• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Prinsip-prinsip dasar

3. Dasar Fisika MRI

a. MR Active Nuchlei

Inti yang paling banyak mendominasi jaringan biologi adalah atom hydrogen (1 proton dan tanpa neutron) serta atom lain secara teoritik juga dapat terjadi fenomene resonansi antara lain Carbon-13, Natrium-23 dan pospor -31. Atom hidrogen tidak hanya berlimpah dalam jaringan biologi tetapi juga mempunyai momen dipol magnetik yang kuat sehingga menghasilkan konsentrasi yang besar dan kekuatan yang kuat per inti. Hal ini menyebabkan sinyal hydrogen yang dihasilkan 1000X lebih besar daripada lainnya, sehingga atom inilah yang digunakan sebagai sumber sinyal dalam pencitraan MRI.

Proton dan neutron adalah komponen penyusun semua inti atom yang ada di alam. Pergerakkan Spinning (pergerakan presesi pada sumbu) muatannya adalah seperti bumi, sehingga mempunyai kutub utara dan kutub selatan yang juga akan menghasilkan medan magnet eksternal. Pergerakkan spinning ini yang menghasilkan momen dipol magnetik disebut pula dengan Spin (Osborn A.G, 1992).

b. Resonansi

Ketika terdapat lebih dari satu proton dan neutron akan terdapat kemungkinan momen magnetiknya yang saling berpasangan, sehingga menghilangkan kekuatan dipole magnetic satu dengan lainnya atau menjadi sangat kecil. Hal ini berarti bila inti dengan proton genap dan neutron genap akan terdapat momen magnetic yang bernilai nol,

nilai momen dipol magnetik yang akan membuat fenomena resonansi magnetik dapat dimungkinkan.

Gambar 3. a.partikel bermuatan yang berputar (spin) b. inti hidrogen yang berputar (Williams & Wilkins, 1997)

Dalam kondisi normal putaran proton atom hydrogen adalah random, sehingga orientasinya dalam jaringan tubuh manusia tidak menimbulkan nilai magnetisasi atau sama dengan nol. Jika putaran proton diletakkan dalam medan magnet eksternal yang sangat kuat, maka akan dihasilkan suatu orientasi proton yang disearahkan dengan medan magnet atau berlawanan.

Gambar 4. Arah momen magnet tergantung pada arah putaran spin proton (inti hidrogen). (Williams & Wilkins, 1997)

Magnetic field Spining nucleus with charge Spining charged particle Magnetic field Direction of spin Direction of magnetic field Direction of magnetic field

c. Presesi

Kecepatan atau frekuensi presesi proton atom hydrogen tergantung pada kuat medan magnetic yang diberikan pada jaringan. Semakin kuat medan semakin cepat presesi proton dan frekuensi presesi yang tergantung pada kuat medan magnetik yang disebut dengan Frekuensi Larmor.

d. Sinyal

Besar dan proses waktu relaksasi T1 dan T2 sangat berpengaruh pada sinyal keluaran yang akan ditransformasikan sebagai kontras gambar, kurva T1 akan menentukkan magnetisasi transversal. Peluruhan waktu T2 (waktu relaksasi T2) adalah efek yang paling berkontribusi pada gambar citra, sebab pada proses dephase proton akan dihasilkan suatu induksi sinyal. Adapun pengulangan pulsa sekuen terjadi sebelum kurva recovery menjadi maksimal, sehingga obyek jaringan dengan T1 pendek (cepat kembali ke kondisi kesetimbangan) akan mempunyai jumlah recovery yang banyak dibandingkan dengan jaringan yang mempunyai waktu yang panjang, sehingga dalam citra MRI akan didapatkan gambar yang hitam pada pembobotan T1 spin-echo.

Setelah pulsa RF 90˚ diberikan pada obyek magnetisasi longitudinal akan diputar 90˚ ke bidang transversal dan terjadi proses relaksasi T2. Jaringan yang mempunyai nilai T2 pendek dephase yang terjadi sangat cepat, sehingga intensitas sinyal yang dihasilkan sangat besar dan jaringan dengan waktu relaksasi T2 pendek ini akan kelihatan hitam pada pembobotan nilai T2. proses relaksasi T1

kembali magnetisasi longitudinal diimbangi dengan peluruhan yang sangat cepat hingga pada kurva relaksasi T2. Dua efek relaksasi T1 dan T2 terjadi ketika sistem diberikan gelombang radio RF yang merupakan bentuk pulsa sekuen.

Rangkaian pulsa RF dephasing phase echo dalam mendapatkan citra MRI dilakukan pengulangan untuk 1 studi. Waktu pengulangan antara pulsa sekuen yang satu dengan yang berikutnya disebut dengan Time Repetition (TR),

sedangkan waktu tengah antara pulsa 90˚ dan sinyal maksimum (echo) disebut dengan Time Echo (TE). Parameter T1 dan T2 sebagai sifat instrinsik jaringan dan TR dan TE sebagai parameter teknis yang digunakan akan mengontrol derajat kehitaman pada gambar MRI. Pada T2 Weighting derajat kehitaman gambar akan dikontrol oleh TE dan T2, sedangkan untuk T1 Weighting derajat kehitaman akan dikontrol oleh TR dan T1 serta proton density Weighting akan tergantung dari densitas proton dalam jaringan yang menentukan besar kecilnya sinyal. Hal ini berarti variasi T1, T2, TE dan TR adalah komponen utama yang akan menentukan derajat kehitaman pada masing-masing jaringan. Secara umum T1 weighting akan menunjukkan struktur anatomi, T2 weighting menunjukkan struktur patologi (Westbrook dan kaut, 1995).

Gambar 6. Echo Time (Woodward dan Freimark, 1995)

Urutan pulsa (pulse sequence) adalah urutan pulsa RF yang dipancarkan selama pemeriksaan MRI, dengan parameter TR, TE, dan T1 serta parameter- parameter lain yang menyertainya. Beberapa urutan pulsa yang biasa digunakan adalah sebagai berikut :

1) Spin Echo (SE)

Urutan pulsa Spin Echo terdiri dari 90˚ pulsa excitation yang diikuti 180˚ pulsa rephasing, dan hanya dengan satu langkah Phase encoding per TR. Pembobotan gambar meliputi T1, T2 dan PD. Spin Echo digunakan hampir disemua pemeriksaan dengan hasil citra yang sangat baik karena memiliki nilai SNR yang tinggi. Pembobotan T1 menghasilkan gambaran anatomi, sedangkan pembobotan T2 menunjukkan patologinya, yang akan tampak terang jika ada cairan. Tetapi kerugian SE adalah waktu yang relatif panjang.

2) Fast Spin Echo (FSE)

Disamping SE (Spin Echo) ada juga FSE (Fast Spin Echo), yaitu pencitraan cepat, pada awalnya dikenal dengan RARE (Rapid Acquisition With Recofussed Echos). FSE ini menggunakan pulsa 90˚ yang diikuti rangkaian pulsa 180˚ untuk menghasilkan rangkaian echo yang disebut ETL ( Echo Train Length). Setiap echo pada FSE memiliki sejumlah sinyal fase yang bersesuaian dengan jalur-jalur berbeda pada K-Space (Osborn A.G, 1992). Pencitraan FSE biasanya digunakan untuk menghasilkan citra dengan karakteristik T2 weighting dengan TR lebih besar dari 3000 ms. FSE mempunyai cara yang sangat fantastis untuk memanipulasi teknik SE konvensional dengan cara mempersingkat waktu scanning. Selain TR dan TE, ETL adalah parameter utamanya. Nilai ETL menentukan banyaknya phase encoding setiap TR sehingga lamanya waktu akuisisi dapat berkurang. Secara umum, kontras gambar dari FSE hampir sama dengan SE sehingga teknik ini juga banyak digunakan di klinik misalnya sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal dan pelvis. Efek samping penggunaan urutan pulsa ini adalah timbulnya artefak pada aliran dan gerakan. Untuk menguranginya diperlukan teknik

flow dan respiratory compensation (Woodward dan Orrison, 1995)

3) Inversion Recovery (IR)

Inversion Recovery (IR) merupakan variasi dari SE, dimana urutan pulsanya dimulai dengan 180˚ pulsa inversi yang dilanjutkan

dengan pulsa 90˚ excilation, lalu pulsa 180˚ rephasing. Parameter utamanya adalah TR, TE dan TI. Kontras gambar yang dihasilkan dari pembobotan Ti tergantung dari panjang pendeknya TI. Pulsa Inversion 180˚ menghasilkan perbedaan kontras antara cairan dan jaringan yang lain. Inversion Recovery biasanya digunakan sebagai alternatif metode spin echo yang secara konvensional juga untuk membuat gambat dengan pembobotan T1. hasil gambar pada T1 Weighting sangat dipererat, karena pulsasi penginversi 180˚

mencapai saturasi penuh dan memastikan adanya kontras yang besar antara lemak dan air. Inversion (IR) secara konvensional digunakan untuk memperoleh gambar T1 Weighted yang menghasilkan gambaran anatomi. Pulse penginversi 180˚

menghasilkan perbedaan kontras yang besar antara lemak dan air karena saturasi penuh dari vektor lemak dan air telah tercapai pada permulaan setiap reperisi, sehingga sekuens pulse IR menghasilkan T1 Weighted yang lebih berat daripada spin echo konvensional dan sebaiknya digunakan bila dibutuhkan. Bila IR digunakan untuk menghasilkan gambar T1 Weighted, TE mengendalikan besar penurunan T2 dan oleh karena itu biasanya dibuat tetap pendek untuk menimbulkan efek T2. namun demikian, dapat diperpanjang untuk memberi jaringan yang mempunyai T2 panjang sehingga sinyal yang dihasilkan terang (Hiperintens) hal ini disebut penekanan patologi dan menghasilkan gambar yang secara

predominan T2 Weighted, tetapi area yang mengalami proses patologis tampak terang.

4) Time Inversion (TI)

Time Inversion adalah pengenali kontras yang paling potensial pada sekuen IR. Besar T1 medium memberikan T1 Weighted, tetapi karena diperpanjang, gambar menjadi PD weighted image. TR sebaiknya selalu dibuat cukup panjang untuk memulihkan seluruh NMV sebelum pulse penginversi diaplikasikan. Bila tidak demikian, vektor individual dipulihkan pada derajat yang berbeda

5) Fat Suppresion (Fat Sup)

Fat Suppresion adalah teknik yang dipakai untuk menekan sinyal lemak sehingga gambaran lemak akan kelihatan hitam (hipontens). Ada dua teknik fat suppression yang digunakan, yaitu :

a) Sort Tau Inversion Recovery (STIR)

STIR adalah bagian dari teknik inversion recovery, dimana untuk menekan sinyal lemak memakai nilai TI antara

150-175msec. urutan pulsanya adalah 180˚ , lalu pulsa 90˚ exitation da 180˚refocusing.

b) Frequency Selective Excitation (fat saturation = fat sat )

Fat sat menggunakan pulsa 90˚ RF untuk menekan sinyal lemak, yaitu pada frekuensi presisi vector lemak. Fat sat biasanya digunakan pada pembobotan T2.

6) Fluid Attenuated In version Recovery (FLAIR)

Sebuah variasi FLAIR adalah teknik FLAIR. Dengan TI yang pendek untuk menangkap lemak saat titik null pada relaksasi longitudinal, pada FLAIR diperlukan TI yang panjang untuk menangkap air pada titik null. Hal ini menghasilkan supresi struktur seperti ventrikel (CSF) dan telah terbukti membantu mengidentifikasi bahkan lesi demielisasi yang sangat kecil seperti sklerosis multipel. (westbrook dan Kaut, 1995) FLAIR adalah variasi lain dari sekuens Inversion Recovery. Pada FLAIR, sinyal CSF dihilangkan dengan memilih TI yang sesuai dengan waktu pemulihan CSF dari 180˚ kebidang transversal dan tidak ada magnetisasi longitudinal pada CSF dibalik oleh 90˚ dimasukkan, vektor CSF dibalik oleh 90˚ menjadi saturasi penuh kembali. Sinyal dari CSF dihilangkan, dan FLAIR digunakan untuk menekan sinyal CSF yang tinggi pada gambar T2 Weighted dan densitas proton sehingga patologi yang berdekatan dengan CSF dapat terlihat lebih jelas. TI 1700-2200 milidetik mencapai supresi CSF (Westbrook dan Kaut, 1995).

Dokumen terkait