• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel 2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel - Kajian Performansi Mesin Disen Stationer Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Biodisel Biji Kemiri Sunan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel 2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel - Kajian Performansi Mesin Disen Stationer Satu Silinder Menggunakan Katalitik Konverter Dengan Bahan Bakar Biodisel Biji Kemiri Sunan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biodiesel

2.1.1 Sejarah Penggunaan Bahan Bakar Alternatif Biodiesel

Biodiesel pertama kali dikenalkan di Afrika selatan sebelum perang dunia II sebagai bahan bakar kenderaan berat. Biodiesel didefinisikan sebagai metil/etil ester yang diproduksi dari minyak tumbuhan atau hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai bahan bakar di dalam mesin diesel. Sedangkan minyak yang didapatkan langsung dari pemerahan atau pengempaan biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan (untuk mengurangi kadar air), disebut sebagai minyak lemak mentah. Minyak lemak mentah yang diproses lanjut guna menghilangkan kadar fosfor (degumming) dan asam-asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut dengan refined fatty oil atau straight vegetable oil (SVO).

SVO didominasi oleh trigliserida sehingga memiliki viskositas dinamik yang sangat tinggi dibandingkan dengan solar (bisa mencapai 100 kali lipat, misalkan pada Castor Oil). Oleh karena itu, penggunaan SVO secara langsung di dalam mesin diesel umumnya memerlukan modifikasi/tambahan peralatan khusus pada mesin, misalnya penambahan pemanas bahan bakar sebelum sistem pompa dan injektor bahan bakar untuk menurunkan harga viskositas. Viskositas (atau kekentalan) bahan bakar yang sangat tinggi akan menyulitkan pompa bahan bakar dalam mengalirkan bahan bakar ke ruang bakar. Aliran bahan bakar yang rendah akan menyulitkan terjadinya atomisasi bahan bakar yang baik. Buruknya atomisasi berkorelasi langsung dengan kualitas pembakaran, daya mesin, dan emisi gas buang.

(2)

lemak (fatty acid methyl ester - FAME) yang memiliki berat molekul lebih kecil dan viskositas setara dengan solar sehingga bisa langsung digunakan dalam mesin diesel konvensional. Biodiesel umumnya diproduksi dari refined vegetable oil menggunakan proses transesterifikasi. Proses ini pada dasarnya bertujuan mengubah [tri, di, mono] gliserida berberat molekul dan berviskositas tinggi yang mendominasi komposisi refined fatty oil menjadi asam lemak methil ester (FAME).

Konsep penggunaan minyak tumbuh-tumbuhan sebagai bahan pembuatan bahan bakar sudah dimulai pada tahun 1895 saat Dr. Rudolf Christian Karl Diesel (Jerman, 1858-1913) mengembangkan mesin kompresi pertama yang secara khusus dijalankan dengan minyak tumbuh-tumbuhan (gambar 2.1). Mesin diesel atau biasa juga disebut Compression Ignition Engine yang ditemukannya itu merupakan suatu mesin motor penyalaan yang mempunyai konsep penyalaan di akibatkan oleh kompressi atau penekanan campuran antara bahan bakar dan oxygen didalam suatu mesin motor, pada suatu kondisi tertentu. Konsepnya adalah bila suatu bahan bakar dicampur dengan oksigen (dari udara) maka pada suhu dan tekanan tertentu bahan bakar tersebut akan menyala dan menimbulkan tenaga atau panas. Pada saat itu, minyak untuk mesin diesel yang dibuat oleh Dr. Rudolf Christian Karl Diesel tersebut berasal dari minyak sayuran. Tetapi karena pada saat itu produksi minyak bumi (petroleum) sangat melimpah dan murah, maka minyak untuk mesin diesel tersebut digunakan minyak solar dari minyak bumi. Hal ini menjadi inpirasi terhadap penerus Karl Diesel yang mendesain motor diesel dengan spesifikasi minyak diesel.

(3)

2.1.2 Definisi Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono--alkil ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan.

Sebuah proses dari transesterifikasi lipid digunakan untuk mengubah minyak dasar menjadi ester yang diinginkan dan membuang asam lemak bebas. Setelah melewati proses ini, tidak seperti minyak sayur langsung, biodiesel memiliki sifat pembakaran yang mirip dengan diesel (solar) dari minyak bumi, dan dapat menggantikannya dalam banyak kasus. Namun, dia lebih sering digunakan sebagai penambah untuk diesel petroleum, meningkatkan bahan bakar diesel petrol murni ultra rendah belerang yang rendah pelumas.

Biodiesel merupakan kandidat yang paling baik untuk menggantikan bahan bakar fosil sebagai sumber energi transportasi utama dunia, karena biodiesel merupakan bahan bakar terbaharui yang dapat menggantikan diesel petrol di mesin sekarang ini dan dapat diangkut dan dijual dengan menggunakan infrastruktur zaman sekarang.

Penggunaan dan produksi biodiesel meningkat dengan cepat, terutama di Eropa, Amerika Serikat, dan Asia, meskipun dalam pasar masih sebagian kecil saja dari penjualan bahan bakar. Pertumbuhan SPBU membuat semakin banyaknya penyediaan biodiesel kepada konsumen dan juga pertumbuhan kendaraan yang menggunakan biodiesel sebagai bahan bakar.

Dibandingkan dengan solar, biodiesel memiliki kelebihan diantaranya (Hambali,2007) :

1. Bahan bakar ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik (free sulphur, smoke number rendah)

(4)

3. Memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin 4. Dapat terurai (biodegradable)

5. Merupakan renewable energy karena terbuat dari bahan alam yang dapat diperbaharui

6. Meningkatkan independensi suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal

Menurut Syah (2006), karakteristik emisi pembakaran biodiesel dibandingkan dengan solar adalah sebagai berikut :

1. Emisi karbon dioksida (CO2) netto berkurang 100% 2. Emisi sulfur dioksida berkurang 100%

3. Emisi debu berkurang 40-60%

4. Emisi karbon monoksida (CO) berkurang 10-50% 5. Emisi hidrokarbon berkurang 10-50%

6. Hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH = polycyclic aromatic hydrocarbon) berkurang, terutama PAH beracun seperti : phenanthren berkurang 98%, benzofloroanthen berkurang 56%, benzapyren berkurang 71%, serta aldehidadan senyawa aromatik berkurang 13%.

(5)

Fosfor mg/kg 0.98 Maks 10 Maks 1 0.03 Gliserol Bebas %wt 0.0091 Maks 0.02 Maks 0.02 0.0045

Gliserol Total %wt 0.2086 Maks 0.24 Maks 0.24 0.053 Kadar Ester

Alkil

%wt 99.56 Min 96.5 98.997

Uji halphen Negatif Negatif Negatif

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (2006) European Commision (2007) Tjahjana dan Pranowo (2010) Kartika et al. (2011)

2.1.3. Pembuatan biodiesel

Agar biodiesel bisa digunakan sebagai bahan bakar maka diperlukan teknologi untuk mengkonversinya. Terdapat beberapa teknologi untuk konversi biomassa, dijelaskan pada Gambar 2.1. Teknologi konversi biodiesel tentu saja membutuhkan perbedaan pada alat yang digunakan untuk mengkonversi biodiesel dan menghasilkan perbedaan bahan bakar yang dihasilkan.

(6)

2.1.3.1 Esterifikasi

Ester merupakan salah satu gugus dari fungsi dari senyawa karbon. Ester adalah senyawa dengan gugus fungsi – COO – dengan struktur R – COO – R, dimana R merupakan suatu rantai karbon atau atom H, sedangkan R merupakan rantai karbon. Ester mempunyai rumus umum CnH2nO2. Pemberian nama ester terdiri dari dua kata yaitu gugus alkil (berasal dari alkoksi) diikuti dengan nama asam karboksilatnya dengan menghilangkan kata asam. Gugus atom yang terikat pada atom O (Gugus R) diberi nama alkil dan gugus R – COO – H diberi nama alkanoat.

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas (FFA) menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan asam lemak dengan alcohol. Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, jadi memerlukan katalis untuk mempercepat tercapainya keadaan setimbang. Katalis-katalis yang cocok adalah zat yang berkarakter asam kuat, dan karena ini asam sulfat, asam sulfonat organic atau resin penukar kation asam kuat merupakan katalis terpilih dalam praktek industrial

2.1.3.2 Transesterifikasi

Saat ini sebagian besar biodiesel muncul dari sumber daya yang dapat dimakan, seperti lemak hewan, minyak sayur, dan bahkan limbah minyak goreng, dengan katalis kondisi basa. Namun konsumsi tinggi katalis membuat biodiesel saat ini lebih mahal daripada bahan bakar yang diturunkan dari minyak bumi.

Transesterifikasi adalah pertukaran alcohol dengan suatu ester untuk membentuk ester yang baru. Reaksi ini bersifat reversible dan berjalan lambat tanpa adanya katalis. Penggunaan alcohol atau mengambil alih salah satu produk adalah langkah untuk mendorong reaksi kearah kanan atau produk.

(7)

1. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan di transesterifikasi hasrus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5%. Selain itu, semua bahan yang akan digunakanharus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

2. Perbandingan pengaruh molar alkohol dengan bahan mentah

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida, untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4.8:1 dapat menghasilkan konversi 98%. Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan maka konversi yang didapat akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah satu jam konversi yang dihasilkan adalah 98 – 99%, sedangkan pada 3:1 adalah 74 – 89%. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena menghasilkan konversi yang maksimum.

3. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, methanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengan menggunakan etanol atau butanol.

4. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling popular untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalahion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0.5 – 1.5% berat minyak nabati.

5. Metanolisis Crude dan Refined minyak nabati

(8)

bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

6. Pengaruh temperature

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65% (titik didih metanol sekitar 65oC) Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

2.2 Biodiesel dari bahan-bahan lainnya

2.2.1 Biodiesel dari bahan baku minyak jelantah kelapa sawit

Menurut Wibisono, Adhi; 19 Februari 2013, telah dilakukan sintesis biodiesel dari minyak jelantah kelapa sawit dengan cara reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Biodiesel yang didapat kemudian dianalisis dengan teknik kromatografi gas dan spektrometer massa (GC-MS). Kualitasnya ditentukan dengan analisis sifat fisika dan kimia kemudian dibandingkan dengan standar Jerman DIN V 51606. Hasil analisis GC-MS menunjukkan enam senyawa metil ester(biodiesel) seperti: metil miristat, metal palmitat, metil linoleat, metil oleat, metil stearat dan metil arakhidat. Biodiesel yang didapat mempunyai berat jenis (0,8976±0,0003g/mL), vikositas (4,53±0,0872mm/s), bilangan asam (0,4238±0,0397mgKOH/g), dan bilangan iod (9,3354±0,0288g iod/100g sampel) yang memenuhi syarat seperti yang ditetapkan oleh standar Jerman DIN 51606. Dengan kandungan metal ester mencapai 100 % yang diuji dengan menggunakan teknik GC (Gas Cromatography)

(9)

jam, akan terbentuk lapisan gliserol dan lapisan biodiesel. Pisahkan lapisan biodiesel dan dicuci pada pH netral beberapa kali dengan air. Keringkan air yang terdistribusi dalam biodiesel dengan garam penarik air (MgSO4 anhidrid). Pisahkan biodiesel dari garam-garam yang mengendap dengan penyaringan. Filtrat yang diperoleh merupakan senyawa metil ester (biodiesel) hasil sintesis.

 Identifikasi dan interpretasi hasil sintesis

dengan GC-MS yakni biodiesel hasil sintesis dianalisis dengan GC-MS di Lab Kimia Organik Jurusan Kimia FMIPA UGM, untuk memastikan hasil yang diperoleh benar merupakan metil ester (biodiesel).

 Penentuan sifat fisika dan sifat kimia

biodiesel hasil sintesis, meliputi; Densitas, diukur dengan menimbang volume tertentu biodisel dalam gelas piknometer, Viskositas, diukur dengan metoda Oswald yaitu dengan mengukur laju mengalir biodiesel kemudian dibandingkan dengan laju mengalir dari senyawa pembanding yang telah diketahui densitasnya, Angka Asam, diukur dengan mentitrasi biodiesel dalam etanol dengan larutan KOH yang telah dibakukan dengan asam oksalat, dengan indicator phenolphtalein (pp), Angka Penyabunan, Sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan jumlah tertentu KOH alkoholis berlebih dalam erlenmeyer tertutup kemudian dididihkan sampai semua biodiesel tersabunkan, ditandai dengan larutan bebas dari butir-butir minyak. Kelebihan KOH dititrasi dengan HCl untuk

mencari jumlah KOH yang bereaksi dengan biodiesel, Bilangan Iod, sejumlah berat tertentu biodiesel direaksikan dengan I2 dan KI, kemudian ditutup rapat dan didiamkan

(10)

Puncak Waktu Retensi Luas Puncak Senyawa yang di Duga

1 15.645 1.32 Metil miristat

2 17.917 34.18 Metil palmitat

3 19.416 11.17 Metil inoleat

4 19.625 46.60 Metil oleat

5 19.801 5.46 Metil staarat

6 21.546 1.28 Metil astilat

2.2.2. Biodiesel dengan bahan baku minyak goreng bekas

Menurut Evy Setiawati, Fatmir Edwar; Balai Riset dan Standardisasi Industri Banjarbaru, rendemen yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong tinggi dikarenakan adanya proses pengolahan bahan baku jelantah yang sesuai. Berdasarkan analisis GC, hasil metal ester terdapat dalam 7 senyawa yang dapat dilihat pada tabel 2.3 di bawah ini:

Tabel 2.3 Kandungan metal ester pada minyak goreng bekas [lit.3]

Puncak Waktu Retensi % Senyawa Senyawa

1 17.070 0.56 Metil ester tridekanoat

2 19.368 39.93 Metil ester heksadekanoat

(palmitat)

3 20.850 0.15 Olealdehid

4 21.163 51.29 Metil ester 9-octadecanoat (oleat) 5 21.326 4.58 Metil ester oktadekanoat (stearat)

6 22.925 3.31 Metal ester risinoleat

(undekanoat)

7 23.137 0.18 Metil ester eikosanoat (arachidat)

2.2.3. Biodiesel dengan bahan baku minyak jarak pagar

(11)

perlakuan yaitu (A) tahap transesterifikasi (A1= satu tahap, A2= dua tahap), (B) suhu reaksi (B1= 30oC, B2= 65oC) dan (C) nisbah molar metanol-minyak (C1=3:1, C2=4:1, C3=5:1 dan C4=6:1), serta dua kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses transesterifikasi satu tahap pada suhu 30°C dengan nisbah molar metanol- minyak 5:1 menghasilkan karakteristik metil ester terbaik yaitu viskositas kinematik 3,89 cSt, densitas 0,88g/cm3 dan bilangan asam 0,48 mg KOH/g sampel. Tidak terdapat perbedaan jenis senyawa ester asam lemak pada metil ester hasil transesterifikasi satu dan dua tahap yaitu berturut-turut metil oleat (47,09-47,46%), metil linoleat (32,20-32,53%), metil palmitat (18,65-18,93) dan metil lignoserat (0,26-0,30%). Jumlah persentase senyawa ester asam lemak yang menunjukkan persentase konversi trigliserida menjadi metil ester pada proses satu tahap adalah 100%, sedangkan pada proses dua tahap adalah 99,62%. Rendemen (yield) metil ester pada proses satu tahap adalah 77,99%, lebih tinggi dibandingkan proses dua tahap yaitu 70,80%. Berdasarkan karakteristik dan rendemen metal ester, proses satu tahap lebih baik dibandingkan dua tahap. Spesifikasi Metil ester minyak jarak pagar ditunjukkan pada tabel 2.4 di bawah ini.

Tabel 2.4 Spesifikasi Metil Ester Minyak Jarak [lit 1]

(12)

2 ME dua tahap 28.443-28.817 Metil oleat 47.09 28.991 Metil Linoleat 32.53 31.457 Metil

Lignoserat

0.26

Jumlah: 99.62

2.2.4. Biodiesel dengan Bahan Baku Biji Karet

Menurut Soemargono, Edy Mulyadi; pemanfaatan biji karet (Hevea

Brasiliensis), sebagai sumber bahan baku biodiesel merupakan terobosan yang tepat

untuk meningkatkan nilai tambah perkebunan karet. Penelitian ini dimaksudkan

untuk menentukan pola pemungutan minyak biji karet secara maksimal dan

mendapatkan kondisi proses produksi biodiesel yang memenuhi standar SNI dan

ASTM. Proses produksi biodiesel dilakukan menggunakan prototip alat

berkapasitas 20 liter/jam. Proses esterifikasi dijalankan pada suhu 105C,

penambahan methanol 10% dan katalis asam, waktu 90 menit. Proses

trans-esterifikasi dijalankan dalam reaktor alir osilasi dengan dosis katalis 1% berat

minyak dan methanol sebanyak 15% berat minyak. Variabel yang dipelajari adalah

suhu dan waktu proses. Produk biodiesel dimurnikan dengan sistem vakum. Dari

hasil penelitian ini diperoleh rendemen kernel sebanyak 53% dari berat biji karet.

Sedangkan minyak dalam kernel yang dapat dipungut maksimum 56% dari berat

kernel. Karakteristik biodiesel sesuai dengan yang distandarisasikan, yaitu densitas

0,8565 g/ml, angka asam 0,49, angka iod 62,88, kadar ester 97,2%, flash point 178°C

dan panas pembakaran 16183 J/g.

2.3 Komposisi Bahan Baku

(13)

sebagai tanaman konservasi (Natakarmana, 2009). Bijinya yang beracun menjadikan tanaman ini tidak bersaing dengan pangan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar nabati.

Buah kemiri sunan (BKS) terdiri atas sabut atau husk, kulit biji atau cangkang dan inti biji atau kernel, biji atau kernel inilah yang mengandung minyak kasar yang cukup tinggi (>50 %). Inti dari buah kemiri sunan mampu menghasilkan minyak sebesar 56% (Vassen dan Umali, 2001 dalam Anomin,2009).

Untuk mendapatkan minyak kasar kemiri sunan (MKKS), kernel biji harus diperah terlebih dahulu, setelah itu baru diekstraksi. Hasil ekstraksi ini berupa minyak cairan bening berwarna kuning dan bungkil ekstraksi. Beberapa permasalahan dalam memproduksi MKKS ini diantaranya adalah : (1) Mutu atau kualitas biji sangat menentukan rendemen minyak yang diperoleh, sehingga diperlukan penanganan pasca panen yang sesuai, (2) Belum tersedia alat pengupas cangkang, sehingga pengupasan masih dilakukan secara manual dengan potensi yang sangat rendah dan membahayakan bagi pekerja karena biji beracun sehingga diperlukan penanganan biji secara khusus, (3) Belum tersedianya alat pengepres yang memadai, penggunaan alat pengepres jarak pagar belum mampu memerah minyak secara maksimal.

(14)

dikeringkan sampai dengan kadar air 7% baru dilakukan pengepresan. Dengan cara ini akan diperoleh minyak kasar yang lebih baik dan lebih banyak, yaitu 53 % minyak kasar yang berwarna kuning jernih dan 47 % bungkil yang berwarna putih.

Hasil analisis laboratorium terhadap asam-asam lemak MKKS diperoleh komposisi minyak yang terdiri dari asam palmitat 10 %, asam stearat 9 %, asam oleat 12 %, asam linoleat 19 % dan asam alpha-elaeostearat 51 %. Asam alpha-elaeostearat mengandung kandungan racun pada minyak. Sedang bungkil yang dihasilkan masih mengandung 6 % nitrogen, 1,7 % potassium dan 0,5 % phosphor sehingga dapat diolah lebih lanjut menjadi pupuk dan biogas untuk menuju Desa Mandiri Energi (Vassen dan Umali, 2001 dalam Anonim, 2009).

Minyak nabati dengan kadar asam lemak bebas (ALB) tinggi tidak dapat langsung diproses menjadi biodiesel dengan proses transesterifikasi karena akan terbentuk emulsi sabun sehingga menyulitkan proses pemisahan metil ester (biodiesel). Apabila dilakukan netralisasi terlebih dahulu akan berakibat pada kenaikan biaya produksi dan rendahnya rendemen. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan memperbaiki penanganan pasca panen sehingga diperoleh mutu kernel yang baik atau melakukan proses produksi biodiesel melalui proses dua tahap yaitu esterifikasi yang bertujuan untuk mengurangi bilangan asam (kadar asam lemak bebas) dan transesterifikasi untuk mengubah trigliserida, monogliserida, dan digliserida menjadi metil ester. Hasil penelitian menunjukkan bahwa asam lemak bebas minyak kemiri sunan sangat bervariatif antara 1,67–8,56 tergantung dari mutu biji yang diproses.

2.4 Mesin Diesel

(15)

Mesin diesel menghasilkan tekanan kerja yang tinggi, itu sebabnya konstruksi motor diesel lebih kokoh dan lebih besar. Disamping itu, mesin diesel menghasilkan bunyi yang lebih keras, warna dan bau gas yang kurang menyenangkan. Namun dipandang dari segi ekonomi, bahan bakar serta polusi udara, motor diesel masih lebih disukai (Mathur, 1980).

Siklus diesel (ideal) pembakaran tersebut dimisalkan dengan pemasukan panas pada volume konstan (Y. A. Çengel and M. A. Boles, Thermodynamics: An Engineering Approach, 5th ed, McGraw-Hill, 2006.). Siklus diesel tersebut ditunjukkan pada gambar 2.2 dan 2.3 di bawah ini.

Gambar 2.2 Diagram P-v [lit.17]

Keterangan Gambar: P = Tekanan (atm)

V = Volume Spesifik (m3/kg) T = Temperatur (K)

(16)

Diagram T-S

Gambar 2.3 Diagram T-S [lit.12]

Keterangan Grafik: 1-2 Kompresi Isentropik

2-3 Pemasukan Kalor pada Volume Konstan 3-4 Ekspansi Isentropik

4-1 Pengeluaran Kalor pada Volume Konstan

2.4.1 Prinsip Kerja Mesin Diesel

Prinsip kerja mesin diesel 4 tak sebenarnya sama dengan prinsip kerja mesin otto, yang membedakan adalah cara memasukkan bahan bakarnya. Pada mesin diesel bahan bakar di semprotkan langsung ke ruang bakar dengan menggunakan injector. Dibawah ini adalah langkah dalam proses mesin diesel 4 langkah :

1. Langkah Isap

Pada langkah ini piston bergerak dari TMA (Titik Mati Atas) ke TMB (Titik Mati Bawah). Saat piston bergerak ke bawah katup isap terbuka yang menyebabkan tekanan udara di dalam silinder seketika lebih rendah dari tekanan atmosfer ,sehingga udara murni langsung masuk ke ruang silinder melalui filter udara.

(17)

Pada langkah ini piston bergerak dari TMB menuju TMA dan kedua katup tertutup. Karena udara yang berada di dalam silinder didesak terus oleh piston,menyebabkan terjadi kenaikan tekanan dan temperatur,sehingga udara di dalam silinder menjadi sangat panas. Beberapa derajat sebelum piston mencapai TMA, bahan bakar di semprotkan ke ruang bakar oleh injector yang berbentuk kabut.

3. Langkah Usaha

Pada langkah ini kedua katup masih tertutup, akibat semprotan bahan bakar di ruang bakar akan menyebabkan terjadi ledakan pembakaran yang akan meningkatkan suhu dan tekanan di ruang bakar. Tekanan yang besar tersebut akan mendorong piston ke bawah yang menyebkan terjadi gaya aksial. Gaya aksial ini dirubah dan diteruskan oleh poros engkol menjadi gaya radial (putar).

4. Langkah Buang

Pada langkah ini, gaya yang masih terjadi di flywheel akan menaikkan kembali piston dari TMB ke TMA, bersamaan itu juga katup buang terbuka sehingga udara sisa pembakaran akan di dorong keluar dari ruang silinder menuju exhaust manifold dan langsung menuju knalpot

Begitu seterusnya sehingga terjadi siklus pergerakan piston yang tidak berhenti. Siklus ini tidak akan berhenti selama faktor yang mendukung siklus tersebut tidak ada yang terputus. Untuk lebih jelas, prinsip kerja mesin diesel dapat dilihat pada gambar 2.4.

Langkah isap Langkah kompresi Langkah usaha Langkah Buang

(18)

2.4.2 Performansi Mesin Diesel 1. Nilai Kalor Bahan Bakar.

Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan

panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar

sempurna disebut nilai kalor bahan bakar (Calorific Value, CV). Berdasarkan asumsi

ikut tidaknya panas laten pengembunan uap air dihitung sebagai bagian dari nilai

kalor suatu bahan bakar, maka nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi

nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.

Nilai kalor atas (High Heating Value,HHV), merupakan nilai kalor yang

diperoleh secara eksperimen dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil

pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar

uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan melepaskan

panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas (HHV) dapat dihitung bila

diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan Dulong yang

ditunjukkan pada persamaan 2.1 di bawah ini:

HHV = 33950 + 144200 (H2- ) + 9400 S ... (2.1)

Dimana: HHV = Nilai kalor atas (kJ/kg)

H2 = Persentase hidrogen dalam bahan bakar

O2 = Persentase oksigen dalam bahan bakar

S = Persentase sulfur dalam bahan bakar

Nilai kalor bawah (low Heating Value, LHV), merupakan nilai kalor bahan

bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya

kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 % yang berarti setiap satu

satuan bahan bakar, 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran

sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah dari

jumlah mol hidrogennya.

Selain berasal dari pembakaran hidrogen, uap air yang terbentuk pada proses

pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada

(19)

parsial 20 kN/m2 (tekanan yang umum timbul pada gas buang) adalah sebesar 2400

kJ/kg, sehingga besarnya nilai kalor bawah (LHV) dapat dihitung berdasarkan

persamaan 2.2. berikut :

LHV = HHV – 2400 (M + 9 H2) ... (2.2)

Dimana: LHV = Nilai Kalor Bawah (kJ/kg)

M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar (moisture)

Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat menggunakan

nilai kalor bawah (LHV) dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang

meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan uap air. Namun dapat juga

menggunakan nilai kalor atas (HHV) karena nilai tersebut umumnya lebih cepat

tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME (American of Mechanical Enggineers)

menentukan penggunaan nilai kalor atas (HHV), sedangkan peraturan SAE (Society

of Automotive Engineers) menentukan penggunaan nilai kalor bawah (LHV),

(Lampiran).

2. Daya Poros

Daya mesin adalah besarnya kerja mesin selama waktu tertentu. Pada motor bakar daya yang berguna adalah daya poros, dikarenakan poros tersebut menggerakan beban. Daya poros dibangkitkan oleh daya indikator , yang merupakan daya gas pembakaran yang menggerakan torak selanjutnya menggerakan semua mekanisme, sebagian daya indikator dibutuhkan untuk mengatasi gesekan mekanik, seperti pada torak dan dinding silinder dan gesekan antara poros dan bantalan. Prestasi motor bakar pertama-tama tergantung dari daya yang dapat ditimbulkannya. Semakin tinggi frekuensi putar motor makin tinggi daya yang diberikan hal ini disebabkan oleh semakin besarnya frekuensi semakin banyak langkah kerja yang dialami pada waktu yang sama. Dengan demikian besar daya poros itu ditunjukkan pada persamaan 2.3 :

(20)

Dimana : PB = daya ( W ) T = torsi ( Nm )

n = putaran mesin ( Rpm ) 3. Torsi

Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak , dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan menggunakan kopling elastik. Untuk mencari day dan torsi ditunjukkan oleh persamaan 2.4 dan 2.5 di bawah ini.

PB = ... (2.4)

T =

... (2.5) 4. Konsumsi Bahan Bakar Spesifik (SFC)

Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Untuk mencari konsumsi bahan bakar spesifik ditunjukkan oleh persamaan 2.6 di bawah ini:

SFC = ... (2.6)

... (2.7)

Dengan :

(21)

= konsumsi bahan bakar sgf = spesicific gravity t = waktu (jam)

5. Efisiensi Thermal

Kerja berguna yang dihasilkan selalu lebih kecil dari pada energi yang dibangkitkan piston karena sejumlah enegi hilang akibat adanya rugi-rugi mekanis (mechanical losses). Dengan alasan ekonomis perlu dicari kerja maksimum yang dapat dihasilkan dari pembakaran sejumlah bahan bakar. Efisiensi ini disebut juga sebagai efisiensi termal brake (thermal efficiency, ηb).

Jika daya keluaran PB dalam satuan KW, laju aliran bahan bakar mf dalam satuan kg/jam, maka untuk mencari effesiensi termal ditunjukkan pada persamaan 2.8 di bawah ini ηb =

3600 ... (2.8) 6. Heat Loss in Exhaust

Heat loss in exhaust atau dapat dikatakan sebagai besar kehilangan energi yang terjadi akibat adanya aliran gas panas buang dari exhaust manifold ke lingkungan. Gas buang ini berupa aliran gas panas.

Besarnya Heat Loss dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.9 di bawah ini. Heat Loss = (ma x mf)x (Te – Ta )

dimana:

Te = suhu gas keluar exhaust manifold Ta = Suhu lingkungan (27oC)

Untuk mengetahui persentase heat loss, maka dilakukan perbandingan antara besarnya heat loss dengan energi yang dihasilkan dalam pembakaran bahan bakar dimana ditunjukkan pada persamaan 2.10.

(22)

7. Emisi Gas Buang

Untuk mesin Diesel emisi gas buang yang dilihat adalah opasitas (ketebalan asap). Adapun Standart nilai opasitas berdasarkan peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 21 tahun 2008 tentang ambang batas emisi gas buang untuk mesin stasioner

pembangkit tenaga ditunjukkan dalam tabel 2.5 di bawah ini.

(23)

Polutan dibedakan menjadi organik dan inorganik. Polutan organik

mengandung karbon dan hydrogen, juga beberapa elemen seperti oksigen, sulfur

atau fosfor. Contohnya hidrokarbon, alkohol, ester dan lain-lain. Polutan inorganik

seperti karbon monoksida (CO), karbonat, nitrogen oksida, ozon dan lain-lain.

Polutan dibedakan menjadi Partikulat atau gas. Partikulat dibagi menjadi

padatan, dan cairan seperti debu, asap, abu, kabut dan spray. Partikulat dapat

bertahan di atmosfer sedangkan Polutan berupa gas tidak bertahan di atmosfer dan

bercampur dengan udara bebas.

a. Partikulat

Polutan partikulat yang berasal dari kendaraan bermotor umumnya

merupakan fasa padat yang terdispersi dalam udara dan magnetik asap. Fasa

padatan tersebut berasal dari pembakaran tak sempurna bahan bakar dengan udara

sehingga terjadi tingkat ketebalan asap yang tinggi. Selain itu Partikulat juga

mengandung timbal yang merupakan bahan aditif untuk meningkatkan kinerja

pembakaran bahan bakar pada mesin kendaraan. Apabila butir-butir bahan bakar

yang terjadi pada penyemprotan ke dalam silinder motor terlalu besar atau apabila

butir-butir berkumpul menjadi satu maka akan terjadi dekomposisi yang

menyebabkan terbentuknya karbon-karbon padat atau angus. Hal ini disebabkan

karena pemanasan udara yang bertemperatur tinggi tetapi penguapan dan

pencampuran bahan bakar dengan udara yang ada didalam silinder tidak dapat

berlangsung sempurna terutama pada saat-saat dimana terlalu banyak bahan bakar

disemprotkan yaitu pada waktu daya motor akan diperbesar misalnya untuk

akselerasi maka terjadinya angus itu tidak dapat dihindarkan. Jika angus yang terjadi

itu terlalu banyak maka gas buang yang keluar dari gas buang motor akan berwarna

hitam.

b. UHC (Unburned Hidrocarbon)

Hidrokarbon yang tidak terbakar dapat terbentuk tidak hanya karena

campuran udara bahan bakar yang gemuk, tetapi bisa saja pada campuran kurus

bila suhu pembakarannya rendah dan lambat serta bagian dari dinding ruang

pembakarannya yang dingin dan agak besar. Motor memancarkan banyak

(24)

Pemanasan dari udara yang masuk dengan menggunakan gas buang

meningkatkan penguapan dari bahan bakar dan mencegah pemancaran

hidrokarbon. Jumlah hidrokarbon tertentu selalu ada dalam penguapan bahan bakar

ditangki bahan bakar dan dari kebocoran gas yang melalui celah antara silinder dari

torak masuk kedalam poros engkol yang disebut dengan blow by gasses (gas lalu).

Pembakaran tak sempurna pada kendaraan juga akan menghasilkan gas buang yang

mengandung hidrokarbon. Hal ini pada motor diesel terutama disebabkan oleh

campuran lokal udara bahan bakar tidak dapat mencapai batas mampu bakar.

c. Carbon Monoksida (CO)

Karbon dan oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon

monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon

dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan

senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk

gas yang tidak berwarna. Gas ini akan dihasilkan bila karbon yang terdapat dalam

bahan bakar (kira-kira 85% dari berat dan sisanya hidrogen) terbakar tidak

sempurna karena kekurangan oksigen. Hal ini terjadi bila campuran udara bahan

bakar lebih gemuk daripada campuran stoikiometris dan terjadi selama idling pada

beban rendah atau pada output maksimum. Karbon monoksida tidak dapat

dihilangkan jika campuran udara bahan bakar gemuk, bila campuran kurus karbon

monoksida tidak terbentuk.

d. Nitrogen Oksida (NOX)

Senyawa nitrogen oksida yang sering menjadi pokok pembahasan dalam

masalah polusi udara adalah NO dan NO2. Kedua senyawa ini terbuang langsung

ke udara bebas dari hasil pembakaran bahan bakar. Nitrogen monoksida (NO)

merupakan gas berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Gas NO merupakan

(25)

2.4.3. PolutanMesin Diesel

Polusi udara oleh gas buang dan bunyi pembakaran motor diesel merupakan

gangguan terhadap lingkungan. Komponen-komponen gas buang yang

membahayakan itu antara lain adalah asap hitam (jelaga), hidro karbon yang tidak

terbakar (UHC), karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO) dan NO2. NO dan

NO2 biasa dinyatakan dengan NOx. Namun jika dibandingkan dengan motor

bensin, motor diesel tidak banyak mengandung CO dan UHC. Disamping itu, kadar

NO2 sangat rendah jika dibandingkan dengan NO. Jadi boleh dikatakan bahwa

komponen utama gas buang motor diesel yang membahayakan adalah NO dan asap

hitam. Selain dari komponen tersebut di atas beberapa hal berikut yang merupakan

bahaya atau gangguan meskipun bersifat sementara. Asap putih yang terdiri atas

kabut bahan bakar atau minyak pelumas yang terbentuk pada saat start dingin, asap

biru yang terjadi karena adanya bahan bakar yang tidak terbakar atau tidak terbakar

sempurna terutama pada periode pemanasan mesin atau pada beban rendah, serta

bau yang kurang sedap merupakan bahaya yang menggangu lingkungan.

Selanjutnya bahan bakar dengan kadar belerang yang tinggi sebaiknya tidak

digunakan karena akan menyebabkan adanya SO2 di dalam gas buang.

2.4.4. Soot (Jelaga)

Jelaga (soot) adalah butiran arang yang halus dan lunak yang menyebabkan

munculnya asap hitam dimana asap hitam terjadi karena proses pembakaran yang

tidak sempurna. Asap ini membahayakan lingkungan karena mengkeruhkan udara

sehingga menggangu pandangan, tetapi karena adanya kemungkinan mengandung

karsinogen. Motor diesel yang mengeluarkan asap hitam yang sekalipun

mengandung partikel karbon yang tidak terbakar tetapi bukan karbon monoksida

(CO). Jika jelaga yang terjadi terlalu banyak, gas buang yang keluar dari mesin akan

(26)

Butir bahan bakar akan lebih mudah menguap dan mempengaruhi proses

pengkabutan saat penyemprotan. Butiran bahan bakar yang disemprotkan sangat

berpengaruh terhadap proses pembakaran sehingga tekanan penyemprotan

divariasikan untuk mempercepat dan memperbaiki proses pencampuran bahan

bakar dengan udara. Langkah ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat diperoleh

homogenitas campuran yang lebih sempurna sehingga pembakaran yang sempurna

dapat tercapai. Dengan langkah ini diharapkan besar konsumsi bahan bakar dan

kepekatan asap hitam gas buang dapat dikurangi.

2.4.4 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Kesehatan

2.4.4.1 Sulfur Dioksida

Pencemaran SOx menimbulkan dampak terhadap manusia dan hewan,

kerusakan pada tanaman terjadi pada kadar sebesar 0,5 ppm. Pengaruh utama

polutan SOx terhadap manusia adalah iritasi sistim pernafasan. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa iritasi tenggorokan terjadi pada kadar SO2 sebesar 5 ppm atau

lebih bahkan pada beberapa individu yang sensitif iritasi terjadi pada kadar 1-2

ppm. SO2 dianggap pencemar yang berbahaya bagi kesehatan terutama terhadap

orang tua dan penderita yang mengalami penyakit kronis pada sistem pernafasan

kadiovaskular.

Individu dengan gejala penyakit tersebut sangat sensitif terhadap kontak dengan

SO2, meskipun dengan kadar yang relatif rendah.

2.4.4.2 Karbon Monoksida

Didalam banyak penelitian mengenai mesin diesel diketahui bahwa

kandungan karbon monoksida dalam gas buang mesin diesel jauh lebih kecil

dibanding kandungan dalam gas buang mesin bensin sehingga hampir dikatakan

kandungan CO dalam gas buang mesin diesel tidak ada, tetapi tetap saja harus

diketahui potensi bahaya polusi karbon monoksida terhadap kesehatan.

Karakteristik biologik yang paling penting dari CO adalah kemampuannya

untuk berikatan dengan haemoglobin, pigmen sel darah merah yang mengangkut

oksigen keseluruh tubuh. Sifat ini menghasilkan pembentukan karboksihaemoglobin

(27)

Penguraian HbCO yang relatif lambat menyebabkan terhambatnya kerja

molekul sel pigmen tersebut dalam fungsinya membawa oksigen keseluruh tubuh.

Kondisi seperti ini bisa berakibat serius, bahkan fatal, karena dapat menyebabkan

keracunan. Selain itu, metabolisme otot dan fungsi enzim intra-seluler juga dapat

terganggu dengan adanya ikatan CO yang stabil tersebut. Dampat keracunan CO

sangat berbahaya bagi orang yang telah menderita gangguan pada otot jantung atau

sirkulasi darah periferal yang parah.

Dampak dari CO bervasiasi tergantung dari status kesehatan seseorang pada

saat terpajan. Pada beberapa orang yang berbadan gemuk dapat mentolerir pajanan

CO sampai kadar HbCO dalam darahnya mencapai 40% dalam waktu singkat.

Tetapi seseorang yang menderita sakit jantung atau paru-paru akan menjadi lebih parah apabila kadar HbCO dalam darahnya sebesar 5–10%.

Pengaruh CO kadar tinggi terhadap sistem syaraf pusat dan sistem

kardiovaskular telah banyak diketahui. Namun respon dari masyarakat berbadan

sehat terhadap pemajanan CO kadar rendah dan dalam jangka waktu panjang masih

sedikit diketahui. Misalnya kinerja para petugas jaga, yang harus mempunyai

kemampuan untuk mendeteksi adanya perubahan kecil dalam lingkungannya yang

terjadi pada saat yang tidak dapat diperkirakan sebelumnya dan membutuhkan

kewaspadaan tinggi dan terus menerus, dapat terganggu/ terhambat pada kadar

HbCO yang berada dibawah 10% dan bahkan sampai 5% (hal ini secara kasar

ekivalen dengan kadar CO di udara masing-masing sebesar 80 dan 35 mg/m3).

Pengaruh ini terlalu terlihat pada perokok, karena kemungkinan sudah terbiasa

terpajan dengan kadar yang sama dari asap rokok.

Beberapa studi yang dilakukan terhadap sejumlah sukarelawan berbadan

sehat yang melakukan latihan berat (studi untuk melihat penyerapan oksigen

maksimal) menunjukkan bahwa kesadaran hilang pada kadar HbCO 50% dengan

latihan yang lebih ringan, kesadaran hilang pada HbCo 70% selama 5-60 menit.

Gangguan tidak dirasakan pada HbCO 33%, tetapi denyut jantung meningkat cepat

dan tidak proporsional. Studi dalam jangka waktu yang lebih panjang terhadap

pekerja yang bekerja selama 4 jam dengan kadar HbCO 5-6% menunjukkan

(28)

Hasil studi diatas menunjukkan bahwa paling sedikit untuk para bukan

perokok, ternyata ada hubungan yang linier antara HbCO dan menurunnya

kapasitas maksimum oksigen.

Walaupun kadar CO yang tinggi dapat menyebabkan perubahan tekanan

darah, meningkatkan denyut jantung, ritme jantung menjadi abnormal gagal jantung,

dan kerusakan pembuluh darah periferal, tidak banyak didapatkan data tentang

pengaruh pemajanan CO kadar rendah terhadap sistem kardiovaskular. Hubungan

yang telah diketahui tentang merokok dan peningkatan risiko penyakit jantung

koroner menunjukkan bahwa CO kemungkinan mempunyai peran dalam memicu

timbulnya penyakit tersebut (perokok berat tidak jarang mengandung kadar HbCO

sampai 15 %). Namun tidak cukup bukti yang menyatakan bahwa karbon

monoksida menyebabkan penyakit jantung atau paru-paru, tetapi jelas bahwa CO

mampu untuk mengganggu transpor oksigen ke seluruh tubuh yang dapat

berakibat serius pada seseorang yang telah menderita sakit jantung atau paru-paru.

2.5. KATALITIK KONVERTER

Meningkatnya jumlah kedaraan bermotor saat ini berimbas pada kualitas udara yang buruk di daerah perkotaan menuntut pabrikan motor berinovasi, salah satunya adalah katalitik konverter yang terdapat pada mobil keluaran saat ini. Alat tersebut diperkenalkan ke publik pada tahun 1975 di Amerika Serikat, kebijakan tersebut sejalan dengan niat EPA dalam mengurangi intensitas pencemaran udara gas buang dikarenakan proses pembakaran kendaraan bermotor.

Ada dua jenis katalitik konverter dipasaran. Tipe universal fit dapat dipilih berdasarkan ukuran yang sesuai kemudian dilas di bagian saluran gas buang. Tipe direct fit merupakan tipe katalitik konverter yang hanya menggunakan baut untuk memasangnya di area saluran gas buang. Tipe universal merupakan jenis termurah daripada tipe direct fit, akan tetapi tipe direct fit lebih mudah pemasangannya daripada tipe universal fit.

(29)

efisiensi bahan bakar, pemeriksaan emisi gas buang kendaraan bermotor juga perlu dilakukan untuk mengetahui apakah katalitik konverter harus diganti dengan yang baru.

2.5.1. Konstruksi Katalitic konverter

Katalitik konverter biasanya terdiri atas beberapa bagian :

1. Inti katalis (substrate). Penggunaan CC pada bidang otomotif biasanya menggunakan inti dari keramik monolit dengan struktur sarang lebah (honeycomb). Monolit tersebut dilapisi oleh FeCrAl pada beberapa aplikasi.

2. Washcoat. Washcoat adalah pembawa material katalis digunakan untuk menyebarkan katalis tersebut pada area yang luas sehingga katalis mudah bereaksi dengan gas buang. Washcoat biasanya terbuat dari aluminium oksida, titanium oksida, silikon oksida dan campuran silika dan alumina. Washcoat dibuat dengan permukaan agak kasar dan bentuk yang tidak biasa untuk memaksimalkan luas permukaan yang kontak dengan gas buang sehingga katalis dapat bekerja secara lebih efektif dan efisien.

3. Katalis. Katalis biasanya terbuat dari logam mulia. Platina adalah katalis yang paling aktif diantara logam mulia lainnya dan secara luas digunakan namun tidak cocok dengan segala aplikasi karena adanya rekasi tambahan yang tidak diinginkan serta harganya yang mahal. Palladium dan rhodium adalah jenis logam mulia lainnya yang biasa digunakan secara bersamaan. Palladium berfungsi sebagai katalis reaksi oksidasi, rhodium digunakan sebagai katalis rekasi reduksi dan platina dapat melakukan kedua reaksi tersebut (oksidasi dan reduksi). Logam lain yang terkadang digunakan walaupun secara terbatas adalah cerium, besi, mangan, tembaga dan nikel. Digunakan secara terbatas karena memiliki produk sampingan yang juga cukup berbahaya. Nikel dilarang di uni eropa karena reaksinya dengan CO menghasilkan nikel tetrakarbonil. Tembaga dilarang di amerika utara karena menghasilkan senyawa dioksin.

2.5.2. Tipe – Tipe Katalitik konverter

Katalitik Konverter dibagi menjadi 2 berdasarkan jumlah polutan yang dapat direaksikan :

1. Two way konverter. Di dalam converter jenis ini terdapat 2 reaksi simultan :

(30)

b. Oksidasi senyawa hidrokarbon (yang tidak terbakar / terbakar parsial) menjadi karbon dioksida dan air Konverter jenis ini secara luas dipakai pada mesin diesel untuk mengurangi senyawa hidrokarbon dan karbon monoksida.

2. 2. Three way converter. Di dalam converter jenis ini terdapat 3 reaksi simultan

a. Reaksi reduksi nitrogen oksida menjadi nitrogen dan oksigen

b. Reaksi oksidasi karbon monoksida menjadi karbon dioksida

c. Reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon yang tidak terbakar menjadi karbon dioksida dan air

Ketiga reaksi ini berlangsung paling efisien ketika campuran udara – bahan bakar (air to fuel ratio) mendekati ideal (stoikiometri) yaitu antara 14,6 – 14,8 berbanding 1. Oleh karena itu, CC sulit diaplikasikan pada mesin yang masih menggunakan karburator untuk pemasukan bahan bakar.CC paling ideal digunakan dengan mesin yang telah menggunakan closed loop feedback fuel injection.

2.5.3. Efek Pada Lingkungan

Katalitik Konverter telah terbukti memiliki manfaat untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Namun, katalitik konverter ternyata tetap memiliki beberapa efek pada lingkungan:

(31)

b. Air to fuel ratio kendaraan harus senantiasa pada kondisi stoikiometri saat penggunaan CC. Akibatnya kadar CO2 yang dihasilkan lebih banyak dibandingkan mesin dengan campuran yang rendah (lean burn engine).

c. Katalitik konverter membutuhkan logam mulia palladium dan rhodium. Salah satu pensuplai logam mulia ini adalah daerah industri Norilsk, Rusia. Ternyata industri untuk mengekstrak palladium dan rhodium tersebut mengasilkan polusi yang paling besar dibandingkan industri lainnya.

Katalitik konverter, pada knalpot kendaraan bermotor ditempatkan dibelakang exhaust manifold atau antara muffler dengan header, seperti ditunjukkan pada gambar 2.5, dengan pertimbangan agar katalitik konverter cepat panas ketika mesin dinyalakan.

Gambar 2.5 Katalitic Konverter [lit.4]

(32)

1. Tahap awal dari proses yang dilakukan pada katalitik konverter adalah reduction catalyst. Tahap ini menggunakan platinum dan rhodium untuk membantu mengurangi emisi NOx. Ketika molekul NO atau NO2 bersinggungan dengan katalis, sirip katalis mengeluarkan atom nitrogen dari molekul dan menahannya. Sementara oksigen yang ada diubah ke bentuk O2. Atom nitrogen yang terperangkap dalam katalis tersebut diikat dengan atom nitrogen lainnya sehingga terbentuk format N2. Rumus kimianya sebagai berikut:

2NO N2 + O2 atau 2NO2 N2 + 2O2.

2. Tahap kedua dari proses di dalam katalitik konverter adalah oxidization catalyst. Proses ini mengurangi hidrokarbon yang tidak terbakar di ruang bakar dan CO dengan membakarnya (oxidizing) melalui katalis platinum dan palladium. Katalis ini membantu reaksi CO dan HC dengan oksigen yang ada di dalam gas buang. Reaksinya sebagai berikut;

2CO + O2 2CO2.

3. Tahap ketiga adalah pengendalian sistem yang memonitor arus gas buang. Informasi yang diperoleh dipakai lagi sebagai kendali sistem injeksi bahan bakar. Ada sensor oksigen yang diletakkan sebelum katalitik konverter dan cenderung lebih dekat ke mesin ketimbang konverter itu sendiri. Sensor ini memberi informasi ke Electronic Control System (ECS) seberapa banyak oksigen yang ada di saluran gas buang. ECS akan mengurangi atau menambah jumlah oksigen sesuai rasio udara-bahan bakar. Skema pengendalian membuat ECS memastikan kondisi mesin mendekati rasio stoikiometri dan memastikan ketersediaan oksigen di dalam saluran buang untuk proses oxidization HC dan CO yang belum terbakar.

Setiap kendaraan memiliki jumlah sensor yang berbeda, tergantung dengan kebutuhan dan teknologi mesinnya. Umumnya kendaraan yang menggunakan sistem injeksi menggunakan dua sensor oksigen yang berbeda tempat. Sensor tersebut berfungsi memberikan informasi ke ECS agar mengatur kembali pasokan udara ke dalam ruang bakar.

(33)

Katalitik konverter yang merupakan bagian yang kompak dengan knalpot kendaraan bermotor memiliki fungsi lain sebagai pengurang kebisingan (noise silencer) dimana dilakukan modifikasi pada daerah sekitar exhaust muffler.

Salah satu karakteristik sebuah muffler adalah seberapa besar backpressure/BP (tendangan balik) yang dihasilkannya. Pada muffler knalpot bawaan pabrik motor yg beredar di Tanah Air umumnya terbentuk dari lubang, pemantul dan putaran pipa(turn) yang harus dilewati gas buang. Disain seperti ini adalah untuk menghasilkan suara knalpot yang bersahabat dengan lingkungan, akan tetapi menghasilkan BP yang besar, yang mengurangi power dari engine.

Untuk mengatasi ini, dirancanglah tipe muffler yang menghasilkan BP yang jauh lebih kecil, yang disebut “glass pack” atau “cherry bobm”. Tipe muffler ini hanya mengandalkan “penyerapan” untuk mengurangi level suara, dengan tanpa memberikan halangan bagi aliran gas buang. Gas buang menglir lurus melalui pipa yang berlubang yang terbungkus lapisan glass wool, sehingga BP-nya kecil dan sebagian kecil suara di redam oleh glass wool tsb. Jadi muffler jenis ini BP-nya kecil tapi suaranya masih cukup nyaring. memang cocok buat balapan.

Dari ilustrasi di atas, maka tipe muffler secara umum dibagi menjadi 2, yaitu muffler/silencer yg bersifat

1. Sound Absorption 2. Sound Cancelation

2.5.4.1. Sound Absorption Muffler/Silencer

(34)

Gambar 2.6 Sound Absorptio 2.5.4.2. Sound Cancelation Muffler/Silencer

Dalam silencer ini terdapat beberapa elemen yang tersusun secara paralen dan serial yang bertujuan, untuk menghasilkan gelombang pantulan dengan fasa terbalik yang diarahkan kembali ke sumbernya, sehingga penjumlahan dari dua gelombang tersebut akan saling menghilangkan (cancelation). Biasanya diterapkan pada motor standar, yang bentuk silencernya seperti gambar 2.7 di bawah ini.

Gambar 2.7 Sound cancelation Muffler

(35)

Gambar 2.8 Kombinasi Absorption dan Cancelation

Terlihat pada pinggirnya terdapat glass wool yang berfungsi sebagai penyerap energi suara yang masuk melalui dinding yng berlubang. Dan pada bagian tengah terdapat plat-plat yang berfungsi sebagai penghilang suara knalpot.

Gambar 2.9 Skema Pereduksian Kebisingan

Gambar

Gambar 2.1 Rudolf Christian Karl Diesel
Tabel 2.1 Standar biodiesel [lit 9]
Gambar 2.1 Teknologi Konversi Biodiesel [lit.13]
Tabel 2.3 Kandungan metal ester pada minyak goreng bekas [lit.3]
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Ulang yang telah mendapat izin usaha dari Otoritas Jasa.. Keuangan wajib melakukan kegiatan usaha

CodeIgniter adalah sebuah framework yang digunakan untuk membuat sebuah aplikasi berbasis web yang disusun dengan menggunakan bahasa PHP. Di dalam CI ini terdapat beberapa

Telah berperanserta dalam Seminar Nasional Program Pascasarjana. Universitas Negeri

Jika ada rekan kerja yang tidak hadir, saya akan9. membantu

1) Penerima hibah berupa uang menyampaikan laporan penggunaan hibah kepada kepala daerah melalui PPKD dengan tembusan SKPD terkait. 2) Penerima hibah berupa barang atau

Selama peneliti mengobservasi dalam kelas ditemukan permasalahan-permasalahan diantaranya adalah: siswa kesulitan dalam materi pelajaran perkalian bilangan bulat dan