BAB II
TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN DAERAH
Pemerintahan daerah yang kita kenal sekarang berasal dari perkembangan
praktik pemerintahan di Eropa pada abad ke 11 dan 12. Pada saat itu muncul
satuan-satuan wilayah di tingkat dasar yang secara alamiah membentuk suatu tuan lembaga
pemerintahan. Pada awalnya satuan-satuan wilayah tersebut merupakan suatu
komunitas swakelola dari sekelompok penduduk. Satuan-satuan wilayah tersebut
diberi nama municipal (kota), county (kabupaten), commune/gementee (desa).
Mungkin fenomena tersebut mirip dengan satuan komunitas asli penduduk Indonesia
yang disebut dengan desa (jawa), nagari (Sumatera Barat), huta (Sumatera Utara),
marga (Sumatera Selatan), gampong (Aceh), kampung (Kalimantan Timur), dan
lain-lain. Satuan komunitas tersebut merupakan entitas kolektif yang didasarkan
pada hubungan saling mengenal dan saling membantu dalam ikatan genealogis
maupun territorial. Satuan komunitas ini membentuk kesatuan masyarakat hukum
yang pada asalnya bersifat komunal.18
Pada mulanya satuan-satuan komunitas tersebut terbentuk atas kebutuhan
anggotanya sendiri. Untuk mempertahankan eksistensi dan kelangsungan hidupnya
mereka membuat lembaga yang diperlukan. Lembaga yang dibentuk mencakup
lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan pertahanan-keamanan. Dengan
demikian, lembaga yang terbentuk sangat beragam, tergantung pada pola-model
tertentu berdasarkan adat-istiadat komunitas yang bersangkutan.
18
Dalam perkembangan berikutnya satuan-satuan komunitas tersebut dimasukkan
kedalam sistem administrasi negara dari suatu negara yang berdaulat. Untuk
kepentingan administrasi, satuan-satuan komunitas tersebut lalu ditentukan
kategori-kategorinya, batas-batas geografinya, kewenangannya, dan bentuk kelembagaannya.
Melalui keputusan politik, satuan komunitas tersebut lalu dibentuk menjadi unit
organisasi formal dalam sistem administrasi negara pada tingkat lokal. Sesuai
dengan kepentingan politik negara yang bersangkutan, organisasi pemerintahan lokal
dipilah menjadi dua, yaitu satuan organisasi perantara dan satuan organisasi dasar.
Misalnya di Perancis, satuan organisasi adalah department dan satuan dasarnya
adalah commune. Di Indonesia, satuan organisasi perantara adalah provinsi,
sedangkan satuan organisasi dasarnya adalah kota, kabupaten, dan desa.
Menurut Stoker (1991) munculnya pemerintahan daerah modern berkaitan erat
dengan fenomena industrialisasi yang melanda Inggris pada pertengahan abad ke
-18. Industrialisasi menyebabkan perpindahan penduduk dari desa ke kota secara
besar-besaran. Urbanisasi tersebut mengakibatkan berubahnya corak wilayah.
Muncul wilayah-wilayah baru terutama di kota-kota dan pinggiran kota yang sangat
padat dengan ciri khas perkotaan. Kondisi tersebut memunculkan masalah baru
dibidang sosial, politik, dan hukum. Oleh karena itu, untuk merespons hal tersebut
perlu pengaturan kembali sistem kemasyarakatan yang baru tumbuh tersebut.
Dalam rangka merespons kondisi tersebut, semula dibentuk badan-badan ad hoc
untuk menangani suatu masalah yang masih dikendalikan oleh pemerintah pusat.
Dalam perkembangan berikutnya, didalam suatu satuan administrasi lokal dibentuk
wewenang untuk mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Dari sinilah mulai
berkembang praktik pemerintahan daerah sebagaimana kita kenal saat ini.
A. Pemerintah Daerah
Dalam negara yang berbentuk kesatuan hanya disebutkan pemerintah setempat
atau pemerintah Lokal (Local Government) dalam pemerintahan daerah ini, maka
Oppenheim dalam bukunya yang berjudul “HET NEDERLANDSCH GEMENTE
RECHT” memberikan beberapa ciri-ciri dari Pemerintah Daerah yakni :19
1. Adanya lingkungan atau daerah batas yang lebih kecil daripada negara.
2. Adanya penduduk dari jumlah yang mencukupi.
3. Adanya kepentingan-kepentingan yang pada coraknya sukar dibedakan dari yang
diurus oleh negara, akan tetapi yang demikian menyangkut lingkungan itu,
sehingga penduduknya bergerak untuk berusaha atas dasar swadaya
4. Adanya suatu organisasi yang memadai untuk menyelenggarakan
kepentingan-kepentingan itu.
5. Adanya kemampuan untuk menyediakan biaya yang diperlukan.
Penyelenggara pemerintahan daerah adalah Pemerintah Daerah dan DPRD.
Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintahan daerah yang disebut kepala
daerah. Kepala daerah adalah pimpinan lembaga yang melaksanakan peraturan
perundangan. Menurut pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah, yang dimaksud dengan Pemerintah Daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan Perangkat daerah sebagai unsur
19
penyelenggara pemerintahan daerah20. Dalam menyelenggarakan pemerintahan
daerah kepala daerah dibantu oleh seorang wakil kepala daerah, yang
masing-masing untuk provinsi disebut wakiil gubernur, untuk kabupaten disebut wakil
bupati, dan untuk kota disebut wakil walikota.
1. Tugas dan Kewajiban Pemerintah Daerah
Berhasil tidaknya pencapaian tujuan organisasi ikut ditentukan oleh kemampuan
Kepala Daerah dalam membimbing, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan
organisasi kearah pencapaian tujuan. Demikian pentingnya peranan pemimpin dalam
organisasi, sehingga Stogdill mengatakan “kepemimpinan adalah sarana pencapaian
tujuan” 21 .
Menurut Tjikroamidjojo, walaupun tugas Kepala Daerah cukup kompleks dan
diwarnai oleh karakteristik organisasi, namun terdapat tugas dan fungsi Kepala
Daerah yang sifatnya universal karena selalu dilakukan oleh setiap pemimpin
organisasi, yaitu mengambil kebijaksanaan organisasi, menentukan arah dan
pelaksanaan kebijaksanaan, menyelesaikan permasalahan yang dihadapi organisasi
pemerintahan, mengevaluasi tujuan organisasi dengan mengantisipasikan
perubahan-perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat, mengkoordinasikan unit-unit kerja,
dan mengambil keputusan. Ateng Syafrudin mengatakan kepala daerah berperan
sebagai pamong masyarakat, yang dapat memenuhi harapan masyarakat dibidang
ketentraman, ketertiban dan keamanan, agar masyarakat berada dalam suasana dan
20
Pasal 1 angka (3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, LN Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125.
21
semangat kekeluargaan guna tercapainya kesejahteraan yang mengandung keadilan
sosial, demi utuhnya kesatuan dan persatuan bangsa.22
Dengan demikian, seorang pemimpin pemerintahan termasuk Kepala Daerah
perlu memiliki kualitas kepemimpinan yang makin tinggi pula, dan tidak cukup jika
hanya mengandalkan intuisi semata.23
Berhubung kabupaten/kota adalah subsistem dari Sistem Pemerintahan Nasional
maka Kepala Daerah mempunyai tugas dan fungsi utama yang beracu pada GBHN,
yakni terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur material dan spiritual
berdasarkan Pancasila (GBHN 1993).24
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, tugas dan fungsi Kepala Daerah telah diatur
dengan perautan pelaksana, yang apabila diidentifikasi, terdapat 2 (dua) kriteria
tugas dan kewajiban sebagai berikut.25
a. Tugas Administrasi/Manajerial
Tugas administrasi/manajerial adalah tugas yang dilakukan Kepala Daerah dalam
merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan, mengarahkan dan mengendalikan,
serta mengawasi jalannya organisasi kearah pencapaian tugas. Tugas tersebut
meliputi hubungan kerja dengan seluruh instansi-instansi vertikal di daerah dan
semua perangkat daerah, mengusahakan terus-menerus agar semua peraturan
perundang-undangan dan Peraturan Daerah dijalankan oleh instansi pemerintahan
serta pejabat-pejabat yang ditugaskan untuk itu dan mengambil segala tindakan yang
dianggap perlu, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah serta melaksanakan
segala tugas dan wewenang pemerintahan yang diberikan kepadanya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Mengambil keputusan mengenai masalah-masalah
yang berbeda-beda di lokasi yang berlainan, dengan kondisi yang beraneka ragam,
memberikan penjelasan pada sidang DPRD, konsultasi dengan pimpinan,
komisi-komisi, fraksi dan anggota-anggota DPRD, rapat staf secara periodik/insidentil, rapat
koordinasi dan pertemuan konsultatif dengan unsur-unsur pemerintahan daerah.
b. Tugas Manajer Publik
Sebagai manajer publik, Kepala Daerah mempunyai tugas menggerakkan
partisipasi masyarakat, membimbing, dan membina kehidupan masyarakat sehingga
masyarakat ikut serta secara aktif dalam pembangunan. Secara operasional tugas
tersebut berbentuk pembinaan ketentraman dan ketertiban diwilayahnya sesuai
kebijaksanaan yang ditetapkan oleh pemerintah; mewakili daerahnya di dalam dan di
luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan; serta memimpin penyelenggaraan pemerintahan
daerah berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD. Setiap saat menerima
tamu dari berbagai lapisan masyarakat, mengunjungi masyarakat daerah dalam
wilayahnya, menjadi penasihat, Pembina dan ketua kehormatan dari berbagai
organisasi; menampung, menjelaskan masalah, pengaduan, dan sebagainya dari
masyarakat. Sesepuh, pamong dan pengayom/pelindung warga masyarakat di
daerahnya; menjaga keselarasan dan keseimbangan kepentingan antara seluruh
lapisan mayarakat dan golongan di daerahnya.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tugas, wewenang, dan
kewajiban Kepala Daerah adalah memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama DPRD, mengajukan rancangan
menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBN kepada DPRD untuk
dibahas dan ditetapkan bersama, mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah,
mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dapat menunjuk kuasa hukum
untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, serta
melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Mengacu pada pasal 27 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa
yang menjadi kewajiban Kepala Daerah adalah memegang teguh dan mengamalkan
Pancasila, melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, memelihara ketentraman dan
ketertiban masyarakat, melaksanakan kehidupan demokrasi, menaati dan
menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan, menjaga etika dan norma
dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, memajukan dan mengembangkan daya
saing daerah, melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik,
melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah,
menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua
perangkat daerah, dan menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan
pemerintahan daerah dihadapan Rapat Paripurna DPRD. Selain itu, seperti yang
dinyatakan dalam pasal 27 ayat (2) bahwa Kepala Daerah mempunyai
kewajiban-kewajiban untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada
pemerintah, untuk gubernur disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Dalam
Negeri dan Kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk Bupati/Walikota
pertanggungjawaban kepada DPRD dan menginformasikan laporan penyelenggaraan
pemerintah daerah kepada masyarakat.
Sementara itu, tugas wakil kepala daerah adalah membantu Kepala Daerah dalam
menyelenggarakan pemerintahan daerah, membantu Kepala Daerah
mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di daerah, menindaklanjuti laporan
dan/atau temuan hasil pengawasan aparat pengawas, melaksanakan pemberdayaan
perempuan dan pemuda, serta mengupayakan pengembangan dan pelestarian sosial
budaya dan lingkungan hidup, instansi vertikal yang diimaksud adalah perangkat
departemen yang mengurus urusan pemerintahan yang tidak diserahkan kepada
daerah dalam wilayah tertentu, dalam rangka dekonsentrasi, memantau dan
mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan kabupaten dan kota bagi wakil kepala
daerah provinsi, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan di
wilayah kecamatan, kelurahan dan/atau desa bagi wakil kepala daerah
kabupaten/kota, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dalam
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan daerah, melakukan tugas dan kewajiban
pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Kepala Daerah, dan melaksanakan tugas
dan wewenang kepala daerah apabila kepala daerah berhalangan.26
Dalam melaksanakan tugasnya wakil kepala daerah bertanggungjawab kepada
kepala daerah. apabila kepala daerah meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 bulan secara terus menerus dalam
masa jabatannya, wakil kepala daerah menggantikan kepala daerah sampai habis
masa jabatannya.27
26
Rozali Abdullah, Pelaksanaan Otonomi Luas dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung, Rajawali Pers, Jakarta: 2005. Hal. 31.
27
2. Larangan Kepala Daerah
Kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang:28
a. Membuat keputusan yang secara khusus memberikan keuntungan bagi diri,
anggota keluarga, kroni, golongan tertentu, atau kelompok politiknya yang
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, merugikan kepentingan
umum, dan meresahkan sekelompok masyarakat, atau mendiskriminasikan warga
negara dan/atau golongan masyarakat lain;
b. Turut serta dalam suatu perusahaan, baik milik swasta maupun milik
negara/daerah, atau dalam yayasan bidang apapun;
c. Melakukan pekerjaan lain yang memberikan keuntungan bagi dirinya, baik
secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan daerah
bersangkutan;
d. Melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang dan/atau jasa
dari pihak lain yang memengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya;
e. Menjadi advokat atau kuasa hukum dalam suatu perkara di Pengadilan selain
yang untuk mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan;
f. Menyalahgunakan wewenang dan melanggar sumpah/janji jabatannya;
g. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, sebagai anggota DPRD
sebagaimana yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
28
B. Pertimbangan Perlu Adanya Pemerintahan Di Daerah
1. Landasan Dasar
Sumber utama kebijaksanaan umum yang mendasari pembentukan dan
penyelenggaraan pemerintahan di daerah adalah pasal 18 Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan perlu diperhatikan penjelasannya yang
menyatakan bahwa “Pembagian Daerah Indonesia atas Daerah besar dan kecil,
dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang,
dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem
Pemerintahan Negara, dan hak-hak, asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat
istimewa”.29
Adapun Penjelasan Pasal 18 dimaksud adalah sebagai berikut:30
a. Oleh karena Negara Indonesia itu suatu eenheidsstaat, maka Indonesia tak akan
mempunyai daerah didalam lingkungannya yang bersifat Staat juga.
Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan
dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.
Daerah-daerah itu bersifat otonom (streek dan locale rechtsgemeenschappen)
atau bersifat daerah administrasi belaka, semuanya menurut aturan yang akan
ditetapkan dengan undang-undang.
Di daerah-daerah yang bersifat otonom akan diadakan badan perwakilan daerah,
oleh karena di daerah pun pemerintahan akan bersendi atas dasar permusyawaratan.
b. Dalam territori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende
landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti desa di Jawa dan Bali, negeri di
29
Tyahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta, 1996, hal. 57.
30
Minangkabau, dusun dan marga di Palembang dan sebagainya. Daerah-daerah itu
mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang
bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa
tersebut dan segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan
mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
2. Latar Belakang Perlunya Pemerintahan di Daerah
Bertitik tolak dari uraian tersebut diatas, maka perlu dipahami tentang latar
belakang pemikiran perlunya pemerintahan di daerah dengan cara mengkaji dan
mendalami suasana kejiwaan dan kebatinan yang menjadi dasar disusunnya
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 yang saat ini berlaku
sebagai dasar hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan di Daerah. Adapun
beberapa pertimbangan perlunya Pemerintahan di Daerah itu adalah sebagai
berikut:31
a. Pertimbangan Dari Segi Sejarah dan Pengalaman Berpemerintahan
Dalam rangka menyusun suatu sistem pemerintahan negara, perlu diperhatikan
tata pemerintahan yang telah ada, mulai dari jauh sebelum penjajahan, kemudian
adanya sistem pemerintahan penjajahan termasuk sistem pemerintahan raja-raja.
Demikian pula mengenai sistem kemasyarakatan dan susunan pemerintahannya
mulai dari tingkat desa, kampong, nagari, atau dengan istilah lainnya sampai pada
tingkat pucuk pimpinan pemerintahan. Disamping itu dengan membuat
perbandingan sistem pemerintahan yang berlaku di beberapa negara lain. Hal ini
31
terlihat dalam pola pikir dan usulan-usulan yang terungkap sewaktu para pendiri
Republik Indonesia mengadakan sidang-sidang dalam mempersiapkan kemerdekaan
Indonesia, termasuk mempersiapkan Undang-Undang Dasar 1945.
b. Pertimbangan Dari Segi Kondisi dan Situasi
Wilayah negara Indonesia secara nyata dan obyektif merupakan gugusan
kepulauan yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang satu sama lain
dipisahkan oleh selat, laut dan di kelilingi lautan yang sangat luas. Keadaan
penduduknya dengan adat istiadat, kebiasaan, kebudayaan, dan ragam bahasa
daerahnya yang bermacam-macam.
Demikian pula keadaan dan kekayaan alam serta potensi permasalahan yang satu
sama lain memiliki kekhususan tersendiri, kesemuanya itu akan lebih efisiensi dan
efektif apabila pengelolaan berbagai urusan pemerintahan ditangani oleh satu unit
atau perangkat pemerintahan yang perlu diwujudkan di masing-masing wilayah.
c. Pertimbangan Dari Segi Teknis Pemerintahan
Setelah disepakatinya mengenai asas atau prinsip-prinsip dan tujuan Negara
Indonesiasebagaimana tertuang dalam Naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka dalam pelaksanaannya diperlukan
adanya perangkat pemerintahan di daerah, karena disadari bahwa tidak semua urusan
pemerintahan dapat dilaksanakan sendiri oleh pemerintah pusat. Perangkat
pemerintahan di daerah adalah sebagai bagian dalam mekanisme pemerintahan pusat
bukan merupakan negara sendiri, hal ini ditekankan dalam proses pengambilan
keputusan rapat pengesahan Undang-Undang Dasar 1945. Untuk menjaga
kemungkinan agar pemerintahan di daerah itu tidak memisahkan diri dari
daerah yang bersifat administrasi belaka yang kesemuanya daerah itu merupakan
wilayah administrasi pemerintahan negara itu merupakan wilayah administrasi
pemerintahan negara Indonesia dimana pembentukannya ditetapkan dengan suatu
undang-undang.
Disamping hal tersebut karena disadari bahwa situasi dan keadaan pada waktu
disusunnya Undang-Undang Dasar 1945 adalah menghendaki tindakan yang serba
cepat, dan perlu disusun adalah dasar-dasarnya yang bersifat pokok saja, maka
rumusan yang berkaitan dalam naskah Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 itu singkat, padat yang memungkinkan mampu
mengakomodasi, perkembangan keadaan di masa-masa mendatang, sehingga
dijelaskan bahwa sistem Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 itu bersifat singkat dan supel. Kurang lebihnya atas dasar pertimbangan yang
demikian itulah maka dirumuskan pasal 18 beserta penjelasannya yang sudah
dipaparkan di muka.
d. Pertimbangan Dari Segi Politis Dan Psikologi
Dalam perumusan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 yang menonjol adalah wawasan integralistik dan demokratik serta semangat
persatuan dan kesatuan nasional, sehingga untuk tetap menjaga kekompakan semua
tokoh dan keutuhan masyarakat dan wilayahnya, kepada daerah-daerah perlu diberi
pemerintahan sendiri dalam kerangka negara kesatuan. Disamping itu untuk
memberikan rasa tanggung jawab dalam mengisi kemerdekaan dan sekaligus
memberi kesempatan kepada daerah untuk berperan serta dalam pemerintahan,
Dengan adanya beberapa pertimbangan di atas, Pemerintahan Daerah di
Indonesia dapat dibagi 2 (dua) jenis, yaitu :
1) Local Self Government atau Pemerintahan Lokal yang mengatur dan
mengurusi rumah tangganya sendiri,
2) Local State Government atau Pemerintahan Lokal Administratif. Hal ini
sesuai dengan asas pemerintahnnya, yaitu asas desentralisasi dan
dekosentrasi.
Berdasarkan adanya pembentukan Local Government atau Pemerintahan Lokal
dalam suatu negara, baik bersifat horizontal maupun vertikal, diperlukan adanya
pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah yang masing-masing diurus oleh
Pemerintah Lokal tadi. Pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah
mengakibatkan lahirnya pembatas yang tegas atas kewenangan-kewenangan dari
masing-masing Pemerintah Lokal sekaligus merupakan pula soal pembagian wilayah
negara.
C. Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Di Daerah
Pemerintah Daerah adalah unsur utama dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah yang merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan negara. Oleh Karena
itu tujuan yang diemban oleh Pemerintah Daerah adalah sama dengan tujuan yang
dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.32
Dalam penyelenggaraan pemerintahaan yang dilihat dari aspek-aspek
manajemennya, terdapat pembagian tugas, fungsi dan wewenang antara Pemerintah
Pusat dan Daerah.
Namun demikian tanggungjawab akhir dari seluruh penyelenggaraan urusan
pemerintahan itu tetap ada pada Pemerintah. Oleh karena itu dinyatakan bahwa
otonomi yang diberikan kepada daerah lebih merupakan kewajiban daripada hak,
yaitu kewajiban daerah untuk ikut melancarkan jalannya pembangunan sebagai
sarana untuk mencapai kesejahteraan rakyat yang harus diterima dan dilaksanakan
dengan penuh tanggungjawab.
Apabila disimak secara seksama, dibalik pertimbangan-pertimbangan tentang
perlu adanya Pemerintahan di Daerah, sebagaimana telah diungkapkan terdahulu,
disitulah dikandung maksud dan tujuan diselenggarakannya pemerintah di daerah.
Secara sederhana tujuan penyelenggaraan pemerintahan di Daerah dapat
dirumuskan sebagai berikut:33
a. Dari segi politis, bertujuan untuk menjaga tetap tegak dan utuhnya Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang dikonstruksikan dalam sistem
pemerintahan pusat dan daerah, yang memberi peluang turut sertanya rakyat
dalam mekanisme penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
b. Dari segi formal dan konstitusional, bertujuan untuk melaksanakan ketentuan dan
amanat Undang-Undang Dasar 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
32
Tjahya Supriatna, Sistem Adminstrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta: 1996, hal. 86.
33
c. Dari segi operasional, bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna
penyeleenggaraan pemerintahan di daerah, terutama dalam pelaksanaan
pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan
pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.
d. Dari segi administrasi pemerintahan, bertujuan untuk lebih memperlancar dan
menertibkan pelaksanaan tata pemerintahan sehingga dapat terselenggara secara
efisien, efektif, dan produktif.
D. Asas Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah
1. Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
Pergeseran konsepsi negara penjaga malam (nachwachtersstaat) ke negara
kesejahteraan (welfare state) membawa konsekuensi terhadap peranan dan aktivitas
pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peranan pemerintah pada negara
kesejahteraan sangat sentral karena diberi tugas untuk menyelenggarakan
kesejahteraan rakyat. Untuk keperluan penyelenggaraan kesejahteraan itu, kepada
pemerintah diberikan kewenangan untuk turut campur dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat. Dengan kewajiban yang dibebankan di pundak pemerintah,
pemerintah dituntut untuk terlibat secara aktif dalam dinamika kehidupan
masyarakat.34
Pada dasarnya, setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan sosial
harus berpedoman pada peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan asas
legalitas sebagai konsekuensi dari asas negara hukum. Akan tetapi, kelemahan asas
legalitas yang sangat mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini
34
cenderung membuat pemerintah menjadi lamban dalam bertindak. Oleh karena itu,
pemerintah diberi kewenangan untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang pada dasarnya belum ada aturannya.
Dengan demikian, Markus Lukma (1989205) mengemukakan bahwa freis ermessen
merupakan salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau
badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya kepada undang-undang.35
Kebebasan bertindak pejabat administrasi negara tanpa harus terikat secara
sepenuhnya kepada undang-undang seperti tersebut diatas secara teoritis ataupun
dalam kenyataan praktik pemerintahan ternyata membuka peluang bagi
penyalahgunaan kewenangan. Penyalahgunaan kewenangan akan membuka
kemungkinan benturan kepentingan antara pejabat administrasi negara dengan rakyat
yang merasa dirugikan akibat penyalahgunaan kewenangan tersebut. Oleh karena itu,
untuk menilai apakah tindakan pemerintah sejalan dengan asas negara hukum atau
tidak, dapat menggunakan asas-asas umum pemerintahan yang baik.36
Ketentuan pasal 1 anagka (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009,
menyatakan:37
“ Asas umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung
tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan
Fahmal mengemukakan asas-asas umum pemerintahan yang baik sejak dahulu
sudah dikenal di beberapa negara. Namun, perhatian terhadap asas-asas umum
pemerintahan yang baik tersebut baru mulai meningkat pada pertengahan abad ke20.
Di Belanda, asas-asas umum pemerintahan yang baik disebut dengan istilah
Algemene Beginselen van Berhoorlijk Bestuur, sedangka di Prancis dikenal dengan
nama les principles du droit constumier publique.
Penyelenggaraan Pemerintahan di Pusat dan Pemerintahan di Daerah
berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara yang terdiri atas 9
Jika sejumlah asas-asas telah dijadikan dasar bagi pembangunan, berarti
kehidupan kenegaraan dan kehidupan kemasyarakatan akan berjalan menurut
asa-asas itu. Hal ini terkait pula dengan konsep penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme seperti yang termuat dalam
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999.
38
Pasal 3 Undang-Undang ini menetapkan asas-asas umum penyelenggaraan
negara meliputi pemerintah dan pemerintah daerah dan penjelasannya menegaskan:
a. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan
landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam
setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
b. Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian
penyelenggaraan negara.
c. Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
d. Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat
untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif
tentang penyelenggaraan negara, dengan tetap memperhatikan perlindungan
atas hak asasi pribadi, dan golongan dan rahasia negara.
e. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara
hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
f. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
g. Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang
h. Asas efisiensi dan efektivitas adalah asas yang menentukan untuk
memperoleh efisiensi dilaksanakannya desentralisasi, yaitu pemberian
otonomi yang luas supaya lebih efisien (berdaya guna) mengenai waktu dan
tenaga. Sedangkan untuk mencapai efektivitas (hasil guna) dilakukan
sentralisasi yaitu untuk keperluan ekonomi dan politik.
2. Asas Keahlian dan Kedaerahan
Asas keahlian atau asas fungsional adalah suatu asas yang menghendaki tiap-tiap
urusan kepentingan umum diserahkan kepada para ahli untuk diselenggarakan secara
fungsional, dan hal ini terdapat pada susunan Pemerintahan Pusat, yaitu
Departemen-Departemen dan lembaga Pemerintah non Departemen-Departemen. Kemudian dengan
berkembangnya tugas-tugas serta kepentingan-kepentingan yang harus
diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, maka untuk kelancaran jalannya
pemerintahan ditempuh dengan asas desentralisasi dan dekonsentrasi.39
Sjachran Basah mengemukakan asas desentralisasi dan asas dekonsentrasi
sebagai asas-asas pemerintahan di daerah, termasuk ke dalam sendi territorial yang
merupakan salah satu sendi untuk memerintah negara. Hal itu pun dianut oleh
Indonesia sebagai negara kesatuan yang berbentuk Republik, bahkan asas tugas
perbantuan pun sebenarnya termasuk kedalam politiek (staatkundige)
decentralisatie.
39
Asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan termuat
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
a. Asas desentralisasi
Menurut Joeniarto, asas desentralisasi adalah asas yang bermaksud memberikan
wewenang dari pemerintah negara kepada pemerintah lokal untuk mengatur dan
mengurus urusan tertentu sebagai urusan rumah tangga sendiri. Yang biasanya
disebut swatantra atau otonomi40. Pasal 1 angka (7) mengemukakan, desentralisasi
adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonomi
untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalan sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.41
Penafsiran bahwa dimensi makna desentralisasi melahirkan sisi penyerahan
kewenangan, pembagian kekuasaan, pendelegasian kewenangan, dan pembagian
daerah dalam struktur pemerintahan di negara kesatuan. Penyerahan, pendelegasian,
dan pembagian kewenangan dengan sendirinya menciptakan kewenangan pada
pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan didaerah, yang didahului
pembagian daerah pemerintahan dalam bingkai daerah otonom.
Pendelegasian wewenang dalam desentralisasi bersifat hak dalam menciptakan
peraturan-peraturan dan keputusan penyelenggaraan lainnya dalam batas-batas
urusan yang telah diserahkan kepada badan-badan otonom itu. Jadi, pendelegasian
wewenang dalam desentralisasi berlangsung antara lembaga-lembaga di pusat
dengan lembaga-lembaga otonom di daerah, sementara pendelegasian dalam
dekosentrasi berlangsung antara petugas perorangan pusat di pusat kepada petugas
perorangan pusat di daerah. sementara, pemaknaan desentralisasi dapat dilihat dalam
40
Ibid., hal. 89. 41
undang-undang pemerintahan daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif saat
ini, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 menegaskan desentralisasi sebagai
penyerahan urusan, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan desentralisasi sebagai sebagai penyerahan
wewenang peemerintahan, seementara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945,
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957,
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1965 tidak menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam klausula
pasal-pasal batang tubuhnya mengenai pengertian desentralisasi.42
Dari dimensi makna yang terlihat dari kaidah undang-undang di atas, jelas
memperlihatkan bahwa desentralisasi memberikan ruang terjadinya penyerahan
kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (dari daerah tingkat
atas kepada daerah tingkat di bawahnya). Pengertian desentralisasi di sini hanya
sekitar penyerahan urusan pemerintahan kepada daerah. Jadi, hanya ada satu bentuk
otonomi, yaitu otonomi. Otonomi hanya ada kalau ada penyerahan
(overdragen)urusan pemerintahan kepada daerah.
b. Asas dekonsentrasi
Menurut Laica Marzuki, dekosentrasi merupakan ambtelijke decentralisastie atau
delegatie van bevoegdheid, yakni pelimpahan keewenangan dari alat perlengkapan
negara di pusat kepada instansi bawahan, guna melaksakan pekerjaan tertentu dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah pusat tidak kehilangan kewenangannya
karena instansi bawah melaksanakan tugas atas nama pemerintah pusat43. Pasal 1
angka (8) mengemukakan, dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang
42
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor: 2007, hal. 88 43
pemerintahan oleh Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal diwilayah tertentu.44
Pendelegasian wewenang pada dekonsentrasi hanya bersifat menjalankan atau
melaksanakan peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan pusat lainnya yang
tidak berbentuk peraturan, yang tidak dapat berprakarsa menciptakan peraturan dan
atau membuat keputusan bentuk lainnya untuk kemudian dilaksanakannya sendiri
pula. Pendelegasian dalam dekonsentrasi berlangsung antara petugas perorangan
pusat di pemerintahan pusat kepada petugas perorangan pusat di pemerintahan
daerah.
Konsep pelaksanaan desentralisasi bisa bersifat administratif dan politik. Sifat
addministratif disebut dekonsentrasi yang merupakan delegasi wewenang
pelaksanaan kepada tingkat-tingkat lokal dan sifat politik merupakan devolusi, yang
berarti bahwa wewenang pembuatan keputusan dan kontrol tertentu terhadap
sumber-sumber daya diberikan kepada pejabat-pejabat regional dan lokal.
Pada hakikatnya, alat-alat pemerintahan pusat ini melakukan pemerintahan
sentral di daerah-daerah. penyerahan kekuasaan pemerintah pusat kepada alatnya di
daerah karena meningkatnya kemajuan masyarakat di daerah-daerah.
Pemaknaan asas dekonsentrasi berdasarkan dengan undang-undang pemerintahan
daerah yang pernah berlaku dan berlaku positif sampai sekarang ini, antara lain;
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957, Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 1959, dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tidak
menegaskan secara jelas dan eksplisit dalam batang tubuhnya, sedangkan
44
Undang Nomor 5 Tahun 1974, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dan
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menegaskan secara jelas bahwa
dekonsentrasi sebagai pelimpahan wewenang pemerintahan. Jadi, dimensi makna
yang tercipta adalah adanya pelimpahan kewenangan yang secara fungsional dari
pejabat atasan (dari pemerintah pusat kepada pejabat di daerah).45
c. Asas tugas pembantuan
Disamping asas desentralisasi dan dekosentrasi dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah di Indonesia juga dikenal medebewind, tugas pembantuan. Di
Belanda medebewind diartikan sebagai pembantu penyelenggaraan
kepentingan-kepentingan dari pusat atau daerah-daerah yang tingkatannya lebih atas oleh
perangkat daerah yang lebih bawah. Menurut Bagir Manan tugas pembantuan
diberikan oleh pemerintah pusat atau pemerintah yang lebih atas kepada pemerintah
daerah dibawahnya berdasarkan undang-undang46. Pasal 1 angka (9) menyatakan,
tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa
dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah
kabupaten/kota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu.47
Walaupun sifat tugas pembantuan hanya bersifat “membantu” dan tidak dalam
konteks hubungan “atasan-bawahan”, tetapi dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah tidak mempunyai hak untuk menolak. Hubungan ini timbul oleh atau
berdasarkan ketentuan hukum atau peraturan perundang-undangan. Pada dasarnya,
tugas pembantuan adalah tugas melaksanakan peraturan perundang-undangan tingkat
45
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah,Ghalia Indonesia, Bogor:2007, hal.91. 46
Hanif Nurcholis, Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Grasindo, Jakarta: 2005, hal. 21.
47
lebih tinggi. Daerah terikat melaksanakan peraturan perundang-undangan, termasuk
yang diperintahkan atau diminta dalam rangka tugas pembantuan.
Sebagian urusan yang dilaksanakan menurut asas tugas pembantuan antara lain;
urusan haji, urusan bencana alam, lingkungan hidup, olahraga, kepemudaan dan
lain-lain.48
E. Pelimpahan dan Penyerahan Kewenangan
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel
atau het beginsel van wetmatigheid van bestuur), berdasarkan prinsip ini tersirat
bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraruran perundang-undangan, artinya
sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara
teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut
diperoleh melalui tiga cara yaitu, atribusi, delegasi dan mandat. Mengenai hal ini
H.D Van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut:49
1) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintah.
2) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ
pemerintahan kepada organ pemerintahan yang lainnya.
3) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya
dijalankan oleh organ lain atas namanya.
48
Tjahya Supriatna, Sistem Administrasi Pemerintahan di Daerah, Bumi Aksara, Jakarta: 1996, hal. 79.
49
F. Good Governance Dalam Pemerintahan Daerah
Dalam kaitannya dengan otonomi daerah, prinsip good governance dalam
praktiknya adalah dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintah yang
baik dalam setiap pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan serta tindakan
yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan daerah dalam melaksanakan fungsi
pelayanan publik. Dalam hal ini, warga masyarakat daerah didorong untuk
berpartisipasi secara konstruktif dalam pengambilan kebijakan di daerah. selain itu,
penegakan hukum dilaksanakan guna mendukung otonomi daerah dalam konsepsi
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Juga, para pengambil kebijakan di daerah
bertanggungjawab kepada publik dalam menentukan arah kebijakan daerah sehingga
tidak ada satu lembaga publik apa pun di daerah yang tidak berada di dalam
jangkauan pengawasan publik.50
Dalam menerapkan prinsip good governance ini, seluruh aparatur penyelenggara
pemerintahan daerah dituntut mempunyai perspektif good governance. Prinsip ini
sebenarnya sejalan dengan asas umum pemerintahan yang baik yang selama ini
menjadi sandaran dalam penyelenggaraan pemerintahan umum di Indonesia. Asas ini
menghubungkan esensi norma hukum dan norma etika yang merupakan norma tidak
tertulis. Aparatur pemerintahan daerah dituntut memahami kedua esensi norma
tersebut dengan tujuan agar penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah tidak berada pada dua sisi yang bertentangan dengan hukum dan etika di
dalam masyarakat daerah.
Demikian juga dalam pengambilan kebijakan dan keputusan di daerah, arah
tindakan aktif dan positif pemerintah daerah haruslah berlandaskan pada
50
penyelenggaraan kepentingan umum. Sudah menjadi tugas penyelenggaraan
pemerintahan daerah untuk menjaga kepentingan umum tersebut guna mencapai
harapan daerah dalam rangka memperkuat kesatuan bangsa. Kepentingan umum ini
juga pada hakikatnya mencakup kepentingan nasional dalam arti bangsa,
masyarakat, dan negara Indonesia. Landasan kepentingan umum inilah yang akan
mengatasi kepentingan individu, golongan, dan daerah dalam pengambilan
kebijakan. Kepentingan nasional juga menjadi tujuan eksistensi pemerintahan negara
secara keseluruhan sehingga daerah tidak dapat mengabaikannya demi alasan
apapun. Kepentingan umum dalam rangka mengatasi kepentingan individu tidak
diakui eksistensinya sebagai hakikat pribadi manusia, akan tetapi hak individu
tersebut tetap dihormati sepanjang diformulasikan terhadap kepentingan yang lebih
luas.51
Sementara itu, prinsip otonomi daerah yang dewasa ini diterapkan, yaitu otonomi
daerah yang luas, nyata, dan bertanggnung jawab tersebut, negara (pemerintah pusat)
memberikan peranan kepada daerah untuk mengatualisasikan dirinya dalam prinsip
pemerintahan yang baik sesuai dengan situasi dan kondisi daerah.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah ini, banyak pihak yang terlibat dan sangat
mempengaruhi arah kebijakan otonomi daerah tersebut. Dalam prinsip good
governance, kebijakan otonomi daerah diarahkan untuk memandu semua pihak yang
terlibat dan mempengaruhi kebijakan otonomi daerah untuk berjalan seiring pada
satu tujuan bersama. Upaya tersebut dilakukan dengan menempuh konsep dialog
untuk memperoleh pamahaman dan persepsi yang sama mengenai arah dan tujuan
pelaksanaan otonomi di daerah. oleh sebab itu, ketidakmampuan semua pihak dalam
51
memahami dan mempersepsikan otonomi daerah secara dialog akan cenderung
mengarah pada rivalitas konflik yang justru merugikan kepentingan dan tujuan
otonomi daerah itu sendiri.52
52