• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH - Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH - Tinjauan Yuridis Terhadap Peran Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Dalam Pemerintahan Kota Menurut Hukum Administrasi Negara (Studi Pemerintah Kota Medan)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH

Pemerintahan daerah yang kita kenal sekarang berasal dari perkembangan

praktik pemerintahan di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Pada saat itu muncul

satuan-satuan wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah membentuk suatu tuan lembaga

pemerintahan. Pada awalnya satuan-satuan wilayah tersebut merupakan suatu

komunitas swakelola dari sekelompok penduduk. Satuan-satuan wilayah tersebut

diberi nama municipal (kota), county (kabupaten), commune/gementee (desa).

Mungkin fenomena tersebut mirip dengan satuan komunitas asli penduduk Indonesia

yang disebut dengan desa (jawa), nagari (Sumatera Barat), huta (Sumatera Utara),

marga (Sumatera Selatan), gampong (Aceh), kampung (Kalimantan Timur), dan

lain-lain. Satuan komunitas tersebut merupakan entitas kolektif yang didasarkan

pada hubungan saling mengenal dan saling membantu dalam ikatan genealogis

maupun territorial. Satuan komunitas ini membentuk kesatuan masyarakat hukum

yang pada asalnya bersifat komunal.18

Pada mulanya satuan-satuan komunitas tersebut terbentuk atas kebutuhan

anggotanya sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya

mereka membuat lembaga yang diperlukan. Lembaga yang dibentuk mencakup

lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Dengan

demikian, lembaga yang terbentuk sangat beragam, tergantung pada pola-model

tertentu berdasarkan adat-istiadat komunitas yang bersangkutan.

18

(2)

Dalam perkembangan berikutnya satuan-satuan komunitas tersebut dimasukkan

kedalam sistem administrasi negara dari suatu negara yang berdaulat. Untuk

kepentingan administrasi, satuan-satuan komunitas tersebut lalu ditentukan

kategori-kategorinya, batas-batas geografinya, kewenangannya, dan bentuk kelembagaannya.

Melalui keputusan politik, satuan komunitas tersebut lalu dibentuk menjadi unit

organisasi formal dalam sistem administrasi negara pada tingkat lokal. Sesuai

dengan kepentingan politik negara yang bersangkutan, organisasi pemerintahan lokal

dipilah menjadi dua, yaitu satuan organisasi perantara dan satuan organisasi dasar.

Misalnya di Perancis, satuan organisasi adalah department dan satuan dasarnya

adalah commune. Di Indonesia, satuan organisasi perantara adalah provinsi,

sedangkan satuan organisasi dasarnya adalah kota, kabupaten, dan desa.

Menurut Stoker (1991) munculnya pemerintahan daerah modern berkaitan erat

dengan fenomena industrialisasi yang melanda Inggris pada pertengahan abad ke

-18. Industrialisasi menyebabkan perpindahan penduduk dari desa ke kota secara

besar-besaran. Urbanisasi tersebut mengakibatkan berubahnya corak wilayah.

Muncul wilayah-wilayah baru terutama di kota-kota dan pinggiran kota yang sangat

padat dengan ciri khas perkotaan. Kondisi tersebut memunculkan masalah baru

dibidang sosial, politik, dan hukum. Oleh karena itu, untuk merespons hal tersebut

perlu pengaturan kembali sistem kemasyarakatan yang baru tumbuh tersebut.

Dalam rangka merespons kondisi tersebut, semula dibentuk badan-badan ad hoc

untuk menangani suatu masalah yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat.

Dalam perkembangan berikutnya, didalam suatu satuan administrasi lokal dibentuk

(3)

wewenang untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Dari sinilah mulai

berkembang praktik pemerintahan daerah sebagaimana kita kenal saat ini.

A. Pemerintah Daerah

Dalam negara yang berbentuk kesatuan hanya disebutkan pemerintah setempat

atau pemerintah Lokal (Local Government) dalam pemerintahan daerah ini, maka

Oppenheim dalam bukunya yang berjudul “HET NEDERLANDSCH GEMENTE

RECHT” memberikan beberapa ciri-ciri dari Pemerintah Daerah yakni :19

1. Adanya lingkungan atau daerah batas yang lebih kecil daripada negara.

2. Adanya penduduk dari jumlah yang mencukupi.

3. Adanya kepentingan-kepentingan yang pada coraknya sukar dibedakan dari yang

diurus oleh negara, akan tetapi yang demikian menyangkut lingkungan itu,

sehingga penduduknya bergerak untuk berusaha atas dasar swadaya

4. Adanya suatu organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan

kepentingan-kepentingan itu.

5. Adanya kemampuan untuk menyediakan biaya yang diperlukan.

Penyelenggara pemerintahan daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD.

Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala

daerah. Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan

perundangan. Menurut pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

Tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah

Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat daerah sebagai unsur

19

(4)

penyelenggara pemerintahan daerah20. Dalam menyelenggarakan pemerintahan

daerah kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, yang

masing-masing untuk provinsi disebut wakiil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil

bupati, dan untuk kota disebut wakil walikota.

1. Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah

Berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi ikut ditentukan oleh kemampuan

Kepala Daerah dalam membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan

organisasi kearah pencapaian tujuan. Demikian pentingnya peranan pemimpin dalam

organisasi, sehingga Stogdill mengatakan “kepemimpinan adalah sarana pencapaian

tujuan” 21 .

Menurut Tjikroamidjojo, walaupun tugas Kepala Daerah cukup kompleks dan

diwarnai oleh karakteristik organisasi, namun terdapat tugas dan fungsi Kepala

Daerah yang sifatnya universal karena selalu dilakukan oleh setiap pemimpin

organisasi, yaitu mengambil kebijaksanaan organisasi, menentukan arah dan

pelaksanaan kebijaksanaan, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi organisasi

pemerintahan, mengevaluasi tujuan organisasi dengan mengantisipasikan

perubahan-perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengkoordinasikan unit-unit kerja,

dan mengambil keputusan. Ateng Syafrudin mengatakan kepala daerah berperan

sebagai pamong masyarakat, yang dapat memenuhi harapan masyarakat dibidang

ketentraman, ketertiban dan keamanan, agar masyarakat berada dalam suasana dan

20

Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.

21

(5)

semangat kekeluargaan guna tercapainya kesejahteraan yang mengandung keadilan

sosial, demi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa.22

Dengan demikian, seorang pemimpin pemerintahan termasuk Kepala Daerah

perlu memiliki kualitas kepemimpinan yang makin tinggi pula, dan tidak cukup jika

hanya mengandalkan intuisi semata.23

Berhubung kabupaten/kota adalah subsistem dari Sistem Pemerintahan Nasional

maka Kepala Daerah mempunyai tugas dan fungsi utama yang beracu pada GBHN,

yakni terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual

berdasarkan Pancasila (GBHN 1993).24

Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tugas dan fungsi Kepala Daerah telah diatur

dengan perautan pelaksana, yang apabila diidentifikasi, terdapat 2 (dua) kriteria

tugas dan kewajiban sebagai berikut.25

a. Tugas Administrasi/Manajerial

Tugas administrasi/manajerial adalah tugas yang dilakukan Kepala Daerah dalam

merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengarahkan dan mengendalikan,

serta mengawasi jalannya organisasi kearah pencapaian tugas. Tugas tersebut

meliputi hubungan kerja dengan seluruh instansi-instansi vertikal di daerah dan

semua perangkat daerah, mengusahakan terus-menerus agar semua peraturan

perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh instansi pemerintahan

serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu dan mengambil segala tindakan yang

dianggap perlu, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah serta melaksanakan

segala tugas dan wewenang pemerintahan yang diberikan kepadanya sesuai dengan

(6)

peraturan perundang-undangan. Mengambil keputusan mengenai masalah-masalah

yang berbeda-beda di lokasi yang berlainan, dengan kondisi yang beraneka ragam,

memberikan penjelasan pada sidang DPRD, konsultasi dengan pimpinan,

komisi-komisi, fraksi dan anggota-anggota DPRD, rapat staf secara periodik/insidentil, rapat

koordinasi dan pertemuan konsultatif dengan unsur-unsur pemerintahan daerah.

b. Tugas Manajer Publik

Sebagai manajer publik, Kepala Daerah mempunyai tugas menggerakkan

partisipasi masyarakat, membimbing, dan membina kehidupan masyarakat sehingga

masyarakat ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Secara operasional tugas

tersebut berbentuk pembinaan ketentraman dan ketertiban diwilayahnya sesuai

kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; mewakili daerahnya di dalam dan di

luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan

peraturan perundang-undangan; serta memimpin penyelenggaraan pemerintahan

daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Setiap saat menerima

tamu dari berbagai lapisan masyarakat, mengunjungi masyarakat daerah dalam

wilayahnya, menjadi penasihat, Pembina dan ketua kehormatan dari berbagai

organisasi; menampung, menjelaskan masalah, pengaduan, dan sebagainya dari

masyarakat. Sesepuh, pamong dan pengayom/pelindung warga masyarakat di

daerahnya; menjaga keselarasan dan keseimbangan kepentingan antara seluruh

lapisan mayarakat dan golongan di daerahnya.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tugas, wewenang, dan

kewajiban Kepala Daerah adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah

berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan

(7)

menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBN kepada DPRD untuk

dibahas dan ditetapkan bersama, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah,

mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dapat menunjuk kuasa hukum

untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta

melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan

perundang-undangan. Mengacu pada pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa

yang menjadi kewajiban Kepala Daerah adalah memegang teguh dan mengamalkan

Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan

ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan

menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan, menjaga etika dan norma

dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, memajukan dan mengembangkan daya

saing daerah, melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik,

melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah,

menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua

perangkat daerah, dan menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan

pemerintahan daerah dihadapan Rapat Paripurna DPRD. Selain itu, seperti yang

dinyatakan dalam pasal 27 ayat (2) bahwa Kepala Daerah mempunyai

kewajiban-kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada

pemerintah, untuk gubernur disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam

Negeri dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota

(8)

pertanggungjawaban kepada DPRD dan menginformasikan laporan penyelenggaraan

pemerintah daerah kepada masyarakat.

Sementara itu, tugas wakil kepala daerah adalah membantu Kepala Daerah dalam

menyelenggarakan pemerintahan daerah, membantu Kepala Daerah

mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan

dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawas, melaksanakan pemberdayaan

perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial

budaya dan lingkungan hidup, instansi vertikal yang diimaksud adalah perangkat

departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada

daerah dalam wilayah tertentu, dalam rangka dekonsentrasi, memantau dan

mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala

daerah provinsi, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di

wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah

kabupaten/kota, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam

penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah, melakukan tugas dan kewajiban

pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah, dan melaksanakan tugas

dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.26

Dalam melaksanakan tugasnya wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada

kepala daerah. apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau

tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus menerus dalam

masa jabatannya, wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis

masa jabatannya.27

26

Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Rajawali Pers, Jakarta: 2005. Hal. 31.

27

(9)

2. Larangan Kepala Daerah

Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:28

a. Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri,

anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan

umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga

negara dan/atau golongan masyarakat lain;

b. Turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik

negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;

c. Melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik

secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan daerah

bersangkutan;

d. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa

dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan

dilakukannya;

e. Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di Pengadilan selain

yang untuk mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;

f. Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;

g. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD

sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

28

(10)

B. Pertimbangan Perlu Adanya Pemerintahan Di Daerah

1. Landasan Dasar

Sumber utama kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan

penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perlu diperhatikan penjelasannya yang

menyatakan bahwa “Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil,

dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,

dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem

Pemerintahan Negara, dan hak-hak, asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat

istimewa”.29

Adapun Penjelasan Pasal 18 dimaksud adalah sebagai berikut:30

a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan

mempunyai daerah didalam lingkungannya yang bersifat Staat juga.

Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan

dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.

Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen)

atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan

ditetapkan dengan undang-undang.

Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah,

oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.

b. Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende

landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di

29

Tyahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 57.

30

(11)

Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu

mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang

bersifat istimewa.

Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa

tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan

mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.

2. Latar Belakang Perlunya Pemerintahan di Daerah

Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, maka perlu dipahami tentang latar

belakang pemikiran perlunya pemerintahan di daerah dengan cara mengkaji dan

mendalami suasana kejiwaan dan kebatinan yang menjadi dasar disusunnya

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor

32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang saat ini berlaku

sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Adapun

beberapa pertimbangan perlunya Pemerintahan di Daerah itu adalah sebagai

berikut:31

a. Pertimbangan Dari Segi Sejarah dan Pengalaman Berpemerintahan

Dalam rangka menyusun suatu sistem pemerintahan negara, perlu diperhatikan

tata pemerintahan yang telah ada, mulai dari jauh sebelum penjajahan, kemudian

adanya sistem pemerintahan penjajahan termasuk sistem pemerintahan raja-raja.

Demikian pula mengenai sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya

mulai dari tingkat desa, kampong, nagari, atau dengan istilah lainnya sampai pada

tingkat pucuk pimpinan pemerintahan. Disamping itu dengan membuat

perbandingan sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara lain. Hal ini

31

(12)

terlihat dalam pola pikir dan usulan-usulan yang terungkap sewaktu para pendiri

Republik Indonesia mengadakan sidang-sidang dalam mempersiapkan kemerdekaan

Indonesia, termasuk mempersiapkan Undang-Undang Dasar 1945.

b. Pertimbangan Dari Segi Kondisi dan Situasi

Wilayah negara Indonesia secara nyata dan obyektif merupakan gugusan

kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang satu sama lain

dipisahkan oleh selat, laut dan di kelilingi lautan yang sangat luas. Keadaan

penduduknya dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, dan ragam bahasa

daerahnya yang bermacam-macam.

Demikian pula keadaan dan kekayaan alam serta potensi permasalahan yang satu

sama lain memiliki kekhususan tersendiri, kesemuanya itu akan lebih efisiensi dan

efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh satu unit

atau perangkat pemerintahan yang perlu diwujudkan di masing-masing wilayah.

c. Pertimbangan Dari Segi Teknis Pemerintahan

Setelah disepakatinya mengenai asas atau prinsip-prinsip dan tujuan Negara

Indonesiasebagaimana tertuang dalam Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam pelaksanaannya diperlukan

adanya perangkat pemerintahan di daerah, karena disadari bahwa tidak semua urusan

pemerintahan dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Perangkat

pemerintahan di daerah adalah sebagai bagian dalam mekanisme pemerintahan pusat

bukan merupakan negara sendiri, hal ini ditekankan dalam proses pengambilan

keputusan rapat pengesahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjaga

kemungkinan agar pemerintahan di daerah itu tidak memisahkan diri dari

(13)

daerah yang bersifat administrasi belaka yang kesemuanya daerah itu merupakan

wilayah administrasi pemerintahan negara itu merupakan wilayah administrasi

pemerintahan negara Indonesia dimana pembentukannya ditetapkan dengan suatu

undang-undang.

Disamping hal tersebut karena disadari bahwa situasi dan keadaan pada waktu

disusunnya Undang-Undang Dasar 1945 adalah menghendaki tindakan yang serba

cepat, dan perlu disusun adalah dasar-dasarnya yang bersifat pokok saja, maka

rumusan yang berkaitan dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 itu singkat, padat yang memungkinkan mampu

mengakomodasi, perkembangan keadaan di masa-masa mendatang, sehingga

dijelaskan bahwa sistem Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 itu bersifat singkat dan supel. Kurang lebihnya atas dasar pertimbangan yang

demikian itulah maka dirumuskan pasal 18 beserta penjelasannya yang sudah

dipaparkan di muka.

d. Pertimbangan Dari Segi Politis Dan Psikologi

Dalam perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang menonjol adalah wawasan integralistik dan demokratik serta semangat

persatuan dan kesatuan nasional, sehingga untuk tetap menjaga kekompakan semua

tokoh dan keutuhan masyarakat dan wilayahnya, kepada daerah-daerah perlu diberi

pemerintahan sendiri dalam kerangka negara kesatuan. Disamping itu untuk

memberikan rasa tanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan sekaligus

memberi kesempatan kepada daerah untuk berperan serta dalam pemerintahan,

(14)

Dengan adanya beberapa pertimbangan di atas, Pemerintahan Daerah di

Indonesia dapat dibagi 2 (dua) jenis, yaitu :

1) Local Self Government atau Pemerintahan Lokal yang mengatur dan

mengurusi rumah tangganya sendiri,

2) Local State Government atau Pemerintahan Lokal Administratif. Hal ini

sesuai dengan asas pemerintahnnya, yaitu asas desentralisasi dan

dekosentrasi.

Berdasarkan adanya pembentukan Local Government atau Pemerintahan Lokal

dalam suatu negara, baik bersifat horizontal maupun vertikal, diperlukan adanya

pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah yang masing-masing diurus oleh

Pemerintah Lokal tadi. Pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah

mengakibatkan lahirnya pembatas yang tegas atas kewenangan-kewenangan dari

masing-masing Pemerintah Lokal sekaligus merupakan pula soal pembagian wilayah

negara.

C. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah

Pemerintah Daerah adalah unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di

daerah yang merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan negara. Oleh Karena

itu tujuan yang diemban oleh Pemerintah Daerah adalah sama dengan tujuan yang

(15)

dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.32

Dalam penyelenggaraan pemerintahaan yang dilihat dari aspek-aspek

manajemennya, terdapat pembagian tugas, fungsi dan wewenang antara Pemerintah

Pusat dan Daerah.

Namun demikian tanggungjawab akhir dari seluruh penyelenggaraan urusan

pemerintahan itu tetap ada pada Pemerintah. Oleh karena itu dinyatakan bahwa

otonomi yang diberikan kepada daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak,

yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai

sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan

dengan penuh tanggungjawab.

Apabila disimak secara seksama, dibalik pertimbangan-pertimbangan tentang

perlu adanya Pemerintahan di Daerah, sebagaimana telah diungkapkan terdahulu,

disitulah dikandung maksud dan tujuan diselenggarakannya pemerintah di daerah.

Secara sederhana tujuan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah dapat

dirumuskan sebagai berikut:33

a. Dari segi politis, bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara

Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dikonstruksikan dalam sistem

pemerintahan pusat dan daerah, yang memberi peluang turut sertanya rakyat

dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

b. Dari segi formal dan konstitusional, bertujuan untuk melaksanakan ketentuan dan

amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

32

Tjahya Supriatna, Sistem Adminstrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta: 1996, hal. 86.

33

(16)

c. Dari segi operasional, bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna

penyeleenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan

pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan

pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

d. Dari segi administrasi pemerintahan, bertujuan untuk lebih memperlancar dan

menertibkan pelaksanaan tata pemerintahan sehingga dapat terselenggara secara

efisien, efektif, dan produktif.

D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah

1. Asas Umum Pemerintahan Yang Baik

Pergeseran konsepsi negara penjaga malam (nachwachtersstaat) ke negara

kesejahteraan (welfare state) membawa konsekuensi terhadap peranan dan aktivitas

pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peranan pemerintah pada negara

kesejahteraan sangat sentral karena diberi tugas untuk menyelenggarakan

kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan penyelenggaraan kesejahteraan itu, kepada

pemerintah diberikan kewenangan untuk turut campur dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat. Dengan kewajiban yang dibebankan di pundak pemerintah,

pemerintah dituntut untuk terlibat secara aktif dalam dinamika kehidupan

masyarakat.34

Pada dasarnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan sosial

harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan asas

legalitas sebagai konsekuensi dari asas negara hukum. Akan tetapi, kelemahan asas

legalitas yang sangat mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini

34

(17)

cenderung membuat pemerintah menjadi lamban dalam bertindak. Oleh karena itu,

pemerintah diberi kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang pada dasarnya belum ada aturannya.

Dengan demikian, Markus Lukma (1989205) mengemukakan bahwa freis ermessen

merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau

badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat

sepenuhnya kepada undang-undang.35

Kebebasan bertindak pejabat administrasi negara tanpa harus terikat secara

sepenuhnya kepada undang-undang seperti tersebut diatas secara teoritis ataupun

dalam kenyataan praktik pemerintahan ternyata membuka peluang bagi

penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan akan membuka

kemungkinan benturan kepentingan antara pejabat administrasi negara dengan rakyat

yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut. Oleh karena itu,

untuk menilai apakah tindakan pemerintah sejalan dengan asas negara hukum atau

tidak, dapat menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.36

Ketentuan pasal 1 anagka (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,

menyatakan:37

“ Asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung

tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan

(18)

Fahmal mengemukakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sejak dahulu

sudah dikenal di beberapa negara. Namun, perhatian terhadap asas-asas umum

pemerintahan yang baik tersebut baru mulai meningkat pada pertengahan abad ke20.

Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik disebut dengan istilah

Algemene Beginselen van Berhoorlijk Bestuur, sedangka di Prancis dikenal dengan

nama les principles du droit constumier publique.

Penyelenggaraan Pemerintahan di Pusat dan Pemerintahan di Daerah

berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas 9

Jika sejumlah asas-asas telah dijadikan dasar bagi pembangunan, berarti

kehidupan kenegaraan dan kehidupan kemasyarakatan akan berjalan menurut

asa-asas itu. Hal ini terkait pula dengan konsep penyelenggaraan negara yang bersih dan

bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang termuat dalam

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.

38

(19)

Pasal 3 Undang-Undang ini menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan

negara meliputi pemerintah dan pemerintah daerah dan penjelasannya menegaskan:

a. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam

setiap kebijakan penyelenggaraan negara.

b. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan

keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian

penyelenggaraan negara.

c. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.

d. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat

untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikan perlindungan

atas hak asasi pribadi, dan golongan dan rahasia negara.

e. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara

hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.

f. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang

berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

g. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan

hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang

(20)

h. Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menentukan untuk

memperoleh efisiensi dilaksanakannya desentralisasi, yaitu pemberian

otonomi yang luas supaya lebih efisien (berdaya guna) mengenai waktu dan

tenaga. Sedangkan untuk mencapai efektivitas (hasil guna) dilakukan

sentralisasi yaitu untuk keperluan ekonomi dan politik.

2. Asas Keahlian dan Kedaerahan

Asas keahlian atau asas fungsional adalah suatu asas yang menghendaki tiap-tiap

urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara

fungsional, dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintahan Pusat, yaitu

Departemen-Departemen dan lembaga Pemerintah non Departemen-Departemen. Kemudian dengan

berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan yang harus

diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka untuk kelancaran jalannya

pemerintahan ditempuh dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.39

Sjachran Basah mengemukakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi

sebagai asas-asas pemerintahan di daerah, termasuk ke dalam sendi territorial yang

merupakan salah satu sendi untuk memerintah negara. Hal itu pun dianut oleh

Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik, bahkan asas tugas

perbantuan pun sebenarnya termasuk kedalam politiek (staatkundige)

decentralisatie.

39

(21)

Asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan termuat

dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

a. Asas desentralisasi

Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan

wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan

mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri. Yang biasanya

disebut swatantra atau otonomi40. Pasal 1 angka (7) mengemukakan, desentralisasi

adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi

untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan

Republik Indonesia.41

Penafsiran bahwa dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan

kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian

daerah dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian,

dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada

pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan didaerah, yang didahului

pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.

Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan

peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas

urusan yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian

wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat

dengan lembaga-lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam

dekosentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas

perorangan pusat di daerah. sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam

40

Ibid., hal. 89. 41

(22)

undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif saat

ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menegaskan desentralisasi sebagai

penyerahan urusan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan desentralisasi sebagai sebagai penyerahan

wewenang peemerintahan, seementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang

Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula

pasal-pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi.42

Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas

memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan

kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat

atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya

sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk

otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan

(overdragen)urusan pemerintahan kepada daerah.

b. Asas dekonsentrasi

Menurut Laica Marzuki, dekosentrasi merupakan ambtelijke decentralisastie atau

delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan keewenangan dari alat perlengkapan

negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksakan pekerjaan tertentu dalam

penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya

karena instansi bawah melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat43. Pasal 1

angka (8) mengemukakan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang

42

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor: 2007, hal. 88 43

(23)

pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau

kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.44

Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau

melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang

tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan

atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri

pula. Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan

pusat di pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan

daerah.

Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat

addministratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang

pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang

berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap

sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.

Pada hakikatnya, alat-alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan

sentral di daerah-daerah. penyerahan kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di

daerah karena meningkatnya kemajuan masyarakat di daerah-daerah.

Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan

daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948,

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak

menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan

44

(24)

Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan secara jelas bahwa

dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan. Jadi, dimensi makna

yang tercipta adalah adanya pelimpahan kewenangan yang secara fungsional dari

pejabat atasan (dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah).45

c. Asas tugas pembantuan

Disamping asas desentralisasi dan dekosentrasi dalam penyelenggaraan

pemerintah daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di

Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan

kepentingan-kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh

perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan tugas pembantuan

diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah

daerah dibawahnya berdasarkan undang-undang46. Pasal 1 angka (9) menyatakan,

tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa

dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah

kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.47

Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu” dan tidak dalam

konteks hubungan “atasan-bawahan”, tetapi dalam penyelenggaraan pemerintahan di

daerah tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau

berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya,

tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat

45

Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah,Ghalia Indonesia, Bogor:2007, hal.91. 46

Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta: 2005, hal. 21.

47

(25)

lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk

yang diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan.

Sebagian urusan yang dilaksanakan menurut asas tugas pembantuan antara lain;

urusan haji, urusan bencana alam, lingkungan hidup, olahraga, kepemudaan dan

lain-lain.48

E. Pelimpahan dan Penyerahan Kewenangan

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel

atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur), berdasarkan prinsip ini tersirat

bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraruran perundang-undangan, artinya

sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara

teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut

diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi dan mandat. Mengenai hal ini

H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:49

1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat

undang-undang kepada organ pemerintah.

2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya.

3) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya

dijalankan oleh organ lain atas namanya.

48

Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta: 1996, hal. 79.

49

(26)

F. Good Governance Dalam Pemerintahan Daerah

Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam

praktiknya adalah dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang

baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan

yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi

pelayanan publik. Dalam hal ini, warga masyarakat daerah didorong untuk

berpartisipasi secara konstruktif dalam pengambilan kebijakan di daerah. selain itu,

penegakan hukum dilaksanakan guna mendukung otonomi daerah dalam konsepsi

Negara Kesatuan Republik Indonesia. Juga, para pengambil kebijakan di daerah

bertanggungjawab kepada publik dalam menentukan arah kebijakan daerah sehingga

tidak ada satu lembaga publik apa pun di daerah yang tidak berada di dalam

jangkauan pengawasan publik.50

Dalam menerapkan prinsip good governance ini, seluruh aparatur penyelenggara

pemerintahan daerah dituntut mempunyai perspektif good governance. Prinsip ini

sebenarnya sejalan dengan asas umum pemerintahan yang baik yang selama ini

menjadi sandaran dalam penyelenggaraan pemerintahan umum di Indonesia. Asas ini

menghubungkan esensi norma hukum dan norma etika yang merupakan norma tidak

tertulis. Aparatur pemerintahan daerah dituntut memahami kedua esensi norma

tersebut dengan tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

daerah tidak berada pada dua sisi yang bertentangan dengan hukum dan etika di

dalam masyarakat daerah.

Demikian juga dalam pengambilan kebijakan dan keputusan di daerah, arah

tindakan aktif dan positif pemerintah daerah haruslah berlandaskan pada

50

(27)

penyelenggaraan kepentingan umum. Sudah menjadi tugas penyelenggaraan

pemerintahan daerah untuk menjaga kepentingan umum tersebut guna mencapai

harapan daerah dalam rangka memperkuat kesatuan bangsa. Kepentingan umum ini

juga pada hakikatnya mencakup kepentingan nasional dalam arti bangsa,

masyarakat, dan negara Indonesia. Landasan kepentingan umum inilah yang akan

mengatasi kepentingan individu, golongan, dan daerah dalam pengambilan

kebijakan. Kepentingan nasional juga menjadi tujuan eksistensi pemerintahan negara

secara keseluruhan sehingga daerah tidak dapat mengabaikannya demi alasan

apapun. Kepentingan umum dalam rangka mengatasi kepentingan individu tidak

diakui eksistensinya sebagai hakikat pribadi manusia, akan tetapi hak individu

tersebut tetap dihormati sepanjang diformulasikan terhadap kepentingan yang lebih

luas.51

Sementara itu, prinsip otonomi daerah yang dewasa ini diterapkan, yaitu otonomi

daerah yang luas, nyata, dan bertanggnung jawab tersebut, negara (pemerintah pusat)

memberikan peranan kepada daerah untuk mengatualisasikan dirinya dalam prinsip

pemerintahan yang baik sesuai dengan situasi dan kondisi daerah.

Dalam pelaksanaan otonomi daerah ini, banyak pihak yang terlibat dan sangat

mempengaruhi arah kebijakan otonomi daerah tersebut. Dalam prinsip good

governance, kebijakan otonomi daerah diarahkan untuk memandu semua pihak yang

terlibat dan mempengaruhi kebijakan otonomi daerah untuk berjalan seiring pada

satu tujuan bersama. Upaya tersebut dilakukan dengan menempuh konsep dialog

untuk memperoleh pamahaman dan persepsi yang sama mengenai arah dan tujuan

pelaksanaan otonomi di daerah. oleh sebab itu, ketidakmampuan semua pihak dalam

51

(28)

memahami dan mempersepsikan otonomi daerah secara dialog akan cenderung

mengarah pada rivalitas konflik yang justru merugikan kepentingan dan tujuan

otonomi daerah itu sendiri.52

52

Referensi

Dokumen terkait

Silase adalah pakan dari limbah pertanian atau dari hijauan makanan ternak yang diawetkan dengan cara fermentasi anaerob dalam kondisi kadar air tinggi (40-80%)

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh spiritualitas kerja terhadap keterlekatan karyawan melalui kepuasan kerja pada Usaha Kecil dan Menengah

Untuk mengetahui berapa rata-rata setiap karyawan dapat menghasilkan produk dalam setiap bulannya dan apakah memiliki pengaruh terhadap motivasi yang diberikan

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara motivasi kerja, kepemimpinan, dan budaya organisasi secara bersama-sama dengan

Oleh karena itu, peneliti berinisiatif untuk melakukan pelatihan Art- Enginering (Areng) terhadap Pemuda Karang Taruna Griya Asri Kalitengah bersama Pawitra Art

Dan benar Daud Zhahiri (w. 270 H.), bahwa larangan meminang pinangan orang lain yang terdapat da- lam hadis sebenarnya maksudnya adalah larangan menikahi perempuan yang sudah

Berdasarkan permasalahan pencemaran lingkungan berupa timbal (Pb) di udara dan berbagai penelitian mengenai potensi tanaman dalam menyerap timbal (Pb) di udara,