• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

ANALISIS PENERAPAN STANDAR PELAYANAN KESEHATAN DAN

KESELAMATAN KERJA RUMAH SAKIT (K3RS) DI RSUP RATATOTOK BUYAT RATATOTOK KABUPATEN MINAHASA TENGGARA

THE ANALYSIS OF HOSPITAL OCCUPATIONAL HEALTH AND SAFETY SERVICE STANDARD (K3RS) IMPLEMENTATION IN RATATOTOK BUYAT HOSPITAL, RATATOTOK, SOUTH EAST MINAHASA REGENCY

Melany Chriselda Porajow *, A.A.T Tucunan.*, Paul A.T Kawatu*

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK

Latar belakang rumah sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh faktor biologi, kimia, fisik, ergonomi dan psikososial yang mengharuskan rumah sakit menerapkan K3RS untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Hasil observasi dan wawancara awal menunjukkan belum lengkapnya sarana dan prasarana yang berkaitan dengan K3 serta pelaksanaan program K3 belum maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan standar pelayanan K3RS di RSUP Ratatotok Buyat dengan metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen. Informan berjumlah 6 orang. Analisis data melalui tahap reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian standar pelayanan kesehatan kerja yang sesuai standar adalah peningkatan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik SDM, penanganan bagi SDM yang sakit, dan koordinasi dengan tim panitia pencegahan pengendalian infeksi. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja, berkala, khusus, pendidikan/pelatihan tentang kesehatan kerja, pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi, evaluasi, pencatatan dan pelaporan belum sesusai standar. Surveilans kesehatan kerja belum dilaksanakan. Standar pelayanan keselamatan kerja yang sesuai standar adalah pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan, lingkungan kerja, sanitair, dan perlengkapan keselamatan kerja. Pelatihan keselamatan kerja untuk SDM, memberi rekomendasi mengenai perencanaan, desain tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya, sistem pelaporan kejadian, pembinaan dan pengawasan terhadap MSPK, evaluasi, pencatatan dan pelaporan belum sesuai standar. Pembinaan dan pengawasan penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit belum dilaksanakan. Kesimpulan penerapan standar pelayanan K3RS belum terlaksana dengan maksimal. Disarankan untuk membuat kebijakan dan mengawasi penerapan K3RS.

Kata Kunci : standar pelayanan, K3RS

ABSTRACT

(2)

2

training for the human resources, recommendation for plans, workplace design and equipment choice and its procurement, incident reporting system, guide and supervision of MSPK, evaluation, recording and reporting are not yet qualified with the standard. Guide and supervision of working equipment adaptation for the hospital’s human resources is not conducted yet. Conclusion the occupational health and safety service standards are unoptimally implemented. It is suggested to create a policy and supervise the implementation of K3RS.

Keywords: service standards, K3RS

PENDAHULUAN

Rumah sakit memiliki potensi bahaya yang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain faktor biologi, kimia, ergonomi, fisik, dan psikososial yang dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan akibat kerja (Sucipto,2014). Rumah sakit juga memiliki bahaya potensial lain yaitu peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, radiasi, bahan kimia yang berbahaya, dan gas-gas anastesi. Semua potensi bahaya ini dapat membahayakan dan mengancam jiwa dan kehidupan para karyawan rumah sakit, pasien maupun pengunjung yang ada di lingkungan rumah sakit (Kepmenkes No. 432 Tahun 2007).

World Health Organization

(WHO) menyatakan secara global dari 35 juta pekerja kesehatan, 3 juta terpajan patogen darah. 2 juta terpajan virus HBV, 0,9 terpajan virus HBC dan 170.000 terpajan virus HIV/AIDS. 8-12% pekerja rumah sakit sensitif terhadap lateks dan lebih dari 90% terjadi di Negara berkembang. (Kepmenkes No. 1087

Tahun 2010). Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4,62/100 perawat per

tahun (Kepmenkes RI No. 432 Tahun 2007).

(3)

3 Pernah terjadi kebakaran dengan intensitas kecil. Perawat juga sering merasakan kelelahan dan sakit belakang saat bekerja karena waktu kerja yang terkadang berlebihan. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Penerapan Standar Pelayanan Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) di RSUP Ratatotok Buyat Ratatotok”.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian jenis kualitatif. Penelitian ini dilakukan di RSUP Ratatotok Buyat Ratatotok Kabupaten Minahasa Tenggara, pada bulan Agustus-Desember 2016. Informan dalam penelitian berjumlah 6 orang. Pengumpulan data dilakukan

dengan wawancara mendalam dan telaah dokumen. Instrumen penelitian menggunakan pedoman wawancara, alat perekam suara, dan alat tulis menulis. Analisis data melalui tahap reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Untuk menguji validitas data menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi metode.

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Informan

Secara umum karakter informan dilihat dari usia 21-30 Tahun terdapat 3 orang, 31-40 Tahun 1 orang dan < 40 Tahun terdapat 2 orang. Berdasarkan jenis kelamin 4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Untuk lebih jelasnya karakter informan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karakteristik Informan

Umur Jenis Kelamin Jabatan Pendidikan

terakhir

Singkatan

Informan 1 51 Tahun Perempuan Direktur Rumah Sakit S2 P1

Informan 2 45 Tahun Laki-laki Kabid Pelayanan S2 P2

Informan 3 26 Tahun Perempuan -Pegawai Sanitasi -Sekretaris K3RS

D-III Kesling P3

Informan 4 25 Tahun Laki-laki -Asisten Apoteker

-Wakil Ketua K3RS

D-III Farmasi P4

Informan 5 31 Tahun Laki-laki Dokter Umum S1 P5

Informan 6 24 Tahun Laki-laki Perawat Pelaksana D-III

Keperawatan P6

Sumber : data primer 2016

Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja di lakukan hanya pegawai honor dengan

(4)

4 meliputi pemeriksaan fisik, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru, laboratorium, dan pemeriksaan lain yang di anggap perlu. Jadi seharusnya, semua SDM saat baru akan bekerja harus di periksa kesehatannya terlebih dahulu.

Pemeriksaan kesehatan berkala telah dilakukan seperti pada bagian radiologi dengan jenis pemeriksaan laboratorium dan rontgen, untuk bagian gizi dan laboratorium hanya pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan dilakukan setiap tahun. Hasil wawancara lain menyatakan dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala untuk honor disetiap perpanjang kontrak tetapi hanya pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan kesehatan berkala belum di terapkan untuk seluruh SDM rumah sakit dan jenis pemeriksaannya masih terbatas karena dalam Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 menyatakan pemeriksaan kesehatan berkala harus meliputi pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan laboratorium rutin, serta pemeriksaan-pemeriksaan lain yang dianggap perlu serta pemeriksaan kesehatan berkala bagi SDM rumah sakit sekurang-kurangnya 1 tahun sekali.

Pemeriksaan kesehatan khusus apabila terjadi kejadian kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum atau ada tenaga kerja yang tiba-tiba sakit. Hasil

wawancara dengan direktur menyatakan terdapat program pemeriksaan kesehatan berkala dan khusus apabila terjadi insiden. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan pada tenaga kerja yang pernah mengalami kecelakaan atau penyakit yang memerlukan perawatan lebih dari 2 minggu, tenaga kerja berusia di atas 40 tahun, tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat, tenaga kerja muda yang melakukan pekerjaan tertentu dan tenaga kerja yang terdapat dugaan tertentu mengenai gangguan kesehatannya (Permenakertrans No 02 Tahun 1980).

Pendidikan dan pelatihan tentang kesehatan kerja bagi SDM telah dibuat tetapi secara periodik. Pelatihan dan penyuluhan yang telah dilakukan mengenai APAR dan kebakaran. Sesuai dengan UU No 13 Tahun 2003 menjelaskan pelatihan kerja diselenggarakan berdasarkan program pelatihan yang mengacu pada standar kompetensi dan pelatihan kerja dapat dilakukan secara berjenjang.

(5)

5 bahaya yang dapat timbul dalam tempat kerja, cara kerja dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

Program Peningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik SDM telah dilaksanakan, yaitu pemberian makanan tambahan dilakukan setiap tiga bulan, olahraga, dan ibadah rutin setiap minggu. Program ini dilakukan untuk seluruh SDM dan telah sesuai Kepmenkes No 1087 Tahun 2010 dimana pemberian makanan tambahan dengan gizi yang mencukupi untuk SDM rumah sakit yang dinas malam, petugas radiologi, petugas lab, petugas kesling. Pemberian imunisasi bagi SDM rumah sakit, olahraga, senam kesehatan dan rekreasi, pembinaan mental/rohani.

Penanganan bagi SDM yang menderita sakit pihak rumah sakit memberikan pengobatan awal gratis dan di berikan BPJS. Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 dimana pihak rumah sakit harus memberikan pengobatan dasar secara gratis kepada seluruh SDM. Jaminan kesehatan merupakan hal penting untuk SDM rumah sakit karena pekerja disini diperhadapkan dengan pasien yang sedang sakit juga sehingga tidak menutup kemungkinan untuk para pekerja bisa terjangkit dengan sumber penyakit.

Koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, rumah sakit telah membentuk tim khusus yaitu Komite PPI. Hal ini menunjukkan bahwa rumah sakit telah siap untuk melakukan pencegahan dan pengendalian terhadap infeksi di rumah sakit. Berbeda dengan hasil studi yang dilakukan oleh Herman dan Handayani (2016), yang menunjukkan banyak rumah sakit yang belum siap untuk melaksanakan PPI, terutama dalam sarana dan prasarana sterilisasi, pengolahan limbah dan air bersih dan rumah sakit yang dimaksudkan adalah rumah sakit tipe C dan D. Untuk kegiatan surveilans kesehatan kerja belum di laksanakan karena peran dari tim K3 belum berjalan dengan baik.

(6)

6 Evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan pelayanan kesehatan kerja telah dilakukan antara lain evaluasi dan pencatatan tapi untuk pelaporan kepada direktur belum dilaksanakan. Hal itu dikarenakan peran dari tim K3 yang belum maksimal dalam pelaksanaan program K3 dan kurangnya pemantauan atau pengawasan dari pimpinan rumah sakit terhadap bawahannya.

Standar Pelayanan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit

Lokasi rumah sakit harus memenuhi ketentuan mengenai kesehatan, keselamatan lingkungan, dan tata ruang, serta sesuai dengan hasil kajian kebutuhan dan kelayakan penyelenggaraan rumah sakit. Persyaratan teknis bangunan rumah sakit, sesuai dengan fungsi, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan da keselamatan bagi semua orang. Peralatan medis harus diuji dan dikalibrasi secara berkala (UU No 44 Tahun 2009). Hasil wawancara, pembinaan dan pengawasan kesehatan dan keselamatan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, terlihat dari lokasi rumah sakit yang sudah memenuhi standar, rumah sakit sudah sesuai fungsi, alat-alat diuji dan di kalibrasi setiap tahun,

dan sarana, prasarana dan peralatan kesehatan telah memilki izin.

Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap SDM rumah sakit belum dilaksanakan karena upaya ini menyangkut dengan ergonomi dan SDM rumah sakit belum ada yang memiliki kompetensi di bidang ergonomi.

Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan lingkungan kerja telah dilakukan yaitu pemantauan lingkungan kerja fisik, kimia, dan biologi serta melakukan evaluasi. Hal itu dilihat dari adanya pengukuran bakteri, kekeruhan air, ambient udara, cahaya, dan suhu. Upaya ini telah sesuai dengan Kepmenkes RI No 1087 Tahun 2010 dimana manajemen harus menyediakan dan menyiapkan lingkungan kerja yang memenuhi syarat fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psikososial lewat kegiatan pemantauan secara rutin dan berkala.

(7)

7 (Adisasmito, 2012). Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair diawasi langsung oleh bagian sanitasi dan telah dilakukan penyehatan air, penanganan sampah dan limbah infeksius, sterilisasi, perlindungan radiasi, dan penyuluhan kesehatan lingkungan.

UU No 1 Tahun 1970 menyatakan pengurus diwajibkan memasang dalam tempat kerja semua gambar keselamatan kerja dan semua bahan pembinaan, pada tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat pelindung diri yang di wajibkan pada tenaga kerja. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja yang telah dilakukan yaitu tersedianya APD dengan SPO pemakaian, APAR dengan SPO penggunaan, dibuat jalur evakuasi, titik kumpul. Penggunaan APD diawasi IPCN dan yang tidak menggunakan di berikan teguran.

Pelatihan keselamatan kerja untuk SDM rumah sakit telah dilakukan pelatihan mengenai APAR, APD dan cara menyuntik yang aman. Pelatihan khusus untuk petugas K3 baru ketua tim K3. Hal itu sangat disayangkan karena seharusnya semua tim K3 harus terlatih dan tersertifikasi. Seperti hasil penelitian dari Effendy (2013), untuk meningkatkan

pengetahuan dan pemahaman K3 terhadap personil yang perlu dilakukan adalah pelatihan untuk personil, pemantauan langsung dengan kegiatan personil dan sosialisasi untuk kegiatan kesehatan dan keselamatan kerja.

Pemberian rekomendasi mengenai perencanaan, desain pembuatan tempat kerja dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan dan keamanan mempunyai alur tersendiri mulai dari perencanaan sampai evaluasi berdasarkan formulir persyaratan dan yang terlibat dalam proses perencanaan adalah tim K3 dan komite PPI, hal itu sesuai dengan PP No 50 Tahun 2012 yang menyatakan pengusaha dalam menyususn rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia Pembina K3 wakil pekerja dan pihak lain yang terkait.

(8)

8

dan unsafe condition belum terlaksana

dengan baik.

Kepmenaker No 186 Tahun 1999 menyatakan kewajiban mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran di tempat kerja meliputi penyediaan sarana deteksi, alarm, pemadam kebakaran dan sarana evakuasi. Pelaksanaan pembinaan dan pengawasan terhadap MSPK, menunjukkan telah tersedia sarana dan prasarana seperti APAR di setiap bagian ruangan dan hydrant, APAR diperiksa dan diganti, dilakukan juga sosialisasi mengenai penggunaan APAR. Hasil penelitian menunjukkan sistem penanggulangan kebakaran belum terlaksana karena masih kurangnya sarana dan prasarana. Berbeda dengan penelitian dari Sanjaya dan Ulfa (2015), di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit II yang telah memiliki kelengkapan sarana dan prasarana penanggulangan bencana yang sebagian besar telah sesuai standar.

Evaluasi dan pencatatan oleh pihak manajemen telah dilakukan tetapi belum dilaporkan kepada atasan langsung dalam hal ini direktur dan direktur juga menyatakan belum menerima laporan tentang program pelayanan keselamatan kerja dari bagian K3RS.

KESIMPULAN

1. Penerapan standar pelayanan kesehatan kerja di RSUP Ratatotok Buyat sesuai dengan sepuluh standar pelayanan terdapat tiga bentuk pelayanan yang sudah terlaksana dengan baik, enam bentuk pelayanan yang belum terlaksana dengan baik dan satu bentuk pelayanan yang belum dilaksanakan.

2. Penerapan standar pelayanan keselamatan kerja di RSUP Ratatotok Buyat sesuai dengan sepuluh standar pelayanan terdapat empat bentuk pelayanan yang sudah terlaksana dengan baik, lima bentuk pelayanan yang belum terlaksana dengan baik, dan satu bentuk pelaksanaan yang belum dilaksanakan.

SARAN

1. Perlu dilakukan sosialisasi atau penyuluhan tentang K3RS.

2. Rumah sakit harus membuat kebijakan mengenai K3RS beserta pedomannya.

3. Perlu menambahkan tenaga yang berkompetensi untuk mengelola program K3RS.

4. Seluruh tim K3RS harus dilatih dan tersertifikasi AK3 umum dan K3RS. 5. Peran tim K3RS harus maksimal dan

(9)

9 6. Tim K3RS harus memiliki program

K3RS yang mengacu pada penerapan standar K3RS.

7. Seluruh program K3RS harus di evaluasi, di catat dan di laporkan kepada Direktur.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, W. 2012. Audit Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Rajawali

Press

Effendy. 2013. Strategi Pengembangan Sistem Manajemen K3 pada Rumah Sakit Umum Daerah Kayuagung Kabupaten Ogan Komering Ilir. JPFEBUNSOED, (online), Vol.3,

No.1,

(http://jp.feb.unsoed.ac.id/index.php /sca-1/article/view/257 di akses 13 Maret 2017).

Fitri, N. 2016. Gambaran Sistem Pelaporan Near Miss, Unsafe Act

dan Unsafe Condition di Proyek

Mass Rapid Transit Jakarta (MRTJ) Tokyu-Wika Joint Operation Tahun 2016. (online) di

akses dari

http://repository.uinjkt.ac.id/dspac e/bitstream/123456789/32159/1/N URANI%20FITRI-FKIK.pdf pada tanggal 13 Maret 2017.

Herman, M.J, Handayani RS. 2016. Sarana dan Prasarana Rumah

Sakit Pemerintah dalam Upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Indonesia. Jurnal Kefarmasian Indonesia, (online)

Vol. 6, No. 2,

(http://ejournal.litbang.depkes.go.i d/index.php/jki/article/view/6230 di akses 13 Maret 2017).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1087 Tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. 2010. Jakarta

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 432 Tahun 2007 tentang Pedoman Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit. 2007. Jakarta.

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia No. 186 Tahun 1999 tentang

Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja. 1999. Jakarta. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi No. 02 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan

Tenaga Kerja dalam

Penyelenggaraan Keselamatan Kerja. 1980. Jakarta.

(10)

10 Pemeriksaan Kesehatan. 1998. Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. 2012. Jakarta. Sanjaya, M., Ulfa, M. 2015. Evaluasi

Sarana dan Prasarana Rumah Sakit dalam Menghadapi Bencana Kebakaran. (online) diakses dari http://journal.umy.ac.id/index.php /mrs/article/view/688 pada tanggal 13 Maret 2017.

Sucipto,C.D. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Yogyakarta:

Gosyen Publishing.

Supriyanto dan Suhariono. 2015.

Pedoman Teknis Manajemen

Keselamatan dan

Kesehatan Kerja Rumah Sakit.

Surabaya.

Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 1970. Jakarta.

Undang-undang Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 2003. Jakarta.

Gambar

Tabel 2. Karakteristik Informan

Referensi

Dokumen terkait

Pada menu profil , bagian yang diuji adalah tombol profil yang diinput dari sistem tersebut menghasilkan halaman game, maka program pada aplikasi ini menampilkan

Keterangan: A = Kelompok Eksperimen B = Kelompok Kontrol = Pre-test sebelum diberikan perlakuan pada kelompok Eksperimen O1 O2 = Post-test setelah diberikan perlakuan pada

Keistimewaan Yogyakarta, Yogyakarta mempunyai kewenangan untuk mengatur penataan kelembagaan pemerintah daerahnya sendiri sebagaimana diatur dalam Perda Istimewa DIY Nomor

Salah satu sekolah Islam terpadu mulai berdiri di Aceh Besar yaitu Al- Fityan School. Tujuan mereka membuka sekolah ini untuk anak-anak yatim dan yatim piatu,

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja karyawan adalah kemampuan mencapai persyaratan-persyaratan pekerjaan, dimana suatu target kerja dapat

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, brand image atau citra merek adalah persepsi konsumen tentang suatu merek dimana berdasarkan memori konsumen tentang suatu produk,

Sub Unit Organisasi UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Buleleng. Tahun Cetak

Apabila Perseroan tidak dapat atau terlambat menerbitkan Sertifikat Jumbo Obligasi dan/atau memberi instruksi kepada KSEI untuk mengkreditkan Obligasi pada