• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP PERLINDUNGAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI LAMPUNG"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Universitas Lampung

PERAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL TERHADAP PERLINDUNGAN

SUMBER DAYA PERIKANAN DI PROVINSI LAMPUNG

Rinaldy Ferrari Izaputra, Syamsir Syamsu, S.H.,M.H., Agus Triono, S.H.,M.H.

Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brojonegoro, No. 1, Bandar Lampung, 35154

e-mail: izaputraaldi@yahoo.com

ABSTRAK

Aktivitas penangkapan ikan secara illegal sangat mengancam kelestarian sumber daya perikanan,

dapat memusnahkan biota dan merusak lingkungan. Oleh karena itu diperlukan upaya

perlindungan sumber daya perikanan agar hal tersebut dapat diantisipasi. Salah satu instansi

yang memiliki peran dalam perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung adalah

Dinas Kelautan dan Perikanan.

Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

terhadap perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung? (2) Faktor-Faktor apakah

yang menjadi penghambat peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil terhadap perlindungan sumber

daya perikanan di Provinsi Lampung?

Pendekatan masalah yang digunakan adalah yuridis normatif dan empiris. Jenis data yang

digunakan adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan studi

pustaka dan studi lapangan dan selanjutnya dianalisis secara kualitatif.

Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan : (1) Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

terhadap perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung melaksanakan penyidikan

terhadap tindak pidana bidang perikanan dengan dasar hukum, fakta dan kejadian nyata di

lapangan berupa tindak pidana bidang perikanan di wilayah perairan. Selain itu dilaksanakan

penyuluhan kepada para nelayan bahwa menangkap ikan dengan menggunakan bahan peledak

dan sejenisnya adalah perbuatan yang melanggar hukum dan merupakan tindak pidana

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. (2)

(2)

perlindungan sumber daya perikanan di Provinsi Lampung adalah keterbatasan Sumber Daya

Manusia yaitu jumlah PPNS hanya empat orang sehingga masih sangat kurang jika

dibandingkan dengan luasnya wilayah perairan dan kelautan Provinsi Lampung dan potensi

tindak pidana perikanan yang ada. Selain itu sarana dan prasarana berupa kapal-kapal patroli

masih masuk dalam kategori kapal kecil (Tipe C3), yang dikhususkan untuk sungai sedangkan

kebutuhan untuk patroli di wilayah laut adalah kapal sedang Tipe C2 dan kapal besar Tipe C1.

Kata Kunci: Peran, Penyidik, Perikanan

ABSTRACT

Illegal fishing activities threatening the very sustainability of fisheries resources can destroy life

and environmental damage. Therefore we need the protection of fishery resources so that it can

be anticipated. One of the agencies that had a role in the protection of fishery resources in the

province of Lampung is the Department of Marine and Fisheries.

The problems in this study were: (1) How is the role of Civil Servant to the protection of fishery

resources in Lampung Province? (2) What are some factors inhibiting role whether that be a

Civil Servant to the protection of fishery resources in Lampung Province?

The approach used is a problem that normative and empirical. Types of data used are primary

and secondary data. Data was collected through library research and field study. Data were then

analyzed qualitatively.

Research results and discussion show : (1) The role of Civil Servant to the protection of fishery

resources in the province of Lampung carry out investigations against criminal acts fisheries with

a basic foundation of law, facts and real events on the ground in the form of a criminal offense in

the fisheries waters. Investigations carried out with a series of actions by the investigator in terms

of mileage and in the manner set forth in the law to search for and collect evidence of criminal

acts fisheries in territorial waters and to find the suspect. Moreover implemented extension to the

fishermen that catch fish using explosives and the like is an act that violates the law and is a

criminal offense as stipulated in Law No. 45 of 2009 on Fisheries. (2) Factors that become an

obstacle to the role of Civil Servant to the protection of fishery resources in the province of

Lampung is the Human Resource constraints limited the number of investigators that only four

people so much too compared with the breadth of territorial waters and marine Lampung

(3)

Universitas Lampung

infrastructure such as patrol boats are still in the category of small vessels (Type C3), which is

devoted to the river while the need for patrol vessel in the sea area is being Type C2 and C1 large

vessel type.

Keywords: Role, Investigator, Fishery

I. PENDAHULUAN

Penggunaan bahan peledak untuk menangkap

ikan di laut dapat memusnahkan biota dan

merusak lingkungan. Penggunaan bahan

peledak menimbulkan efek samping yang

sangat besar, selain rusaknya terumbu karang

yang ada di sekitar lokasi peledakan, juga

dapat menyebabkan kematian biota lain yang

bukan merupakan sasaran penangkapan. Oleh

sebab itu, penggunaan bahan peledak

berpotensi menimbulkan kerusakan yang luas

terhadap ekosistem terumbu karang.

Penangkapan ikan dengan cara menggunakan

bom, mengakibatkan biota laut seperti karang

menjadi patah, terbelah, berserakan dan

hancur menjadi pasir dan meninggalkan bekas

lubang pada terumbu karang.1

Berdasarkan penjelasan di atas maka diketahui

bahwa penggunaan bahan peledak merupakan

perbuatan melanggar hukum. Hal ini sesuai

dengan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 27

Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah

1Widodo, J dan M. Nurhudah, 1995. Pengelolaan

Sumberdaya Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan.

Jakarta. 2005.hlm.12

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang

menyatakan bahwa menggunakan bahan

peledak, bahan beracun, dan/atau bahan lain

yang merusak Ekosistem terumbu karang.

Selain itu menurut Pasal 8 Ayat (1)

Undang Nomor 31 Tahun 2004 jo

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang

Perikanan dinyatakan: Setiap orang dilarang

melakukan penangkapan ikan dan atau

pembudidayaan ikan dengan menggunakan

bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak,

alat dan atau cara, dan atau bangunan yang

dapat merugikan dan/atau yang dapat

membahayakan kelestarian sumber daya ikan

dan atau lingkungannya di wilayah perairan

Republik Indonesia. Menurut Pasal 8 Ayat (2):

Nakhoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli

penangkapan ikan, dan Anak Buah Kapal

(ABK) yang melakukan penangkapan ikan

dilarang menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat dan atau cara,

dan atau bangun yang dapat merugikan

(4)

kelestarian sumber daya ikan dan atau

lingkungannya di wilayah perairan Republik

Indonesia. Menurut Pasal 8 Ayat (3): Pemilik

kapal perikanan, pemilik perusahaan

perikanan, penanggung jawab perusahaan

perikanan, dan atau operator kapal perikanan

dilarang menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat dan atau cara,

dan atau bangun yang dapat merugikan

dan/atau yang dapat membahayakan

kelestarian lingkungan.

Kegiatan illegal fishing di wilayah Indonesia

menimbulkan kerugian yang cukup tinggi bagi

Indonesia baik itu kegiatan yang dilakukan

oleh warga Negara asing maupun warga

Negara Indonesia. Untuk itu diperlukan

penegakkan hukum tindak pidana perikanan

untuk dapat memberantas kegiatan illegal

fishing diwilayah Indonesia sehingga

Indonesia tidak mengalami kerugian dibidang

perikanan2

Secara hukum illegal fishing diatur dalam

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perikanan dan penegakkan hukumnya

termasuk koordinasi antar instansi dalam

pemberantasan kejahatan illegal fishing. Oleh

karena itu, dalam konteks terjadinya tindak

2http://mukhtar-api.blogspot.com./

2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html. Diakses 25 Oktober 2013.

pidana penggunaan bahan peledak atau illegal

fisihing di wilayah perairan menuntut tindakan

tegas dari aparat penegak hukum dan instansi

terkait dalam menanggulanginya. Eksistensi

hukum memiliki peran yang sangat penting

dalam kehidupan bermasyarakat, karena

hukum bukan hanya menjadi parameter untuk

keadilan, keteraturan, ketentraman dan

ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya

kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya,

hukum semakin diarahkan sebagai sarana

kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu instansi yang memiliki peran dalam

perlindungan sumber daya perikanan di

Provinsi Lampung adalah Dinas Kelautan dan

Perikanan. Hal ini diatur dalam

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 2004 tentang Perikanan dalam Pasal 73

menjelaskan Penyidik Tindak Pidana

Perikanan adalah Penyidik Pegawai Negeri

Sipil Perikanan, Penyidik Perwira TNI AL,

dan/atau Penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Penyidik pegawai negeri

sipil yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk

tindak pidana perikanan dari Dinas Kelautan

dan Perikanan Provinsi Lampung.

Penyidikan oleh PPNS Dinas Kelautan dan

(5)

Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung

penyidik Kepolisian ini dilakukan untuk

mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang

pada tahap pertama harus dapat memberikan

keyakinan, walaupun sifatnya masih

sementara, kepada penuntut umum tentang apa

yang sebenarnya terjadi atau tentang tindak

pidana yang telah dilakukan serta siapa

tersangkanya. Apabila berdasarkan keyakinan

tersebut penuntut umum berpendapat cukup

adanya alasan untuk mengajukan tersangka

kedepan sidang pengadilan untuk segera

disidangkan.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagaimanakah peran Penyidik Pegawai

Negeri Sipil terhadap perlindungan sumber

daya perikanan di Provinsi Lampung?

2. Faktor-Faktor apakah yang menjadi

penghambat peran Penyidik Pegawai

Negeri Sipil terhadap perlindungan sumber

daya perikanan di Provinsi Lampung?

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis peran

Penyidik Pegawai Negeri Sipil terhadap

perlindungan sumber daya perikanan di

Provinsi Lampung

2. Untuk mengetahui dan menganalisis

faktor-faktor yang menjadi penghambat

peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

terhadap perlindungan sumber daya

perikanan di Provinsi Lampung

II. METODE PENELITIAN

Pendekatan masalah yang digunakan adalah

yuridis normatif dan pendekatan yuridis

empiris. Pengumpulan data dilakukan dengan

studi pustaka dan studi lapangan. Data

dianalisis secara kualitatif. Prosedur

pengumpulan data dilakukan dengan teknik

studi pustaka dan studi lapangan. Analisis data

dilakukan secara kualitatif.

III. PEMBAHASAN

1. Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Terhadap Perlindungan Sumber Daya

Perikanan di Provinsi Lampung

Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil terhadap

perlindungan sumber daya perikanan yang ada

di wilayah Provinsi Lampung dilaksanakan

berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Tugas

pokok PPNS dalam Pasal 4 Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

16 Tahun 2009 Tentang Pedoman Pembinaan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil, adalah

bertugas melaksanakan penegakan hukum

(6)

perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya.

Fungsi PPNS dalam Pasal 5 Peraturan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor

16 Tahun 2009 adalah sebagai penyidik tindak

pidana tertentu sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang menjadi

dasar hukumnya, dalam pelaksanaannya

berada di bawah koordinasi dan pengawasan

Polri.

a. Melaksanakan Penyidikan Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Bidang

Perikanan

Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai salah

satu instansi yang berperan dalam

perlindungan sumber daya perikanan

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

tentang Perikanan dalam Pasal 73 menjelaskan

Penyidik Tindak Pidana Perikanan adalah

Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan.

PPNS Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Lampung dalam konteks melaksanakan

perlindungan sumber daya perikanan

melaksanakan peran yaitu melakukan

penyidikan terhadap tindak pidana perikanan.

Dalam melaksanakan penyidikan tersebut

PPN berkoordinasi dengan pihak kepolisian,

khususnya Kepolisian Perairan. Koordinasi

antar lembaga menunjukkan ada hubungan

dalam pelaksanaan fungsi lembaga tersebut

dengan melaksanakan kerjasama berdasarkan

kewenangan, hak dan tugas yang dimiliki oleh

seseorang dalam kedudukannya di dalam

organisasi untuk melakukan sesuatu sesuai

dengan bidang tugas dan wewenangnya

masing-masing berdasarkan pada peraturan.

Berdasarkan penelitian di Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung dengan

melakukan wawancara kepada Imam Firdaus

selaku PPNS, diketahui bahwa fungsi

koordinasi PPNS dan Direktorat Kepolisian

Perairan terhadap perlindungan sumber daya

perikanandidasarkan pada berbagai peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Terkait dengan perlindungan sumber daya

perikanan, Koordinasi antara PPNS perikanan

dan Direktorat Kepolisian Perairan Polda

Lampung adalah melakukan penyelidikan dan

penyidikan. PPNS sesegera mungkin

menanggapi setiap adanya laporan dari

anggota masyarakat tentang adanya tindak

pidana bidang perikanan dengan melakukan

penyelidikan, karena laporan tersebut harus

didukung oleh bukti-bukti yang kuat untuk

menentukan apakah termasuk sebagai tindak

pidana atau bukan.

Tujuan pokok tindakan penyidikan adalah

(7)

Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung

keadilan, bukan mencari-cari kesalahan

seseorang. Dengan demikian, seseorang

penyidik dituntut untuk bekerja secara

obyektif, tidak sewenang-wenang, senantiasa

berada dalam koridor penghormatan terhadap

Hak Asasi Manusia. Beberapa tahapan

penyidikan yang dilakukan untuk mengungkap

kasus tindak pidana bidang perikanan antara

lain adalah:

1) Pemeriksaan di tempat kejadian, yaitu

memeriksa tempat kejadian perkara

terjadinya tindak pidana bidang perikanan

2) Pemanggilan atau penangkapan tersangka,

setelah jelas dan cukup bukti awal maka

pihak kepolisian melakukan pemanggilan

atau penangkapan terhadap tersangka

pelaku tindak pidana perikanan

3) Penahanan sementara, setelah dilakukan

penangkapan terhadap tersangka maka

dilakukan penahanan terhadap pelaku

tindak pidana perikanan

4) Penyitaan, melakukan kegiatan penyitaan

berbagai barang bukti yang akan

memperkuat pemberkasan atau berita

acara .

5) Pemeriksaan, dilakukan untuk menambah

atau memperkuat bukti bahwa telah terjadi

tindak pidana bidang perikanan.

Pemeriksaan penyidikan adalah

pemeriksaan di muka pejabat penyidik

dengan jalan menghadirkan tersangka,

saksi atau ahli. Pemeriksaan berarti,

petugas berhadapan langsung dengan

tersangka, para saksi, atau ahli.

6) Pemeriksaan di muka penyidik baru dapat

dilaksanakan penyidik, setelah dapat

mengumpulkan bukti permulaan serta

telah menemukan orang yang diduga

sebagai tersangka. Penyidik yang

mengetahui sendiri terjadinya peristiwa

pidana atau oleh karena berdasar laporan

ataupun berdasar pengaduan dan menduga

peristiwa itu merupakan tindak pidana,

penyidik wajib segera melakukan tindakan

penyidikan yang diperlukan dan rangkaian

akhir tindakan yang diperlukan itu adalah

pemeriksaan langsung tersangka dan

saksi-aksi maupun ahli.

7) Pembuatan Berita Acara, yang meliputi

berita acara penggeledahan, interogasi, dan

pemeriksaan di tempat.

8) Pelimpahan perkara kepada penuntut

umum untuk dilakukan tindakan hukum

lebih lanjut sesuai dengan hukum yang

berlaku.

Menurut penjelasa Imam Firdaus selaku

PPNS, diketahui bahwa proses yang dilakukan

PPNS Perikanan dan Kepolisian ini sesuai

dengan Pasal 1 butir (2) KUHAP, bahwa

tindakan penyidikan tiada lain dari pada

(8)

mengumpulkan bukti, agar peristiwa tindak

pidananya terang serta tersangkanya dan

berkas pekara tindak pidananya dapat diajukan

kepada penuntut umum. Berkas perkara tindak

pidana tersebut berisi nama lengkap, tempat

lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama dan

pekerjaan tersangka. Selain itu dideskripsikan

uraian secara cermat, jelas dan lengkap

mengenai tindak pidana yang didakwakan

dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak

pidana itu dilakukan.

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Pasal 1 ayat

(13) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, yang dimaksud dengan penyidikan

adalah serangkaian tindakan penyidik untuk

mencari serta mengumpulkan bukti yang

dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangkanya.

Selanjutnya menurut penjelasan Imam Firdaus

selaku PPNS, diketahui bahwa pelaksanaan

hukum merupakan proses penyesuaian antara

berbagai nilai, kaidah dan pola perilaku nyata

yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

Penegakan hukum merupakan proses untuk

mengkonkretkan wujud hukum yang masih

abstrak menjadi konkret berarti peraturan

perundang-undangan itu tidak banyak berarti

jika tidak diaplikasikan secara kongkret oleh

petugas. Fungsi Penyidikan yang dimiliki

memiliki dasar hukum, sehingga

pelaksanaannya harus dilakukan secara

proporsional dan dapat dipertanggung

jawabkan secara hukum. Hal ini menunjukkan

bahwa polisi tidak boleh bertindak

semena-mena dalam melaksanakan kewenangan

penyidikan.

Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS ini

didasarkan pada peraturan perundangan yang

menjadi dasar pelaksanaan penyidikan dalam

perlindungan sumber daya perikanan di

antaranya adalah Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1981 tentang KUHAP. Menurut Pasal 1

ayat (1) diketahui bahwa penyidik adalah

pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau

Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu yang

diberi wewenang khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan.

Penyidikan memerlukan beberapa upaya agar

pengungkapan perkara dapat diperoleh secara

cepat dan tepat. Upaya–upaya penyidikan

tersebut mulai dari surat panggilan,

penggeledahan, hingga penangkapan dan

penyitaan. Dalam hal penyidik telah mulai

melakukan penyidikan sesuatu peristiwa yang

(9)

Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung

memberitahukan hal itu kepada Penuntut

Umum (sehari-hari dikenal dengan SPDP atau

Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan)

hal ini sesuai dengan KUHAP Pasal 109 ayat

(1). Setelah bukti-bukti dikumpulkan dan yang

diduga tersangka telah ditemukan maka

penyidik menilai dengan cermat, apakah

cukup bukti untuk dilimpahkan kepada

Penuntut Umum (kejaksaan) atau ternyata

bukan tindak pidana. Jika penyidik

berpendapat bahwa peristiwa tersebut bukan

merupakan tindak pidana maka penyidikan

dihentikan demi hukum. Pemberhentian

penyidikan ini dibertahukan pada Penuntut

Umum dan pada tersangka atau keluarganya.

Berdasarkan pemberhentian penyidikan

tersebut, jika Penuntut Umum atau pihak

ketiga yang berkepentingan, dapat

mengajukan praperadilan kepada Pengadilan

Negeri yang akan memeriksa sah atau

tidaknya suatu penghentian penyidikan. Jika

Pengadilan Negeri sependapat dengan

penyidik maka penghentian penyidikan sah,

tetapi jika Pengadilan Negeri tidak sependapat

dengan penyidikan, maka penyidikan wajib

dilanjutkan. Setelah selesai penyidikan, berkas

diserahkan pada penuntut Umum sesuai

dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) KUHAP.

Penyerahan ini dilakukan dua tahap:

1) Tahap pertama, penyidik hanya

menyerahkan berkas perkara.

2) Dalam hal penyidik sudah dianggap

selesai, penyidik menyerahkan tanggung

jawab atas tersangka dan barang bukti

kepada Penuntut Umum.

Penuntut Umum apabila pada penyerahan

tahap pertama, berpendapat bahwa berkas

kurang lengkap maka ia dapat mengembalikan

berkas perkara kepada penyidik untuk

dilengkapi disertai petunjuk dan yang kedua

melengkapi sendiri. Menurut sistem KUHAP,

penyidikan selesai atau dianggap selesai dalam

hal:

a. Dalam batas waktu 14 hari penuntut umum

tidak mengembalikan berkas perkara, atau

apabila sebelun berakhirnya batas waktu

tersebut penuntutumum memberitahukan

pada penyidik bahwa hasil penyidikan

sudah lengkap

b. Sesuai dengan ketentuan Pasal 110 ayat

(4) KUHAP Jo Pasal 8 ayat (3) huruf b,

dengan penyerahan tanggung jawab atas

tersangka dan barang bukti dari penyidik

kepada penuntut umum.

c. Dalam hal penyidikan dihentikan sesuai

dengan ketentuan Pasal 109 ayat (2), yakni

karena tidak cukup bukti, atau peristiwa

(10)

pidana, atau penyidikan dihentikan demi

hukum.

Berdasarkan penelitian di Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung dengan

melakukan wawancara kepada Imam Firdaus

selaku PPNS, diketahui bahwa penyidikan

yang selesai dalam artian ini adalah bersifat

sementara, karena bila di suatu saat ditemukan

bukti-bukti baru, maka penyidikan yang telah

dihentikan harus dibuka kembali. Pembukaan

kembali penyidikan yang telah dihentikan itu,

dapat pula terjadi dalam putusan praperadilan

menyatakan bahwa penghentian penyidikan

itu tidak sah dan memerintahkan penyidik

untuk menyidik kembali peristiwa itu.

Berdasarkan Pasal 110 ayat (4) KUHAP, jika

dalam waktu 14 hari Penuntut Umum tidak

mengembalikan berkas (hasil penyidikan)

maka penyidikan dianggap telah selesai.

Berdasarkan ketentuan KUHAP maka

diketahui bahwa untuk meringankan beban

penyidik juga telah diatur adanya penyidik

pembantu. Penyidik pembantu adalah pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

diangkat oleh kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia berdasarkan syarat

kepangkatan yang diberi wewenang tertentu

dalam melaksanakan tugas penyidikan yang

diatur dalam undang-undang.

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ayat (1) huruf b mempunyai wewenang

sesuai dengan undang-undang yang menjadi

dasar hukumnya masing-masing dan dalam

pelaksanaan tugasnya berada di bawah

koordinasi dan pengawasan penyidik tersebut

dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a. (ayat 2)

Penyidik dalam melakukan tugasnya

sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2), wajib

menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Pasal

5 dan Pasal 7 UU Nomor 8 Tahun 1981

disebutkan bahwa setiap pejabat kepolisian

yang berkualifikasi menyelidik dan menyidik

dalam rangka melakasanakan tugas dibidang

peradilan pidana karena kewajibannya diberi

wewenang oleh undang-undang.

Imam Firdaus selaku PPNS, menjelaskan

bahwa koordinasi dalam penyidikan tindak

pidana bidang perikanan memiliki kegunaan

penting dalam upaya penegakan hukum yang

dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum,

mulai dari kepolisian, kejaksaan dan

pengadilan sebagai suatu sistem peradilan

pidana yang menyelenggarakan penegakan

hukum pidana dalam kerangka kerja sitematik,

di mana tindakan lembaga penegak hukum

yang satu memiliki kaitan erat dan tidak dapat

dipisahkan dari kinerja dengan lembaga

lainnya. Sistem peradilan pidana tersebut

(11)

Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung

dan bertujuan mencegah masyarakat menjadi

korban kejahatan, menyelesaikan kasus

kejahatan yang terjadi sehingga masyarakat

puas bahwa keadilan telah ditegakkan dan

yang bersalah dipidana serta mengusahakan

mereka yang pernah melakukan kejahatan

tidak mengulangi lagi kejahatannya.

Penyidikan yang dilakukan oleh PPNS dan

Penyidik Ditpolair Polda Lampung

pelaksanaan fungsi dan wewenang yang

dilakukan untuk membuat terang suatu

perkara, yang selanjutnya dapat dipakai oleh

penuntut umum sebagai dasar untuk

mengajukan tersangka beserta bukti-bukti

yang ada kedepan persidangan. Bila

diperhatikan pekerjaan ini mempunyai

segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan

pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan

disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan

untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk

menentukan dapat tidaknya suatu tindakan

dilakukan penuntutan terhadap pelaku tindak

pidana bidang perikanan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat

dianalisis bahwa penyidikan oleh PPNS Dinas

Kelautan dan Perikanan yang berkoordinasi

dengan penyidik Kepolisian ini dilakukan

untuk mencari serta mengumpulkan

bukti-bukti yang pada tahap pertama harus dapat

memberikan keyakinan, walaupun sifatnya

masih sementara, kepada penuntut umum

tentang apa yang sebenarnya terjadi atau

tentang tindak pidana yang telah dilakukan

serta siapa tersangkanya. Apabila berdasarkan

keyakinan tersebut penuntut umum

berpendapat cukup adanya alasan untuk

mengajukan tersangka kedepan sidang

pengadilan untuk segera disidangkan. Di sini

dapat terlihat bahwa penyidikan suatu

pekerjaan yang dilakukan untuk membuat

terang suatu perkara, yang selanjutnya dapat

dipakai oleh penuntut umum sebagai dasar

untuk mengajukan tersangka beserta

bukti-bukti yang ada kedepan persidangan. Bila

diperhatikan pekerjaan ini mempunyai

segi-segi yuridis, oleh karena keseluruhan

pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan

disidang pengadilan. Penyidikan dilakukan

untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk

kepentingan penuntutan, yaitu untuk

menentukan dapat tidaknya suatu tindakan

atau perbuatan dilakukan penuntutan.

b. Melaksanakan Penyuluhan Hukum

Tentang Pelestarian Sumber Daya

Perikanan

Berdasarkan penelitian di Dinas Kelautan dan

Perikanan Provinsi Lampung dengan

melakukan wawancara kepada Imam Firdaus

(12)

dilakukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil

dalam pelestarian sumber daya perikanan

adalah melakukan penyuluhan hokum,

khususnya -Undang Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perikanan.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi

Lampung dan Direktorat Kepolisian Perairan

Polda Lampung juga menyampaikan ancaman

pidana bagi pelaku tindak pidana bidang

perikanan sebagaimana diatur dalam Pasal 85

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

tentang Perikanan, yang menyatakan bahwa

setiap orang yang dengan sengaja memiliki,

menguasai, membawa, dan/atau menggunakan

alat penangkap ikan dan/atau alat bantu

penangkapan ikan yang mengganggu dan

merusak keberlanjutan sumber daya ikan di

kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan

perikanan Negara Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun dan denda paling banyak

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Penyuluhan yang dilakukan Dinas Kelautan

dan Perikanan Provinsi Lampung merupakan

upaya yang penting, sebab dengan

dilaksanakannya penyuluhan maka masyarakat

dapat mengetahui bahwa illegal fishing adalah

perbuatan yang melanggar hukum dan dapat

dikenakan sanksi pidana. Tujuan penyuluhan

ini adalah sebagai upaya pencegahan agar

masyarakat tidak melakukan tindak pidana

bidang perikanan di wilayah perairan tersebut.

2. Faktor-Faktor Yang Menjadi

Penghambat Peran Penyidik Pegawai

Negeri Sipil Terhadap Perlindungan

Sumber Daya Perikanan di Provinsi

Lampung

Faktor-faktor yang menjadi penghambat peran

penyidik pegawai negeri sipil terhadap

perlindungan sumber daya perikanan di

Provinsi Lampung adalah sebagai berikut:

1. Faktor keterbatasan Sumber Daya Manusia

Secara kuantitas kendala yang dihadapi

adalah masih kurangnya personil PPNS

Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai

pelaksana penyidikan tindak pidana bidang

perikanan. Jumlah PPNS Dinas Kelautan

dan Perikanan pada saat ini hanya

berjumlah empat orang. Jumlah ini

tentunya masih sangat kurang jika

dibandingkan dengan luasnya wilayah

perairan dan kelautan Provinsi Lampung

dan potensi tindak pidana perikanan yang

ada.

(13)

Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung

Pelaksanaan peran PPNS Dinas Kelautan

dan Perikanan Provinsi Lampung secara

ideal harus didukung oleh sarana dan

prasarana yan memadai, khususnya

ketersediaan kapal-kapal patroli untuk

melaksanakan pengawasan terhadap

kemungkinan terjadinya tindak pidana

bidang perikanan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan

maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

terhadap perlindungan sumber daya

perikanan di Provinsi Lampung

melaksanakan penyidikan terhadap tindak

pidana bidang perikanan dengan landasan

dasar hukum, fakta dan kejadian nyata di

lapangan berupa tindak pidana bidang

perikanan di wilayah perairan. Penyidikan

dilaksanakan dengan serangkaian tindakan

yang tempuh oleh penyidik dalam hal dan

menurut cara yang diatur dalam

undang-undang untuk mencari serta

mengumpulkan bukti tentang tindak

pidana bidang perikanan di wilayah

perairan dan untuk menemukan

tersangkanya. Selain itu dilaksanakan

penyuluhan kepada para nelayan bahwa

menangkap ikan dengan menggunakan

bahan peledak dan sejenisnya adalah

perbuatan yang melanggar hukum dan

merupakan tindak pidana sebagaimana

diatur dalam Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009 tentang Perikanan.

b. Faktor-Faktor yang menjadi penghambat

peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil

terhadap perlindungan sumber daya

perikanan di Provinsi Lampung adalah

keterbatasan Sumber Daya Manusia yaitu

jumlah PPNS hanya empat orang sehingga

masih sangat kurang jika dibandingkan

dengan luasnya wilayah perairan dan

kelautan Provinsi Lampung dan potensi

tindak pidana perikanan yang ada. Selain

itu sarana dan prasarana berupa

kapal-kapal patroli masih masuk dalam kategori

kapal kecil (Tipe C3), yang dikhususkan

untuk sungai sedangkan kebutuhan untuk

patroli di wilayah laut adalah kapal sedang

Tipe C2 dan kapal besar Tipe C1.

DAFTAR PUSTAKA

Bambang Murdiyanto. Pelabuhan

Perikanan. Jurusan Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

(14)

H.R.Abdussalam, 2009. Hukum Kepolisian

Sebagai Hukum Positif dalam

Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta.

Hadi Pramono. Pelestarian Sumber Daya

Perikanan di Indonesia. IPB. Bogor.

2008.

Hendrawan, 2002. Pembanguan dan

Kelestarian Alam. Sebuah Pemikiran

Kontemplatif. Yayasan Obor. Jakarta.

Muammar Himawan. 2004. Pokok-

Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu.

Jakarta.

Ojungu, Omara. 1991. Interaksi Manusia

dengan Alam. Pelita Ilmu Jakarta

Prajudi Admosudirjo. 2001. Teori

Kewenangan. PT. Rineka Cipta

Jakarta.

Soerjono Soekanto, 1983. Pengantar

Penelitian Hukum, Rineka Cipta,

Jakarta,1983,

---. Sosiologi Suatu

Pengantar. Rajawali Press. Jakarta.

2002.

Sutarto. Menuju Profesionalisme Kinerja

Kepolisian. PTIK. Jakarta. 2002.

Usman Himawan. Perlindungan Hukum,

Suatu Pengantar . Restu Agung.

Jakarta. 2007.

Widodo, J dan M. Nurhudah, 1995.

Pengelolaan Sumberdaya Ikan.

Sekolah Tinggi Perikanan. Jakarta.

2005

Widodo, J dan S. Nurhakim, Konsep

Pengelolaan Sumberdaya Perikanan.

Makalah Training of Trainers on

Fisheries Resource Management.

Jakarta. 2002.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946

Tentang Pemberlakuan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara

Republik

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004

jo Undang-Undang Nomor 45

Tahun 2009 Tentang Perikanan

(15)

Rinaldy Ferrari Izaputra Universitas Lampung

Tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2009 Tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun

2012 Tentang Tata Cara

Pelaksanaan Koordinasi,

Pengawasan, dan Pembinaan

Teknis Terhadap Kepolisian

Khusus, Penyidik Pegawai

Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk

Pengamanan Swakarsa

Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 6 Tahun

2010 Tentang Manajemen Penyidikan

oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

2009 Tentang Pedoman Pembinaan

Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Departemen Kelautan dan Perikanan

Direktorat Jenderal Perikanan

Tangkap. Pedoman Pengelolaan

Pelabuhan Perikanan.

Direktorat Jenderal

Perikanan Tangkap Departemen

Kelautan dan Perikanan dengan

Japan International Cooperation

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan dari hasil Uji T atau hasil pengujian secara parsial terbukti bahwa likuiditas tidak berpengaruh secara tidak signifikan terhadap yield obligasi pada BEI periode

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan intra kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan, sebagai pelatihan untuk menerapkan teori yang diperoleh

For calculating CAR of the Bank on individual basis, equity participation at Subsidiary Company consolidated shall still be calculated as a capital subtracting factor as

Contoh: uji efek tidur untuk obat golongan Barbiturat, maka yang diperhatikan adalah efek bisa menidurkan atau tidak bisa, intensitas tidurnya tidak diperhatikan,

Tanda (*) pada formula di Microsoft Office Excel 2007 digunakan

DPP Asosiasi Pengelola SPAMS Perdesaan berwenang untuk menentukan kebijakan organisasi dan berkewajiban melaksanakan dan mematuhi Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga