• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Homestay di Desa Wisata Nglanggeran Kabupaten Gunung Kidul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Homestay di Desa Wisata Nglanggeran Kabupaten Gunung Kidul"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN HOMESTAY DI DESA WISATA NGLANGGERAN KABUPATEN

GUNUNG KIDUL

Linda Ester Langi

732015601

Fakultas Teknologi Informasi

Universitas Kristen Satya Wacana

Jl. Diponegoro 52-60, Salatiga 50711, Indonesia

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Sebagai industri jasa, sektor pariwisata telah memberikan kontribusi dan berperan penting dalam pembangunan perekonomian nasional, pengembangan wilayah maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui kontribusi dalam menyumbangkan devisa, kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penciptaan lapangan kerja, disamping peran sosial, budaya dan lingkungan dalam kerangka pelestarian sumber daya alam dan budaya.

Amanat Presiden Republik Indonesia, bahwa Pariwisata Indonesia diharapkan dapat terus diperkuat dan dikembangkan menjadi sektor strategis dan pilar pembangunan perekonomian nasional serta akan dapat mencapai target kunjungan wisatawan mancanegara sebesar 20 juta dan pergerakan wisatawan nusantara sebesar 275 juta perjalanan pada tahun 2019 mendatang (Rakornas Ke-IV). Untuk itu diperlukan strategi pengembangan yang disusun menjadi 3A yaitu Atraksi, Aksesibilitas, dan Amenitas. Homestay merupakan konsep yang sangat sesuai untuk mendukung pengembangan amenitas pariwisata nasional, mengingat, potensi terbesar pariwisata Indonesia ialah budaya dan alam.

Seiring berkembangnya waktu dengan meluasnya definisi pariwisata, daerah tujuan wisata juga semakin berkembang. Salah satu daerah tujuan wisata yang menjadi alternatif bagi wisatawan adalah pariwisata pedesaan atau yang biasa disebut desa wisata. Desa wisata dibentuk dengan mengedepankan gaya hidup dan kualitas hidup masyarakatnya serta pelibatan masyarakat setempat dan pengembangan mutu produk desa wisata tersebut. Desa wisata dibangun dengan konsep kembali ke alam serta menawarkan kehidupan masyarakat yang lebih alami serta menampilkan kekayaan kebudayaan daerah setempat. Dalam pengembangan program desa wisata, homestay merupakan bagian dari daya tarik wisata yang didapatkan oleh wisatawan dalam kunjungannya ke desa wisata.

Homestay merupakan salah satu usaha pariwisata yang dikelola oleh masyarakat di

(7)

wisata yang ditawarkan pada wisatawan, termasuk desa wisata Nglanggeran. Jurnal ini akan difokuskan pada Desa Wisata Nglanggeran yang telah memiliki beberapa penghargaan.

Desa wisata Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul memperoleh penghargaan sebagai Desa Wisata Terbaik I Indonesia dan menerima penghargaan ASEAN Community Based Tourism (CBT) Award 2017, yang di serahkan di Singapura, Jumat 20 Januari 2017. Capaian yang

diperoleh Desa Wisata Nglanggeran ini antara lain karena mampu memberikan kontribusi kesejahteraan sosial, melibatkan kepengurusan dari masyarakat, menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan, mendorong terjadinya partisipasi interaktif antara masyarakat lokal dengan pengunjung (wisatawan), menyediakan jasa perjalanan wisata dan pramuwisata yang berkualitas. Termasuk mengenai kualitas makanan, minuman, akomodasi dan kinerja Friendly Tour Operator (FTO).1

Desa Wisata Nglanggeran terdapat beberapa tempat wisata spesial. Diantaranya; Puncak Gunung Api Purba, Embung Nglanggeran, Air Terjun Kedung Kandang, dan masih banyak lagi hal menarik lainnya yang disajikan di desa ini. Gunung api purba merupakan gunung batu dari karst atau kapur. Mengingat banyaknya potensi budaya dan ekowisata di situs gunung api tersebut, tahun 2008 Badan Pengelola Desa Wisata Nglanggeran mengambil alih pengelolaannya dan menambah berbagai fasilitas disana. Adapun embung adalah bangunan berupa kolam seperti telaga di ketinggian sekitar 500 meter dari permukaan laut. Embung dengan luas sekitar 5.000 meter persegi itu berfungsi menampung air hujan untuk mengairi kebun buah kelengkeng, durian, dan rambutan di sekeliling embung (Kompas, 2013). Pada musim kemarau, para petani bisa memanfaatkan airnya untuk mengairi sawah. Selain itu homestay juga sedang di kembangkan di Desa Wisata Nglanggeran guna meningkatan jumlah kunjungan, bahkan saat ini sudah memiliki 80 rumah yang pernah digunakan untuk homestay live in siswa dari berbagai daerah, bahkan wisatawan asing dari berbagai negara.

Selain homestay pengelola memiliki alternatif lain untuk ditawarkan kepada wisatawan yang datang, pengelola Desa Wisata Nglanggeran membuat paket Tahun Baru Exclusive Gunung Api Purba dengan cukup membayar 185.000/orang sudah bisa mendapatkan homestay dan mengikuti rangkaian kegiatan tahun baru. Dengan fasilitas pendukung seperti :

homestay dalam satu kamar digunakan 2-4 orang, makan 2 kali di homestay dengan menu ala

1

(8)

desa, sunset gunung Api Purba Gardu pandang I, api unggun di kawasan Embung kebun buah Nglanggeran, pesta kembang api, sunrise puncak timur gunung Api Purba di kampung 7 kepala keluarga, Pemandu, dan Asuransi.

Sebagai salah satu desa wisata terbaik di Indonesia, menarik untuk mempelajari bagaimana usaha homestay di desa ini dimulai. Lebih jauh lagi, walaupun telah memenangkan sebagai desa wisata terbaik di Indonesia, diperlukan studi lebih mendalam tentang bagaimana usaha homestay dikelola di desa Nglanggeran, dan juga perlu diteliti sejauh mana pengelolaan homestay di desa ini telah memenuhi standar pengelolaan yang baik.

1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana proses terbentuknya usaha homestay di Desa Nglanggeran? b. Bagaimana usaha homestay di Desa Wisata Nglanggeran dikelola?

2. Tinjauan Pustaka

2.1. Desa Wisata

Salah satu yang menjadi suatu bentuk kegiatan ekowisata pada kawasan tertentu yang melibatkan masyarakat lokal setempat adalah desa wisata. Menurut Priasukmana & Mulyadin (2001), Desa Wisata merupakan suatu kawasan pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaaan baik dari kehidupan sosial ekonomi, sosial budaya, adat istiadat, keseharian, memiliki arsitektur bangunan dan struktur tata ruang desa yang khas, atau kegiatan perekonomian yang unik dan menarik serta mempunyai potensi untuk dikembangkanya berbagai komponen kepariwisataan, misalnya atraksi, akomodasi, makanan-minuman, cindera-mata, dan kebutuhan wisata lainnya.

(9)

Selain berbagai keunikan tersebut, kawasan desa wisata juga dipersyaratkan memiliki berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang seyogyanya ada disuatu kawasan desa wisata antara lain : sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan, dan akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata dapat menyediakan sarana penginapan berupa pondok-pondok wisata (Homestay) sehingga para pengunjung dapat merasakan suasana pedesaan yang masih asli.

2.2. Akomodasi (Homestay)

Usaha Penyediaan Akomodasi adalah usaha penyediaan pelayanan penginapan untuk wisatawan yang dapat dilengkapi dengan pelayanan pariwisata lainnya (Permen Pasal 1 Ayat 27 Tahun 2016). Ada beberapa jenis penginapan yang ada di Indonesia seperti : Hotel, Resort, Cottage, Villa, Losmen, Motel, Guest House, Apartemen dan Homestay. Usaha Pondok Wisata atau sering disebut juga dengan istilah homestay adalah

salah satu jenis akomodasi yang sering dijumpai di Indonesia. Homestay berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya.

Homestay merupakan salah satu sarana pendukung penting dalam pengelolaan desa

wisata. Sebagai usaha, homestay mampu memberikan dampak positif bagi peningkatan ekonomi masyarakat desa wisata. Pemilik homestay diwajibkan mempunyai sertifikasi usaha, guna mendukung peningkatan mutu pelayanan dan pengelolaan melalui pemenuhan standar usaha. Standar usaha homestay mencakup aspek produk, pelayanan dan pengelolaan usaha. Sertifikasi pondok wisata dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi usaha bidang pariwisata untuk homestay yang telah memenuhi standar usaha.

Homestay sebagai usaha masyarakat lokal merupakan salah satu bentuk usaha

masyarakat lokal yang pada umumnya terbentuk dari hasil pemberdayaan masyarakat dalam sebuah pengembangan pariwisata berbasis komunitas (Suharto, 2017: Susanto, P. C., Ray, E. M., Indahningtyas, D. R., Setiawan, V., Khayat, A., & Pura, U. D.).

(10)

karena itu, idealnya usaha homestay dimiliki dan dikelola oleh masyarakat setempat (ASEAN, 2016).

2.3. Standarisasi Homestay ASEAN

Keberhasilan program homestay di kawasan ASEAN sangat bergantung pada pemahaman yang kuat akan kebutuhan dasar dari pengalaman pengunjung yang berkualitas dari perspektif homestay. Oleh karena itu, penetapan standar Homestay ASEAN diperlukan untuk mengembangkan homestay di sebuah destinasi, standar ini memberikan kesempatan untuk menstandardisasi pemahaman tingkat dasar tentang apa itu homestay dan menetapkan standar homestay ASEAN, standar minimum di semua negara

anggota ASEAN. Standar ini juga memfasilitasi pendekatan yang terkoordinasi, mendorong kemitraan dengan pemangku kepentingan terkait, menciptakan lingkungan yang positif sambil merevitalisasi ekonomi pedesaan dan juga pengurangan kemiskinan.

Dalam penerapan standarisasi homestay bertaraf ASEAN, ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan. Adapun kriteria homestay (ASEAN, 2016), sebagai berikut; Dari aspek produk, dalam standar ASEAN, sebuah desa wisata minimal memiliki 5 homestay yang terdaftar di dalam desa untuk mencerminkan keterlibatan dan kohesi masyarakat, serta letak homestay harus berada dekat dengan atraksi wisata yang berbasis alam dan budaya di daerah sekitarnya. Selain itu, dalam standarisasi ASEAN rumah/bangunan harus dalam kondisi baik, stabil dan aman dan bangunan homestay harus mencerminkan indentitas lokal atau ciri khas daerah iu sendiri. Lebih jauh lagi, pengelola homestay harus menyediakan kamar homestay yang terpisah dan memiliki minimal satu kamar mandi untuk tamu tersebut yang tentunya dalam keadaan yang baik dan bersih. Dan memastikan sistem keamanan dan kebersihan akomodasi yang ditawarkan serta ketercukupan fasilitas yang dibutuhkan.

Dalam aspek organisasi, homestay disebuah desa wisata harus dipimpin oleh juara lokal dengan kuat kualitas kepemimpinan dan dihormati oleh mastyarakat setempat, contohnya kepala desa. Selain itu organisasi homestay harus memiliki struktur yang sistematis dengan jelas peran, tanggung jawab dan jalur komunikasi yang jelas dan dapat memfasilitasi perempuan setempat dan pemuda.

(11)

institusi pendidikan tinggi untuk mencari bantuan dalam pelatihan dan saran teknis, juga lembaga seperti pariwisata internasional, nasional dan negara bagian organisasi untuk mencari bantuan dalam hal pelatihan, pendanaan, pemasaran dan promosi serta saran teknis lainnya.

2.4. Pengertian, Fungsi dan kriteria Homestay menurut Peraturan Kementrian

Pariwisata No. 9 Tahun 2014

Usaha Pondok Wisata atau usaha Homestay adalah penyediaan sebuah akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberikan kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari pemiliknya (Permen Parekraf No.9 Tahun 2014)

Berikut fungsi dan kriteria homestay : Fungsi Homestay

Homestay sebagai sarana akomodasi di desa wisata.

 Homestay sebagai bagian atraksi (daya tarik) dari desa wisata.  Sebagai sarana interaksi antara wisatawan dengan tuan rumah.

 Sebagai sarana edukasi bagi wisatawan untuk belajar tentang kearifan lokal.  Sebagai sarana pengenalan budaya lokal.

Kriteria Homestay

 Usaha perorangan yang tidak berbadan hukum (tidak diberlakukan TDUP).  Fisik, berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh pemiliknya.

 Pemilik homestay adalah warga setempat.  Kamar yang disewakan maksimal 5 (lima) unit.

 Pelaksanaan usaha meliputi; aspek produk, pelayanan, dan pengelolaan.  Adanya keterkaitan langsung dengan desa wisata.

Dalam kriteria di atas, terdapat tiga aspek penting dalam pelaksanaan usaha homestay. Aspek pertama adalah aspek produk yang meliputi:

4. Bagunan rumah tinggal yang memenuhi kriteria:

(12)

5. Kamar tidur

a. Kondisi yang bersih dan terawat serta dilengkapi dengan kunci kamar, kaca rias, lemari atau tempat meletakan pakaian, lampu penerangan dan tempat sampah.

b. Tempat tidur tertata dengan rapi dan tersedia bantal dengan sarungnya dan sprei.

6. Fasilitas Penunjang

a. Tersedia papan nama dengan tulisan yang terbaca dan dipasang pada tempat yang terlihat dengan jelas.

b. Tersedia pelengkap di kamar mandi seperti gantungan handuk, tempat sampah, kloset duduk atau jongkok, tempat penampungan air, saluran pembuangan air yang lancar dan, air bersih yang mencukupi sesuai dengan jumlah kamar atau tamu yang menginap.

c. Peralatan makan dan minum selalu dalam kondisi bersih dan aman bagi tamu. d. Tersedia air minum.

7. Dapur

Kondisi dapur menjadi satu aspek yang termasuk dalam kriteria produk. Kondisi dapur harus dalam keadaan bersih dan terawatt serta ilengkapi peralatan dapur yang bersih, terawat dan berfungsi dengan baik. Dapur juga harus dilengkapi bak tempat cuci yang bersih dan terawat serta tersedia saluran pembuangan limbah yang berfungsi dengan baik. Di dalam dapur terdapat tempat sampah tertutup dan tersedia air bersih yang diperlukan untuk membersihkan peralatan dapur serta peralatan makan dan minum.

(13)

Aspek penting ketiga, pengelolaan, meliputi tiga unsur. Yang pertama adalah pengelolaan tata usaha dengan menyediakan area khusus dalam rumah tinggal untuk keperluan administrasi, dilengkapi fasilitas penunjang yang sederhana. Selain itu juga terlaksananya pengadministrasian pencatatan data identitas tamu. Unsur kedua penjaminan keamanan dan keselamatan, dilakukan dengan cara menyediakan petunjuk tertulis untuk menghindari terjadinya kebakaran atau keadaan darurat lainnya serta memiliki peralatan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Unsur terakhir, pengelolaan sumber daya manusia, dilaksanakan dengan menerapkan unsur Sapta Pesona, meliputi; aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah, dan kenangan. Ditambah dengan mengikuti kegiatan peningkatan kemampuan pengelolaan yang diselenggarakan oleh unsur pemerintah.

2.5 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian terdahulu sebagai tolak ukur dan acuan untuk menyelesaikannya, penelitian terdahulu memudahkan penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan penelitian dari segi teori maupun konsep.

a. Penelitian pertama oleh Fithria Khairina Damanik dari Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian tersebut berjudul Homestay Sebagai Usaha Pengembangan Desa Wisata Kandri. Hasil analisis yang sudah dilakukan,

(14)

b. Penelitian kedua oleh Yahaya Ibrahim dan Abdul Rasid Abdul Razzaq dari Universitas Malaysia Terengganu dengan judul Homestay Program and Rural Community Development in Malaysia, hasil dari penelitian menunjukkan bahwa; untuk merancang program homestay yang sukses perlu adanya campur tangan dari pihak luar terutama dalam hal promosi. Pertumbuhan program homestay di Malaysia telah memberikan peluang besar bagi masyarakat pedesaan. Program ini merupakan dukungan tambahan untuk pembangunan sosial ekonomi pedesaan, pengembangan modal sosial, serta kontribusi terhadap konservasi dan peningkatan wilayah pedesaan dengan mengembangkan pemahaman publik mengenai kehidupan di daerah pedesaan dan isu-isu lingkungan pada umumnya. Program homestay bukan hanya program pariwisata pedesaan, tapi juga strategi pembangunan pedesaan. Program homestay di Malaysia memiliki potensi besar untuk menjadi produk wisata alternatif untuk menarik wisatawan internasional dan domestik. Namun, agar program ini bisa sukses, komitmen penuh dari operator serta dukungan kuat dari instansi pemerintah dan instansi swasta terkait lainnya seperti operator wisata sangat dibutuhkan. Meski awalnya operator homestay hanya tahu sedikit tentang industri pariwisata, antusiasme mereka bersama dengan bantuan dari Pemerintah dan sektor swasta, telah berkontribusi pada pertumbuhan sektor pariwisata baru ini.

(15)

3. Metodologi dan Pendekatan 3.1 Desain Penelitian

Untuk menunjang hasil temuan, peneliti dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Menurut Irawan ( 2006 ) peneliti kualitatif berfikir secara induktif (grounded). Penelitian kualitatif tidak dimulai dengan mengajukan hipotesis dan kemudian menguji kebenarannya (berfikir deduktif), melainkan bergerak dari bawah dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang sesuatu, dan dari data itu dicari pola pola, hukum, prinsip-prinsip, dan akhirnya menarik kesimpulan dari analisis yang telah dilakukan. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif data yang didapat dari hasil pandangan/pengamatan peneliti, sehingga sering disebut dengan penelitian subjektif. Peneliti melakukan pemahaman dan mengalami sendiri (terlibat langsung) dalam fenomena sosial yang ditelitinya. (Mason, 1996).

Penelitian kualitatif menurut Guba dan Lincoln (1985),”Qualitative Methods are stressed within the naturalistic paradigm is antiquantitative but because qualitative

methods come more easily to the human as instrument.”. Dalam penelitian kualitatif yang ditekankan adalah pola atau pemahaman yang asli, pengalaman nyata untuk selanjutnya dirumuskan menjadi model, konsep, teori, prinsip atau definisi yang bersifat umum. Pengambilan data untuk penelitian kualitatif harus dilakukan secara berulang kali sampai mendapatkan data yang valid.

Data ini merupakan data yang berhubungan secara langsung dengan penelitian yang dilaksanakan dan bersumber dari desa wisata Nglanggeran, media elektronik berupa jurnal dan web resmi yang berkaitan dengan desa wisata Nglanggeran kabupaten Gunung Kidul.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

(16)

3.3 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan observasi, wawancara dan dokumentasi.

a. Observasi : yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap kondisi yang ada di desa wisata Ngglanggeran. Penulis mengamati tentang keadaan homestay di desa Nglanggeran dalam rangka penerapan standarisasi pada usaha homestay.

b. Wawancara : yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara tanya jawab dengan Pokdarwis di desa wisata Ngglanggeran. Melakukan wawancara dengan pengelola atau ketua pengelola desa wisata Nglanggeran serta 5 anggota masyarakat yang ada di sekitar desa wisata yang ikut mengelola homestay untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan/kesulitan dalam menerapkan standarisasi homestay. Dalam pembahasan ini, penulis memberikan pertanyaan tentang proses terbentuknya usaha homestay dan bagaimana pengelolaan homestay dari aspek produk, pengelolaan dan

pelayanan di desa Nglanggeran.

c. Dokumentasi : Menurut Arikunto (2006: 206) “Dokumentasi adalah mencari dan mengumpulkan data mengenai hal-hal yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, notulen, rapot, agenda dan sebagainya.”

(17)

4. Hasil dan Pembahasan

4.1.Gambaran Umum Desa wisata Nglanggeran, Gunung Kidul

Desa Nglanggeran merupakan desa wisata yang terletak di kecamatan Patuk kabupaten Gunungkidul. Pada saat ini Nglanggeran memiliki empat destinasi wisata yaitu wisata Gunung Api Purba yang menjadi obyek wisata utama, wisata embung, kebun buah, dan air terjun Kedung Kandang sebagai obyek wisata baru di Nglanggeran. Sebelum tahun 2008, desa Nglanggeran kecamatan Patuk merupakan salah satu kantung kemiskinan di kabupaten Gunungkidul. Menurut penuturan kepala desa Nglanggeran dengan mengacu pada data monografi desa tahun 2009, disebutkan bahwa dari penduduk Desa Nglanggeran yang berjumlah 700 kepala keluarga, 345 kepala keluarga termasuk dalam penduduk miskin yang sebagian besar berprofesi sebagai petani, sebagian lain berprofresi sebagai tukang bangunan, buruh, dan pengusaha kayu. Menurut data hasil Survei desa Inkubator Ekonomi Rakyat di desa Nglanggeran yang diliris tahun 2009, menunjukkan bahwa mayoritas dari penduduk miskin di Nglaggeran adalah mereka yang berada pada usia produktif antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut menunjukan bahwa sektor pertanian yang mayoritas ditekuni oleh sebagian besar penduduk di desa Nglanggeran telah mengalami proses perubahan sehingga tidak mampu lagi menyerap tenaga kerja muda, akibatnya tingkat pengangguran di Nglageran cukup tinggi.2

Kemiskinan kultural di Nglanggeran disebabkan oleh rendahnya jiwa kewirausahaan sosial masyarakat. Walaupun masyarakat desa Nglanggeran memiliki modal sosial berupa unsur jaringan, kepercayaan dan solidaritas yang tinggi, namun modal sosial tersebut belum dapat termanfaatkan secara optimal oleh warga. Kemiskinan ini disebabkan oleh minimnya sumber daya alam yang bisa dimanfaatkan untuk menunjang kehidupan. Bentang alam yang terdiri dari bukit kars kapur dan tanah litosol kurang begitu optimal jika dimanfaatkan untuk lahan pertanian. Pada saat musim kemarau, ketersediaan air sangat terbatas, warga setempat hanya bisa memanfaatkan pengairan dari mata air yang mengalir di lereng gunung purba, itupun dengan kapasitas debit air yang tidak begitu besar, akibatnya produksi pertanian yang dihasilkan mayoritas petani desa Nglanggeran kurang optimal. Hal ini menyebabkan rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Desa Nglanggeran.

2

(18)

Dengan berbagai latar belakang persoalan di atas, secara perlahan masyarakat mulai melihat potensi sektor pariwisata sebagai salah-satu strategi pembangunan desa. Memasuki tahun 1999 masyarakat Desa Nglaggeran mulai mengembangkan ekowisata Gunung Api Purba.

4.2.Proses Terbentuknya Usaha Homestay di Desa Wisata Nglanggeran

Pada awalnya pengembangan ekowisata berbasiskan masyarakat di Desa Nglanggeran dimulai oleh Sugeng Handoko dan para pemuda setempat. Sugeng Handoko adalah pemuda lokal yang menjadi pelopor pariwisata dari desa Nglanggeran bersama seniornya dan para pemuda di beberapa dusun di desa Nglanggeran. Mereka mulai membentuk komunitas untuk mengembangkan kewirausahaan sosial di sektor ekowisata. Komunitas tersebut bernama Karang Taruna Bukit Putra Mandiri atau Lembaga Sentra Pemuda Taruna Purba Mandiri.

Melalui komunitas yang didirikan, Sugeng Handoko dan para pemuda mulai melakukan pengembangan konsep ekowisata berbasis masyarakat lokal. Implementasi konsep tersebut pada awalnya dilakukan dengan mengkonservasi kawasan Gunung Api Purba yang dilakukan dengan program penanaman pohon di beberapa kawasan di Gunung Api Purba, tidak sampai disitu, Sugeng Handoko dan para pemuda setempat juga melakukan upaya edukasi, penyadaran kepada masyarakat tentang cara menjaga kelestarian lingkungan Gunung Nglanggeran yang saat itu digunakan sebagai tempat mencari kayu bakar dan batu untuk bahan bangunan oleh penduduk lokal setempat. Berdasarkan uraian di atas, proses awal terbentuknya homestay sudah sejalan dengan standarisasi yang ditetapkan di ASEAN bahwa kepemimpinan dalam pengelolaan memakai dan melibatkan warga lokal dan pemuda setempat (ASEAN, 2016).

(19)

tour guide. Seiring berjalannya waktu, selanjutnya masyarakat didorong untuk melakukan

diversifikasi jenis wisata dengan menciptakan paket wisata baru, seperti outbond, perkemahan, fasilitasi kegiatan makrab mahasiswa, wisata pertanian dan tempat penginapan (homestay) bagi para pengunjung. Tidak hanya sampai di situ, masyarakat juga didorong untuk membuat pemasaran secara digital melalui website yang mampu dijangkau oleh semua kalangan di berbagai tempat. Komunitas pemuda sebagai operator kegiatan wisata yang ada di Nglanggeran juga dipacu untuk mampu berkerjasama dengan semua stakeholder, baik pemerintah maupun pihak swasta terutama para agent travel untuk meningkatkan jumlah pengunjung.

Dalam perjuangannya, karang taruna ini juga dilengkapi dengan pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh dinas pariwisata dan beberapa universitas. Hal ini menunjukan bahwa, hal ini sesuai dengan standar kriteria yang telah ditetapkan dalam standar ASEAN pada bagian kolaborasi yang menyatakan bahwa pengurus dan masyarakat lokal melibatkan stakeholder lainnya seperti LSM atau institusi-institusi lainnya untuk mengadakan pelatihan (ASEAN, 2016).

Perlu diketahui bahwa Nglanggeran dulunya adalah salah satu desa pemasok TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang bekerja di luar negeri. Namun sejak dikelolanya Geosite Nglanggeran sebagai destinasi wisata, kini mereka lebih memilih tinggal dan merawat desanya. Menurut Ir. Budi Martono, General Manager Geopark Gunungsewu, Geosite adalah sebuah wisata yang terbentuk dari susunan geologi, biologi dan kebudaayan, atau singkatnya adalah wisata alam. Geosite Nglanggeran hanyalah salah satu Geosite dari 33 Geosite yang berada di Gunung Sewu yang membentang dari 3 provinsi dan 3 kabuapten, yaitu Gunung Kidul (DI. Yogyakarta), Wonogiri (Jawa Tengah) dan Pacitan (Gunung Kidul). Gunung Sewu dinobatkan menjadi Geosite Dunia kedua yang berada di Indonesia setelah Gunung Batur yang berada di Pulau Bali dan menjadi salah satu dari 120 lebih Geosite dunia yang berada di 32 Negara (Laman resmi gunung api Purba).

(20)

4.3.Pengelolaan Homestay di Desa Wisata Nglanggeran

Desa wisata Nglanggeran saat ini memiliki 80 rumah warga yang dijadikan sebagai homestay untuk wisatawan yang sudah diseleksi oleh pengurus desa Nglanggeran.

Pengurus juga menyediakan atraksi wisata yang berbasis alam dan budaya di daerah sekitarnya homestay sebagai pelengkap untuk ditawarkan kepada wisatawan yang datang berkunjung. Berikut hasil analisa penerapan standarisasi homestay yang dilakukan di desa wisata Nglanggeran berdasarkan aspek yang terdapat dalam kriteria pelaksanaan homestay menurut Permen No 10 tahun 2014.

4.3.1. Aspek Produk

Usaha homestay di Desa Nglanggeran merupakan rumah tinggal penduduk yang dihuni oleh pemiliknya dan sebagian kamarnya, rata-rata 3-5 kamar disewakan sebagai kamar tamu untuk wisatawan. Fisik dan bangunan homestay layak untuk dihuni, bangunan kokoh dan tidak rusak. Sebagian homestay belum mencerminkan bangunan dengan ciri khas daerah. Dalam setiap rumah homestay, keadaan setiap ruangan menjadi faktor yang berpengaruh bagi kenyamanan tamu dan kondisi kamar tidur merupakan salah satu hal yang penting.

Kebersihan kamar tidur selalu terjaga karena sebelum dan sesudah ditempati selalu dibersihkan sehingga kamar selalu dalam keadaan bersih dan bebas dari bau tak sedap. Setiap kamar juga memiliki jendela sehingga memiliki sirkulasi udara yang baik agar terjadi sirkulasi udara yang baik dan disetiap kamar dilengkapi dengan kunci kamar. Tempat tidur juga dilengkapi dengan bantal, sarung bantal, sprei dan selimut. Di kamar tidur tersedia meja, kaca rias, lemari/tempat menyimpan pakaian, dan tempat sampah. Dari sisi kelengkapan fasilitas penunjang, semua homestay dilengkapi dengan papan nama yang terlihat jelas, dan jalan menuju lokasi mudah dicapai. Ini sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam peraturan menteri. Di dalam kamar mandi dilengkapi perlengkapan mandi seperti gantungan handuk, tempat sampah, kloset duduk/jongkok, shower dan/atau bak mandi, saluran pembuangan yang lancar, dan air bersih. Setiap homestay di Desa Nglanggeran diperlengkapi dengan satu sampai dua toilet dengan

(21)

tersedia peralatan makan dan minum yang bersih dan hyginies tanpa debu, noda, jamur dan tidak retak.

Beberapa homestay sudah memiliki dapur yang baik dan dilengkapi dengan perlengkapan dapur yang bersih dan aman, termasuk bak tempat pencucian peralatan dan bahan makanan, namun sebagian masih ada yang belum bersih dari noda dan jamur serta belum terdapat saluran pembuangan limbah yang berfungsi dengan baik. Lantai masih tanah sehingga ketika basah akan licin dan membahayakan tamu homestay. Di beberapa homestay juga belum tersedia perlengkapan Alat Pemadam Api Ringan (APAR). Dengan

demikian, aspek kelengkapan fasilitas penunjang secara umum telah terpenuhi, namun masih terdapat kekurangan di beberapa bagian, seperti keamanan tamu.

4.3.2. Aspek Pelayanan

Dalam aspek pelayanan, dalam proses pemesanan kamar, sarana administrasi dan buku tamu telah tersedia, namun dalam penerapannya belum semua tamu yang menginap mengisi buku tamu. Pendataan tamu, pelayanan informasi wisata, pelayanan pemesanan kamar dan pelayanan pembayaran semua tamu yang menginap di homestay sudah di data oleh staf kantor pengelola homestay desa Nglanggeran. Disetiap homestay ditempelkan peraturan yang harus ditaati bagi tamu yang menginap. Namun kebanyakan homestay belum memiliki sarana komunikasi berupa fax/ jaringan internet yang berfungsi dengan baik.

(22)

4.3.3. Aspek Pengelolaan

Homestay yang ada di kawasan desa wisata ini merupakan binaan Kelompok Sadar

Wisata desa Nglanggeran bersama dengan masyarakat sekitar. Dalam proses pengembangan homestay, para pengurus menilai setiap rumah warga untuk dipilih mana rumah yang layak untuk dijadikan homestay dan tidak layak, namun penilaian atau kriteria yang menjadi bahan/alat pertimbangan hanya sesuai dengan kelayaknya yang dibuat oleh pengurus desa dan belum berdasarkan standar homestay yang berlaku (standar nasional maupun ASEAN).

Sistem yang digunakan oleh pengelola desa Nglanggeran mengunakan sistem satu pintu yaitu kantor pusat yang bertempat di dekat pintu masuk wisata yang akan memulai trekking Gunung Api Purba. Struktur organisasi yang cukup lengkap dan program yang

(23)

Berikut Struktur organisasi yang ada di desa wisata Nglanggeran3 :

Struktur Organisasi Desa Nglanggeran di ambil dari kantor administrasi desa wisata.

PENASEHAT

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab. Gunung kidul

(24)

Dengan adanya struktur organisasi yang jelas, usaha homestay di desa ini telah memenuhi standarisasi ASEAN khususnya pada bagian pengelolaan, poin pertama yang menyatakan bahwa organisasi homestay harus memiliki struktur organisasi yang sistematis (ASEAN, 2016).

Untuk mempertemukan semua anggota pengelola sesuai dengan struktur organisasi diatas, Bapak Mursidi selaku ketua organisasi menyelenggarakan rapat setiap 35 hari sekali yang disesuaikan dengan penanggalan jawa. Rapat diadakan untuk mengevaluasi dan mencari solusi bersama dari seluruh kegiatan yang ada didesa Nglanggeran oleh setiap ketua dari bidang masing-masing. Pertemuan rutin ini menunjukkan bahwa organisasi home stay di desa ini juga memenuhi standar yang di tetapkan ASEAN bahwa organisasi home stay memiliki peran, tanggung jawab dan jalur komunikasi yang baik.

Semua pengelola dan pengurus (termasuk pemilik homestay) berasal dari pemuda dan warga yang berdomisili di desa Nglanggeran. Ada sekitar 154 Pemuda di desa Nglanggeran yang ikut berpartisipasi menjadi pengelola Geosite Nglanggeran. Menurut data diatas, dengan adanya 80 rumah yang dijadikan sebagai homestay di desa Nglanggeran maka, desa Nglanggeran telah memenuhi standar yang ada di dalam standar ASEAN. Dan lebih jauh lagi desa Nglanggeran letaknya berdekatan dengan wisata gunung api Purba dan Embung Nglanggeran sehingga memenuhi kriteria homestay menurut standar ASEAN yang mengatakan bahwa homestay harus terletak di dekat atraksi wisata.

(25)

5. Kesimpulan

Dalam penerapan standarisasi homestay, dilihat dari awal terbentuknya homestay di desa wisata Nglanggeran sudah sesuai dengan diprakarsainya program homestay oleh masyarakat lokal. Pemimpin dan para pengurus desa wisata Nglanggeran khususnya pengurus homestay adalah masyarakat lokal. Pemimpin lokal mengadakan pelatihan dan mengedukasi masyarakat lokal lainnya sehingga terbentuk social enterpreneurship. Dalam perjalannya para pengurus diperkuat dengan diadakannya training-training dari pihak luar, sehingga sampai saat ini sudah memiliki 80 homestay dan 154 pengurus di desa wisata Nglanggeran. Dengan demikian sudah sesuai dengan standar homestay dan CBT yang ditetapkan oleh ASEAN, desa Nglanggeran telah menerapkan poin-poin penting dari standar yaitu, peran aktif dari masyarakat lokal.

Dalam pengelolaannya, sekalipun belum memakai standarisasi homestay untuk mengelola homestay di desa Nglanggeran, namun ada beberapa elemen yang sudah sesuai dengan kriteria standarisasi homestay ASEAN dan kriteria homestay menurut Permen No. 10 Tahun 2014. Kelengkapan untuk sebuah homestay sudah layak untuk di gunakan oleh wisatawan yang menginap dan juga beberapa fasilitas seperti, tersedianya air bersih, kamar tidur yang bersih dan nyaman, ruang tamu dan ruang makan yang tertata dengan rapi, toilet yang sudah terstandarisasi dan beberapa aspek yang lain. Namun masih ada beberapa rumah dan kelengkapan yang belum tersedia sesuai dengan standarisasi seperti, masih ada beberapa homestay yang tempat tidurnya tidak memakai kaki, tempat saluran pembuangan air, dapur yang licin, beberapa pintu kamar yang tidak bisa dikunci, dan beberapa fasilitas yang harus dibenahi. Oleh karena itu diharapkan bagi para pengelola desa Nglanggeran untuk dapat menerapkan standarisasi pada homestay dan beberapa fasilitas yang disediakan agar wisatawan merasa aman dan nyaman saat datang berkunjung dan menginap serta meningkatkan kualitas pelayanan yang ada di homestay desa Nglanggeran.

(26)

LAMPIRAN

Dapur Homestay di Desa Nglanggeran Dapur Homestay di Desa Nglanggeran Homestay di Desa Nglanggeran

Ruang Tidur Homestay di Desa Nglanggeran

Ruang TV Homestay di Desa Nglanggeran

Toilet Homestay di Desa Nglanggeran

Ruang Tamu Homestay di Desa Nglanggeran

(27)

REFERENSI

A. BUKU

Kusmayadi dan Endar Sugiarto. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Suharto, S. (2017). Empowerment Strategy Masyarakat Desa Wisata Kebonagung

Kecamatan Imogiri Kabupaten Bantul Yogyakarta. Wahana Informasi Pariwisata: Media Wisata, 15(1).

B. PERATURAN MENTERI

Asisten Deputi Tata Kelola Destinasi dan Pemberdayaan Masyarakat, 2016. “Buku Panduan

Homestay”. Jakarta : Kemenpar

Menteri Pariwisata, 2016. “ Pedoman Destinasi Pariwisata Berkelanjutan”. Peraturan

Menteri Pariwisata Pasal 1 Ayat 27. Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Jakarta

Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif N0. 9 Tahun 2014 Tentang

Standar Usaha Pondok Wisata. Jakarta : Kemenpar.

C. JURNAL PARIWISATA

ASEAN CBT Satandart, Jakarta : ASEAN Secretariat, January 2016 ASEAN Homestay Standart. Jakarta : ASEAN Secretariat, January 2016

D. SKRIPSI

Damanik Fithria Khairina, 2014. “Homestay Sebagai Usaha Pengembangan Desa Wisata Kandri”. Semarang : Universitas Diponegoro

Razzaq Abdul Rasid Abdul, 2010. “Homestay Program and Rural Community Development

in Malaysia”. Malaysia : Universiti Tun Hussein Onn

E. INTERNET

Gunung Api Purba, 2018. “Informasi Geografis”,

(28)

Humas, 2017. “Tahun 2017 Kita Genjot Sektor Pariwisata”,

http://setkab.go.id/tahun-2017-kita-genjot-sektor-pariwisata/, diakses pada 8 Agustus 2017 pukul 17.23.

Kompas, 2013. “Berwisata ke desa Nglanggeran”,

http://travel.kompas.com/read/2013/10/18/2021458/Berwisata.ke.Desa.Nglanggeran, diakses pada 8 Agustus 2017 pukul 09.30.

Priasukmana dan Mulyadin, 2001. “Teori Desa Wisata”

http://desawisatakotagede.blogspot.com/2016/01/teori-desa-wisata.html. Diakses pada 19 Desember 2017 pukul 20.06.

TEMPO.CO. 2017. “Desa wisata Nglanggeran terbaik ASEAN 2017”,

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Sistem Informasi inventory ini dapat membantu pegawai STIKes Hang Tuah Pekanbaru, baik Unit Kerja, Bagian Perlengkapan dan Ketua STIKes Hang Tuah

Request yang datang dari pengguna yang masuk melewati pengalamatan ke mesin loadbalance pada sisi web server akan diarahkan ke node-node web server

Dinas Komunikasi dan Infortmatika Pemerintah Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu instansi milik negara yang bergerak di bidang komunikasi dan Informatika yang telah

Hasil R 2 menunjukkan seberapa jauh DNA organisasi, potensi bisnis, dan teknologi informasi dalam menjelaskan tingkat praktik akuntansi manajemen pada UMKM di Magelang,

Umur berbunga, umur panen polong muda, umur panen polong kering, jumlah tangkai bunga per tanaman, jumlah polong kering per tanaman, rata-rata panjang polong per tanaman,

Modal merupakan bagian yang sangat penting dalam bank dan merupakan sumber dana utama dalam pembiayaan seluruh kegiatan operasional bank, modal tersebut

Penelitian mengenai partisipasi pemuda mengembangkan kawasan ekowisata Gunung Api Purba Nglanggeran dalam rangka membangun ketahanan masyarakat desa ditinjau dari keilmuan Ketahanan

Tujuan dari penelitian ini adalah Mempelajari pengaruh temperatur dan kecepatan pengadukan terhadap pengurangan konsentrasi kalsium hidroksida pada sintesis