menyelesaikan masalah tersebut panitia merger mengajukan semua direktur untuk dilakukan uji kompetensi di Bank Indonesia (fit and proper test). Dari seluruh calon Direksi dan Badan Pengawas yang diajukan hanya lulus 2 orang calon Direksi dan 2 calon Badan Pengawas. Peran Bank Indonesia menjadi sangat penting dalam memberikan rekomendasi pengurus bank hasil merger. Bank Indonesia menuntut bank harus sehat. Bank yang sehat merupakan indikator utama keberlanjutan dari bank. Dua orang calon Direktur dan dua orang calon Badan Pengawas yang lulus fit and proper test kemudian ditetapkan sebagai pengurus bank hasil merger.

5.3.6. Rancangan Pengajuan Ijin Merger

Setelah memilih pengurus, tahapan selanjutnya adalah membuat rancangan ijin merger. Proses perijinan merger dimulai dari penyusunan rancangan pengajuan ijin merger yang kemudian dikirim ke Bank In-donesia dengan dilampiri rancangan perubahan akte pendirian dan rancangan rencana kerja.

Penyusunan rancangan merger membutuhkan waktu sekitar 3 bulan. Setiap langkah dikonsultasikan ke Bank Indonesia, agar rancangan yang diajukan ke BI pusat tidak ditolak.

Rancangan merger yang diajukan ke Bank Indonesia memuat nama-nama BPR BKK yang akan dimerger. Rancangan perubahan status kantor PD. BPR BKK se Kabupaten Semarang menjadi BPR BKK Ungaran hasil merger ditampilkan pada tabel 5-10.

Sembilan unit BPR BKK mandiri dimerger menjadi BPR BKK Ungaran. BPR BKK UNGARAN berubah statusnya dari kantor mandiri menjadi kantor pusat. Beberapa dasar yang digunakan sebagai alasan BPR BKK Ungaran untuk kantor pusat merger adalah sebagai berikut:

1. Melihat perkembangan selama 5 (lima) tahun terakhir BPR BKK Ungaran telah berkembang sehat dan wajar.

2. Potensi daerahnya memungkinkan untuk dikembangkan. 3. Letaknya berada di ibukota Kabupaten Semarang.

(22)

5.3.7. Rancangan Perubahan Akte Pendirian BPR BKK Ungaran Status dan tempat kedudukan BPR BKK yang dimerger masih tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah No. 20 Tahun 2002. Pasal 45 Peraturan Daerah No. 20 Tahun 2002 sudah menyesuaikan terhadap Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 28 Tahun 1999 tentang merger, konsolidasi, dan akuisisi Bank serta Surat Keputusan Bank Indonesia No. 32/52/ KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank Perkreditan Rakyat. Dengan berubahnya status dan tempat kedudukan PD. BPR BKK Ungaran menjadi pusat bank hasil merger harus dilakukan perubahan akte pendiriannya.

Adapun pokok-pokok perubahan akte pendirian BPR BKK Ungaran hasil merger adalah:

1. Sembilan Kantor BPR BKK di wilayah Kabupaten Semarang di merger menjadi satu dengan tetap mempertahankan BPR BKK UNGARAN sebagai kantor pusat dan 8 (delapan) BPR BKK lainnya menjadi kantor cabang.

2. Tempat Kedudukan BPR BKK UNGARAN hasil merger berada di Jl. Moh. Yamin No.1 Ungaran, Kecamatan Ungaran, Kabupaten Tabel 5-10. Rancangan Merger BPR BKK se Kabupaten Semarang

No Nama Lama Status Rencana Nama Baru

1 PD BPR BKK UNGARAN Berubah BPR BKK UNGARAN KANPUS

2 PD BPR BKK KLEPU Berubah BPR BKK UNGARAN CAB KLEPU 3 PD BPR BKK BAWEN Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB BAWEN 4 PD BPR BKK TUNTANG Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB TUNTANG 5 PD BPR BKK BRINGIN Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB BRINGIN 6 PD.BPRBKK SUMOWONO Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB SUMOWONO 7 PD.BPRBKK AMBARAWA Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB AMBARAWA 8 PD BPR BKK BANYUBIRU Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB BANYUBIRU 9 PD. BPR BKK JAMBU Berubah BPR BKK UNGARAN

CAB JAMBU

(23)

kantor pelayanan kas/kantor kas di wilayah kecamatan Kabupaten Semarang.

3. BPR BKK Ungaran hasil merger membuka kantor cabang baru di wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Semarang yang belum ada kantor cabangnya.

4. Modal dasar BPR BKK Ungaran hasil merger ditetapkan sebesar Rp.7.500.000.000,- (tujuh milyar lima ratus juta rupiah).

5.3.8. Rancangan Rencana Kerja BPR BKK Hasil Merger

Dalam penyusunan rancangan merger harus disertakan rancangan Rencana kerja BPR BKK Ungaran hasil merger yang diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut:

a. Memperkuat struktur permodalan yang disesuaikan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.

b. Melakukan cost reduction sehingga mampu meningkatkan efisiensi biaya, pada akhir tahun buku berikutnya.

c. Meningkatkan total aset akhir tahun merger mencapai target yang ditentukan yang dilakukan melalui peningkatan penghimpunan dana simpanan masyarakat pedesaan yang masih belum digarap secara baik, serta lingkage program dengan Bank umum yang akan disalurkan kepada pengusaha kecil yang produktif.

d. Mempertahankan dan memperbaiki kualitas aktiva produktif, sehingga rasionya tidak melebihi 5 persen.

e. Membentuk pencadangan aktiva produktif sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

f. Penataan susunan organisasi dan uraian tata kerja BPR BKK Ungaran. g. Pengisian/penempatan sumber daya manusia yang ada pada organisasi BPR BKK Ungaran sesuai kecakapan dan keahliannya. h. Pengadaan sarana kerja untuk menunjang pelayanan kepada

masyarakat, termasuk sarana operasional kantor. 5.3.9. Penggabungan Modal

Sebelum pengumuman mengenai merger di media massa, harus dilakukan penggabungan modal dari 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang kepada BPR BKK Ungaran yang akan menjadi induk hasil merger. Penggabungan modal diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), modal hasil penggabungan 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang sebesar Rp 6.300.152.634,- dengan komposisi

(24)

adalah sebagai berikut:

a. Pem. Prop. Jateng : Rp 3.416.573.316,- (54,23%)

b. Pem Kab. Semarang : Rp 2.747.497.000,- (43,61%)

c. BPD Jateng : Rp 136.083.318,- ( 2,16%)

Jumlah tersebut disepakati untuk diumumkan dalam pengumuman merger di Suara Merdeka dan media lokal lainnya.

5.3.10. Pengumuman Media Massa

Pengumuman di media massa dan pengumuman dipasang di tempat umum merupakan suatu kewajiban bank yang akan melakukan merger. Pengumuman merger sudah dimuat di media massa lokal dan nasional sejak 15 Nopember 2004.

5.3.11. Dinamika yang Terjadi Pasca Pengumuman Merger

Dinamika yang terjadi pasca pengumuman merger datang dari berbagai pihak. Diantaranya dari DPRD, karyawan, nasabah, dan masyarakat. Dari pihak DPRD sebenarnya tidak mempermasalahkan, karena fungsinya sebagai wakil rakyat di mana banyak yang mengadu dan me-nyampaikan aspirasinya kepada anggota dewan. Setelah mendapatkan penjelasan mengenai permasalahannya, akhirnya dewan tidak mempermasalahkan mengenai merger BPR BKK.

Sedangkan yang terjadi di lingkungan karyawan karena ada kelompok-kelompok yang agak merecoki proses merger dengan cara mengadu ke Dewan, membuat surat kaleng, membuat SMS gelap, bahkan membuat berita di media massa. Tetapi semua itu oleh pemegang saham, pengurus dan Bank Indonesia dipahami sebagai suatu dinamika yang harus diselesaikan.

Di lingkungan nasabah juga terjadi sedikit ketidak nyamanan dengan adanya pengumuman merger. Banyak deposan yang datang ke kantor minta penjelasan tentang pengumuman merger tersebut, dan ada sebagian kecil yang terpengaruh oleh pengumuman merger tersebut dengan menarik sebagian dananya karena ada rasa kekawatiran terjadi apa-apa kalau sampai bank di merger. Namun, setelah mendapat penjelasan mengenai merger mereka akhirnya menempatkan dananya kembali di BPR BKK.

(25)

Ada sebagian kecil dari masyarakat yang bukan nasabah tetapi peduli dengan perkembangan BPR BKK, sempat melakukan klarifikasi adanya pengumuman merger tersebut, bahkan ada yang menafsirkan dibubarkan. Guntingan pengumuman di media massa dikirim ke Bank Indonesia Pusat di Jakarta. Berdasarkan fakta di atas dapat disimpulkan bahwa pemasangan pengumuman merger BPR BKK Ungaran memancing perhatian dari berbagai pihak diantaranya deposan, nasabah kredit, karyawan, dan pihak-pihak lain yang merespon terhadap merger BPR BKK.

(26)

5.4. Realisasi Merger BPR BKK Ungaran

Setelah melalui proses yang panjang (pra merger dan proses merger ) maka turunlah ijin merger BPR BKK Kabupaten Semarang menjadi BPR BKK Ungaran. Pemegang saham BPR BKK Ungaran yaitu: Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan BPD Jawa Tengah. Sampai dengan posisi merger komposisi pemegang saham masih dipegang oleh 3 pemegang saham yaitu:

a. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebesar 54,23 persen b. Pemerintah Daearah Kab. Semarang 43,61 persen c. BPD Jawa Tengah 2,16 pesen.

Untuk merealisasikan merger BPR BKK perlu tahapan yang cukup panjang, penuh dinamika yang terjadi dan perbedaan pendapat, kesimpulan akhir, bahwa semua permasalahan yang timbul dapat diselesaikan dan pada akhirnya Gubernur Jawa Tengah menerbitkan surat persetujuan untuk proses merger bisa berjalan serta menunjuk personil dari Provinsi Jawa Tengah untuk mengurus sampai dengan realisasi merger BPR BKK Ungaran selesai.

Pada diagram 5-2, menggambarkan dinamika inisiatif merger sampai memperoleh persetujuan dari Gubernur Jateng.

Diagram 5-2 juga menggambarkan secara kronologis proses mulai rencana merger sampai ada titik temu dan pemahaman yang sama antara Bank Indonesia dan Gubernur Jawa Tengah. Terbitnya surat Gubernur Jawa Tengah yang menyetujui proses merger dimulai dengan penunjukkan personil dari Provinsi untuk mengawal sampai merger BPR BKK Ungaran selesai.

5.4.1. BPR BKK Ungaran Merger Pertama

Sahnya suatu bank yang dimerger apabila sudah memperoleh ijin prinsip dan ijin operasional dari Bank Indonesia. Turunnya surat keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia Nomor 7/4/Kep DGS/2005, maka merger BPR BKK Ungaran sudah bisa dimulai secara operasional. Merger BPR BKK Ungaran Kabupaten Semarang merupakan merger yang pertama di Provinsi Jawa Tengah, yaitu sebagai merger percontohan. Kalau merger di BPR BKK ini berhasil dengan tanpa gejolak, maka akan segera dilanjutkan pada BPR BKK Kabupaten lain. Setelah merger BPR BKK berjalan, Gubernur Jawa Tengah menerbitkan Surat Edaran Wajib

(27)

Merger. Usulan pertama untuk merger dari pengurus BPR BKK Ungaran dan menjadi acuan merger BPR BKK yang lain.

Dengan diserahkannya surat Deputi Gubernur Bank Indonesia maka 9 unit mandiri yang dimerger telah sah secara hukum menjadi BPR BKK Ungaran. BPR BKK Ungaran Tanggapan dari Bank Indonesia (Tahun 2003) Studi Banding ke Jawa Timur

Bank Indonesia dan Pemegang Saham Provinsi : Kontroversi

(oktober 2003)

Tercapai Titik Temu antara Bank Indonesia dan Pemegang Saham

Provinsi

SK Gubernur Jawa Tengah

Diagram 5-2. Dinamika Pra Merger - Merger BPR BKK Kab.Semarang

(28)

Keterangan : Merger BPR BKK Ungaran merupakan Merger Pertama

Setelah merger BPR BKK Ungaran berjalan dengan baik maka Gubernur Jawa Tengah mewajibkan semua BPR BKK di Jawa Tengah wajib merger, realisasi merger BPR BKK se Jawa Tengah disajikan pada tabel 5-11.

5.4.2. Konversi Modal

Konversi modal milik BPD Jateng menjadi modal milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Semarang harus dilakukan. Hal dilakukan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan Permendagri Nomor 22 tahun 2006. Dalam pasal 7 mengatur bahwa BPR milik daerah harus dimiliki oleh pemerintah Daerah. Akhirnya dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk memutuskan melepaskan modal milik BPD dikonversi menjadi milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Pemerintah Kabupaten Semarang.

Gambar 5-3. Foto Penyerahan Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia tentang Merger BPR BKK Ungaran

(29)
(30)

La nj ut an T ab el 5 -1 1

(31)

Pemerintah Provinsi (51% x Rp 136.083,318 = Rp 69.402.492).

Untuk Kabupaten Semarang 49 persen (49% x Rp 136.083.318 = Rp.66.680.826). Sehingga komposisi modal pasca RUPSLB sebagai berikut:

Konsekuensi dari keputusan tersebut maka Pemerintah Kabupaten Semarang dan Provinsi Jateng melalui persetujuan DPRD harus membeli saham BPD Jateng melalui APBD Kabupaten dan Provinsi. APBD Kabupaten Semarang merealisasikan setoran modal Rp.750.000.000,-- termasuk untuk membeli saham yang dimiliki oleh BPD Jateng sebesar Rp.66.680.826,--. Sisanya sebesar Rp.683.319.174,-- menjadi modal titipan yang belum di setujui RUPS, menunggu keputusan RUPS untuk penambahan modal.

5.4.3. Dinamika Tahun Pertama Merger BPR BKK Penyelewengan Dana Bank

Setelah berjalan beberapa bulan merger BPR BKK Ungaran, tim pemeriksa menemukan beberapa temuan yang cukup signifikan dengan adanya sikap yang kurang mendukung, serta adanya penyimpangan dana dan kredit sebesar Rp.7.354.049.000,-- Berdasarkan temuan tersebut pihak manajemen mengambil keputusan memberhentikan karyawan yang telah melakukan penyimpangan dan menarik kembali dana yang sudah digunakan.

Pemberhentian Pegawai

Dengan berbagai pertimbangan dan alasan maka manajemen mengambil langkah pemberhentian karyawan yang melakukan penyelewengan. Satu mantan direktur yang terkena kasus penyelewengan dana diserahkan ke penegak hukum dan keputusan dari pengadilan yang besangkutan divonis 7 tahun penjara.

Tabel 5-12. Komposisi Modal Pasca Konversi Modal BPD

No Pemegang Saham MODAL (Rp.) % Sebelum RUPSLB Setelah RUPSLB

1. Pem Prov Jateng 3.416.573.316 3.485.975.808 54,7 2 Pemkab Semarang 2.747.497.000 2.814.177.826 45,3 3. BPD Jateng 136.083.318 - 0

Jumlah 6.300.153.634 6.300.153.634 100

(32)

Tabel 5-13. Mantan Direktur dan Karyawan yang Diberhentikan No Nama Jabatan Jumlah yang diberhentikan (orang) Alasan diberhentikan Penyelewengan/ Larangan BI 1. Mantan Direktur 5 Penyelewengan dan larangan BI

2 Mantan SKAI 1 Penyelewengan

3. Mantan Kasi Dana 3 Penyelewengan

4. Mantan Kasi Kredit 4 Penyelewengan

5. Mantan Kasi Akuntansi 1 Penyelewengan

6. Staf, Kasir, sopir 17 Penyelewengan

Jumlah 31 Sumber : BPR BKK Ungaran

Berdasarkan tabel 5-13 tersebut, ada 31 karyawan yang terdiri dari mantan direktur dan karyawan yang diberhentikan. Pemberhentian itu dilakukan bukan karena merger tetapi karena melakukan penyelewengan keuangan. Meskipun demikian tetap menjadi beban psikologis manajemen bank hasil merger. Berdasarkan fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa dalam merger BPR BKK Ungaran terjadi beberapa dinamika yang terjadi diantaranya penolakan merger, polemik di media, studi banding, seleksi calon pengurus, perubahan anggaran dasar, perubahan rencana kerja, pemberhentian karyawan yang melakukan penyelewengan, dan mutasi jabatan. Menurut Jansen (1984) Merger menjadi perdebatan sejak lama oleh sebagian masyarakat, karena banyak gejolak yang terjadi dan dinamika yang dianggap sebagai tindakan yang tidak bermanfaat. Tetapi Jansen mematahkan opini tersebut dan memberikan argumentasi tentang gejolak dan dinamika merger yang posistif diantaranya merger mendorong pemegang saham meningkatkan kesejahteraannya. Merger tidak memperhentikan pegawai tetapi memanfaatkan pegawai dengan lebih baik. Merger melakukan pergantian pengurus yang lebih profesional serta tata kelola yang baik. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa dinamika yang terjadi hampir sama dengan pendapatnya Jansen. Dapat dikatakan bahwa temuan dalam penelitian ini mendukung teori dari Jansen.

5.4.4. Perwujudan Motivasi Merger

Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini maka pada sub judul ini kami sajikan hasil penelitian tentang motivasi merger. Untuk peran stakeholder kami bahas di sub judul selanjutnya.

(33)

dengan adanya keahlian yang dimiliki oleh SDM yang bersangkutan.

i. Peningkatan Kualitas SDM Bank Hasil Merger

Untuk meningkatkan keahlian dan kemampuan SDM salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan terhadap SDM perusahaan.

Untuk meredam gejolak di tubuh internal lembaga mengenai rencana merger, maka manajemen melakukan sosialisasi, pendidikan, dan pembekalan kepada para karyawan.

Merger yang dilakukan terhadap BPR BKK di Kabupaten Semarang diharapkan dapat meningkatkan kualitas SDM yang dimiliki. Peningkatan ini terjadi karena jika BPR BKK memiliki seorang pegawai yang ahli dalam bidang tertentu, hal ini dapat ditransfer kepada pegawai lain. Hal ini dimungkinkan karena operasional BPR BKK sekarang sudah tergabung menjadi satu wilayah kabupaten, sehingga

knowledge sharing akan lebih luas. Dengan ini peneliti sajikan hasil wawancara dengan HRD BPR BKK Ungaran sebagai berikut:

Kualitas SDM bank hasil merger ini meningkat, kompetensi karyawan meningkat, karena kebijakan direksi hasil merger setiap karyawan harus ikut pendidikan jenjang karier yang dilaksanakan oleh Perbamida bekerja sama dengan pemerintah provinsi, selain itu di kantor pusat dilaksanakan pendidikan di bidang teknologi informasi, yang dikerjasamakan dengan LPK Yasa Luhur Salatiga.

Kualitas SDM diikuti dengan peningkatan kesejahteraan karyawan, selain kenaikan gaji ada sistem reward yang diberikan kepada karyawan yang berprestasi, dan tunjangan pendidikan untuk anak-anak.

Box 5-1. Wawancara dengan HRD Kanpus BPR BKK Ungaran (Fajar Ari) Tentang Kualitas SDM Hasil Merger

Berdasarkan hasil wawancara dapat dilakukan analisis bahwa kualitas SDM setelah merger menjadi lebih baik, karena karyawan diikutkan dalam pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kompetensi dan untuk penjenjangan karier.

(34)

Sumber : data diolah dari PD. BPR BKK Ungaran

Dari tabel 5-14 dapat dilakukan penganalisaan data SDM sebelum dan sesudah merger secara kuantitas SDM mengalami penurunan sebesar 14,05 persen, yaitu dari 121 pegawai menjadi 104 pegawai. Sedangkan secara kualitas kompetensi SDM mengalami peningkatan, di mana sebelum merger pegawai yang bersertifikasi ada 8 orang dan setelah merger pegawai yang bersertifikasi sebanyak 78 orang. Adapun tingkatan sertikasi meliputi sertifikasi direksi, sertifikasi manajemen risiko, sertifikasi pengadaan barang, dan sertifikasi perpajakan. Berdasarkan analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya merger secara kwantitas jumlah pegawai menjadi berkurang karena diberhentikan, akan tetapi secara kualitas semakin meningkat karena sebagian besar telah mengikuti sertifikasi. Jansen (1984) menyatakan bahwa merger menguntungkan pemegang saham karena bank lebih produktif faktanya lebih banyak yang menciptakan peningkatan kesejahteraan pemegang saham, merger meningkatkan efisiensi dari pembayaran biaya gaji tetapi dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, berdasarkan hasil penelitian ini ditemukan temuan sebagai pendukung teorinya Jansen.

Penyelesaian Hak dan Kewajiban Karyawan

Sumber Daya Manusia (human resources) sebagai salah satu asset organisasi mempunyai peranan yang penting dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Dengan dimergernya 9 (sembilan) BPR BKK di Kabupaten Semarang menjadi 1 (satu) di BPR BKK Ungaran. Tindakan tepat dan bijaksana untuk menyelesaikan status para karyawan yang

Tabel 5-14. Peningkatan Kualitas SDM BPR BKK Ungaran Hasil Merger (orang) Perkembangan Kepegawaian Pra Merger Ber- sertifikasi Setelah Merger Ber sertifikasi 1 Jml pegawai pendidikan S2 3 1 3 3 2 Jml pegawai pendidikan S1 32 6 32 27 3 Jml pegawai level D3 9 1 9 7

4 Jml pegawai pendidikan SLTA 50 0 50 41 5 Jml pegawai pendidikan SLTP 7 0 7 0 6 Jml pegawai pendidikan SD 3 0 3 0 Jumlah 121 8 104 78

(35)

1. Semua karyawan BPR BKK di Kabupaten Semarang ditempatkan kembali untuk mengisi struktur organisasi BPR BKK Ungaran hasil merger, sesuai dengan bidang keahlian/ kompetensi masing-masing. 2. Meningkatkan kualitas karyawan melalui pendidikan dan on the

job training secara bertahap sesuai kebutuhan organisasi.

3. Seluruh karyawan yang ada di tiap-tiap PD BPR statusnya menjadi karyawan PD BPR BKK Ungaran.

Dengan demikian seluruh karyawan BPR BKK di Kabupaten Semarang diharapkan akan tertampung untuk mengisi struktur organisasi BPR BKK Ungaran hasil merger.

ii. Penambahan Modal Bank Hasil Merger

Untuk mengatasi kekurangan modal, maka Pemda Kabupaten Semarang dan Pemda Provinsi Jawa Tengah selaku pemegang saham melakukan penambahan modal. Untuk bisa bersaing di pasaran bank harus memiliki modal yang kuat, hal tersebut selain untuk mengatasi persaingan pasar, meningkatkan jangkauan pelayanan, juga untuk mengantisipasi peraturan Bank Indonesia tentang Batas Maksimal Pemberian Kredit (BMPK) bank dan pemenuhan Capital Adequacy Rasio (CAR) Bank. Modal yang disetor pasca konversi saham (modal BPD dilepas) sebesar Rp.6.300.153.634,-- dengan komposisi Pemda Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 3.485.975.808,- (54,7%) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Semarang sebesar Rp.2.814.177.826,- (45,3%).

Dengan merger Pemerintah Kabupaten Semarang menambah setoran modal sebesar Rp 750.000.000,-- termasuk yang untuk membeli saham milik BPD, sehingga akumulasi modal sebesar Rp 3.497.497.000,--. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam merger menyetor sebesar Rp 4.133.426.684,-- termasuk yang untuk membeli saham milik BPD Jateng, sehingga akumulasi modal dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebesar Rp 7.550.000.000,-. Tabel 5-15 menunjukkan komposisi modal BPR BKK Ungaran setelah adanya tambahan setoran modal dari 2 pemegang saham.

(36)

Dari data pada tabel 5-15, dapat dianalisis bahwa dengan dilakukan merger para pemegang saham termotivasi untuk menyetor modal ke BPR BKK Ungaran. Di mana sebelum dilakukan merger akumulasi modal sebesar Rp 6.300.153.634,-- dan setelah merger posisi tahun 2009 modal terakumulasi sebesar Rp 11.047.497.000,-- ada kenaikan sebesar Rp 6.154.705.000,-- atau 97,69 persen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan merger memotivasi pemegang saham untuk menambah setoran modal, sehingga bank menjadi lebih kuat permodalannya. Sebelum dilakukan merger 9 BPR BKK se Kabupaten Semarang dikelola oleh 10 Direktur dan 18 Badan Pengawas (komisaris), sehingga terjadi pemborosan pada biaya gaji pengurus, hal ini merupakan salah satu faktor yang mendorong BPR BKK di Kabupaten Semarang melakukan merger, karena bila dilihat dari total asset yang ada sebenarnya cukup dikelola oleh 2 Direktur dan 2 Badan Pengawas.

iii. Efisiensi

Untuk mengetahui tentang perwujudan motivasi dilakukan merger, pada tabel 5-16 disajikan data efisiensi gaji pengurus setelah merger.

Tabel 5-15. Akumulasi Modal disetor BPR BKK Ungaran Hasil Merger tahun 2009

No Pemegang Saham

Modal (Rp.)

% Pasca Konversi Pasca Setoran

1. Pem Prov Jateng

3.485.975.808 7.550.000.000 68 2. Pemkab Semarang 2.814.177.826 3.497.497.000 32 Jumlah 6.300.153.634 11.047.497.000 100 Sumber : BPR BKK Ungaran

Sumber: data diolah

No Pejabat Sebelum Merger Perubahan Karena Merger

Gaji Gaji Baru Efisiensi

1 Direktur 10 Jt x 10 Dir = Rp.100 Juta 20 jt x 2 Dir =Rp.40 jt 60 juta 2 Badan Pengawas 3 Jt x 18 Banwas = Rp.54 Juta 9 Jt x 2 Banwas = Rp.18 jt 36 juta Jumlah 96 juta

Tabel 5-16. Efisiensi Gaji Pengurus BPR BKK Ungaran Hasil Merger (dalam satu bulan)

(37)

dengan adanya merger. Sebelum merger untuk BPR BKK Ungaran terjadi in efisiensi biaya pengurus bank sebanyak Rp 96 juta setiap bulan. Dengan melakukan merger, dalam satu tahun dapat melakukan efesiensi Rp.1,152 milyar.

iv. Untuk Mengefektifkan dan Tranparansi Pengawasan Efektivitas Pengawasan

Untuk mengefektifkan pengawasan bank hasil merger bersamaan dengan realisasi merger dibubarkan Badan Pembina dan Pembina Tehnis dari BPD. Pembubaran tersebut dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah 505/303/IV/2005, tentang Ijin Merger.

Tranparansi Pengawasan

Setelah merger dilakukan banyak ditemukan penyimpangan finansial yang selama ini tidak bisa diterobos oleh pemeriksa interen dan eksteren, karena pengawas yang ada tidak efektif bahkan ada yang diintervensi oleh badan pengawasnya sendiri. Karena BPR BKK milik pemerintah daerah maka terjadi pula tekanan politis dari penguasa daerah, diantaranya untuk memberikan kemudahan kredit kepada para pendukung gerakan politiknya. Adanya intervensi kekuasaan politik menjadi salah satu sebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan yang mengakibatkan turunnya tingkat kesehatan bank.

Pada tabel 5-17 menunjukkan beberapa data penyimpangan yang dilakukan sebelum merger dan baru diketahui setelah terjadi merger. Dalam kurun waktu pemeriksaan Juni 2005 sampai dengan Desember 2005 ditemukan adanya penyimpangan di cabang-cabang BPR BKK Ungaran hasil merger sebagai berikut:

(38)

Tabel 5-17. Penyimpangan Finansial dan Rekayasa Laporan (Rp.000) Pelaku Penyimpangan Kredit Fiktif (Rp.) Pelaporan sebelum Merger Pelaporan setelah merger

Direktur BPR BKK Ambarawa 780.000 1 (lancar) 4 (macet) Direktur BPR BKK Tuntang 570.000 1 (lancar) 4 (macet) Direktur BPR BKK Jambu 893.600

1 (lancar) 4 (macet) Direktur BPR BKK Banyubiru 388.578 1 (lancar) 4 (macet) 3 staf BPR BKK Klepu 786.286 1 (lancar) 4 (macet) Beda colectybility

1.184.10

0 1 (lancar) 4 (macet)

Jumlah 4.602.564

Sumber : data primer diolah

Dari tabel 5-17 dapat dilakukan analisa, bahwa sebelum merger terjadi rekayasa kredit fiktif dan perbedaan colectybility sebesar Rp.4.602.564.000,- kejadian tersebut berdampak pada nilai kualitas aktiva produktif bank, yang secara otomatis akan menurunkan tingkat kesehatan bank. Penyimpangan tersebut sebenarnya terjadi sebelum merger, karena pengawas tidak efektif maka tidak bisa mendeteksi penyimpangan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dengan adanya merger BPR BKK Ungaran terjadi pembubaran Badan Pembina dan Pembina Tehnis untuk mengefektifkan pengawas, ditemukan pula penyimpangan dan rekayasa laporan sehingga tranparansi bank semakin kelihatan.

Dalam penelitian ini yang telah mengkaji, menganalisis dan menyimpulkan bahwa merger BPR BKK Ungaran terbukti dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), dapat memperkuat modal, dapat melakukan efisiensi honor pengurus dan mengefektifkan pengawasan. Temuan ini apabila dipadukan temuan dari Zakir Mahmud (dalam Lay, Marbun et al. 2010: 93) yang menyatakan bahwa merger merupakan satu bentuk strategi perusahaan (coorporate strategy) dalam mencapai tujuan jangka panjang dengan cara mentranformasikan batas perusahaan perbankan (boundaries of firm). Secara rasional motivasi

(39)

profit and minimize cost) efisiensi dan meminimalkan penyelewengan/ mengefektifkan pengawasan.

Secara instistusional dan kebijakan organisasi perusahaan menjadi lebih besar modalnya dan lebih kuat. Secara institusional bank akan mendapatkan SDM yang lebih baik yang akan berdampak pada manajerial bank yang lebih profesional, karena dengan merger akan terseleksi SDM yang lebih profesional dalam mengelola bank. Tekanan persaingan pasar semakin berkurang sehingga harga dana yang dibeli semakin murah yang akan berdampak pada efesiensi harga dana sehingga pelayanan kredit kepada masyarakat semakin murah. Berdasarkan hasil penelitian ini berarti sesuai atau mendukung teorinya Zakir Mahmud.

5.4.5. Dampak Psikologis Pejabat yang tidak terakomodasi

Salah satu konsekuensi dari merger yaitu adanya perampingan jabatan dalam struktur organisasi. Sebelum terjadi merger struktur organisasi BPR BKK terdiri dari: 2 orang Badan Pengawas, 1 orang Direktur, 2 orang Satuan Kerja Audit Intern (SKAI), dan 3 orang Kepala Seksi. Setelah merger struktur organisasinya menjadi: 1 orang Pimpinan Cabang dan 2 orang kepala seksi, sehingga beberapa orang pejabat tidak bisa terakomodasi dalam struktur organisasi yang baru. Sementara jabatan yang ada di kantor pusat sudah diisi oleh pejabat sebelumnya. Akibat perampingan tersebut mengakibatkan beban psikologis bagi mereka yang sebelum merger menduduki jabatan, kemudian setelah terjadi merger hanya sebagai staff.

Beban psikologis tersebut menjadi potensi sumber konflik kepentingan. Apabila manajemen yang terpilih tidak bisa mencarikan solusinya untuk mengatasinya, dikhawatirkan akan berpengaruh pada kinerja BPR BKK Ungaran. Sebagai data pendukung perampingan jabatan dalam struktur organisasi yang baru yang disajikan pada tabel 5-18 berikut,

(40)

Sumber: BPR BKK Ungaran

Dari tabel 5-18, menunjukkan adanya perampingan jabatan direksi dan pegawai sebanyak 21 jabatan dan 25 Badan Pengawas. Secara finansial lembaga diuntungkan karena adanya efisiensi gaji pejabat, akan tetapi dari sisi non finansial lembaga menghadapi masalah karena berhadapan dengan mantan pejabat yang tidak memperoleh posisi jabatan yang secara psikologis berpengaruh pada kinerja dan perkembangan BPR BKK Ungaran.

Dalam proses merger terjadi dinamika komunikasi dan dampak psikologis yang berdampak terhadap penghimpunan dana, hal tersebut terjadi karena ada sebagian dana yang ditarik oleh pemiliknya yang terpengaruh atau dipengaruhi oleh pegawai yang sebelumnya menjabat dan kemudian tidak menjabat.

Dinamika dan dampak psikologis yang lain adalah banyaknya surat kaleng, SMS yang isinya saling menghujat dan saling menjatuhkan. Selain itu ada mantan pejabat yang tidak puas kemudian mengadu kepada anggota DPRD. Bahkan terjadi pula tekanan lewat media massa berupa tuduhan korupsi dan penyalahgunaan uang.

Kejadian tersebut hanya berkisar di triwulan pertama tahun pertama merger. Untuk tahun-tahun selanjutnya lembaga berjalan dan berkembang cukup signifikan. Berdasarkan fakta yang disajikan di atas Tabel 5-18. Perbandingan Pejabat Sebelum Merger dan Sesudah Merger

pada BPR BKK Ungaran (orang)

No Nama Jabatan Sebelum

Merger Sesudah Merger Perubahan Pejabat 1. Direksi 10 2 (8) 2 SKAI 18 3 (15) 3. Kasi Dana 9 9 0 4. Kasi Kredit 9 9 0 5. Kasi Akuntansi 9 9 0 6. Staf Ahli/Kabid 9 3 (6 ) 7. Pimpinan Cabang 0 8 8 Jumlah 64 43 (21)

1. Banwas wakil Provinsi 0 1 1

2. Banwas Wakil Kabupaten 18 1 (17)

3. Banwas Wakil BPD 9 0 (9) )

(41)

merger BPR BKK Ungaran terjadi gejolak di tubuh lembaga yang menimbulkan dampak psikologis karyawan dan para mantan pejabat yang tidak menjabat kembali.

5.4.6. Dinamika Berfikir Positif Tentang Merger

Meskipun terjadi dampak psikologis dalam merger BPR BKK Ungaran tetapi para karyawan, Direksi dan Badan Pengawas menyadari bahwa proses merger tersebut ditempuh karena kebutuhan lembaga. Pada box 5-2 adalah hasil wawancara dengan Badan Pengawas (Aris Joko Priyanto), sebagai berikut:

Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dianalisis bahwa dalam merger BPR BKK Ungaran harus terjadi penggantian pejabat bank atau pengurus bank. Penggantian pengurus merupakan dinamika yang harus terjadi, secara pribadi saya sebagai pengawas berfikir positif dan mengarah ke depan demi kepentingan lembaga. Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya merger BPR BKK Ungaran menimbulkan dampak positif bagi pegawai yang bisa berfikir positif ke depan karena itu merupakan kebutuhan lembaga.

5.4.7. Kelemahan Merger BPR BKK Ungaran

Dalam melakukan merger BPR BKK Ungaran tidak mulus seperti apa yang direncanakan, tetapi banyak hal yang timbul dan itu menjadi

Box 5-2. Hasil Wawancara dengan Mantan Badan Pengawas dari BPD tentang Dampak Merger

Hasil wawancara: Secara kedinasan dengan dimergernya BPR BKK se Kabupaten Semarang saya diuntungkan karena pekerjaan saya jadi ringan, tidak mengawasi 9 BPR BKK lagi, tinggal mengawasi 1 BPR BKK, tetapi dari segi penghasilan saya dirugikan, tetapi karena ini pembenahan lembaga maka saya siap berkorban demi kepentingan yang lebih besar. Apalagi sebentar lagi saham BPD akan ditarik dari BPR BKK otomatis saya akan berkurang penghasilannya. Saya paham bahwa hal ini dilakukan untuk kepentingan yang lebih besar. Oleh karena itu saya sebagai mantan pengawas dari BPD menghimbau semua barisan untuk tetap berfikir positif karena merger ini kebutuhan lembaga. Karena merger ini akan membawa lembaga lebih solid dan dipercaya masyarakat.

(42)

kelemahan diantaranya adalah:

Proses keputusan setoran modal

Sebagai perusahaan daerah, keputusan setoran modal baik oleh pemerintah tingkat kabupaten maupun propinsi membutuhkan waktu yang lama. Pada tahap awal panitia merger menjelaskan kepada Bupati dan Gubernur. Setelah Bupati dan Gubernur, keputusan setoran modal masih harus menunggu keputusan DPRD, baik DPRD Tingkat II Kabupaten Semarang, maupun DPRD Tingkat 1 Provinsi Jawa Tengah.

Terjadi monopoli kebijakan

Direksi bank mempunyai kekuasaan yang penuh maka sering terjadi monopoli kebijakan, bahkan terjadi karyawan yang kinerjanya tidak baik, karena dekat dengan para pejabat bank hasil merger bisa mendapatkan posisi yang strategis.

Terjadinya penumpukan kredit bermasalah

Sebelum merger seseorang dimungkinkan memiliki pinjaman di beberapa BPR BKK, kalau kredit yang diberikan lancar tidak menimbulkan masalah meskipun tetap harus dijadikan satu supaya tidak terjadi duplikasi pinjaman. Tetapi yang menjadi masalah apabila pinjaman tersebut bermasalah, setelah dijadikan satu menjadi jumlah yang cukup besar mengakibatkan angka NPL meningkat.

Penilaian tingkat kesehatan

Sebelum merger penilaian tingkat kesehatan BPR BKK dilakukan per unit mandiri. Dari sembilan BPR BKK yang melakukan merger, klasifikasi tingkat kesehatannya sebagai berikut:

1. Satu BPR BKK yaitu PD BPR BKK Ambarawa masuk klasifikasi tidak sehat

2. Enam BPR BKK yaitu: PD BPR BKK Banyubiru, Bawen, Bringin, Sumowono, Jambu dan Tuntang, masuk klasifikasi cukup sehat dan 3. Dua BPR BKK yaitu: PD BPR BKK Ungaran dan Klepu masuk

klasifikasi sehat

Setelah dilakukan penggabungan, pada awal merger hasil perhitungan tingkat kesehatannya masuk klasifikasi tidak sehat. Dengan demikian delapan BPR BKK tingkat kesehatannya justru menurun dengan adanya merger.

(43)

Sebelum merger masing-masing cabang menghitung pajak sendiri-sendiri, yang rugi tidak menyetor pajak, sementara yang memperoleh laba menyetor pajak dengan tarif progresif. Setelah merger, laba konsolidasi menjadi lebih besar, sehingga kewajiban pajak perusahaan juga semakin besar.

Citra kurang baik perusahaan

Dengan merger, citra kurang baik dari perusahaan yang melakukan merger masih tetap melekat. Tidak mudah bagi BPR BKK setelah merger untuk menghilangkan citra negatif tersebut. Beberapa citra kurang baik antara lain : pelayanan, lokasi kantor yang tidak strategis dan suasana kantor tidak nyaman.

5.5. Peran Stakeholder dalam Merger BPR BKK Ungaran

Berkaitan dengan permasalahan penelitian ini yaitu mengenai peran

stakeholder dalam merger BPR BKK Ungaran, perlu diperjelas bahwa pengertian peran dalam merger bisa dipahami pada pra, proses, dan pada realisasi merger. Supaya ada pemahaman yang sama maka dengan ini disajikan peran stakeholder sesuai dengan peran, tugas pokok, dan fungsi stakeholder sebagai berikut:

Peran Stakeholder

Stakeholder mempunyai peranan yang sangat penting di dalam mewujudkan merger BPR BKK Ungaran. Merger merupakan salah satu strategi untuk menumbuhkan dan mengembangkan BPR BKK Ungaran serta memacu peran seluruh stakeholder untuk meningkatkan kesehatan bank dan memaksimumkan pelayanan permodalan masyarakat. Dengan peningkatan peran seluruh stakeholder dapat menumbuhkan sinergi dan mengkombinasikan seluruh aktivitas bank secara simultan untuk menghasilkan kepercayaan yang lebih besar dari masyarakat. Secara rinci peran dari masing-masing stakeholder adalah sebagai berikut:

Peran Pemegang Saham dalam Penyetoran Modal

Sebagai salah satu stakeholder, pemegang saham sangat menentu-kan dalam proses merger BPR BKK Ungaran. Kondisi internal bank dan kesehatan bank sangat berpengaruh terhadap keberhasilan atau tidaknya penggabungan bank. Selain motif ekonomi, merger BPR BKK

(44)

mempu-nyai motif yang lain, yaitu adanya ambisi dan kepentingan dari para pemegang saham yang menginginkan bank menjadi lebih besar, sehinga kompensasi deviden yang akan diterima sebagai pendapatan asli daerah juga besar. Keinginan tersebut harus disertai dengan pemenuhan kewajiban berupa penyetoran modal, karena salah satu syarat merger suatu bank yaitu adanya komitmen pemenuhan modal minimal 8 persen dari ATMR terhadap bank yang akan dilakukan merger.

Ketentuan tersebut merupakan standart dari Bank for International Settlement (BIS) yang diterapkan seluruh bank di Indonesia. Pada akhir 2001, hal ini menjadi pemicu utama bank-bank yang tidak bisa memenuhi ketentuan (Capital Adequacy Rasio) untuk segera melakukan merger. Dukungan pemegang saham dalam proses merger dalam pemenuhan modal menjadi hal yang sangat penting. Pada box 5-3, kutipan hasil wawancara penulis dengan pemegang saham provinsi yang menyangkut menambah setoran modalnya.

Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa pemerintah provinsi telah memenuhi perannya dalam proses merger sebagai pemegang saham.

Sedangkan pemerintah Kabupaten Semarang dalam proses merger BPR BKK Ungaran belum memenuhi kuwajibannya untuk menyetor modal sesuai dengan perda No.19 tahun 2002.

Dari fakta tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa peran pemegang saham provinsi pada proses merger cukup besar, karena sudah menyetor modalnya sesuai dengan porsinya kepada BPR BKK Ungaran, sedangkan pemerintah kabupaten Semarang belum sesuai dengan porsinya. Hal tersebut disebabkan rata-rata APBD Kabupaten kecil, pos yang yang langsung berhubungan dengan kepentingan masyarakat biasanya didahulukan. Pemerintah Kabupaten Semarang baru menyetor modal tambahan sebesar Rp 750 juta termasuk untuk membeli saham milik BPD Jateng.

(45)

merger

Dalam Merger BPR BKK Ungaran, Pemprov harus memper-tahankan posisinya sebagai pemegang saham mayoritas, sesuai dengan perda no 11 tahun 2008 sebesar 51 persen. Karena APBD Provinsi sangat memungkinkan untuk menyetor modal sesuai perda, pada tahun 2009, pemerintah provinsi menyetor sebesar 50 milyar. Semua kabupaten diharapkan dapat mengimbangi penyetoran yang dilakukan pemprov, kalau tidak nanti ratio saham provinsi akan melebihi porsinya. Pada perubahan tahun anggaran 2010 telah dianggarkan 25 milyar. Saya mewakili pemerintah provinsi, mengajak kabupaten/kota menyetor jatahe (kuwajiban setornya)

Dalam pelepasan modal /konversi modal dari BPD telah diambil alih secara proporsional sebagaimana hasil RUPS, maka terjadilah keseimbangan. Lewat wawancara ini saya tegaskan semua direksi harus serius dalam mengelola bank hasil merger. Kalau ditambah modal kok banknya dadi jeblok (kalau jadi rusak) direksi akan saya ganti. Perkembangan asset bank sekarang bagus, assetnya melejit, sudah mencapai angka 4 trilyun. Semua direksi harus bisa momong (memimpin) anak buahnya dengan baik, iso nyontoni (bisa jadi contoh), ok selamat bekerja, harus sukses.

Gambar

Tabel 5-3 Inisiatif dan Dinamika  Pra Merger BPR BKK Ungaran Tahun 2003
Grafik 5-1. Kesepakatan Merger  9  Direksi BPR BKK Kabupaten Semarang
Tabel 5-4 Latar Belakang Pendidikan Pegawai  9 BPR BKK se Kabupaten Semarang Tahun 2004
Tabel 5-6. Asset, Direksi dan Badan pengawas  BPR BKK se Kabupaten Semarang sebelum merger
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mencapai efisiensi yang maksimal pada lintasan produksi, maka pembebanan yang diberikan pada setiap stasiun kerja harus merata dan tidak melebihi dari waktu siklus yang

(3) Penyiapan acara kunjungan kerja dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh unit kerja yang membidangi keprotokolan Pimpinan Komnas HAM.. (4) Acara

Skripsi dengan judul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS (Two Stay Two Stray)Terhadap Hasil Belajar Matematika Pada Materi Program Linier Siswa Kelas X

Tumiar Katarina Manik, Klimatologi Dasar:Unsur Iklim Dan Proses Pembentukan Iklim (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h.. terjadi didaerah pantai. Sepanjang siang hari daerah,

Rehabilitasi/pemeliharaan jalan P4 Memperlancar Transfortasi Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga, Cipta Karya dan Tata Ruang.

Secara khusus tujuan penelitian adalah mengetahui gambaran persepsi mahasiswa tentang keterampilan mengajar dosen, gambaran motivasi belajar yang dimiliki

Nilai peduli lingkungan melalui kegiatan bersih lingkungan, pembagian pokja dan pembelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (3) Dampak dari strategi sekolah dalam membentuk

Pengaruh lama Fermentasi dengan Lentinus edodes terhadap kandungan bahan kering, protein kasar, dan retensi nitrogen dari bungkil inti sawit.. Fakultas Peternakan