• Tidak ada hasil yang ditemukan

VOX POPULI VOX DEI dan AKSI BELA ISLAM (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "VOX POPULI VOX DEI dan AKSI BELA ISLAM (1)"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

VOX POPULI VOX DEI dan AKSI BELA ISLAM Oleh: Jawad Mughofar KH

Aksi Bela Islam II (411) dan Aksi Bela Islam III (212) yang dilakukan dengan cara damai, menjadikan Jakarta layaknya lautan manusia. Terhitung sekitar 2,3 juta jiwa yang hadir di Aksi Bela Islam II dan 7 juta jiwa di Aksi Bela Islam III yang datang dari berbagai pelosok negeri melampui suku, ras, profesi, jender dan bahkan umur. Mereka hadir dengan suara yang sama, yaitu menyuarakan tuntutan hukum bagi sang penista agama.

Terbesit sebuah pertanyaan, tentang siapa yang memanggil ribuan bahkan jutaan orang di seantero Indonesia untuk datang ke Ibu Kota? Adakah di dalamnya suatu faktor kepentingan individu atau kelompok? Apakah ada keuntungan tersendiri atau hanya untuk sebuah popularitas demi kepentingan media sosial?

Ribuan orang dari Ciamis dengan sukarela berjalan kaki, menembus batas waktu dan melampuinya. Rela meninggalkan pelbagai kenyamanan, sanggup menahan sakit dan lapar. Melakukan long march ratusan kilometer yang tentunya tidak terpanggil atas dasar kepentingan duniawi. Mereka tergerak atas rasa cinta yang mendalam terhadap agama, rasa cinta terhadap ayat al- Qur’an yang telah di nistakan.

Menurut Yasraf Amir Pilliang, jutaan orang yang terkumpul disana terpanggil oleh panggilan yang sama: menuntut keadilan demokratis atas nama Tuhan! “Suara Tuhan” yang memanggil mereka.

Suara Rakyat Suara Tuhan atau dalam bahasa latin dikenal dengan Vox Populi Vox Dei menjadi suatu pernyataan yang populer di setiap pesta demokrasi. Hal ini sudah dimulai dari sejak masa renaissan, ketika itu rakyat mulai berani menggugat hegemoni penguasa yang otoriter dan absolute. Dimasanya slogan perlawanan ini memang cukup berpengaruh secara signifikan, pasalnya yang di hadapi oleh mereka adalah penguasa yang mendapatkan hak istimewa dari Tuhan untuk menguasai segenap aspek kehidupan manusia bahkan parahnya menyamakan dirinya sederajat dengan Tuhan,

Seiring berjalannya waktu, semboyan tersebut dalam perkembangannya menjadi perangsang dalam tumbuhnya pelbagai ide demokrasi atau paham akan adanya kedaulatan rakyat. Bahkan sampai saat ini, gaung adagium tersebut masih terdengar nyaring. Pasalnya, hal tersebut dianggap sebagai konsep terbaik dalam penyelenggaraan pemerintahan disuatu negara. Hampir semua negara di dunia menggunakan konsep tersebut, sebuah konsep negara demokrasi. Termasuk negara kita, Indonesia.

Suara rakyat yang seakan di sakralkan karena dipahami seakan-akan identik dengan suara dari Tuhan, membuat segala aspirasi dan keinginan rakyat menjadi amat bertuah, sehingga memberi ruang berlebih bagi sebagian pihak yang berambisi berkuasa di negara dengan dalihnya: Vox Populi Vox Dei.

Darisana berbagai deviasi dan distorsi makna kedaulatan rakyat pun muncul kepermukaan di tataran praktis dari apa yang disebut dengan suara rakyat. Karena pada kenyataannya, suara rakyat tersebut tidak selalu diiringi dengan akal sehat dari hati sanubari yang tulus, ikhlas serta murni yang selanjutnya mempunyai pertanggungjawaban kepada Sang Ilahi.

(2)

Jakarta, Basuki Tjahya Purnama (AHOK) yang mengatakan bahwa umat Islam telah tertipu oleh kitab sucinya, al- Ma’idah ayat 51 dalam memilih pemimpinnya. Sehingga Vox Populi Vox Dei kini hanya menjadi adagium kosong semata, tanpa adanya fakta.

Menurut Yasraf Amir Pilliang, wajah buruk demokrasi kita justeru menistakan kehendak Tuhan (ayat, ajaran, keyakinan), mencabut nilai-nilai tradisi (kesantunan, keadaban, keutamaan), melawan hukum alam (kepalsuan, pencitraan, ketamakan, kerakusan). Demokrasi yang tercabut dari suara Tuhan ini mempromosikan sifat-sifat keakuan, kekasaran, kerakusan, ketamakan, kepalsuan, selera rendah dan mediokritas budaya. Demokrasi yang dilandasi nilai luhur keadaban, kini diambilalih demokrasi tuna-adab.

Sehingga apa yang dilakukan oleh umat Islam dengan berbagai aksi damainya merupakan suatu manifestasi dari demokrasi sejati, yaitu suatu demokrasi yang didalamnya terpompa suatu nafas ketuhanan yang ditunjukan dalam gerakan dan tindakan demokratis.

Keliru kiranya jika gerakan tersebut dicap sebagai gerakan radikal atau sebuah aksi anti-demokrasi. Parahnya, media barat menyebut gerakan tersebut sebagai gerakan Islam Garis Keras. Terlebih, ada yang mengaitkannya dengan gerakan terorisme. Itu keterlaluan.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itu, melalui Seminar Nasional ini pendidikan bahasa dan sastra dapat memberikan andil dalam mewujudkan perubahan mental secara cepat generasi muda harapan masa

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Airlangga Hak Bebas Royalti Noneksklusif Non-exclusive Royalty- Free Right atas karya ilmiah saya

Adapun misi yang dapat dikedepankan adalah: melestarikan tradisi dan adat istiadat; menciptakan lingkungan yang baik untuk sebagai bentuk informasi masyarakat

Dengan menggunakan uji hipotesis dari hasil = 0,05 > atau 20,06 > 2,064 sehingga Ho ditolak dan diterima, artinya ada pengaruh positif terhadap prestasi

Terkait dengan pengelolaan perbatasan negara, masyarakat adat di kedua daerah tersebut juga memiliki masalah yang hampir sama, di mana kegiatan lintas

If centres timetable exams after the Key Time, candidates must be kept under Full Centre Supervision from the Key Time until the candidates start the exam. If the candidates

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan pertolonganNya penulis dapat menyelesaiakan karya ilmiah yang berjudul “ PERANCANGAN BUKU

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah pengaruh bauran pemasaran terhadap keputusan pembelian sabun Lux di Kelurahan 7 Ulu Palembang.. Tujuannya untuk