• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Magnetik Resonansi Imaging (MRI) - Pengaruh Parameter Time Repetition (TR) pada Kualitas Citra Lumbal dengan Menggunakan MRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Magnetik Resonansi Imaging (MRI) - Pengaruh Parameter Time Repetition (TR) pada Kualitas Citra Lumbal dengan Menggunakan MRI"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Magnetik Resonansi Imaging (MRI)

Magnetic Resonance Imaging (MRI) digunakan sejak tahun 1971 oleh dr.

Raymond Damadian pada hewan untuk membedakan jaringan abnormal dengan

jaringan sehat. Beberapa tahun kemudian tepat tanggal 2 juli 1977 bersama

mitranya Minkoff dan Goldsmith menggunakan MRI pertama kali pada tubuh

manusia dengan MRI scanner Indomitable, dengan waktu pemeriksaan 295 menit

(Raul, 2002). MRI merupakan alat imaging yang dapat menganalisa sebagian

besar anatomis dan suatu fungsional fisiologis system organ tubuh (Bryan, 2010).

Magnetic Resonance Imaging adalah suatu alat kedokteran di bidang

pemeriksaan radiologi diagnostik, yang menghasilkan rekaman gambar potongan

penampang tubuh dengan menggunakan medan magnet dan resonansi getaran

terhadap inti atom hidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya,

terutama kemampuannya membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik

tanpa banyak memanipulasi posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuai untuk

diagnostik jaringan lunak, terutama otak, sumsum tulang belakang dan susunan

saraf pusat dan memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan

yang kontras, dibandingkan dengan pemeriksaan CT- scan dan X-ray lainnya

sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara detail

(Bushberg, 2002).s

2.2 Prinsip Dasar Sistem Magnetic Resonansi Imaging (MRI)

Dalam tubuh manusia terdapat air (H2O) yang terdiri dari 2 atom hidrogen

dan memiliki no atom ganjil (1) yang dominan pada tubuh manusia dan

mempunyai inti atom bebas yang akan menghasilkan jaringan magnetisasi,

merupakan kandungan inti terbanyak dalam jaringan tubuh manusia dan memiliki

gaya magnetik terkuat dari elemen lain. Hidrogen memiliki momen magnetik,

(2)

jumlah atom suatu isotop unsur tertentu terhadap jumlah atom seluruh isotop yang

ada dinyatakan dalam persen dapat dilihat pada Tabel 2.1. Oleh karena itu,

hidrogen adalah elemen utama yang digunakan untuk MRI. Pada atom dengan

nomor atom genap, inti atom akan berpasang pasangan sehingga saling

meniadakan efek magnetik dengan demikian tidak terdapat inti bebas yang akan

membentuk jaringan magnetisasi sehingga sulit untuk dirangsang agar terjadi

pelepasan signal.

Tabel 2.1 Inti yang bersifat magnetic (Busberg, 2002)

Proton memiliki prilaku yang hampir sama dengan prilaku sebuah magnet,

melakukan gerakan secara kontinyu mengintari sumbunya atau spinning, seperti

Gambar 2.2, yang akan menghasilkan moment dipole magnetic yang kuat dan

akan menimbulkan fenomena resonansi.

Gambar 2.2 Spinning proton atom hidrogen (Bushberg,2002)

Prinsip dasar pencitraan MRI dapat disimpulkan secara ringkas yaitu

dalam keadaan normal proton proton hydrogen dalam tubuh tersusun secara acak

sehingga tidak ada jaringan magnetisasi. Ketika pasien dimasukan kedalam medan

magnet yang kuat dalam pesawat MRI, proton-proton dalam tubuh pasien akan

(3)

pesawat serta melakukan gerakan presesi. Selisih proton proton yang searah dan

berlawanan arah amat sedikit dan tergantung kekuatan medan magnet pesawat dan

selisih inilah yang akan merupakan inti bebas (tidak berpasangan) yang akan

membentuk jaringan magnetisasi. Pemberian gelombang radio frequency (RF)

proton menyerap sinyal elektromagnetik atau sinyal MRI. Sinyal - sinyal diterima

oleh sebuah koil antena penerima, selanjutnya sinyal- sinyal tersebut diubah

menjadi pulsa listrik dan dikirim ke sistem komputer untuk diubah menjadi

gambar.

Gambar 2.3 Dasar fisika MRI (Bitar, dkk., 2006

Gambar 2.3 menunjukkan dasar fisika MRI, dimana (a) inti hidrogen

mengitari sumbunya atau spinning memiliki medan magnet, panah kuning

merupakan arah sumbu magnetis. Pada awalnya inti hidrogen (1–6), berpresesi

dengan berbagai sudut akan tetapi saat masuk kedalam medan magnet eksternal

(B0) akan berbaris, jumlah momen magnetis disebut vektor magnetisasi (NMV).

(b) RF diberikan NMV membentuk sudutyang menghasilkan dua komponen

magnetisasi yaitu magnetisasi longituginal (Mz) dan magnetisasi transversal

(Mxy). Presesi Magnetisasi transversal disekitar koil penerima, dipengaruhi

tegangan (i). Ketika RF dimatikan terjadi T1 pembangkitan atau T1 recovery, T2

peluruhan atau T2 decay dan T2* .

2.3 Parameter MRI

Parameter kekontrasan citra yang dapat diatur untuk membuat pencitraan

dalam MRI terdiri dari:

(4)

Waktu pengulangan atau repetition time adalah interval waktu antara

pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang lama tepat mengevaluasi

jaringan dalam irisan yang lebih banyak serta memberikan harga sinyal noise

yang lebih baik, namun menyebabkan waktu yang di butuhkan untuk memperoleh

data yang lebih lama. TR yang cepat dapat mempersingkat waktu pengambilan

data namun jumlah irisan jaringan yang di evaluasi menjadi sedikit dan signal to

noise ratio (SNR) menjadi jelek (Pierce,1999). TR yang pendek nilainya kurang

dari 500 ms akan memberikan kontribusi T1 lebih banyak dapat mempersingkat

waktu pengambilan data, namun akan menurunkan jumlah irisan dan nilai SNR

menurun dan TR panjang bila nilainya lebih dari 1500 ms akan memberikan

kontribusi pada pembobotan T2, dari pulsa waktu TR akan memberikan

kekontrasan citra berbeda.

Gambar 2.3 Time Repetition atau waktu pengulangan pada Fast spin echo

b. Waktu gaung time echo (TE)

Time Echo (TE) atauwaktu gema adalah pemberian pulsa interval waktu dari

saat terakhir eksitasi pulsa RF diberikan sampai terdeteksinya puncak sinyal gema

gradien. TE disebut pendek bila waktunya kurang dari 30 ms, sedangkan TE

panjang adalah tiga kali dari TE pendek (90 ms). Pemilihan panjang dan

pendeknya TE akan mempengaruhi intensitas sinyal yang didapat. Time echo

digambarkan sebagai interval antara akhir dan permulaan dari pulsa eksitasi RF

window acquisition (Rahmer, dkk., 2006). Pencitraan dengan waktu relaksasi T2

hanya beberapa ratus mikrodetik untuk deteksi sinyal disebut ultrashort echo time

(UTE) pada T2 pendek sering dilakukan seperti pencitraan jaringan seperti tendon,

liga dan periosteum, hati, paru-paru, dan pencitraan molekular (Rahmer, et.al,

(5)

2.4 Pulsa RF (Radio Frequency)

Pemberian frekuensi radio dengan waktu yang singkat disebut dengan

pulsa frekuensi radio yang merupakan gelombang elektromagnetik dengan

frekuensi antara 2,31 MHz sampai 85 MHz. Pemberian pulsa RF mengubah

energi proton sehingga dapat menyebabkan transisi, yang terjadi jika dan hanya

jika pulsa RF yang diberikan sama dengan frekuensi Larmor yang dimiliki proton.

Pada keadaan tersebut proton yang sedang berpresisi akan mendapat tambahan

energi. Dalam pemberian frekuensi radio proton pada tingkat energi rendah akan

tereksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi, peristiwa ini disebut resonansi

magnetik.

Pada saat terjadi magnetisasi transversal maka terjadi pula keadaan in

phase pada bidang transversal sehingga akan terjadi induksi dari medan magnet

terhadap koil penerima yang akan tercatat sebagai sinyal. Kuat dan lemahnya

magnetisasi pada bidang transversal ini akan berpengaruh pada kekuatan signal

MRI dan berpengaruh pada intensitas gelap dan terang pada citra MRI. Bila signal

MRI kuat maka akan memberikan gambaran citra yang terang atau hiperintens,

sedangkan apabila signal MRI lemah akan memberikan citra MRI gelap

atau hipointens.

Bila pulsa RF dihentikan, magnetik moment pada bidang transversal yang

dalam keadaan in phase akan mengalami dephase kembali sehingga magnetisasi

pada bidang transversal akan menurun, akibatnya induksi pada koil penerima juga

akan semakin melemah yang dikenal dengan sinyal Free Induction Decay (FID).

Pulsa RF yang menggerakkan magnetisasi (M) dari posisi setimbang ke

bidang transversal disebut pulsa 900. Pulsa RF yang menggerakkan M dengan

arah yang berlawanan dengan arah asalnya dinamakan pulsa 1800. Kedua pulsa

tersebut merupakan pulsa yang mempunyai persamaan yang sangat besar dan

penting dalam metoda MRI (Blink, 2004).

Beberapa komponen utama dalam pesawat sistem MRI, yaitu magnet

(6)

berguna untuk memproduksi medan magnet yang besar antara 0.1-3.0 Tesla, yang

mampu menginduksi jaringan sehingga mampu menimbulkan magnetisasi dalam

obyek. Beberapa jenis magnet utama yaitu Magnet permanen, resistive Magnet,

magnet superkonduktif, bahan ini akan menjadi superconductive pada temperatur

4K (Kelvin) dengan memberikan arus listrik melalui kumparan-kumparan. Untuk

menjaga kemagnetan kumparan harus dalam temperatur yang sangat dingin,

biasanya digunakan helium cair yang disebut juga dengan cryogenbath.

Gambar 2.2 Posisi magnet superkonduktif dalam pesawat MRI

Koil yang umum digunakan yaitu koil penerima dan koil pemancar karena

Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan gelombang radio pada inti yang

terlokalisir sehingga terjadi eksitasi. Sedangkan koil penerima berfungsi untuk

menerima sinyal output dari sistem setelah eksitasi terjadi. Sistem Komputer

berfungsi untuk mengontrol semua komponen alat MRI dan berfungsi juga untuk

menyimpan data. Gradien koil untuk membangkitkan suatu medan, terdapat tiga

fungsinya berbeda-beda sesuai dengan irisan yang dipilih, gradien koil X

untuk membuat citra potongan sagital, gardien koil Y untuk potongan koronal dan

medan yang saling tegak lurus antara ketiganya, yaitu bidang X, Y dan Z yang

gradien koil Z untuk potongan aksial. Bila gradien koil X, Y dan Z bekerja secara

(7)

2.5 Interaksi Spin Proton dengan Medan Magnet Luar

Apabila tubuh manusia berada pada medan magnet luar yang sangat kuat

(di dalam gantri MRI), maka yang terjadi adalah momen magnetik masing-masing

spin akan bergerak searah dan berlawanan arah terhadap arah medan magnet luar.

Bila materi itu berada pada tingkat energi rendah (suhu kamar) maka total kuat

magnetisasi (Net Magnetisation Vector = NMV) adalah paralel dengan sumbu Z

(sumbu arah medan magnet luar).

Energi termal dan arah spin random dalam jaringan, tidak mempunyai

magnetisasi jaringan, menghasilkan momen magnetik keseluruhan nol. Di bawah

pengaruh medan magnet eksternal (Bo) yang kuat spin didistribusikan menjadi dua

keadaan energi yaitu sejajar atau pararel dengan medan listrik pada tingkat energi

rendah, dan antiparalel pada daerah tingkat energi yang sedikit lebih tinggi.

Mayoritas spin pada energi rendah. Untuk kekuatan medan magnet yang lebih

tinggi, pemisahan energi dari tingkat energi yang rendah ke energi lebih tinggi,

seperti jumlah kelebihan proton di daerah energi rendah.

Suatu materi yang terdiri atas inti yang memiliki spin intristik, jika

diletakkan di dalam medan magnet luar, dengan arah sumbu z maka spin tadi akan

berinteraksi dengan medan magnet yang menimbulkan torka

 

 .

τ = µ x B0 ... (2.1)

Selain pemisahan daerah energi spin, proton juga mengalami torka yang

merupakan suatu orientasi momen magnetic (

) terhadap B0, Torka

 

 tersebut

menyebabkan spin proton bergerak secara unik berotasi mengelilingi medan

magnet luar yang diberikan seperti gerakan gasing yang disebut dengan presisi.

Proton presisi dengan arah pararel dan anti pararel. Selisih antara arah pararel

dengan anti pararel disebut dengan net moment magnetic.

Menurut persamaan Larmor, presesi single proton pada porosnya dengan

(8)

magnetisasi equilibrium. M0 dalam arah medan magnet B0 (Busberg, 2002).

Frekuensi Larmor merupakan frekuensi gerakan presisi proton dengan persamaan

dengan B0 adalah medan magnet luar, dan

adalah rasio giromagnetik. Karena jumlah energi spin pada keadaan pararel lebih besar daripada keadaan anti pararel,

maka menghasilkan resultan vektor magnetisasi searah keadaan paralel atau

searah medan sumbu longitudinal.

ω = γB0 ... (2.2)

dengan : ω adalah frekuensi Larmor (MHz tesla), γ adalah rasio giromagnetik

(MHz tesla-1) dan B0 adalah medan magnet luar (tesla).

Jika medan magnet luar ditempatkan pada tubuh yang mempunyai banyak inti

atom hidrogen, maka akan mengakibatkan gerakan proton didalam tubuh tidak

acak lagi.

Gambar 2.3 Spin dengan medan magnet luar

Penempatan proton pada medan magnet luar menyebabkan berpresisi

dengan arah pararel dan anti pararel dan untuk perbandingannya yaitu anti pararel

lebih banyak dibandingkan dengan arah anti-pararel. Selisih antara arah pararel

(9)

Gambar 2.4 Spin pada pararel dan anti pararel

Menurut hokum distribusi Maxwell-Boltzman pada suhu kamar

partikel-partikel lebih banyak berada pada tingkat energi rendah karena lebih stabil.

Dengan demikian lebih banyak proton berpresisi pada rah partikel daripada arah

anti-pararel.

Jika proton yang berpresisi sejajar dengan medan magnet luar

dijumlahkan, maka akan memberikan suatu nilai magnetisasi total sebesar M0.

Magnetisasi M0 tersebut merupakan besaran vektor yang terdiri atas penjumlahan

dua vektor magnetisasi yaitu: vektor magnetisasi longitudinal (Mz) dan vektor

magnetisasi transversal (Mxy) yang merupakan komponen total vektor

(10)

2.6 Relaksasi Spin T1 dan T2 2.6.1 Relaksasi T1

Pulsa RF dalam aplikasi pemeriksaan medis mempunyai waktu tertentu,

sehingga setelah pulsa RF dihilangkan menyebabkan magnetisasi longituginal Mz

tidak berada pada kesetimbangan termal yang menyebabkan terjadinya

mekanisme pergerakan spin berelaksasi menuju bidang longitunginal. Pada saat

mencapai nilai magnetisasi dalam kondisi setimbang (Mz = M0 ) terdapat interaksi

yaitu interaksi spin dengan lingkungannya atau lattice yang menyebabkan

terjadinya pertambahan energi sehingga terdapat pertumbuhan magnetisasi dengan

bertambahnya waktu t yang merupakan solusi persamaan Bloch, yang dinyatakan

dengan T1 adalah waktu relaksasi longituginal yang diukur 63% dari waktu

pertumbuhan magnetisasi disebut spin-kisi atauspin lattice relaxation (Bushberg,

2002). Waktu relaksasi T1 ini terjadi dimana energi yang dibebaskan ke

lingkungan sekitar akan menyebabkan magnetisasi bidang longitudinal akan

semakin lama semakin menguat (recovery) dengan waktu recovery yang konstan

dan berupa proses eksponensial.

Menurut Hendee, (2002) bahwa relaksasi sinyal magnetik resonansi (MR)

merupakan karakteristik yang bersifat ekponensial sama dengan peluruhan

radioaktif, penyerapan energi dan pertumbuhan sel dalam jaringan. Untuk waktu

relaksasi longitunginal dimana sinyal magnetik resonansi (S) berkurang secara

ekponensial. Waktu dari sinyal S0 mengikuti pulsa RF, Nilai S0 dipengaruhi oleh

faktor banyaknya proton dalam sampel, panjangnya waktu gelombang radio yang

diberlakukan bagi sampel, kepekaan coil penerima, dan keseluruhan kepekaan

elektronik.

Pada saat pulsa RF dihentikan (off), akan terjadi proses dimana Net

Magnetisasi Vektor kehilangan energi yang dikenal dengan relaksasi. Ada dua

fenomena yang terjadi pada saat terjadinya relaksasi yaitu jumlah magnetisasi

pada bidang longitudinal secara perlahan semakin meningkat yang dikenal dengan

peristiwa recovery dan pada saat yang sama jumlah magnetisasi pada bidang

(11)

Gambar 2.3 Magnetisasi longitudinal (Bryan, 2010)

Sebagai contoh adalah lemak dan cairan cerebro spinal. Lemak memiliki

waktu relaksasi T1 yang pendek sekitar 180 ms sedangkan untuk cairan cerebro

spinal memiliki waktu relaksasi T1 yang panjang berkisar 2000 ms. Sehingga

untuk mencapai waktu relaksasi T1 (63%), lemak akan lebih cepat dibanding

dengan cairan cerebrospinal. Dengan demikian untuk pembobotan T1, jaringan

dengan waktu relaksasi T1 pendek (lemak) akan tampak terang dan jaringan

dengan waktu relaksasi T1 panjang (cairan cerebrospinal) akan tampak gelap.

2.6.2 Relaksasi T2

Penerapan pada pulsa RF 900 pada spin sampel menyebabkan terdapat

perubahan arah magnetisasi longitugunal menjadi sumbu transversal yang

menjadikan nilai magnetisasi longituginal Mz = 0 dan magnetisasi transversal

Mxy dalam kondisi maksimum. Setelah berada pada bidang transversal spin akan

dirotasikan dibidang tersebut sehingga terdapat laju perubahan magnetisasi

terhadap waktu yang sesuai dengan persamaan gyroskopik.

Pada saat spin berpresisi pada bidang transversal terdapat interaksi yaitu

interaksi antar spin yang menyebabkan perubahan magnetisasi tanpa mengubah

nilai energi interaksi awal, sehingga besar magnetisasi transversal mengecil secara

eksponensial dengan bertambahnya waktu t, yang merupakan solusi persamaan

gerak tersebut (persamaan Bloch) didiskripsikan dengan T2 adalah waktu

(12)

maksimumnya disebut juga spin – spin (Gambar 2.6). T2 decay dihasilkan oleh

Spin Relaxation yaitu pertukaran energi antar nuklei yang satu dengan nuklei

yang lain disekitarnya.

Waktu relaksasi T2 akan lebih pendek dari pada waktu relaksasi T1.

Secara umum pada pembobotan T2, jaringan dengan waktu relaksasi T2 panjang

(seperti cairan cerebro spinal sekitar 300 ms akan tampak terang dan

jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek (seperti lemak sekitar 90 ms) akan

tampak gelap. Kecepatan meluruhnya komponen magnetisasi tranversal

tergantung dari konstanta waktu relaksasi transversal atau waktu relaksasi

spin-spin, yang merupakan interaksi antara proton dengan proton. Berdasarkan

mekanisme relaksasi baik transversal maupun longitudinal di atas, untuk berbagai

jaringan dalam tubuh mempunyai prilaku dan waktu relaksasi yang berbeda –

beda, yang diterangkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Waktu relaksasi T1 dan T2 pada jaringan tubuh (Wikibooks, 2007)

Tissue T1 (msec) T2

2.7 Pengukuran Sinyal MRI

Proses terjadinya sinyal MRI yang berasal dari pasien tersebut melalui 3

fase fisika yaitu: fase presesi atau magnetisasi, fase resonansi dan fase relaksasi.

Fase presesi atau magnetisasi terjadi ketika pasien dimasukan kedalam medan

magnet yang kuat dalam pesawat MRI, dimana magnetik dipole atau proton

proton dalam tubuh pasien akan parallel dan tidak parallel dengan kutub medan

(13)

proton yang searah dan berlawanan arah merupakan inti bebas tidak berpasangan

yang akan membentuk jaringan magnetisasi.

Proton proton selain terus melakukan spin juga melakukan gerakan relatif

yang sama dengan gerakan permukan gasing yang disebut gerakan presesi.

Frekuensi gerakan presesi tergantung pada jenis atom dan kekuatan medan

magnet luar yang mempengaruhinya atau kekuatan medan magnet pesawat MRI.

Fase resonansi terjadi pada saat fase presesi gelombang radio (RF)

dipancarkan, proton proton hydrogen akan menyerapnya dan mulai bergerak

meninggalkan arah longitudinal yang sejajar dengan arah kutub magnet pesawat

menuju kearah transversal dan menghasilkan magnetisasi transversal. Fase proton

proton bergerak meninggalkan sumbu longitudinal menuju arah transversal

disebut sebagai fase resonansi.

Fase relaksasi terjadi, ketika proton proton hydrogen berada pada bidang

transversal atau decay menuju kembali kearah longitudinal atau recovery sambil

melepaskan energi yang diserapnya dari gelombang radio dalam bentuk

gelombang elektromagnetik yang dikenal sebagai sinyal MRI, yang akan diterima

oleh sebuah kumparan atau antena penerima disisi pesawat MRI, fase ini disebut

fase relaksasi. Fase relaksasi dibagi menjadi T1 dan T2. Jika T1 makin lama maka

diperoleh sinyal yang makin besar.

Awalnya presesi proton proton berada dalam laju dan arah atau fase yang

sama namun secara perlahan satu sama lain keluar dari fase tersebut yang

disebabkan terjadinya interaksi proton dengan proton proton disekitarnya atau

spin-spin interaction. Magnetisasi proton proton lokal yang tidak homogen

meningkatkan interaksi spin spin dan mempercepat dephasing sehingga

mempercepat penurunan besarnya sinyal (signal decay) ke nilai nol. Hal ini

berarti terdapat adanya sinyal yang hilang (loss of signal). Waktu yang diperlukan

proton proton dari keadaan magnetisasi transversal berkurang hingga sekitar 37%

(14)

Sinyal MRI adalah sinyal yang dideteksi pada saat spin berelaksasi

dibidang transversal yang susunannya berupa sinyal sinusoidal yang meluruh

secara eksponensial dengan pertambahan waktu yang disebut dengan Free

induction decay (FID). Proses FID dimana setelah pancaran frekuensi radio di

matikan maka spin partikel akan menyerap energi, kemudian energi tersebut akan

melemah sedikit demi sedikit dan akan menuju pada satu fase (dephase).

Kehilangan sinyal yang diakibatkan oleh medan magnetik lokal yang tidak

homogen tersebut, menutupi nilai T2 yang sebenarnya. Nilai T2 yang diakibatkan

oleh adanya medan magnetik yang tidak homogen diberi symbol T2*. Proses

dephasing diakibatkan oleh hasil interaksi spin spin yang sebenarnya dan interaksi

spin spin akibat medan magnet yang tidak homogen.

Kekuatan sinyal tergantung pada kerapatan proton atau density proton,

waktu relaksasi spin-lattice (T1) dan relaksasi spin-spin (T2) serta sifat magnetik

tubuh pasien. Pada pemeriksaan MRI, kandungan proton tergantung pada

kandungan (kadar) air yang merupakan salah satu material dari komposisi kimia

penyusun jaringan yang diperiksa.

Tabel 2.3 Densitas hidrogen pada beberapa jaringan (Forshult, 2007)

Jaringan Densitas

2.7.1 Paramter kekontrasan pencitraan MRI

Parameter pada magnetic resonance imaging adalah variabel yang dapat

mengakibatkan terjadinya pembedaan kontras. Dan khususnya dalam bidang

kesehatan untuk mendiagnosa suatu kelainan pada jaringan tubuh manusia.

(15)

a. waktu pengulangan atau time repetition (TR)

b. waktu gaung atau time encho (TE)

2.7.2. waktu pengulangan atau repetition

Waktu pengulangan atau time repetition adalah suatu interval waktu antara

pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang lama dapat mengevaluasi

jaringan dalam irisan yang lebih banyak serta memberikan harga sinyal noise yang

lebih baik, namun menyebabkan waktu yang dibutuhkan lebih lama untuk

memperoleh data. TR yang cepat dapat mempersingkat waktu pengambilan data

namun jumlah irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit, dan Signal to Noise

Ratio (SNR) menjadi jelek. Harga TR dan TE untuk pembobotan T1 dan T2 pada

pulsa spin echo dapat dilihat dalam Tabel dibawah ini.

Tabel 2.4 Spin echo sequence untuk parameter TR dan TE

Parameter Waktu (milidetik) Pembobotan

TR cepat <1000 T1

TR cepat <30 T1

TR lama >1000 Kecepatan proton

TR cepat <30 Kecepatan proton

TR lama >1000 T2

TR lama >60 T2

Harga TR dianggap cepat jika kurang dari 1000 milidetik, sedangkan TR

dianggap lama jika lebih dari 1000 milidetik. TR berkaitan dengan waktu

relaksasi longitudinal. Dari perbedaan nilai dari TR akan memberikan kekontrasan

citra yang berbeda. Pemilihan TR yang lama memberikan kekontrasan citra yang

kurang baik, karena relaksasi longitudinal kedua jaringan sudah mencapai

keadaan seimbang sempurna. Pemberian TR yang cepat memberikan kekontrasan

citra lebih baik, karena relaksasi longitudinal yang lebih lama belum sempurna

kembali keadaan seimbang sehingga pembedaan intensitas sinyal yang yang

(16)

2.7.3. Waktu gaung atau time encho

Waktu gaung atau time encho adalah interval waktu pemberian pulsa RF

awal dengan pulsa RF terakhir sampai deteksinya sinyal magnetik resonance MR)

maksimum. Sinyal MR maksimum tersebut merupakan sinyal spin encho.

Pemilihan lama dan cepatnya TE akan mempengaruhi intensitas sinyal yang

didapat. TE tersebut cepat jika waktu gaungnya kurang dari 30 milidetik

(Bushberg, 2001).

Intensitas sinyal encho ditentukan oleh kurva T2, Intensitas sinyal besar

jika memakai TE pendek. Dengan TE yang cepat meminimalkan peluruhan

transversal atau transverse decay dan sinyal yang dihasilkan dapat dipelihara.

Pemilihan TE panjang dapat mengakibatkan peluruhan transversal atau transverse

decay menjadi maksimal dan sinyal yang didapat kecil.

2.8. Pembobotan Pada Magnetic Resonance Imaging

Pembobotan pada magnetic resonance imaging adalah suatu pencitraan

dengan menggunakan beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan

tubuh yang akan didiagnosa. Dalam penelitian ini ada dua jenis pembobotan yang

akan dilakukan yaitu pembobotan T1 dan Pembobotan T2.

Pembobotan pada MRI merupakan suatu pencitraan degan menggunakan

beberapa parameter yang berhubungan dengan jaringan tubuh yang akan di

diagnosa, dipengaruhi oleh nilai TR dan TE. Dalam penelitian ini dikaji tentang

pembobotan T2, yang memanfaatkan echo train length (ETL) namun akan

dijelaskan secara ringkas tentang pembobotan T1.

2.8.1. Pembobotan T1 atau Spin Latice Relaxation

Pembobotan T1 merupakan pembobotan dengan parameter TR dan TE

yang pendek. Pada pembobotan T1 dengan nilai TR pendek jaringan (lemak) akan

mengalami recovery penuh pada arah longitudinal dan akan tampak gelap atau

hyperintense. Sedangkan pada jaringan yang memiliki nilai TR panjang (CSF)

(17)

hypointense, tetapi untuk jaringan yang mempunyai T1 yang cepat maka pada

pembobotan T1 akan kelihatan terang atau hypointens. Tabel dibawah ini

menunjukkan karateristik jaringan dari struktur anatomi (Pierce, 1995).

Tabel 2.5 Hubungan karateristik jaringan dengan pembobotan T1 dan T2

Jaringan Pembobotan T1 Pembobotan T2

CSF Gelap Terang

Gray matter Abu - abu Abu-abu

White matter Terang Terang

Lemak atau fat Terang Abu-abu

Corticoal bone Gelap Gelap

Air Gelap Gelap

Darah atau blood Gelap Gelap

Edema Abu – abu gelap Terang

Protein Terang Terang

Dengan parameter TE yang pendek maka waktu untuk meluruh atau

relaksasi spin-spin sangat singkat sehingga peluruhan sinyal menjadi minimal.

Parameter TE yang pendek untuk meminimalkan tranversal decay, T2 selama

akuisisi sinyal. Biasanya pembobotan T1 diinterpretasikan untuk menunjukkan

struktur anatomi (Busberg, 2002).

2.8.2. Pembobotan T2 atau Spin-spin Relaxation

Pembobotan T2 adalah pembobotan dengan mengunakan parameter TR

yang lama dan TE yang lama. Pembobotan T2 baik dalam menciptakan sinyal

yang terang pada pemeriksaan kelainan patologi. Air akan tampak lebih cerah dari

lemak (Robbie, 2006). Nilai TR lebih dari 1000 msec dan TE lebih dari 30 msec.

Dengan TR yang panjang mengakibatkan terjadinya proses magnetisasi ke

equilibrium untuk semua jenis jaringan (fat, CSF) sudah mencapai magnetisasi

maksimum, saat itu juga perbedaan intensitas sinyal relative untuk semua

(18)

Dengan nilai TE yang panjang maka jaringan yang mempunyai nilai TR

pendek yaitu lemak pada pembobotan T2 akan tampak gelap atau hyperintens,

karena waktu untuk meluruh atau relaksasi spin-spin pendek sehingga peluruhan

sinyal menjadi lebih banyak. Peluruhan sinyal yang banyak mengakibatkan

intensitas sinyal relatif yang dihasilkan menjadi sedikit, menjadi hyperintens.

Artinya peluruhan sinyal yang sedikit akan meminimalkan proses.

Pembobotan T2 penting dalam memperlihatkan citra dari vertebra lumbal

terutama irisan sagital dibandingkan teknik SE konvensional (Maksymowych,

2007). Pembobotan T2 FSE menggunakan echo train yang panjang atau ETL.

Semakin banyak ETL, pembobotan T2 akan semakin tinggi. Hal ini akan

menyebabkan kekaburan citra atau blurring, memungkinkan pengurangan nilai

signal to noise ratio (SNR) atau perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal

dengan amplitude noise, yang berpengaruh terhadap kontras citra atau contras to

noise ratio (CNR) merupakan salah satu kelemahan FSE (Woodward dan

Freimarck, 2001).

Penelitian sebelumnya tentang pengaruh ETL menyatakan pada peluruhan

T2 dengan echo train yang panjang atau ETL akan menyebabkan bluring yang

berhubungan dengan pelebaran puncak pada fungsi titik sebaran point spread

function (PSF), menggambarkan luasnya puncak setengah maksimum atau full

width at half maximum (FWHM), yang menghasilkan nilai SNR yang akan

mempengaruhi kontras citra MRI (Qin, 2012). Pada pencitraan MRI selain T2

yang tinggi juga dengan T2 yang pendek menyebabkan kekaburan dan kerugian

sinyal amplitudo (Rahmer, et. al, 2006).

2.9. Metode Pencitraan

Metode pencitraan adalah metode pembentukan citra yang dipergunakan

dalam pemeriksaan MRI atau magnetic resonance imaging. Ada 2 metode yang

dipergunakan dalam penelititian ini, yaitu:

a. metode spin encho.

b. metode inversion recovery.

(19)

2.9.1. Metode spin encho

Metode spin echo adalah metode yang paling sederhana dan waktu

pencitraan yang relatif cepat dan menghasilkan bentuk citra yang baik sehingga

metode ini sering dipergunakan.

Rangkaian atau sequence pulsa RF diawali dengan pemberian pulsa 900,

lalu dalam interval waktu TE/2 diikuti dengan pemberian pulsa 1800, dalam

pemberian pulsa RF ini akan mempengaruhi posisi proton terhadap komponen

magnetisasi transversal.

Pulsa ini menyebabkan berputarnya semua proton pada bidang transversal

menjadi 1800, dan proses ini menyebabkan semua proton berputar bidang

transversal negatif.

Akibatnya letak posisi proton lambat menjadi depan presisi proton cepat.

Kemudian pada selang waktu TE/2 berikutnya seluruh proton sudah berpresisi

pada kecepatan yang sama, sehingga fasenya sama untuk semua proton.

Kembalinya semua proton kepada satu fase mengakibatkan magnetisasi

transversal diperoleh kembali dan menghasilkan sinyal magnetic resonance yang

maksimal, sinyal inilah yang disebut spin echo atau sinyal echo. Sejalan dengan

proses perubahan fase, proton-proton mulai kembali yang diikuti dengan

peluruhan induksi bebas (bushberg, 2001).

2.9.2. Meetode pembalikan kembali atau inversion recovery

Metode ini diawali dengan pemberian pulsa 1800 , yang menimbulkan

vekor magnetisasi kearah sumbu Z negatip. Dengan pertambahan waktu maka

proton akan kembali keadaan kesetimbangan, maka pada momen tertentu

magnetisasi total atau net magnetitation akan berharga nol, karena besarnya

magnetisasi pada arah sumbu Z negatip. Pada keadaan tersebut tidak akan ada

sinyal yang akan terdeteksi atau intensitas sinyal yang akan dihasilkan adalah nol.

Interval waktu tertentu setelah pulsa 1800 diberikan waktu pembalikan,

dilanjutkan dengan pemberian pulsa 900 yang menyebabkan magnetisasi

longitudinal kebidang transversal maka sinyal akan teramati dan terjadilah

(20)

mendapatkan sinyal echo. Inversion recovery sama metode spin echo dengan

penambahan pulsa 1800 diawal rangkaian pulsa RF.

Besarnya sinyal echo yang dihasilkan tergantung pada lamanya waktu

pembalikan atau time inversion dan waktu tunda atau delay time, yaitu waktu

dimana deretan pulsa pemulihan kembali diatas diulang kembali.

Disamping metode yang dipergunakan diatas ada beberapa metode yang

mengandung teknik pemberian pulsa RF yaitu:

a. Variable-echo.

b. Fast screen echo.

c. Gradien echo.

2.9.3. Parameter Resolusi Citra

Parameter resolusi citra terdiri dari:

a. Jenis jaringan

b. Resolusi spasial

2.9.4. jenis jaringan

Jenis jaringan dibagi menjadi dua keadaan yaitu cairan atau liquid dan

padat atau solid. Jaringan padat memiliki molekul-molekul relatif tetap hal ini

berarti medan magnetnya tetap dan variasi lokal medan magnetik disekitar proton

cukup berarti, dan jaringan cair medan magnet lokal dari molekul-molekul

terdekatnya berubah dengan cepat, sebagai akibat dari gerakan molekulnya.

Didalam jaringan padat tumbukan tidak sering terjadi karena

molekul-molekul relatif tetap, lain halnya dengan jaringan cair tumbukan sering terjadi

karena molekul-molekulnya bebas bergerak dan mengakibatkan transfer energy

lebih banyak sehingga proton lebih cepat mensejajarkan diri kembali kemedan

(21)

Proton mensejajarkan diri secara pararel dan anti-aararel terhadap medan

yang diberikan. Proses pensejajaran tersebut terjadi karena interaksi thermal

molekul-molekul, dimana molekul-molekul dalam jaringan bertumbukan dan

berinteraksi satu sama lain sehingga terjadi transfer energi.

Waktu relaksasi transversal untuk jaringan padat lebih cepat dibanding

dengan jaringan cair. Karena struktur molekul relatif tetap sehingga medan-medan

magnetiknya tetap. Ketidakhomogenan lokal tersebut cukup berarti sehingga

menyebabkan efek antar medan magnetic cukup berpengaruh, terutama jika

arahnya saling berlawanan sehingga interaksi antar spin-spin cukup memberikan

pengaruh pada medan magnet total yang memberikan harga T2 cepat.

Pada jaringan cair molekulnya bebas dan bergerak cepat, sehingga

magnetisasi lokal totalnya sangat cepat menjadi nol, hal ini menyebabkan

interaksi spin-spin tidak cukup berarti. Akiibatnya uuntuk jaringan cair medan

magnet internalnya lemah sehingga T2 kuranng berpengaruh pada perbahan fase.

Hal ini mengakibatkan kostanta waktu T2 jaringan cair panjang.

2.9.4. Resolusi spasial atau spatial resolution

Resolusi spasial adalah faktor yang sangat berhubungan dengan kualitas

citra. Resolusi spasial dapat diperoleh dengan menentukan jumlah pixel (picture

elemen) atau satuan pembentuk gambar yang ditampilkan dalam FOV (Field Of

View) dan resolusi spasial berhubungan sekali dengan SNR (Signal to Noise

Ratio) (bushberg, 2001).

Penggunaan pixel-pixel yang mewakili besarnya frekuensi encoding

mengontrol waktu scan dimana arah frekuensi encoding terdapat pada window

(band width) yang membaca data dari jaringan yang dipilih. Dimana banyaknya

data yang diambil menentukan resolusi vertikal. Pada dasarnya resolusi sebanding

dengan pemilihan ukuran jaringan dalam arah frekuensi encoding. Dengan

menggunakan pixel-pixel kecil Maka akan mempertinggi resolusi spasial tetapi

dalam hal ini harga SNR (signal to Noise Ratio) berkurang., sebab besarnya

(22)

2.9.5. Rekonstruksi Pencitraan MRI

Melalui antena frekuensi radio khususnya pada saat proton berada diantara

selang relaksasi, bisa didapatkan sinyal RF yang dipancarkan dari tubuh pasien

yang disebut peluruhan induksi bebas. FID merupakan intensitas sinyal MRI

digambarkan sebagai fungsi waktu. Dan dengan melakukan transformasi Fourier

terhadap FID menghasilkan spectrum MR. Spektrum MR tersebut merupakan

gambar intensitas sinyal terhadap frekuensi dan puncak dari spectrum PR

menyatakan suatu karateristik jaringan yang diamati.

Jika pada magnet utama tersebut diberikan media magnet gradien yang

bedanya bisa diatur (bidang X, Y dan Z) yaitu pada potongan tubuh sagital,

coronal dan axial, maka didapatkan spektrum MR yang sesuai (Bushberg, 2001).

Dengan medan magnet gradien yang kuat medan magnetnya jauh lebih

kuat dari pada medan magnet utama, akan terjadi pembedaan kuat medan magnet

diluar potongan tubuh yang dipilih, sehingga ada bagian yang lebih besar, maupun

yang lebih kecil dari frekuensi larmor.

Dengan bantuan seperangkat komputer pesawat MRI yang dibuat atau

yang deprogram sesuai dengan kekuatan dari medn magnet yang dihasilkan oleh

superconductor didapatkan suatu pencitraan MRI. Pencitraan MRI dilakukan

melalui suatu metode transformasi Fourier yang dapat mengkontruksi citra dari

gambaran MRI.

Melalui berbagai proyeksi kemudian dapat direkontruksikan kedalam layar

monitor, dan akan terbentuk gambar yang merupakan hasil dari pencitraan

resonansi magnetic dan disamping dalam bentuk gambar di monitor juga dapat

(23)

Gambar 2.4 Komposisi dasar pada pesawat MRI

1. Dasar-dasar MRI

Pada dasar-dasar MRI ini akan dibahas mengenai pengertian MRI,

Komponen utama MRI (magnet utama, gradien koil, pemancar (transmitter), koil

penerima (receiver) dan komputer)

a. Pengertian MRI

Menurut www.cis. Rit. Edu/htbooks/nmr/chap-1. htm MRI merupakan

sebuah teknik radiologi yang menggunakan magnetisasi, radiofrekuensi,

dan computer untuk menghasilkan gambaran struktur tubuh.

Menurut jurnal Reshaping the way you look at MRI(2005) MRI adalah

suatu alat diagnostik gambar berteknologi tinggi yang menggunakan

medan magnet, frekuensi radio tertentu dan seperangkat komputer untuk

menghasilkan gambar irisan-irisan penampang tubuh manusia.

b. Komponen Utama MRI

1. Magnet Utama (Hashemi,R.H, dan Bradley,W.G, 1997)

Magnet utama di gunakan untuk membangkitkan medan magnet yang

mampu menginduksi jaringan tubuh sehingga menimbulkan

(24)

a. Mgnet permanen.

Magnet permanen terbuat dari beberapa lapis batang

keramik ferromagnetik dan memiliki kuat medan magnet

maksimal 0,3 Tesla. Magnet ini di rancang dalam bentuk

tertutup maupun terbuka (C shape) dengan arah garis magnetnya

adalah antero-posterior.

b. Magnet resistiv

Medan magnet dari jenis resistif dibangkitkan dengan

memberikan arus listrik pada kumparan. Kuat medan magnet

yang mampu dihasilkan mencapai 0,3 Tesla.

c. Magnet superkonduktor

Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet hingga

berkekuatan 0,5 Tesla-3.0 Tesla, dan sekarang banyak dipakai

untuk kepentingan klinik. Helium cair digunakan untuk

mempertahankan kondisi superkonduktor agar selalu berada

pada temperatur yang diperlukan.

2. Koil gradien

Koil gradien dipakai untuk membangkitkan medan magnet gradient

yang berfungsi untuk menentukan irisan, pengkodean frekuensi dan

pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus yaitu

bidang X, Y dan Z. Peranannya akan saling bergantian dengan

potongan yang dipilih axial, sagital dan coronal. Ini digunakan untuk

memvariasikan medan magnet pada pusat yang terdapat 3 medan yang

saling tegak lurus antara ketiganya (X,Y dan Z). Secara koordinat

ruang (X, Y dan Z). Kumparan gradien dibagi 3 yaitu:

1. Kumparan gradien pemilihan irisan (slice)

2. Kumparan gradien pemilihan fase

(25)

3. Koil Radio Frekuensi

Koil radiofrekuensi(RF), koil RF terdapat 2 tipe yaitu koil pemancar

dan penerima. Koil pemancar berfungsi untuk memancarkan

gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi eksitasi,

sedangkan koil penerima brefungsi untuk menerima sinyal output dari

sistem setelah proses eksitasi terjadi (Peggy dan Freimark, 1995).

Koil RF dirancang untuk sedekat mungkin dengan obyek agar sinyal yang

diterima memiliki amplitudo besar. Beberapa jenis koil RF diantaranya.

a. Koil Volume

Koil volume merupakan jenis koil RF yang sensitif

terhadap volume tubuh jaringan dan sudut eksitasi yang sama,

sehingga dapat menerima sinyal secara merata pada area yang

tercakupinya. Koil berfungsi sebagai koil penerima sekaligus

pemancar. Jenis koil volume diantaranya koil tubuh, koil genu

dan koil leher.

b. Koil Permukaan

Koil permukaan didesain berbentuk kaku, lentur atau

mirip pelana. Koil ini umumnya berfungsi sebagai koil

penerima. Koil vertebra dan beberapa ekstrimitas termasuk jenis

koil ini.

c. Koil Linier

Adalah koil yang sensitif terhadap perubahan medan

magnet sepanjang garis axis tunggal. Koil permukaan sebagian

besar termasuk koil linier.

d. Koil Kuadrat

Adalah koil yang sensitif terhadap perubahan axis ganda.

(26)

e. Phase Array (PA) Koil

Phase Array kol dibuat untuk mengatasi kekurangan koil

permukaan yang besar cakupan obyeknya sangat terbatas. PA

koil umumnya digunakan pada servikal, thoraco-lumbal atau

dapat dirangkaikan dengan beberapa tipe koil abdomen dan

pelvis.

4. Sistem Komputer.

Sistem computer bertugas sebagai pengendali dari sebagian besar

peralatan MRI. Dengan kemampuan piranti lunaknya yang besar

computer mampu melakukan tugas-tugas multi, diantranya adalah

operator input, pemilihan potongan, kontrol system gradient, kontrol

sinyal RF. Disamping itu, computer juga berfungsi untuk mengolah

sinyal hingga menjadi citra MRI yang biasa dilihat melalui layar

monitor, disimpan ke dalam piringan magnetik atau bisa langsung

dicetak.

2. Fisika MRI

a. Nukleus Aktif MR (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999)

Nukleus aktif MR yaitu inti-inti atom dalam tubuh manusia yang

memiliki nomor massa ganjil, baik jumlah proton maupun neutronnya

yang ganjil. Beberapa nucleus aktif MR yaitu hidrogen (1 proton dan

tanpa neutron), Carbon-13, Phosfor-31, sodium-23, oksigen-17,

nitrogen-15. Hidrogen adalah nucleus aktif MR yang banyak digunakan

dalam MRI karena hydrogen dalam tubuh sangat banyak dan protonnya

mempunyai moment magnetik yang sangat besar. Dalam kondisi

normal moment magnetic inti hidrogen arahnya random. Namun

apabila ditempatkan dalam suatu medan magnet yang kuat, momen

magnetic inti-inti atom akan menyesuaikan arah dengan medan magnet

statis. Sebagian besar inti hidrogen akan parallel dengan medan magnet

statis. Inti atom hidrogen yang mempunyai energi rendah akan parallel

terhadap medan magnet statis dan inti–inti atom hidrogen yang tinggi

(27)

mempengaruhi penyesuain inti-inti atom hidrogen terhadap medan

magnet statis adalah kuat lemahnya medan magnet statis dan energi

thermal inti atom, yakni bila energi thermal lebih lemah tidak cukup

kuat untuk berlawanan dengan medan magnet statis (Bo), dan bila

energi thermal tinggi akan cukup untuk anti parallel.

b. Presesi

Tiap-tiap inti hidrogen membentuk NMV spin pada sumbu atau

porosnya. Pengaruh dari Bo akan menghasilkan spin sekunder atau

”gerakan” NMV mengelilingi Bo. Spin sekunder ini disebut precession,

dan menyebabkan magnetik moment bergerak secara circular

mengelilingi Bo. Pergerakan itu disebut ”precessional path” dan

kecepatan gerakan NMV mengelilingi Bo disebut ”frekuensi path”

Satuan frekuensinya MHz, dimana 1 Hz= 1 putaran per detik.

Gambar 5. Presesi

c. Resonansi

Adalah fenomena yang terjadi apabila sebuah obyek diberikan pulsa

yang mempunyai frekuensi sesuai dengan frekuensi Larmor. Apabila

tubuh pasien diletakkan dalam medan magnet eksternal yang sangat

kuat, maka inti-inti atomnya akan berada pada arah yang searah atau

berlawanan dengan medan magnet luar dan inti-inti itu akan mengalami

perpindahan dari suatu energi ke tingkat energi yang lain. Proses

(28)

vektor dapat berubah arah dari arah longitudinal atau parallel medan

magnet luar, ke arah yang lain. Peristiwa ini terjadi apabila inti atom

menyerap energi untuk berpindah energi yang lebih tinggi atau

melepaskan energi untuk berpindah ke tingkat yang lebih rendah.

Energi untuk terjadinya proses ini di dapat dari energi pulsa

radiofrekuensi. Pulsa radiofrekuensi ini harus mempunyai frekuensi

tertentu untuk dapat berperan dalam proses transisi, dan harus

disesuaikan dengan kekuatan medan magbnet eksternal. Untuk magnet

dengan kekuatan 1 Tesla (10.000 gauss), frekuensi RF yang diperlukan

adalah 42,6 Mhz, sedangkan untuk 1,5 Tesla diperlukan 63,9 Mhz

d. MR Signal

Adalah sebagai akibat resonansi NMV mengalami inphase pada bidang

transversal. Hukum Farady menyatakan jika receiver koil ditempatkan

pada area medan magnet yang bergerak misalnya NMV yang

mengalami presesi pada bidang transversal tadi akan dihasilkan voltage

dalam receiver koil. Oleh karena itu NMV yang bergerak menghasilkan

medan magnet yang berfluktuasi dalam koil. Saat NMV berpresesi

sesuai frekuensi Larmor pada bidang transversal, maka akan terjadi

voltage. Voltage ini merupakan MR signal. Frekuensi dari signal adalah

sama dengan frekuensi Larmor, besarnya kecilnya sinyal tergantung

pada banyaknya magnetisasi dalam bidang transversal. Bila masih

NMV, akan menimbulkan sinyal yang kuat dan tampak terang pada

gambar, bila NMV lemah akan sedikit menimbulkan sinyal dan akan

tampak gelap pada gambar.

e. Sinyal FID (Free Induction Decay)

Pada saat mengalami relaksasi, NMV akan mengeluarkan energi dalam

bentuk sinyal. Pemberian pulsa 90o menghasilkan sinyal yang dikenal

dengan peluruhan Induksi Bebas (Free Induction Decay = FID), tetapi

sinyal ini sulit dicatat. Untuk mendapatkan sinyal echo yang memiliki

energi besar dibutuhkan lagi pulsa 180o. Sinyal echo yang akan

(29)

Pembentukan citra ini ketika energi RF diberikan pada pasien

menyebabkan obyek akan tereksitasi dan sinyal terakusisi dalam daerah

yang terlokalisasi menjadi tiga dimensi. Metode yang digunakan

tersebut dikenal dengan metode Transformasi Fourier 2 dimensi.

Masing-masing sinyal yang didapatkan oleh masing-masing elemen

voxel akan terukur dalam peralatan MRI menjadi suatu nilai Signal to

Noise Ratio (SNR) yaitu perbandingan yang diperoleh masing-masing

elemen voxel terhadap noise. Dan SNR ini yang akan menentukan citra

yang diperoleh. SNR ini yang akan menggambarkan besar intensitas

signal yang didapat pada elemen voxel, maka SNR akan bergantung

pada langkah pengkodean fase dan dapat dijumlahkan serta diratakan.

Besarnya matrik menentukan jumlah pixel atau satuan pembentuk citra.

Ukuran matrik bertambah besar maka jumlah pixel bertambah banyak

pula, tetapi ukuran pixel bertambah kecil. Jika ukuran matrik betambah

besar maka resolusi spatial meningkat bertambah baik), karena ukuran

pixelnya menjadi lebih kecil. Namun hal tersebut akan mengurangi

banyaknya sinyal yang diterima oleh setiap pixel sehingga memperoleh

perbandingan SNR yang sangat baik (Friedman dan Barry, 1989)

f. Relaksasi

Selama relaksasi NMV membuang seluruh energinya yang diserap dan

kembali pada Bo. Pada saat yang sama, tetapi tidak tergantung moment

magnetik NMV kehilangan magnetisasi transversal yang dikarenakan

dephasing. Relaksasi menghasilkan recoveri magnetisasi longitudinal

dan decay dari magnetisasi transversal.

1) Recoveri dari magnetisasi longitudinal disebabkan oleh proses

yang dinamakan T1 recoveri

2) Decay dari magnetisasi transverse disebabkan oleh proses yang

dinamakan T2 decay

g. T1 Recoveri

Disebabkan oleh inti-inti atom yang memberikan energinya pada

(30)

Energi yang dibebaskan pada sekeliling lattice menyebabkan inti-inti

atom untuk recoveri ke magnetisasi longitudinal. Rate recoveri adalah

proses eksponensial dengan waktu yang konstan yang disebut T1. T1

adalah waktu pada saat 63% magnetisasi longitudinal untuk recoveri.

h. T2 Decay

Disebabkan oleh pertukaran energi inti atom dengan atom yang lain.

Pertukaran energi ini disebabkan oleh medan magnet dari tiap-tiap inti

atom berinteraksi dengan inti atom lain. Seringkali di namakan

spin-spin relaksasi dan menghasilkan decay atau hilangnya magnetisasi

transverse. Rate decay juga merupakan proses eksponensial, sehingga

waktu relaksasi T2 dari jaringan soft tissue konstan. T2 adalah waktu

pada saat 63% magnetisasi transverse menghilang.

3. Pembentukan Citra

Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang keluar dari

obyek. Sinyal baru bisa diukur apabila arah vektornya di putar dari

sumbu z (Mz) menuju sumbu xy (Mxy). Pemutaran arah vector magnet

jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan melalui serangkaian

proses dibawah ini.

a. Pulsa RF (Radiofrekuensi)

Pulsa Rf merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki

frekuensi antara 30-120 MHz. Apabila spin diberikan oleh sejumlah

pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi Larmor,

maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap energi pulsa dan

mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa tersebut dikenal

dengan nama (Nuclear magnetik Resonance)

b. Pembobotan T1

Yaitu citra yang kontrasnya tergantung pada perbedaan T1 time. T1

time adalah waktu yang diperlukan NMV untuk kembalinya 63%

(31)

mengontrol seberapa jauh vector dapat recover sebelum diaplikasi RF

berikutnya, maka untuk mendapatkan pembobotan T1, TR harus dibuat

pendek sehingga baik lemak maupun air tidak cukup waktu untuk

kembali ke Bo, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi

dengan baik. Jika TR panjang lemak dan air akan cukup waktu untuk

kembali ke Bo dan recover magnetisasi longitudinal secara penuh

sehingga tidak bisa mendemontrasikan keduanya dalam gambar.

Pembobotan T1 dimana TR pendek 300-600 ms , TE pendek 10-20 ms

dan waktu scanning 4-6 menit

c. Pembobotan T2.

Yaitu citra yang kontrasnya tergantung perbedaan T2 time. T2 time

adalah waktu yang diperlukan untuk meluruh hingga 37 % dari nilai

awalnya dan dikontrol oleh TE. Untuk mendapatkan T2 weighting, TE

harus panjang untuk memberikan kesempatan lemak dan air untuk

decay, sehingga kontras lemak dan air dapat tervisualisasi dengan baik.

Jika TE terlalu pendek maka baik lamak dan air tidak punya waktu

untuk decay sehingga keduanya tidak akan menghasilkan kontras

gambar yang baik. Pembobotan PD/T2 dimana TR panjang 2000 ms,

TE pendek 20 ms/ TE panjang >80 ms dan Waktu scnning 7-8 menit

4. Spin Echo

a. Pengertian Spin Echo

Menggunakan eksitasi pulsa 90o yang diikuti oleh satu atau lebih

rephasing pulsa 180o, untuk menghasilkan spin echo. Jika hanya

menggunakan satu echo gambaran T1 Weighted Image dapat

diperoleh dengan menggunakn TR pendek dan TE pendek. Sedangkan

untuk menghasilkan proton density dan T2 Weighted Image,

diaplikasikan dua spin echo dengan dua pulsa RF 180o rephasing, echo

pertama dengan short TE dan long TR, untuk menghasilkan proton

density, echo kedua dengan long TR dan long TE menghasilkan T2.

(32)

Spin Echo

pada K-space dan banyaknya pulsa 180o rephasing yang diaplikasikan

sesuai dengan banyak yang dihasilkan per TR.

Gambar 6. Urutan sekuence pada pulse sekuence spin echo

(Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).

b. Waktu Scanning

Waktu scanning pada sekuens Spin Echo dapat dihitung dengan rumus

:

Waktu scanning Spin Echo = TR x Jumlah phase enchode x NEX

Dimana:

TR  Time Repetition (ms)

Jumlah Phase Enchode  Jumlah fase digunakan

NEX  Jumlah eksitasi data

Misalnya pencitraan dengan 550, phase enchode 256 dan NEX 1

maka waktu scanningnya 2,35 menit

c. Keunggulan Spin Echo

Keunggulan dari penggunaan spin echo konvensional ini akan

didapatkan citra yang berkualitas (SNR tinggi) dengan artefak yang

tidak banyak. Untuk neuro imaging, sekuens spin echo ini banyak

sekali dipergunakan. Selain memiliki kontras yang bagus, sekuens ini

(33)

pada dekade terkhir ini, spin echo konvensional adalah yang paling

sering digunakan untuk menghasilkan citra dengan pembobotan T1

d. Keterbatasan Spin Echo

Keterbatasan dari penggunaan spin echo konvensional adalah waktu

scanning yang lama

5. Kualitas Citra MRI

a. Signal To Noise Ratio (SNR)

SNR adalah perbandingan antara besarnya signal amplitudo dengan

besarnya noise dalam gambar MRI. Noise nilainya konstan untuk

setiap pasien dan tergantung pada kondisi pasien, area pemeriksaan

dan sistem komponen MRI. semakin besar signal maka akan semakin

meningkatkan SNR dan sebaliknya menurunkan sinyal akan

menurunkan SNR. SNR dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu

densitas proton dari daerah yang diperiksa, voxel volume, TR, TE, flip

angel, NEX, receive bandwidth dan koil. (Westbrook,C, dan Kaut,C,

1999)

1. Densitas Proton.

Merupakan jumlah proton pada area pemeriksaan yang menentukan

amplitude sinyal yang diterima. Daerah dengan densitas proton

yang rendah menghasilkan signal yang rendah sehingga SNR yang

dihasilkan juga rendah. Sebaliknya daerah dengan desitas proton

yang tinggi akan menghasilkan proton yang tinggi sehingga SNR

yang dihasilkan juga tinggi.

2. Voxel volume

Voxel volume menandakan volume dalam pasien dan ditentukan

oleh pixel area dan ketebalan irisan (slice thickness). Pixel area

ditentukan oleh ukuran Field of View (FOV) dan jumlah pixel

dalam FOV atau matrik. Voxel yang besar mempunyai inti-inti

atom yang lebih banyak daripada voxel yang kecil, sehingga voxel

(34)

kali) slice thickness akan menduakalikan SNR dan menduakalikan

FOV akan mengempatkalikan SNR.

3. TR, TE, Flip angel

a. Time Repetition (TR)

TR adalah waktu yang diperlukan untuk aplikasi satu pulsa

radiofrekuensi ke pulsa radiofrekuensi berikutnya.

Dimana satuannya Millisecond (ms). TR menentukan jumlah

relaksasi terjadinya antara satu radio frekuensi dan aplikasi

radio frekuensi berikutnya, oleh karena itu TR menentukan

jumlah dari relaksasi T1 terjadi. Keuntungan TR meningkat

yaitu: meningkatnya SNR dan meningkatnya jumlah slice,

sedangkan kerugiannya adalah meningkatnya waktu scanning

dan menurunnya pembobotan T1 Keuntungan TR turun yaitu

waktu scanning berkurang dan meningkatnya pembobotan T1,

sedangkan kerugiannya adalah turunnya SNR dan jumlah slice

berkurang.

Gbr 7. Time repetition (TR) (Westbrook,C, dan Kaut,C, 1999).

b. Time Echo (TE)

TE adalah waktu yang diperlukan dari aplikasi radio frekuensi

sampai puncak induksi sinyal dalam koil, dimana satuannya

millisecond (ms). TE menentukan berapa banyak magnetisasi

transverse untuk decay yang terjadi sebelum dibaca. Oleh

(35)

Gambar 8. Time echo (TE) (Westbrook, 1999).

c. Flip angle (FA)

menentukan jumlah magnetisasi transverse. Maksimum

amplitudo dihasilkan dengan flip angle 90o. Flip angle yang

lebih rendah akan menghasilkan SNR yang rendah pula.

4. NEX

NEX (Number of excitation) merupakan nilai yang menunjukkan

pengulangan pencatatan data selama akuisisi dengan amplitudo dan

phase encoding yang sama. NEX mengontrol jumlah data yang

disimpan dalam tiap-tiap lajur K-space. Menduakalikan NEX maka

menduakalikan jumlah data yang disimpan dalam lajur

K-space.Data berisi signal dan noise. Noise adalah random dan dalam

posisi yang berbeda tiap-tiap waktu data yang disimpan. Dan signal

tidak random, selalu terjadi dalam tempat yang sama ketika data

dikumpulkan. Menambah NEX sebesar 2 kali, hanya akan

menambah SNR sebesar 2 (=1.4). Meningkatkan NEX,

bukan cara terbaik untuk meningkatkan SNR. Keuntungan NEX

meningkat yaitu: meningkatnya SNR dan rata-rata signal lebih

banyak dan mengurangi motion artefak, sedangkan kerugiannya

adalah meningkatnya waktu scanning Keuntungan NEX turun

yaitu: berkurangnya waktu scanning dan kerugiannya adalah

(36)

5. Receive bandwidth

Adalah rentang frekuensi yang terjadi pada sampling data pada

obyek yang di scan. Semakin kecil bandwidth maka noise akan

semakin kecil tetapi akan berpengaruh pada TE minimal yang

dipilih.

6. Koil

Pada prinsipnya semakin dekat koil dengan organ maka SNR yang

dihasilkan semakin tinggi.

a. Type koil yang digunakan menentukan jumlah sinyal yang

diterima juga SNR

b. Contoh : Surface koil yang ditempatkan dekat dengan area

pemeriksaan akan menghasilkan SNR yang tinggi

c. Umumnya ukuran koil juga menentukan SNR. Koil yang besar

memungkinkan untuk coverisasi area pemeriksaan yang lebih

baik, tetapi akan menghasilkan SNR yang rendah dikarenakan

artefact yang muncul akan lebih banyak.

d. Koil yang kecil akan menghasilkan SNR yang besar tetapi

ukuran coverisasi area pemeriksaan sempit.

e. Contras To Noise Ratio (CNR)

Adalah perbedaan SNR antara 2 organ yang saling berdekatan. CNR yang

baik dapat menunjukan perbedaan daerah yang patologis dengan daerah yang

sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara:

a. Menggunakan kontras media

b. Menggunakan pembobotan gambar T2

c. Memilih magnetization transverse

d. Menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectra

presaturation.

e. Spatial Resolution

Adalah kemampuan untuk membedaan antara dua titik secara terpisah dan

jelas. Spatial resolution menentukan resolusi gambar dan dikontrol oleh voxel.

(37)

struktur-struktur yang kecil dapat dibedakan. Sedangkan voxel yang besar akan

menghasilkan resolusi yang rendah dan struktur yang kecil tidak dapat dibedakan.

Hal ini dikarenakan intensitas sinyal dirata-rata bersama sehingga partial volume

terjadi. Spatial resolution dapat ditingkatan dengan:

1. Irisan yang tipis

2. Matrik yang halus atau kecil.

3. FOV kecil

4. Menggunakan rectangular FOV bila memungkinkan

5. Scan Time.

Scan time adalah waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan

akuisisi data. Scan time berpengaruh terhadap kualitas gambar,

karena dengan waktu scanning yang lama akan menyebabkan

pasien bergerak dan kualitas gambaran akan turun. Beberapa hal

yang berpengaruh terhadap scan time adalah TR, jumlah phase

enchode dan jumlah akusisi (NEX). Rumusnya: Waktu scanning

Spin Echo = TR x Jumlah phase enchode x NEX

Dimana, TR Adalah waktu dari masing-masing repetition (pengulangan)

pulsa 90o-90o, Jumlah Phase Enchod adalah jumlah dari fase digunakan, yang

menentukan jumlah dari lajur K-space yang terisi pada saat scanning. NEX adalah

nilai yang menunjukkan pengulangan pencatatan data selama akuisisi.

Optimisasi mengurangi waktu scan yaitu:

a. Menurunkan nilai TR, maka:

1. Pembobotan T1 meningkat

2. SNR turun

3. Jumlah slice berkurang

b. Menurunkan nilai phase enchode, menyebabkan spatial resolusi rendah,

sedangkan nilai SNR meningkat

c. Menurunkan nilai NEX, berpengaruh pada SNR dan artefak semakin

meningkat

(38)

2.1Optimalisasi hasil pencitraan 2.1.1 Masalah teknis

Signal to Noise Ratio (SNR) pada regio lumbal tergantung pada kualitas coil

yang digunakan. Coil spinal posterior menghasilkan sinyal yang kuat pada

daerah kanalis lumbal dan korpus vertebra, namun jaringan lemak pada pantat

kadang mempengaruhi hasil pencitraan. Surface Coil memungkinkan untuk

mendapatkan hasil pencitraan yang baik pada region thorakal dan lumbal hal

ini berhubungan dengan SNR dan resolusi yang dihasilkan tinggi.

Karena aliran LCS berkurang pada area ini, FSE lebih sering digunakan

secara rutin. Hal ini memungkinkan implementasi matriks yang sangat halus

sehingga resolusi spasial secara signifikan meningkat. Resolusi juga didapat

dengan penggunaan FOV rektanguler/asimetrik pada pencitraan sagital (dengan

sumbu empat persegi panjang dari superior ke inferior ) dan FOV kecil pada

pencitraan aksial / oblik.

Rumus

S

SNR persamaan 2.1

S = sinyal

 = noise atau derau

Contras to Noise Ratio (CNR) adalah perbedaan SNR antara organ yang saling

berdekatan. CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan daerah yang patologis

dan daerah sehat. Dalam hal ini, CNR dapat ditingkatkan dengan cara :

a. Menggunakan kontras media.

b. Menggunakan pembobotan gambar T2

(39)

c. Memilih magnetization transfer.

d. Menghilangkan gambar jaringan normal dengan spectral

pre-saturation.

Rumus CNRSNRaSNRb persamaan 2.2

2.1.2 Parameter yang terdapat pada MRI.

Sekuens dalam pemeriksaan MRI tidak terlepas dari

parameter-parameter yang saling mempengaruhi, baik parameter-parameter intrinsik maupun

parameter ekstrinsik. Untuk itu sebelum membahas mengenai sekuens,

penulis akan menyajikan mengenai sebagian dari parameter-parameter

yang ada, antara lain :

2.1.2.1 Parameter Intrinsik

1. T1 (Waktu Relaksasi Longitudinal)

Waktu relaksasi longitudinal ( T1 ) adalah waktu berkurangan

energi proton sampai 63% dari energi pulsa Radio Frekwensi

(RF) yang diserap. Pada gambaran MRI dengan pembobotan T1,

jaringan dengan T1 yang pendek pendek akan tampaknya putih,

sedangkan jaringan dengan T1 yang lama akan tampak gelap.

2. T2 (Waktu Relaksasi Transversal)

Waktu relaksasi Transversal (T2) adalah waktu berkurangnya kuat

magnetisasi yang menyebar di bidang XY sampai 63%. Gambar

MRI dengan pembobotan T2, jaringandenganT2yanglama akan

(40)

tampak putih, sedangkan jaringan dengan T2 yang pendek akan

(41)

Tabel 2.1

Hubungan T1 dan T2 untuk berbagai jaringan

Dengan kuat medan magnet 1 tesla (Bushong, 1998)

No Jaringan / organ T1 (ms) T2 (ms)

1 Lemak 180 90

2 Lever 270 50

3 Renal 360 70

4 White matter (otak) 390 90

5 Limpa 480 80

6 Gray matter (otak) 520 100

7 Otot 600 40

8 Medula renalis 680 140

9 Darah 800 180

10 Cerebro Spinal Fluid

(CSF)

2000 300

(42)

2.1.2.2 Parameter Ekstrinsik

1. TR ( Time Repetition / Waktu pengulangan )

Waktu pengulangan adalah interval waktu antara

pengulangan dua pulsa yang sama. Pemberian TR yang

panjang dapat mengevaluasi jaringan dalam irisan yang lebih

banyak serta SNR (Signal to Noise Ratio) yang lebih baik,

namun menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk

memperoleh data menjadi lebih lama. TR yang pendek dapat

mempersingkat waktu pengambilan data namun jumlah

irisan jaringan yang dievaluasi menjadi sedikit dan SNR

menjadi rendah.

Gambar. 2.11 Ilustrasi dari Time Reptition/TR

(43)

TR dianggap pendek jika kurang dari 500 ms, sedangkan TR dianggap

panjang jika lebih dari 1500 ms. TR berkaitan dengan waktu relaksasi

longitudinal. Dari pulsa waktu TR akan memberikan kekontrasan citra yang

berbeda, TR pendek memberikan kontribusi T1 lebih banyak daripada kontribusi

T1 pada TR yang panjang. TR yang panjang memberikan kekontrasan citra yang

kurang baik, karena relaksasi longitudinal kedua jaringan sudah mencapai

keadaan setimbang sempurna. Pemberian TR yang pendek akan memberikan

kekontrasan citra lebih baik, karena relaksasi longitudinal jaringan CSF yang lebih

banyak belum sempurna kembali ke keadaan setimbang sehingga perbedaan

intensitas sinyal yang diberikan dari kedua jaringan lebih besar, kontras pada

diagnostik berkisar antar 0,0 – 0,6 (Sprawls, 1987)

2. TE (time Echo / Waktu Gaung )

Waktu gaung adalah interval waktu dari saat terakhir

pada RF diberikan sampai terdeteksinya sinyal MR

(Magnetic Resonance) maksimum. Sinyal MR maksimum

tersebut merupakan sinyal spin echo. TE disebut pendek, jika

waktunya kurang dari 30 ms. Pemberian TE dengan panjang

waktu sekitar tiga kali lipat TE pendek disebut TE panjang.

Pemilihan panjang dan pendeknya akan mempengaruhi

(44)

Gambar 2.12 Ilustrasi dari Time Echo/ TE

(Peter a. Rinck, 1993)

Intensitas sinyal besar jika memakai TE pendek, namun

akibatnya kekontrasan citra kurang baik karena tidak dapat

membedakan jaringan yang satu dengan jaringan yang

lainnya yang memiliki relaksasi transversal yang berbeda.

Pemilihan TE panjang dapat memberikan kekontrasan citra

yang kurang baik, namun intensitas sinyal yang di dapat

(45)

A. Prinsip-prinsip dasar

1. Instrumentasi dasar MRI (Ness Aiver,1997)

a. Komponen Utama MRI

Komponen utama MRI yaitu : magnet utama, gradien koil, koil

pemancar (transmitter), koil penerima (receiver) dan komputer.

1) Magnet Utama

Magnet Utama dipakai untuk membangkitkan medan magnet

berkekuatan besar yang mampu menginduksi jaringan tubuh

sehingga menimbulkan magnetisasi.

2) Gradien Koil

Gradien koil dipakai untuk membangkitkan medan magnet gardien

yang berfungsi untuk menentukkan irisan, pengkodean frekuensi,

dan pengkodean fase. Terdapat tiga medan yang saling tegak lurus,

yaitu bidang X,Y, dan Z. Peranannya akan saling bergantian

berkaitan dengan potongan yang dipilih, aksial,sagital, koronal.

Secara sumbu koordinat ruang (x,y,z) kumparan gradien dibagi

tiga, yaitu : kumparan gradien pemilihan irisan (slice)Gz,

kumparan gradien pemilihan faseGy, dan kumparan gradien

pemilihan frekuensi (pembacaan)Gx.

3) Koil Radiofrekuensi

Koil radiofrekuensi terdapat 2 tipe, yaitu koil pemancar dan

(46)

gelombang radio pada inti yang terlokalisir sehingga terjadi

eksitasi, sedangkan koil penerima berfungsi untuk menerima sinyal

output dari sistem setelah proses eksitasi terjadi (Peggy dan

Freimarck, 1995).

Beberapa jenis koil RF, diantaranya adalah : koil volume (Volume Coil),

koil permukaan (surface koil), koil linier, koil kuadran, Phase array (PA)coil.

Keterangan gambar:

1. Magnet statis 2. Koil gradien 3. Koil radiofrekuensi

Gambar .1 Ilustrasi tubuh pasien didalam mobilitas MRI

(Carlton dan Adler,2001)

4) Sistem Komputer

Sistem komputer sebagai pengendali dari sebagian besar peralatan

MRI. Dengan kemampuan piranti lunaknya yang besar komputer

(47)

adalah operator input, pemilihan potongan, kontrol sistem gradien,

kontrol sinyal RF dan lain-lain. Disamping itu, komputer juga

berfungsi untuk mengolah sinyal hingga menjadi citra MRI yang

bisa dilihat melalui layar monitor, disimpan ke dalam piringan

magnetik, atau bisa langsung dicetak

b. Pembentukkan Citra

Citra MRI dibentuk melalui proses pengolahan sinyal yang keluar dari

obyek. Sinyal baru bisa diukur apabila arah vektornya diputar dari

sumbu Z (Mz) menuju xy (Mxy). Pemutaran arah vektor magnet

jaringan dan pengambilan sinyalnya dijelaskan melalui serangkaian

proses berikut :

1) Pulsa RF (Radio Frequency)

Pulsa RF merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki

frekunsi antara 20 – 120 MHz. Apabila spin diberikan oleh

sejumlah pulsa yang mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi

larmor, maka terjadilah resonansi. Spin akan menyerap energi

pulsa dan mengakibatkan sudut presesi semakin besar. Peristiwa

tersebut dikenal dengan Nuclear Magnetic Resonance (NMR).

Ketika energi RF diterapkan pada pasien menyebabkan objek akan

tereksitasi dan sinyal terdeteksi dalam daerah terlokalisasi tiga

dimensi. Metode yang digunakan tersebut dikenal dengan metode

transformasi fourier dua dimensi. Disini bidang pencitraan atau

Gambar

Gambar 2.2 Spinning proton  atom hidrogen (Bushberg,2002)
gambar.
Gambar 2.3 Time Repetition atau waktu pengulangan pada Fast spin echo
Gambar 2.2 Posisi magnet superkonduktif dalam pesawat MRI
+7

Referensi

Dokumen terkait