Universitas Lampung
PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP PERLINDUNGAN
SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI LAMPUNG
Rinaldy Ferrari Izaputra, Syamsir Syamsu, S.H.,M.H., Agus Triono, S.H.,M.H.
Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung
Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, No. 1, Bandar Lampung, 35154
e-mail: izaputraaldi@yahoo.com
ABSTRAK
Aktivitas penangkapan ikan secara illegal sangat mengancam kelestarian sumber daya perikanan,
dapat memusnahkan biota dan merusak lingkungan. Oleh karena itu diperlukan upaya
perlindungan sumber daya perikanan agar hal tersebut dapat diantisipasi. Salah satu instansi
yang memiliki peran dalam perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung adalah
Dinas Kelautan dan Perikanan.
Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
terhadap perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung? (2) Faktor-Faktor apakah
yang menjadi penghambat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil terhadap perlindungan sumber
daya perikanan di Provinsi Lampung?
Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Jenis data yang
digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi
pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan : (1) Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
terhadap perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung melaksanakan penyidikan
terhadap tindak pidana bidang perikanan dengan dasar hukum, fakta dan kejadian nyata di
lapangan berupa tindak pidana bidang perikanan di wilayah perairan. Selain itu dilaksanakan
penyuluhan kepada para nelayan bahwa menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak
dan sejenisnya adalah perbuatan yang melanggar hukum dan merupakan tindak pidana
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. (2)
perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung adalah keterbatasan Sumber Daya
Manusia yaitu jumlah PPNS hanya empat orang sehingga masih sangat kurang jika
dibandingkan dengan luasnya wilayah perairan dan kelautan Provinsi Lampung dan potensi
tindak pidana perikanan yang ada. Selain itu sarana dan prasarana berupa kapal-kapal patroli
masih masuk dalam kategori kapal kecil (Tipe C3), yang dikhususkan untuk sungai sedangkan
kebutuhan untuk patroli di wilayah laut adalah kapal sedang Tipe C2 dan kapal besar Tipe C1.
Kata Kunci: Peran, Penyidik, Perikanan
ABSTRACT
Illegal fishing activities threatening the very sustainability of fisheries resources can destroy life
and environmental damage. Therefore we need the protection of fishery resources so that it can
be anticipated. One of the agencies that had a role in the protection of fishery resources in the
province of Lampung is the Department of Marine and Fisheries.
The problems in this study were: (1) How is the role of Civil Servant to the protection of fishery
resources in Lampung Province? (2) What are some factors inhibiting role whether that be a
Civil Servant to the protection of fishery resources in Lampung Province?
The approach used is a problem that normative and empirical. Types of data used are primary
and secondary data. Data was collected through library research and field study. Data were then
analyzed qualitatively.
Research results and discussion show : (1) The role of Civil Servant to the protection of fishery
resources in the province of Lampung carry out investigations against criminal acts fisheries with
a basic foundation of law, facts and real events on the ground in the form of a criminal offense in
the fisheries waters. Investigations carried out with a series of actions by the investigator in terms
of mileage and in the manner set forth in the law to search for and collect evidence of criminal
acts fisheries in territorial waters and to find the suspect. Moreover implemented extension to the
fishermen that catch fish using explosives and the like is an act that violates the law and is a
criminal offense as stipulated in Law No. 45 of 2009 on Fisheries. (2) Factors that become an
obstacle to the role of Civil Servant to the protection of fishery resources in the province of
Lampung is the Human Resource constraints limited the number of investigators that only four
people so much too compared with the breadth of territorial waters and marine Lampung
Universitas Lampung
infrastructure such as patrol boats are still in the category of small vessels (Type C3), which is
devoted to the river while the need for patrol vessel in the sea area is being Type C2 and C1 large
vessel type.
Keywords: Role, Investigator, Fishery
I. PENDAHULUAN
Penggunaan bahan peledak untuk menangkap
ikan di laut dapat memusnahkan biota dan
merusak lingkungan. Penggunaan bahan
peledak menimbulkan efek samping yang
sangat besar, selain rusaknya terumbu karang
yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga
dapat menyebabkan kematian biota lain yang
bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh
sebab itu, penggunaan bahan peledak
berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas
terhadap ekosistem terumbu karang.
Penangkapan ikan dengan cara menggunakan
bom, mengakibatkan biota laut seperti karang
menjadi patah, terbelah, berserakan dan
hancur menjadi pasir dan meninggalkan bekas
lubang pada terumbu karang.1
Berdasarkan penjelasan di atas maka diketahui
bahwa penggunaan bahan peledak merupakan
perbuatan melanggar hukum. Hal ini sesuai
dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
1Widodo, J dan M. Nurhudah, 1995. Pengelolaan
Sumberdaya Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan.
Jakarta. 2005.hlm.12
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang
menyatakan bahwa menggunakan bahan
peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain
yang merusak Ekosistem terumbu karang.
Selain itu menurut Pasal 8 Ayat (1)
Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang
Perikanan dinyatakan: Setiap orang dilarang
melakukan penangkapan ikan dan atau
pembudidayaan ikan dengan menggunakan
bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak,
alat dan atau cara, dan atau bangunan yang
dapat merugikan dan/atau yang dapat
membahayakan kelestarian sumber daya ikan
dan atau lingkungannya di wilayah perairan
Republik Indonesia. Menurut Pasal 8 Ayat (2):
Nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli
penangkapan ikan, dan Anak Buah Kapal
(ABK) yang melakukan penangkapan ikan
dilarang menggunakan bahan kimia, bahan
biologis, bahan peledak, alat dan atau cara,
dan atau bangun yang dapat merugikan
kelestarian sumber daya ikan dan atau
lingkungannya di wilayah perairan Republik
Indonesia. Menurut Pasal 8 Ayat (3): Pemilik
kapal perikanan, pemilik perusahaan
perikanan, penanggung jawab perusahaan
perikanan, dan atau operator kapal perikanan
dilarang menggunakan bahan kimia, bahan
biologis, bahan peledak, alat dan atau cara,
dan atau bangun yang dapat merugikan
dan/atau yang dapat membahayakan
kelestarian lingkungan.
Kegiatan illegal fishing di wilayah Indonesia
menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi
Indonesia baik itu kegiatan yang dilakukan
oleh warga Negara asing maupun warga
Negara Indonesia. Untuk itu diperlukan
penegakkan hukum tindak pidana perikanan
untuk dapat memberantas kegiatan illegal
fishing diwilayah Indonesia sehingga
Indonesia tidak mengalami kerugian dibidang
perikanan2
Secara hukum illegal fishing diatur dalam
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan dan penegakkan hukumnya
termasuk koordinasi antar instansi dalam
pemberantasan kejahatan illegal fishing. Oleh
karena itu, dalam konteks terjadinya tindak
2http://mukhtar-api.blogspot.com./
2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html. Diakses 25 Oktober 2013.
pidana penggunaan bahan peledak atau illegal
fisihing di wilayah perairan menuntut tindakan
tegas dari aparat penegak hukum dan instansi
terkait dalam menanggulanginya. Eksistensi
hukum memiliki peran yang sangat penting
dalam kehidupan bermasyarakat, karena
hukum bukan hanya menjadi parameter untuk
keadilan, keteraturan, ketentraman dan
ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya
kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya,
hukum semakin diarahkan sebagai sarana
kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu instansi yang memiliki peran dalam
perlindungan sumber daya perikanan di
Provinsi Lampung adalah Dinas Kelautan dan
Perikanan. Hal ini diatur dalam
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan dalam Pasal 73
menjelaskan Penyidik Tindak Pidana
Perikanan adalah Penyidik Pegawai Negeri
Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL,
dan/atau Penyidik Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Penyidik pegawai negeri
sipil yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk
tindak pidana perikanan dari Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Lampung.
Penyidikan oleh PPNS Dinas Kelautan dan
Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung
penyidik Kepolisian ini dilakukan untuk
mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang
pada tahap pertama harus dapat memberikan
keyakinan, walaupun sifatnya masih
sementara, kepada penuntut umum tentang apa
yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak
pidana yang telah dilakukan serta siapa
tersangkanya. Apabila berdasarkan keyakinan
tersebut penuntut umum berpendapat cukup
adanya alasan untuk mengajukan tersangka
kedepan sidang pengadilan untuk segera
disidangkan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah peran Penyidik Pegawai
Negeri Sipil terhadap perlindungan sumber
daya perikanan di Provinsi Lampung?
2. Faktor-Faktor apakah yang menjadi
penghambat peran Penyidik Pegawai
Negeri Sipil terhadap perlindungan sumber
daya perikanan di Provinsi Lampung?
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran
Penyidik Pegawai Negeri Sipil terhadap
perlindungan sumber daya perikanan di
Provinsi Lampung
2. Untuk mengetahui dan menganalisis
faktor-faktor yang menjadi penghambat
peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
terhadap perlindungan sumber daya
perikanan di Provinsi Lampung
II. METODE PENELITIAN
Pendekatan masalah yang digunakan adalah
yuridis normatif dan pendekatan yuridis
empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan
studi pustaka dan studi lapangan. Data
dianalisis secara kualitatif. Prosedur
pengumpulan data dilakukan dengan teknik
studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data
dilakukan secara kualitatif.
III. PEMBAHASAN
1. Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Terhadap Perlindungan Sumber Daya
Perikanan di Provinsi Lampung
Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil terhadap
perlindungan sumber daya perikanan yang ada
di wilayah Provinsi Lampung dilaksanakan
berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Tugas
pokok PPNS dalam Pasal 4 Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembinaan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil, adalah
bertugas melaksanakan penegakan hukum
perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.
Fungsi PPNS dalam Pasal 5 Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
16 Tahun 2009 adalah sebagai penyidik tindak
pidana tertentu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang menjadi
dasar hukumnya, dalam pelaksanaannya
berada di bawah koordinasi dan pengawasan
Polri.
a. Melaksanakan Penyidikan Terhadap
Pelaku Tindak Pidana Bidang
Perikanan
Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai salah
satu instansi yang berperan dalam
perlindungan sumber daya perikanan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan dalam Pasal 73 menjelaskan
Penyidik Tindak Pidana Perikanan adalah
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan.
PPNS Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Lampung dalam konteks melaksanakan
perlindungan sumber daya perikanan
melaksanakan peran yaitu melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana perikanan.
Dalam melaksanakan penyidikan tersebut
PPN berkoordinasi dengan pihak kepolisian,
khususnya Kepolisian Perairan. Koordinasi
antar lembaga menunjukkan ada hubungan
dalam pelaksanaan fungsi lembaga tersebut
dengan melaksanakan kerjasama berdasarkan
kewenangan, hak dan tugas yang dimiliki oleh
seseorang dalam kedudukannya di dalam
organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan bidang tugas dan wewenangnya
masing-masing berdasarkan pada peraturan.
Berdasarkan penelitian di Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung dengan
melakukan wawancara kepada Imam Firdaus
selaku PPNS, diketahui bahwa fungsi
koordinasi PPNS dan Direktorat Kepolisian
Perairan terhadap perlindungan sumber daya
perikanandidasarkan pada berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Terkait dengan perlindungan sumber daya
perikanan, Koordinasi antara PPNS perikanan
dan Direktorat Kepolisian Perairan Polda
Lampung adalah melakukan penyelidikan dan
penyidikan. PPNS sesegera mungkin
menanggapi setiap adanya laporan dari
anggota masyarakat tentang adanya tindak
pidana bidang perikanan dengan melakukan
penyelidikan, karena laporan tersebut harus
didukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk
menentukan apakah termasuk sebagai tindak
pidana atau bukan.
Tujuan pokok tindakan penyidikan adalah
Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung
keadilan, bukan mencari-cari kesalahan
seseorang. Dengan demikian, seseorang
penyidik dituntut untuk bekerja secara
obyektif, tidak sewenang-wenang, senantiasa
berada dalam koridor penghormatan terhadap
Hak Asasi Manusia. Beberapa tahapan
penyidikan yang dilakukan untuk mengungkap
kasus tindak pidana bidang perikanan antara
lain adalah:
1) Pemeriksaan di tempat kejadian, yaitu
memeriksa tempat kejadian perkara
terjadinya tindak pidana bidang perikanan
2) Pemanggilan atau penangkapan tersangka,
setelah jelas dan cukup bukti awal maka
pihak kepolisian melakukan pemanggilan
atau penangkapan terhadap tersangka
pelaku tindak pidana perikanan
3) Penahanan sementara, setelah dilakukan
penangkapan terhadap tersangka maka
dilakukan penahanan terhadap pelaku
tindak pidana perikanan
4) Penyitaan, melakukan kegiatan penyitaan
berbagai barang bukti yang akan
memperkuat pemberkasan atau berita
acara .
5) Pemeriksaan, dilakukan untuk menambah
atau memperkuat bukti bahwa telah terjadi
tindak pidana bidang perikanan.
Pemeriksaan penyidikan adalah
pemeriksaan di muka pejabat penyidik
dengan jalan menghadirkan tersangka,
saksi atau ahli. Pemeriksaan berarti,
petugas berhadapan langsung dengan
tersangka, para saksi, atau ahli.
6) Pemeriksaan di muka penyidik baru dapat
dilaksanakan penyidik, setelah dapat
mengumpulkan bukti permulaan serta
telah menemukan orang yang diduga
sebagai tersangka. Penyidik yang
mengetahui sendiri terjadinya peristiwa
pidana atau oleh karena berdasar laporan
ataupun berdasar pengaduan dan menduga
peristiwa itu merupakan tindak pidana,
penyidik wajib segera melakukan tindakan
penyidikan yang diperlukan dan rangkaian
akhir tindakan yang diperlukan itu adalah
pemeriksaan langsung tersangka dan
saksi-aksi maupun ahli.
7) Pembuatan Berita Acara, yang meliputi
berita acara penggeledahan, interogasi, dan
pemeriksaan di tempat.
8) Pelimpahan perkara kepada penuntut
umum untuk dilakukan tindakan hukum
lebih lanjut sesuai dengan hukum yang
berlaku.
Menurut penjelasa Imam Firdaus selaku
PPNS, diketahui bahwa proses yang dilakukan
PPNS Perikanan dan Kepolisian ini sesuai
dengan Pasal 1 butir (2) KUHAP, bahwa
tindakan penyidikan tiada lain dari pada
mengumpulkan bukti, agar peristiwa tindak
pidananya terang serta tersangkanya dan
berkas pekara tindak pidananya dapat diajukan
kepada penuntut umum. Berkas perkara tindak
pidana tersebut berisi nama lengkap, tempat
lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,
kebangsaan, tempat tinggal, agama dan
pekerjaan tersangka. Selain itu dideskripsikan
uraian secara cermat, jelas dan lengkap
mengenai tindak pidana yang didakwakan
dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak
pidana itu dilakukan.
Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang
Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Pasal 1 ayat
(13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang dimaksud dengan penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tentang
tindak pidana yang terjadi dan guna
menemukan tersangkanya.
Selanjutnya menurut penjelasan Imam Firdaus
selaku PPNS, diketahui bahwa pelaksanaan
hukum merupakan proses penyesuaian antara
berbagai nilai, kaidah dan pola perilaku nyata
yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
Penegakan hukum merupakan proses untuk
mengkonkretkan wujud hukum yang masih
abstrak menjadi konkret berarti peraturan
perundang-undangan itu tidak banyak berarti
jika tidak diaplikasikan secara kongkret oleh
petugas. Fungsi Penyidikan yang dimiliki
memiliki dasar hukum, sehingga
pelaksanaannya harus dilakukan secara
proporsional dan dapat dipertanggung
jawabkan secara hukum. Hal ini menunjukkan
bahwa polisi tidak boleh bertindak
semena-mena dalam melaksanakan kewenangan
penyidikan.
Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS ini
didasarkan pada peraturan perundangan yang
menjadi dasar pelaksanaan penyidikan dalam
perlindungan sumber daya perikanan di
antaranya adalah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981 tentang KUHAP. Menurut Pasal 1
ayat (1) diketahui bahwa penyidik adalah
pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau
Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan.
Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar
pengungkapan perkara dapat diperoleh secara
cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan
tersebut mulai dari surat panggilan,
penggeledahan, hingga penangkapan dan
penyitaan. Dalam hal penyidik telah mulai
melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang
Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung
memberitahukan hal itu kepada Penuntut
Umum (sehari-hari dikenal dengan SPDP atau
Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)
hal ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109 ayat
(1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang
diduga tersangka telah ditemukan maka
penyidik menilai dengan cermat, apakah
cukup bukti untuk dilimpahkan kepada
Penuntut Umum (kejaksaan) atau ternyata
bukan tindak pidana. Jika penyidik
berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana maka penyidikan
dihentikan demi hukum. Pemberhentian
penyidikan ini dibertahukan pada Penuntut
Umum dan pada tersangka atau keluarganya.
Berdasarkan pemberhentian penyidikan
tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak
ketiga yang berkepentingan, dapat
mengajukan praperadilan kepada Pengadilan
Negeri yang akan memeriksa sah atau
tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika
Pengadilan Negeri sependapat dengan
penyidik maka penghentian penyidikan sah,
tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat
dengan penyidikan, maka penyidikan wajib
dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas
diserahkan pada penuntut Umum sesuai
dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) KUHAP.
Penyerahan ini dilakukan dua tahap:
1) Tahap pertama, penyidik hanya
menyerahkan berkas perkara.
2) Dalam hal penyidik sudah dianggap
selesai, penyidik menyerahkan tanggung
jawab atas tersangka dan barang bukti
kepada Penuntut Umum.
Penuntut Umum apabila pada penyerahan
tahap pertama, berpendapat bahwa berkas
kurang lengkap maka ia dapat mengembalikan
berkas perkara kepada penyidik untuk
dilengkapi disertai petunjuk dan yang kedua
melengkapi sendiri. Menurut sistem KUHAP,
penyidikan selesai atau dianggap selesai dalam
hal:
a. Dalam batas waktu 14 hari penuntut umum
tidak mengembalikan berkas perkara, atau
apabila sebelun berakhirnya batas waktu
tersebut penuntutumum memberitahukan
pada penyidik bahwa hasil penyidikan
sudah lengkap
b. Sesuai dengan ketentuan Pasal 110 ayat
(4) KUHAP Jo Pasal 8 ayat (3) huruf b,
dengan penyerahan tanggung jawab atas
tersangka dan barang bukti dari penyidik
kepada penuntut umum.
c. Dalam hal penyidikan dihentikan sesuai
dengan ketentuan Pasal 109 ayat (2), yakni
karena tidak cukup bukti, atau peristiwa
pidana, atau penyidikan dihentikan demi
hukum.
Berdasarkan penelitian di Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung dengan
melakukan wawancara kepada Imam Firdaus
selaku PPNS, diketahui bahwa penyidikan
yang selesai dalam artian ini adalah bersifat
sementara, karena bila di suatu saat ditemukan
bukti-bukti baru, maka penyidikan yang telah
dihentikan harus dibuka kembali. Pembukaan
kembali penyidikan yang telah dihentikan itu,
dapat pula terjadi dalam putusan praperadilan
menyatakan bahwa penghentian penyidikan
itu tidak sah dan memerintahkan penyidik
untuk menyidik kembali peristiwa itu.
Berdasarkan Pasal 110 ayat (4) KUHAP, jika
dalam waktu 14 hari Penuntut Umum tidak
mengembalikan berkas (hasil penyidikan)
maka penyidikan dianggap telah selesai.
Berdasarkan ketentuan KUHAP maka
diketahui bahwa untuk meringankan beban
penyidik juga telah diatur adanya penyidik
pembantu. Penyidik pembantu adalah pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diangkat oleh kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia berdasarkan syarat
kepangkatan yang diberi wewenang tertentu
dalam melaksanakan tugas penyidikan yang
diatur dalam undang-undang.
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang
sesuai dengan undang-undang yang menjadi
dasar hukumnya masing-masing dan dalam
pelaksanaan tugasnya berada di bawah
koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. (ayat 2)
Penyidik dalam melakukan tugasnya
sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2), wajib
menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Pasal
5 dan Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 1981
disebutkan bahwa setiap pejabat kepolisian
yang berkualifikasi menyelidik dan menyidik
dalam rangka melakasanakan tugas dibidang
peradilan pidana karena kewajibannya diberi
wewenang oleh undang-undang.
Imam Firdaus selaku PPNS, menjelaskan
bahwa koordinasi dalam penyidikan tindak
pidana bidang perikanan memiliki kegunaan
penting dalam upaya penegakan hukum yang
dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum,
mulai dari kepolisian, kejaksaan dan
pengadilan sebagai suatu sistem peradilan
pidana yang menyelenggarakan penegakan
hukum pidana dalam kerangka kerja sitematik,
di mana tindakan lembaga penegak hukum
yang satu memiliki kaitan erat dan tidak dapat
dipisahkan dari kinerja dengan lembaga
lainnya. Sistem peradilan pidana tersebut
Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung
dan bertujuan mencegah masyarakat menjadi
korban kejahatan, menyelesaikan kasus
kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat
puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan
yang bersalah dipidana serta mengusahakan
mereka yang pernah melakukan kejahatan
tidak mengulangi lagi kejahatannya.
Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS dan
Penyidik Ditpolair Polda Lampung
pelaksanaan fungsi dan wewenang yang
dilakukan untuk membuat terang suatu
perkara, yang selanjutnya dapat dipakai oleh
penuntut umum sebagai dasar untuk
mengajukan tersangka beserta bukti-bukti
yang ada kedepan persidangan. Bila
diperhatikan pekerjaan ini mempunyai
segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan
pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan
disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan
untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk
menentukan dapat tidaknya suatu tindakan
dilakukan penuntutan terhadap pelaku tindak
pidana bidang perikanan.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
dianalisis bahwa penyidikan oleh PPNS Dinas
Kelautan dan Perikanan yang berkoordinasi
dengan penyidik Kepolisian ini dilakukan
untuk mencari serta mengumpulkan
bukti-bukti yang pada tahap pertama harus dapat
memberikan keyakinan, walaupun sifatnya
masih sementara, kepada penuntut umum
tentang apa yang sebenarnya terjadi atau
tentang tindak pidana yang telah dilakukan
serta siapa tersangkanya. Apabila berdasarkan
keyakinan tersebut penuntut umum
berpendapat cukup adanya alasan untuk
mengajukan tersangka kedepan sidang
pengadilan untuk segera disidangkan. Di sini
dapat terlihat bahwa penyidikan suatu
pekerjaan yang dilakukan untuk membuat
terang suatu perkara, yang selanjutnya dapat
dipakai oleh penuntut umum sebagai dasar
untuk mengajukan tersangka beserta
bukti-bukti yang ada kedepan persidangan. Bila
diperhatikan pekerjaan ini mempunyai
segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan
pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan
disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan
untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk
kepentingan penuntutan, yaitu untuk
menentukan dapat tidaknya suatu tindakan
atau perbuatan dilakukan penuntutan.
b. Melaksanakan Penyuluhan Hukum
Tentang Pelestarian Sumber Daya
Perikanan
Berdasarkan penelitian di Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Lampung dengan
melakukan wawancara kepada Imam Firdaus
dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil
dalam pelestarian sumber daya perikanan
adalah melakukan penyuluhan hokum,
khususnya -Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi
Lampung dan Direktorat Kepolisian Perairan
Polda Lampung juga menyampaikan ancaman
pidana bagi pelaku tindak pidana bidang
perikanan sebagaimana diatur dalam Pasal 85
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009
tentang Perikanan, yang menyatakan bahwa
setiap orang yang dengan sengaja memiliki,
menguasai, membawa, dan/atau menggunakan
alat penangkap ikan dan/atau alat bantu
penangkapan ikan yang mengganggu dan
merusak keberlanjutan sumber daya ikan di
kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Penyuluhan yang dilakukan Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Lampung merupakan
upaya yang penting, sebab dengan
dilaksanakannya penyuluhan maka masyarakat
dapat mengetahui bahwa illegal fishing adalah
perbuatan yang melanggar hukum dan dapat
dikenakan sanksi pidana. Tujuan penyuluhan
ini adalah sebagai upaya pencegahan agar
masyarakat tidak melakukan tindak pidana
bidang perikanan di wilayah perairan tersebut.
2. Faktor-Faktor Yang Menjadi
Penghambat Peran Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Terhadap Perlindungan
Sumber Daya Perikanan di Provinsi
Lampung
Faktor-faktor yang menjadi penghambat peran
penyidik pegawai negeri sipil terhadap
perlindungan sumber daya perikanan di
Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:
1. Faktor keterbatasan Sumber Daya Manusia
Secara kuantitas kendala yang dihadapi
adalah masih kurangnya personil PPNS
Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai
pelaksana penyidikan tindak pidana bidang
perikanan. Jumlah PPNS Dinas Kelautan
dan Perikanan pada saat ini hanya
berjumlah empat orang. Jumlah ini
tentunya masih sangat kurang jika
dibandingkan dengan luasnya wilayah
perairan dan kelautan Provinsi Lampung
dan potensi tindak pidana perikanan yang
ada.
Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung
Pelaksanaan peran PPNS Dinas Kelautan
dan Perikanan Provinsi Lampung secara
ideal harus didukung oleh sarana dan
prasarana yan memadai, khususnya
ketersediaan kapal-kapal patroli untuk
melaksanakan pengawasan terhadap
kemungkinan terjadinya tindak pidana
bidang perikanan.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan
maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
terhadap perlindungan sumber daya
perikanan di Provinsi Lampung
melaksanakan penyidikan terhadap tindak
pidana bidang perikanan dengan landasan
dasar hukum, fakta dan kejadian nyata di
lapangan berupa tindak pidana bidang
perikanan di wilayah perairan. Penyidikan
dilaksanakan dengan serangkaian tindakan
yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam
undang-undang untuk mencari serta
mengumpulkan bukti tentang tindak
pidana bidang perikanan di wilayah
perairan dan untuk menemukan
tersangkanya. Selain itu dilaksanakan
penyuluhan kepada para nelayan bahwa
menangkap ikan dengan menggunakan
bahan peledak dan sejenisnya adalah
perbuatan yang melanggar hukum dan
merupakan tindak pidana sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang Perikanan.
b. Faktor-Faktor yang menjadi penghambat
peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil
terhadap perlindungan sumber daya
perikanan di Provinsi Lampung adalah
keterbatasan Sumber Daya Manusia yaitu
jumlah PPNS hanya empat orang sehingga
masih sangat kurang jika dibandingkan
dengan luasnya wilayah perairan dan
kelautan Provinsi Lampung dan potensi
tindak pidana perikanan yang ada. Selain
itu sarana dan prasarana berupa
kapal-kapal patroli masih masuk dalam kategori
kapal kecil (Tipe C3), yang dikhususkan
untuk sungai sedangkan kebutuhan untuk
patroli di wilayah laut adalah kapal sedang
Tipe C2 dan kapal besar Tipe C1.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Murdiyanto. Pelabuhan
Perikanan. Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
H.R.Abdussalam, 2009. Hukum Kepolisian
Sebagai Hukum Positif dalam
Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta.
Hadi Pramono. Pelestarian Sumber Daya
Perikanan di Indonesia. IPB. Bogor.
2008.
Hendrawan, 2002. Pembanguan dan
Kelestarian Alam. Sebuah Pemikiran
Kontemplatif. Yayasan Obor. Jakarta.
Muammar Himawan. 2004. Pokok-
Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu.
Jakarta.
Ojungu, Omara. 1991. Interaksi Manusia
dengan Alam. Pelita Ilmu Jakarta
Prajudi Admosudirjo. 2001. Teori
Kewenangan. PT. Rineka Cipta
Jakarta.
Soerjono Soekanto, 1983. Pengantar
Penelitian Hukum, Rineka Cipta,
Jakarta,1983,
---. Sosiologi Suatu
Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.
2002.
Sutarto. Menuju Profesionalisme Kinerja
Kepolisian. PTIK. Jakarta. 2002.
Usman Himawan. Perlindungan Hukum,
Suatu Pengantar . Restu Agung.
Jakarta. 2007.
Widodo, J dan M. Nurhudah, 1995.
Pengelolaan Sumberdaya Ikan.
Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.
2005
Widodo, J dan S. Nurhakim, Konsep
Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.
Makalah Training of Trainers on
Fisheries Resource Management.
Jakarta. 2002.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946
Tentang Pemberlakuan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
Tentang Kepolisian Negara
Republik
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
jo Undang-Undang Nomor 45
Tahun 2009 Tentang Perikanan
Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung
Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun
2012 Tentang Tata Cara
Pelaksanaan Koordinasi,
Pengawasan, dan Pembinaan
Teknis Terhadap Kepolisian
Khusus, Penyidik Pegawai
Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk
Pengamanan Swakarsa
Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 6 Tahun
2010 Tentang Manajemen Penyidikan
oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 16 Tahun
2009 Tentang Pedoman Pembinaan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil
Departemen Kelautan dan Perikanan
Direktorat Jenderal Perikanan
Tangkap. Pedoman Pengelolaan
Pelabuhan Perikanan.
Direktorat Jenderal
Perikanan Tangkap Departemen
Kelautan dan Perikanan dengan
Japan International Cooperation