• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya meningkatkan pelayanan putra-putri altar dalam liturgi, melalui pendampingan rohani di Stasi Ignasius Loyola Samigaluh, Paroki Santa Lisieux, Boro, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya meningkatkan pelayanan putra-putri altar dalam liturgi, melalui pendampingan rohani di Stasi Ignasius Loyola Samigaluh, Paroki Santa Lisieux, Boro, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta."

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Judul skripsi UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, dipilih berdasarkan kenyataan bahwa di tempat ini pendampingan rohani putra-putri altar belum terlaksana dengan baik. Maka, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman putra-putri altar adalah melalui pendampingan rohani dalam bentuk rekoleksi.

Untuk mengkaji masalah tersebut diperlukan data yang akurat, maka penulis melakukan penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara terpimpin dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara di stasi Samigaluh, sudah dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2013-20 Januari 2014 dengan 11 informan. Wawancara dilakukan secara langsung kepada putra-putri altar dan beberapa pendamping putra-putri altar di Stasi Samigaluh untuk mengetahui sejauh mana pendampingan rohani yang dilaksanakan selama ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendampingan rohani putra-putri altar, selama ini kurang mendapat perhatian dari paroki Boro maupun dari Stasi Samigaluh. Hambatan lain yang dirasakan sehingga pendampingan rohani tidak berjalan lancar karena di Stasi Samigaluh tidak mempunyai sumber bahan atau buku-buku pendukung. Selain itu, dukungan dari orangtua maupun wilayah tidak ada. Di sisi lain, karena tidak ada pendamping profesional yang mengarahkan putra-putri altar untuk memahami peralatan liturgi. Bahkan struktur kepengurusan pun tidak jelas.

(2)

ABSTRACT

The title of this thesis is IMPROVING THE SERVICE OF ALTAR SERVERS BY CATECHETICAL INSTRUCTIONS, BASED ON A STUDY IN THE SAMIGALUH DISTRICT OF THE LISIEUX PARISH BORO / YOGYAKARTA. This study was chosen because there is a real lack of spiritual mentoring for altar servers in Samigaluh. So spiritual mentoring by recollection appeared as most fitting to improve the service of altar servers.

The solving of this problem needed accurate facts and datas. Therefore the author made an investigation by interviews and questionnaires. These investigations were done between December 19, 2013 and January 20, 2014 by interviews with 11 informants. Direct interviews have been done with the altar servers and some of their leaders in the Samigaluh district in order to know how far until now the altar servers got spiritual assistance in doing their services. The results of this investigations showed that until now there was no spiritual assistance of the altar servers by the parish priests in Boro meither by the leaders of the Samigaluh district. Another obstacle for spiritual assistance was the absence of aids like handbooks. Furthermore there was no support by the parents of the altar servers neither by the representatievs of the Samigaluh district. And of course there was nobody who tried to train the altar servers, to make them known in using the liturgical equipments.

(3)

UPAYA MENINGKATKAN

PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI

DI STASIIGNASIUS LOYOLA, SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Paskalena Daby

NIM: 081124035

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Dengan penuh syukur kupersembahkan skripsi ini untuk: kedua orang tuaku, Bapak Ananias Daby,

dan Mama Magdalena Mabel, adikku Natalia Daby,

serta bagi seluruh putra-putri Altar di Stasi Ignasius Loyola Samigaluh, Paroki Santa Lisieux, Boro, Kulon Progo

(7)

v

MOTTO

“Tuhan berfirman kepadaku:

Janganlah katakan aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi dan apapun yang Ku-perintahkan

kepadamu haruslah kau sampaikan.” (Yer 1:7)

“Aku tidak berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa melainkan dengan sukarela”.

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 18 Februari 2015 Penulis,

(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Paskalena Daby

NIM : 081124035

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudul: UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau di media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royaliti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Februari 2015 Yang menyatakan,

(10)

viii

ABSTRAK

Judul skripsi UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, dipilih berdasarkan kenyataan bahwa di tempat ini pendampingan rohani putra-putri altar belum terlaksana dengan baik. Maka, salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan pemahaman putra-putri altar adalah melalui pendampingan rohani dalam bentuk rekoleksi.

Untuk mengkaji masalah tersebut diperlukan data yang akurat, maka penulis melakukan penelitian dengan metode pengamatan dan wawancara terpimpin dengan jenis penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara di stasi Samigaluh, sudah dilaksanakan pada tanggal 19 Desember 2013-20 Januari 2014 dengan 11 informan. Wawancara dilakukan secara langsung kepada putra-putri altar dan beberapa pendamping putra-putri altar di Stasi Samigaluh untuk mengetahui sejauh mana pendampingan rohani yang dilaksanakan selama ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendampingan rohani putra-putri altar, selama ini kurang mendapat perhatian dari paroki Boro maupun dari Stasi Samigaluh. Hambatan lain yang dirasakan sehingga pendampingan rohani tidak berjalan lancar karena di Stasi Samigaluh tidak mempunyai sumber bahan atau buku-buku pendukung. Selain itu, dukungan dari orangtua maupun wilayah tidak ada. Di sisi lain, karena tidak ada pendamping profesional yang mengarahkan putra-putri altar untuk memahami peralatan liturgi. Bahkan struktur kepengurusan pun tidak jelas.

(11)

ix ABSTRACT

The title of this thesis is IMPROVING THE SERVICE OF ALTAR SERVERS BY CATECHETICAL INSTRUCTIONS, BASED ON A STUDY IN THE SAMIGALUH DISTRICT OF THE LISIEUX PARISH BORO / YOGYAKARTA. This study was chosen because there is a real lack of spiritual mentoring for altar servers in Samigaluh. So spiritual mentoring by recollection appeared as most fitting to improve the service of altar servers.

The solving of this problem needed accurate facts and datas. Therefore the author made an investigation by interviews and questionnaires. These investigations were done between December 19, 2013 and January 20, 2014 by interviews with 11 informants. Direct interviews have been done with the altar servers and some of their leaders in the Samigaluh district in order to know how far until now the altar servers got spiritual assistance in doing their services. The results of this investigations showed that until now there was no spiritual assistance of the altar servers by the parish priests in Boro meither by the leaders of the Samigaluh district. Another obstacle for spiritual assistance was the absence of aids like handbooks. Furthermore there was no support by the parents of the altar servers neither by the representatievs of the Samigaluh district. And of course there was nobody who tried to train the altar servers, to make them known in using the liturgical equipments.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, atas kasih dan kebaikan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul, UPAYA MENINGKATKAN PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR DALAM LITURGI, MELALUI PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULON PROGO, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Penulisan skripsi ini sebagai bentuk kepedulian penulis terhadap putra-putri altar demi memperkenalkan peralatan liturgi, warna liturgi yang digunakaan dalam perayaan Ekaristi, serta sikap-sikap liturgis yang baik dalam melayani imam di altar. Putra-putri altar perluh diberikan pendampingan rohani agar mereka termotivasi melayani imam di altar. Upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan pendampingan rohani melalui berbagai kegiatan seperti rekoleksi, camping rohani dan ziarah.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan rasa syukur dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada: 1. Karl-Edmund Prier, S.J., Lic.Phil., selaku dosen pembimbing utama, yang

telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran guna membimbing, mengarahkan, memberi masukan serta saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(13)

xi

penulis dalam menyelesaikan studi di sini serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi.

3. P. Banyu Dewa H.S., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III, yang senantiasa memberikan dukungan dan perhatian dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Drs. F.X. Heryatno W.W., S.J., M.Ed., selaku Kaprodi IPPAK Universitas Santa Dharma, yang telah memberikan dukungan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Staf Dosen dan Karyawan Prodi IPPAK yang telah mendukung, menyemangati, membimbing, mendidik dan mengarahkan penulis selama menjalankan pendidikan di Prodi IPPAK ini.

6. Keluargaku tercinta, Bapak Ananias Daby dan Mama Magdalena Mabel serta adikku Natalia Daby dan sanak-saudara yang selalu mendukung dalam doa, dana dan memberikan semangat dalam menyelesaikan perkuliahan selama ini. 7. Pater Niko Syukur Dister, OFM yang telah membiayai studi dan biaya hidup

selama studi di IPPAK, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam tulisan ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan dan saran dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini.

Yogyakarta, 18 Februari 2015 Penulis

(14)

xii BAB II. GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUTRA-PUTRI

ALTAR DALAM LITURGI……….

A. Pelayanan Putra-putri Altar dalam Liturgi………... 1. Sejarah Singkat Munculnya Putra-putri Altar………... 2. Pengertian Putra-putri Altar………... 3. Dua segi dalam Pembinaan Putra-putri Altar………

(15)

xiii

b. Syarat-syarat menjadi Anggota Putra-putri Altar…………... c. Pelantikan Anggota Putra-putri Altar………... 4. Tugas Putra-putri Altar……….

a. Tugas Putra-putri Altar sebelum Perayaan Ekaristi………. b. Tugas Putra-putri Altar selama Perayaan Ekaristi………... c. Tugas Putra-putri Altar sesudah Perayaan Ekaristi……….. d. Perbedaan Tugas pada Masa Biasa dengan Masa Khusus (Hari

Raya)………....

5. Pakaian Putra-putri Altar……….. 6. Peralatan dalam Gedung Gereja………...

B. Liturgi………

1. Pengertian Liturgi……….. 2. Beberapa Unsur Mengenai Liturgi………

a. Liturgi sebagai Puncak Perayaan Iman………....

b. Keikutsertaan Aktif Kaum Beriman dalam Perayaan Ekaristi….

c. Liturgi sebagai Perayaan Syukur………..

d. Liturgi sebagai Perayaan Kurban……….

e. Liturgi sebagai Kenangan……….

f. Liturgi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja………...

3. Sikap-sikap yang Baik sebagai Seorang Pelayan………. 4. Peralatan untuk Perayaan Ekaristi……… 5. Bahan-bahan yang digunakan dalam Perayaan Ekaristi…………...

6. Warna-warna Liturgi………

7. Petugas Liturgi………..

a. Pengertian Petugas………..

b. Petugas Tertahbis ………

(16)

xiv

4. Tujuan Pendampingan………...

5.Manfaat Pendampingan……….

D. Nilai-nilai yang Baik yang perlu dimiliki oleh Putra-putri Altar…….

1. Menjadi Teladan………...

2. Melayani dengan Sukarela bukan Paksaan………...

3. Melayani dengan Penuh Pengabdian………

BAB III. PENELITIAN TENTANG PELAYANAN PUTRA-PUTRI

ALTAR DALAM LITURGI DI STASI SAMIGALUH………... A. Gambaran Umum Paroki Boro dan Stasi Samigaluh…………... 1. Gambaran Umum Paroki Santa Lisieux Boro, Yogyakarta………..

a. Sejarah Singkat Paroki Santa Lisiux Boro, Yogyakarta………...

b. Letak dan Situasi Geografis Paroki St. Theresia Lisieux Boro… 2. Gambaran Umum Stasi Ignasius Loyola Samigaluh……….. a. Sejarah Singkat Stasi Ignasius Loyola Samigaluh………... b. Letak dan Batas-batas Geografis Stasi Ignasius Loyola

Samigaluh……….

c. Jumlah Lingkungan dan Jumlah Umat yang Ada di Stasi

Ignasius Loyola Samigaluh……….

d. Gambaran umum Putra-putri altar di Stasi Samigaluh…………. B. Metodologi Penelitian………... b. Syarat-Syarat yang digunakan untuk menjadi Anggota

Putra-putri Altar………

(17)

xv

d. Kesulitan yang anda rasakan pada saat melayani Imam………. e. Kesulitan yang dirasakan pendamping ketika melakukan

pendampingan terhadap putra-putri altar di Stasi Samigaluh…. f. Pendampingan rohani yang sudah diusahakan dari Stasi

Samigaluh………...

g. Materi pendampingan rohani yang diberikan kepada

putra-putri altar……….

h. Dukungan para orang tua bila diadakan pendampingan rohani.. i. Banyaknya kegiatan pendampingan rohani yang diselenggarakan dari Stasi Samigaluh……… j. Tanggapan pendamping atas suatu kegiatan yang

diselenggarakan………..

k. Tanggapan putra-putri altar bila diadakan suatu kegiatan

pendampingan rohani………..

l. Pembekalan tentang liturgi………. m.Sumber-sumber pendukung yang digunakan dalam

Pendampingan Rohani………

n. Jadwal misdinar yang ada di Stasi Samigaluh……….. o. Sejak kapan mulai menjadi Putra-putri Altar………. p. Anak-anak yang aktif bertugas pada Hari Raya dan Hari

Minggu Biasa………..

q. Mengadakan evaluasi setelah pesta maupun kegiatan-kegiatan

lainnya……….

r. Jumlah Putra-putri Altar pada tahun 2011-2013………. s. Keseluruhan jumlah anak SD, SMP dan SMA yang mengikut

misdinar………..

t. Harapan Kedepannya………..

BAB IV. SUATU KONSEP DAN USULAN PENDAMPINGAN ROHANI BAGI PUTRA-PUTRI ALTAR SEBAGAI PETUGAS

LITURGI……….

A. Pemikiran Dasar Pendampingan... B. Langkah-langkah Rekoleksi yang diadakan di dalam Gereja Stasi

(18)

xvi

3. Pemikiran Dasar………

4. Langkah-langkah Rekoleksi………..

C. Laporan Tentang Pelaksanaan Rekoleksi……….

1. Yang Sama dengan Konsep Awal………

2. Yang Tidak Sama dengan Konsep Awal………..

3. Perubahan Setelah Rekoleksi………

Lampiran 1: Surat Permohonan Ijin Mengadakan Penelitian………... Lampiran 2: Surat Keterangan Sudah Melaksanakan Penelitian………….. Lampiran 3: Surat Pemilihan Struktur Kepengurusan Yang Baru………... Lampiran 4: Pedoman Pertanyaan Wawancara bagi Pembina Putra-putri

Altar……….

Lampiran 6: HasilWawancara Pembina Putra-putri Altar………... Lampiran 7: Pedoman Pertanyaan Wawancara Putra-putri Altar………… Lampiran 8: Hasil Wawancara Putra-putri Altar……….

Lampiran 17: Wawancara di Gereja Kotabaru dan Samigaluh……… Lampiran 18: Soal tes tentang peralatan liturgi………

Lampiran 19: Hasil Evaluasi Putra-putri Altar……… Lampiran 20: Hasil Evaluasi Pendamping Putra-putri altar……… Lampiran 21: Hasil Evaluasi Orangtua Putra-putri altar………

(19)

xvii

DAFTAR SINGKATAN

A.Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti mengikuti

Kitab Suci Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat.

(Dipersembahkan kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Repubik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal. 8.

B.Singkatan Dokumen Resmi Gereja

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

Gereja, 21 November 1964.

PUMR :Pedoman Umum Misale Romawi, Institutio Generalis Missalis

Romani, tentang dari hasil sidang Konferensi Waligereja

Indonesia 23-26 April 2002.

SC : Sacrosanctun Concilium, Konstitusi Konsili Vatikan II tentang

Liturgi Suci, 4 Desember 1963.

C.Singkatan Lain Art : Artikel

Dkk : Dan kawan-kawan DSA : Doa Syukur Agung

(20)

xviii KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KBP : Karya Bakti Paroki

KK : Kepala Keluarga

KKMK : Kelompok Karyawan Muda Katolik KKN : Kuliah Kerja Nyata

KLRJP : Komisi Liturgi Region Jawa Plus KM : Kilo Meter

KOMKAT : Komisi Kateketik M : Meter

OMK : Orang Muda Katolik PIA : Pendampingan Iman Anak

PMKRI : Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia PPA : Putra-Putri Altar

PPIA : Pusat Penelitian dan Informasi Alocita SD : Sekolah Dasar

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

Bab I berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.

A. Latar Belakang

Gereja Katolik mempunyai banyak wadah. Ada kelompok PMKRI (Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia), ada kelompok Legio Mariae, kelompok Karismatik dan ada juga Kelompok Karyawan Muda Katolik (KKMK), (PPIA, 1991: 2). Selain itu, ada kelompok Kor, kelompok OMK (Orang Muda Katolik), kelompok PIA (Pendampingan Iman Anak) termasuk kelompok PPA (Putra-putri Altar).

(22)

untuk menjadi calon imam dan dididik untuk kemudian menjadi Imam. Namun, dengan berjalannya waktu tugas pelayanan misa mulai mengalami perubahan sesuai dengan kebiasaan dan tuntutan zaman. Misalnya pada zaman Barok (abad 17-18) putra altar diberi tugas yang mirip dengan pelayan anak di istana bangsawan, termasuk juga cara berpakaian dan penampilannya secara dekoratif yang artinya tidak hanya perorangan tetapi dalam kelompok dengan membawa lilin, saat berjalan dan bergerak bersama-sama secara teratur dengan berpakaian khusus. Kebiasaan di istana bangsawan inilah, lalu kemudian diterapkan pada putra altar, maka hingga kini putra altarpun bergerak secara bersama-sama dan mempunyai pakain khusus hingga dipakai sampai sekarang.

Barulah pada tahun 1994, para ahli liturgi mulai menegaskan ketentuan hukum Gereja yang bersangkutan harus ditafsirkan menurut Dasar Teologis Konstitusi Liturgi dari Konsili Vatikan II, yakni bahwa pria maupun wanita atau putra maupun putri dapat melaksanakan tugas sebagai pelayan misa berdasarkan sakramen baptis (Meisner, 1998: 141). Ungkapan ini juga diperkuat, setelah Konsili Vatikan II, dimana Gereja membuka jalan selebar-lebarnya bagi umat yang ingin berpartisipasi memeriahkan liturgi dengan cara yang wajar dan berkenan kepada Allah, tanpa merusak keindahan liturgi itu sendiri. Berdasarkan tuntutan kebutuhan Gereja zaman sekarang dalam hal pelayanan sangat dibutuhkan tenaga pelayan dimana-mana, maka tugas ini diperkenankan juga diambil alih oleh misdinar atau putra-putri altar (Martasudjita, 2008: 13-14).

(23)

kelompok remaja Katolik yang terdiri dari anak-anak yang sudah menerima komuni pertama. Mereka ini mempunyai tugas dan tanggungjawab yakni melayani Imam sewaktu Imam mempersembahkan perayaan Ekaristi. Jenjang pendidikan putra-putri altar mulai dari kelas 1V SD sampai usia SMA. Pada usia remaja ini, mereka sedang dalam proses mencari jati diri, maka lewat kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka bergerak untuk menemukan jati diri sendiri (Martasudjita, 2008: 16). Selain itu, putra-putri altar merupakan suatu profesi yang membutuhkan kerelaan diri untuk siap-sedia melayani Imam selama mempersembahkan perayaan Ekaristi, baik ketika mengadakan misa harian, misa mingguan, hari raya dan hari-hari khusus seperti pemberkatan perkawinan, dll. Pada usia remaja ini, mereka sedang dalam proses perkembangan secara fisik maupun rohani. Dalam perkembangannya mereka menerima pengaruh positif dan negatif dari luar dirinya. Remaja putra-putri altar yang ada di Stasi Samigaluh pun demikian. Dewasa ini mereka dihadapkan pada kemajuan zaman dengan berbagai alat teknologi canggih seperti televisi dengan aneka sajian yang menarik, melalui media masa, internet, HP dan lain sebagainya. Disamping itu, mereka juga dipengaruhi oleh situasi sosial zaman sekarang yang berpuncak pada kemerosatan moral karena adanya korupsi dimana-mana, pergaulan kaum muda yang terlalu bebas, mabuk-mabukan, pemerkosaan, bahkan melakukan aborsi, ketidakadilan, dan kemiskinan terjadi dimana-mana.

(24)
(25)

dengan baik supaya tetap berkembang. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan dan maksud tersebut diperlukan adanya pendampingan rohani secara rutin bagi putra-putri altar, baik melalui materi-materi tentang liturgi, masa-masa liturgi, peralatan atau perlengkapan liturgi dan mamberikan materi tentang sikap-sikap yang baik. Dengan demikian, harapan kedepannya putra-putri altar di Stasi Samigaluh benar-benar mengetahui dan dapat mempraktekannya dengan penuh penghayatan iman dalam perayaan Ekaristi maupun dimana saja mereka berada.

Putra-putri altar selama ini, penulis melihat belum terorganisir dengan baik sehingga jarang pula diadakan pendampingan tersebut. Khususnya putra-putri altar yang ada di Stasi Samigaluh, hal ini sungguh sangat memprihatinkan dalam memperkembangkan iman mereka. Untuk itu, penulis menawarkan beberapa kegiatan seperti retret, rekoleksi, ziarah, dan camping agar putra-putri altar tetap termotivasi untuk melayani. Dari beberapa kegiatan yang sudah disebutkan, penulis memilih salah satu kegiatan yaitu rekoleksi. Program rekoleksinya sudah dilaksanakan dua kali yaitu pada 27 Mei dan 30 Juni 2014 di Gereja Samigaluh dan hasilnya dapat dilihat dalam bab IV. Dengan adanya kegiatan rekoleksi mereka mendapat pengetahuan dan membuka wawasan yang baru sehingga mereka termotivasi untuk melayani. Sikap melayani tidak hanya melayani Tuhan saat perayaan Ekaristi berlangsung, namun sikap melayani dapat diterapkan juga di sekolah, di tengah-tengah masyarakat, keluarga, dan komunitas dan dimanapun kalian berada. Sama seperti yang yang dikatakan Yesus ”Aku datang untuk melayani, bukan untuk dilayani” (Mat 20:28). Bertolak dari pemikiran dan

(26)

PENDAMPINGAN ROHANI DI STASI IGNASIUS LOYOLA SAMIGALUH, PAROKI SANTA LISIEUX, BORO, KULONPROGO DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.

Penulis berharap melalui tulisan ini, dapat mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan pendampingan rohani terhadap putra-putri altar di Stasi Samigaluh dan memberikan sumbangan yang berguna bagi putra-putri altar di Stasi Samigaluh dalam meningkatkan hidup rohani mereka sejak usia dini, melalui beberapa kegiatan yang mendukung seperti rekoleksi, camping rohani, ziarah dan retret.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pokok masalah dalam penulisan ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Sejauh mana Gereja mengadakan pendampingan rohani bagi putra-putri altar? 2. Apa saja hambatan-hambatan yang dihadapi dari Stasi Samigaluh untuk

meningkatkan pelayanan putra-putri altar?

3. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan semangat pelayanan bagi putra-putri altar di stasi Samigaluh secara realistis?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana Gereja mengadakan pendampingan rohani bagi putra-putri altar.

(27)

3. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan semangat pelayanan putra-putri altar?

4. Memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana SI Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Putra-putri Altar di Stasi Samigaluh

Putra-putri altar di Stasi Samigaluh dapat menambah pengetahuan dan wawasan yang baru tentang alat-alat liturgis, masa-masa liturgi, warna-warna liturgi, bahan-bahan pokok yang digunakan dalam perayaan Ekaristi serta bagaimana bersikap yang baik sebagai seorang pelayan, nilai-nilai yang baik serta faktor-faktor pendukung demi kelancaran kegiatan putra-putri altar di Stasi Samigaluh. Selain mengetahui peralatan liturgi, warna-warna liturgi, bahan-bahan pokok dan lain-lain yang sudah disebutkan di atas juga diharapkan dalam perayaan Ekaristi belajar untuk lebih memaknai perayaan Ekaristi secara mendalam. Setelah mendapat pendampingan rohani, akhirnya putra-putri altar tergerak hati untuk menjadi pelayan Tuhan dan sesama

2. Bagi Stasi Samigaluh

(28)

Samigaluh agar Gereja Samigaluh menggunakan program rekoleksi dalam menindaklanjuti kegiatan selanjutnya atau jadikan program ini sebagai acuan untuk kegiatan selanjutnya.

3. Bagi Penulis

Penulis dapat menambah wawasan dan pengetahuan baru tentang pendampingan rohani putra-putri altar serta lebih dalam memahami peralatan liturgi dan makna peralatan liturgi sehingga membantu meningkatkan semangat pelayanan. Tulisan ini juga bermanfaat bagi penulis sebagai bekal dikemudian hari dalam melakukan pendampingan rohani putra-putri altar dalam pelayanan dimana penulis akan berkarya nantinya.

E. Metode Penulisan

Dalam menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis dengan studi pustaka yang dilengkapi dengan penelitian, yang datanya diperoleh melalui observasi dan wawancara.

F. Sistematika Penulisan

(29)

Dalam bab II ini berisi tentang sejarah singkat munculnya putra-putri altar, pengertian putra-putri altar, organisasi putra-putri altar, syarat-syarat menjadi anggota putri altar, acara pelantikan putri altar, tugas pelayanan putra-putri altar, pakaian misdinar serta peralatan untuk perayaan liturgi dan pengertian liturgi, unsur-unsur liturgi, sikap-sikap badan yang baik sebagai seorang pelayan, simbol atau lambang liturgi, warna-warna liturgi, tentang pendampingan rohani putra-putri altar maupun nilai-nilai yang baik perlu dimiliki oleh putra-putri altar.

Dalam bab III penulis akan menguraikan lima bagian antara lain: memaparkan tentang gambaran umum Paroki Santa Lisieux Boro Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi: sejarah singkat Paroki Santa Lisieux Boro Yogyakarta, letak dan situasi geografis Paroki St. Theresia Lisieux Boro, Sejarah Singkat Stasi Ignasius Loyola Samigaluh, letak dan batas-batas geografis Stasi St.Ignasius Loyola Samigluh, jumlah lingkungan dan jumlah umat yang ada di Stasi St.Ignasius Loyola Samigaluh. Persiapan penelitian meliputi tujuan penelitian, jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, metode penelitian, keabsahan data, teknik analisis data, daftar pertanyaan, hasil penelitian dan pembahasan.

Bab IV merupakan suatu konsep dan usulan pendampingan rohani bagi putra-putri altar sebagai petugas liturgi serta menguraikan langkah-langkah rekoleksi yang direncanakan dan hasil laporan pelaksanaan rekoleksi.

(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM TENTANG PELAYANAN PUTRA-PUTRI ALTAR

DALAM LITURGI

Bab II ini merupakan kajian pustaka yang akan penulis uraikan dalam empat bagian besar. Pada bagian pertama berbicara secara singkat mengenai sejarah munculnya putra-putri altar, pengertian putra-putri altar, organisasi putra-putri altar, tugas pelayanan misdinar, pakain misdinar dan peralatan liturgi. Pada bagian kedua berbicara mengenai pengertian liturgi, unsur-unsur liturgi, sikap-sikap yang baik, peralatan liturgi, bahan-bahan pokok yang digunakan dalam perayaan liturgi, simbol atau lambang liturgi, warna-warna liturgi dan petugas liturgi. Pada bagian ketiga tentang pendampingan rohani putra-putri altar dan yang keempat berbicara mengenai nilai-nilai yang baik yang perlu dimiliki oleh putra-putri altar.

A. Pelayanan Putra-putri Altar dalam Liturgi 1. Sejarah Singkat Munculnya Putra-putri Altar

Awal mula pelayanan putra altar bertolak dari tugas akolit dalam Gereja Romawi sejak abab ke-3. Akolit, dalam bahasa Yunani “akolythos” yang artinya

pelayan atau murid. Tugas pelayanan awalnya merupakan tugas klerus yang artinya

(31)

Gereja menuntut setidak-tidaknya satu pelayan harus hadir sebagai wakil jemaat (umat) sebagai pemimpin misa untuk merayakan misa secara bersama-sama dengan umat. Dan pelayan misa dilakukan oleh anak-anak laki-laki yang sejak usia dini belajar sebagai calon kaum klerus atau calon imam dan dididik yang kemudian menjadi Imam. Mereka ini biasanya tinggal di rumah Bapak Uskup dan dididik dalam bahasa Latin. Pada abad-13 ada tuntutan dari Roma bahwa hanya anggota kleruslah yang boleh melaksanakan pelayanan di altar. Bahkan sampai sejak Konsili Trente pun gereja masih menegaskan bahwa pelayan misa hendaknya hanyalah kaum “klerus” saja. Namun demikian, kenyataan berbeda, maka diteruskan

kebiasaan bahwa anak laki-laki melayani misa. Mulai pada zaman Barok (abad 17-18) putra altar digandakan dan diberi tugas yang mirip dengan pelayan anak di istana bangsawan, termasuk juga cara berpakaian dan penampilannya secara dekoratif artinya tidak hanya perorangan tetapi dalam kelompok dengan membawa lilin, saat berjalan atau bergerak bersama-sama secara teratur, dengan berpakaina khusus. Kebiasaan di istana bangsawan inilah, lalu kemudian diperlakukan yang sama bagi putra altar, maka hingga kini putra altarpun mempunyai pakain khusus hingga dipakai sampai sekarang.

(32)

Cartatis” artinya Instruksi dari Kongregasi Ibadat dan Sakremen di Roma pada

tanggal 29 Januari 1973 berbicara tentang peranan awam dalam perayaan liturgi seperti petugas komuni dan lektor, antara lain juga tentang putra altar. Ternyata pada tahun 1970an secara diam-diam putri altar menjadi pelayan misa. Maka, pada tahun 1992 Paus Yohanes Paulus II secara resmi mengizinkan putri altar menjadi pelayan misa. Oleh karena itu, hukum gereja harus dirubah. Maka, para ahli liturgi dan hukum Gereja menegaskan bahwa ketentuan hukum Gereja (Codex Iuris Canonici, 230) harus ditafsirkan menurut Dasar Teologi Konstitusi Liturgi Vatikan II yakni pria maupun wanita, baik putra maupun putri dapat melaksanakan tugas sebagai pelayan misa berdasarkan sakramen baptis yang artinya bahwa putra altar maupun putri altar bisa menjadi pelayan imam/uskup dalam perayaan Ekaristi.

Akhirnya, pernyataan ini menjadi dokumen resmi dalam instruksi “Redemptionis sacramentum” yang dikelurkan oleh Kongregasi Iman tahun 2004

dimana dikatakan bahwa :

(33)

Komisi Liturgi-KWI (2002: 87-88), memperjelas tugas akolit terlantik. Tugasnya yaitu mulai dari ritus pembuka, masuk perarakan menuju altar dengan membawa salib dan lilin bernyala. Selama perayaan Ekaristi, akolit selalu siap melayani Imam dalam hal-hal yang diperlukan. Dalam Ekaristi, bila tidak ada diakon, akolit menyiapkan alat-alat misa mulai dari corporal, purificatorium, patena dan piala. Selain itu, akolit yang sudah dilantik membantu imam dalam membagi komuni kepada umat. Sesudah komuni, akolit membantu imam membersihkan serta merapikan alat-alat yang sudah digunakan. Selain itu, bila tidak ada imam, akolit tertahbiskan dapat mentahtakan sakramen Maha Kudus untuk sembah sujud oleh umat. Tetapi dengan bersyarat akolit tertahbiskan tidak diperbolehkan memberkati umat dengan sakramen Maha Kudus. Selain itu, akolit tertahbiskan juga mempunyai tugas membina para pelayan misa (Maryanto, 2004: 10-11). Akolit tertahbiskan termasuk para frater, maka para frater yang sudah dilantik melayani seperti para misdinar melayani Imam dalam merayakan Ekaristi. Tetapi, karena frater-frater akolit tidak banyak, sementara kebutuhan Gereja zaman sekarang dalam pelayanan sangat dibutuhkan dimana-mana, maka tugas ini diperkenankan diambil alih oleh putra-putri altar (Martasudjita, 2008: 13-14).

2. Pengertian Putra-putri Altar

(34)

panggilan putri altar berlaku bagi perempuan. Di beberapa tempat, tugas pelayanan dikhususkan hanya laki-laki saja, ini berdasarkan pada tradisi Gereja zaman dulu sebelum Konsili Vatikan II. Namun, berdasarkan kebutuhan zaman sekarang, maka tetap memperbolehkan adanya misdinar perempuan. Ini tergantung kebijakan dari Uskup setempat (Daely, dkk. 2012: 37).

3. Dua segi dalam Pembinaan Putra-putri altar a. Putra-putri Altar sebagai Pribadi

Secara pribadi setelah menerima pembaptisan putra-putri altar diutus untuk membawa Kabar Gembira kepada orang lain. Sama seperti tugas yang diberikan oleh Yesus kepada para murid-Nya yaitu mengutus para rasul-Nya dengan berkata:

Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Ku-perintahkan kepadamu”(Mat 28:19-20). Para murid telah melaksanakan perintah-Nya, pergi ke segala bangsa untuk membaptis. Bagi mereka yang telah dibaptis menjadi percaya kepada Kristus. Termasuk seluruh umat manusia yang sudah dibaptis dan dinamakan Gereja. Mereka yang dibaptis ini menjadi ciptaan baru melalui kelahiran kembali dari air dan roh dan menjadi anak-anak Allah. Mereka ini mempunyai tugas membawa orang kepada Tuhan, agar mereka percaya bahwa hanya kepada Tuhanlah manusia menimbah kekutan yaitu melalui perayaan Ekaristi. Mereka juga mempunyai konsekuensi yaitu melayani umat dengan memberikan kesaksian hidup kepada masyarakat luas, sesuai panggilannya sebagai orang kristiani (Waskito, 1984: 17).

(35)

mengorbankan kesenangannya, mengorbankan waktunya demi melayani Tuhan dalam perayaan Ekaristi. Putra-putri altar juga merupakan salah satu anggota Gereja, maka mereka menerima konsekwensi itu. Tugas mereka, selain mewartakan Injil mereka dituntut untuk memberikan kesaksian hidupnya di tengah-tengah masyarakat. Dengan tugasnya itu mereka mampu mengungkapkan imannya, meskipun kadang-kadang hal itu belum disadarinya. Mereka biasanya menjalankan tugas demi kewajiban saja, tanpa penghayatan iman yang mendalam dalam melandasi pelaksanaan tugasnya tersebut. Putra-putri altar, selain anggota Gereja, mereka termasuk anggota masyarakat, maka diharapkan di dalam hidupnnya mereka mampu menjadi pelayan dalam masyarakat dan memberikan kesaksian hidupnya sebagai orang kristiani. Dengan demikian, mereka dapat menjadi teladan di tengah-tengah masyarakat.

Maka, pengertian putra-putri altar sebagai pribadi adalah warga Gereja yang dipanggil untuk melayani Tuhan lewat pelayanannya di altar. Sikap melayani tidak hanya sebatas melayani Imam di altar, melainkan sikap melayani diwujudkan secara konkrit dalam kehidupan bermasyarakat, seperti kata Yesus, Aku datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (Waskito, 1984: 22-24).

b. Putra-putri Altar sebagai Kelompok

(36)

jati diri dan pada tahap pembentukan kepribadian yang matang dan dewasa. Masa remaja merupakan masa peralihan, yakni terjadinya perubahan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Artinya, masa anak-anak mulai meninggalkan sifat kenak-kanakan dan menuju ke tingkat yang lebih tinggi, namun belum mereka jalani sepenuhnya. Pada masa remaja mereka banyak mengalami perubahan secara fisik baik pada laki-laki maupun perempuan. Misalnya: pada laki-laki pita suara berubah, mulai mengalami mimpi basah sedangkan pada perempuan mulai tumbuh bayu darah dan menstruasi.

Masalah-masalah yang dihadapi remaja dalam mencari identitas dirinya adalah ingin diterima dalam kelompoknya karena mempunyai kesamaan hobby, mengejar popularitas diri di antara teman sebaya, sehingga sering terjadi kesalahpahaman remaja dengan orang tua dan juga anak-anak remaja ingin suasana yang bersenang-senang dengan teman sebayanya. Segala sesuatu yang mereka lakukan bersifat coba-coba, sehingga kadang menimbulkan hal-hal yang kurang menyenangkan baik pada diri sendiri maupun orang tua.

(37)

tuanya. Melihat keadaan seperti ini, maka orang tua sebagai pendidik utama turut bertanggungjawab dalam mendampingi anak-anak mereka agar mereka berkembang ke arah yang lebih baik (Sudarsono, 1990: 125-127). Keadaan ini cukup memprihatinkan, maka perlu ditangani secara serius. Oleh karena itu, kelompok putra-putri altar ini perlu mendapat mendampingan agar mereka dapat berkembang menjadi putra-putri altar yang dewasa dan matang imannya. Maka, perlu mengetahui pengertian kelompok.

Kelompok menurut Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional adalah “sejumlah orang, benda atau hal, yang walaupun tetap mengakui keberadaan

pribadinya, namun dikumpulkan untuk kemudian diperlakukan menurut cara-cara serta tujuan yang sama “(Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2002: 534). Begipula, kelompok putra putri altar adalah remaja yang sedang berkembang yang berkumpul karena mempunyai tujuan yang sama yaitu menjadi pelayan imam.

4. Organisasi Putra-putri Altar a. Pengertian Organisasi

(38)

altar biasanya dapat berjalan dengan baik. Untuk itu, diperlukan suatu kepengurusan yang jelas mulai dari koordinator umum termasuk ada ketua, yang dibantu dengan sekretaris dan bendahara serta seksi-seksi kerja lainnya. Selain itu, diharapkan dalam setiap kepengurusan harus ada seorang pendamping professional atau orang-orang yang sudah berpengalaman bahkan orang-orang yang mempunyai hati untuk mendampingi kegiatan putra-putri altar sehingga pelayanan putra-putri altar dapat berjalan dengan lancar sesuai harapan umat (Martasudjita, 2008: 20).

Dibawah ini akan membandingkan struktur kepengurusan dari dua Gereja yakni dari Paroki Kotabaru dan dari Stasi Samigaluh. Berdasarkan hasil wawancara diketahui ternyata struktur kepengurusan di Gereja Kotabaru maupun di Stasi Samigaluh berbeda-beda. Menurut Devi ketua misdinar di Stasi Samigaluh mengatakan bahwa struktur kepengurusan di Stasi Samigaluh tidak lengkap maka biasanya saya (Devi) yang mengurusi semuanya misalnya pembagian tugas misdinar minggu berikutnya, sedangkan di Gereja Kota Baru justru struktur kepengurusannya lengkap sehingga membantu memperlancar jalannya kegiatan putra-putri altar [Lampiran 17: (29)].

b. Syarat-syarat menjadi Anggota Putra-putri Altar

(39)

remaja katolik. Selain itu, mereka jugs diharapkan harus menghafalkan Tata Perayaan Ekaristi (TPE) sehingga saat latihan tidak mengalami kesulitan. Diharapkan terlebih semoga dalam melayani para petugas seperti imam atau uskup dapat melayani dengan baik (Martasudjita, 2008: 16) [Lampiran17: (28)].

c. Pelantikan Anggota Putra-putri Altar

Berdasarkan hasil wawancara dengan pendamping kak Christina Diesta dan anggota Alaxandra Ira dari Gereja Kota Baru, pada hari jumat, 13 September 2013, pukul 18.5 - 18. 15, tempatnya di Gereja Kota Baru dan hari minggu 15 September 2013, pukul 09.45-09.60 di Stasi Samigaluh dengan ketuanya Devi dan anggotanya Retri dan Yofan. Ternyata kedua Gereja ini belum pernah mengadakan acara pelantikan. Tetapi, khususnya di Gereja Kota Baru, pendamping mengatakan bahwa baru pertama kali mau mengadakan acara pelantikan bagi anggota putra-putri altar yang baru pada tanggal 13 Oktober 2013 jam 09.00 mendatang di Gereja Kota Baru.

(40)

5. Tugas Putra-putri Altar

Tugas putra-putri altar yaitu melayani. Tugas pelayanan putra-putri altar di mulai dari sebelum perayaan Ekaristi dimulai, selama perayaan Ekaristi berlangsung dan bahkan sampai sesudah perayaan Ekaristi selesai. Rincian tugasnya sebagai berikut:

a. Tugas Putra-putri Altar sebelum Perayaan Ekaristi

Perayaan Ekaristi merupakan perayaan seluruh umat. Dengan demikian, seluruh umat secara aktif mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi tersebut. Hal yang sama juga diharapkan oleh “Bunda Gereja bahwa sangat mengharapkan dan menginginkan agar semua orang beriman secara sadar dan aktif mengikutsertakan mengambil bagian dalam liturgi (Prier, 2010: 7).

Putra-putri altar mempunyai tugas yaitu sebelum perayaan Ekaristi berlangsung, mereka perlu mempersiapkan segala sesuatu demi kelancaran perayaan Ekaristi tersebut. Dilain pihak, mereka perlu persiapan fisik dan batin dengan bertujuan agar putra-putri altar sungguh-sungguh memberikan pelayanan kepada Imam di altar. Persiapan fisik dilakukan dengan cara penampilan yang rapih, misalnya tangan harus bersih, kuku di potong rapih dan datang ke sakristi lebih awal. Sedangkan persiapan batin dapat dilakukan dengan cara menjaga keheningan dan berdoa dalam hati di ruang sakristi (Waskito, 1984: 69).

b. Tugas Putra-putri Altar Selama Perayaan Ekaristi

(41)

Dalam perayaan liturgi, setiap orang baik pemimpin maupun awam, harus melakukan tugasnya secara utuh, tidak lebih dan tidak kurang, sesuai dengan sifat dan hukum-hukum liturgi. Juga para pelayan ibadat (maksudnya kamu, para putra altar), para lektor serta para anggota koor benar-benar melakukan tugas liturgi. Karena itu hendaklah mereka melakukan tugasnya dengan sungguh khidmat dan tertib, seperti pantas bagi tugas yang begitu mulia dan seperti boleh diharapkan oleh umat Allah (Waskito, 1984: 7).

Maksudnya selama perayaan Ekaristi berlangsung putra-putri altar duduk atau berdiri secara bersama-sama sehingga membantu umat dalam mengikuti perayaan Ekaristi serta bersama umat menjawab doa secara bersama-sama. Selain itu, putra-putri altar mengantar ampul yang berisi air dan anggur, piala dan sibori, serta membawa roti dan anggur ke altar dan membantu imam mencuci tangan secara bersama-sama. Sesudah komuni, putra-putri altar membantu imam merapikan bejana-bejana suci ke meja kredens (Komisi Liturgi-KWI, 2002: 192).

c. Tugas Putra-putri Altar sesudah Perayaan Ekaristi

Sesudah perayaan Ekaristi, putra-putri altar masih mempunyai tugas yang lebih besar. Sikap melayani tidak hanya melayani Imam di altar, tetapi sikap melayani harus di terapkan dimana-mana misalnya; di rumah, di sekolah, di komunitas maupun di tengah-tengah masyarakat serta diharapkan mampu menjadi saksi Kristus serta ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan (Waskito, 1984: 24).

d. Perbedaan Tugas pada Masa Biasa dengan Masa Khusus (Hari Raya)

(42)

Masa Natal dimulai dengan minggu pertama masa Adven sekitar akhir bulan November dan berakhir dengan Pesta Pembaptisan Yesus. Sedangkan, masa Paskah dimulai dengan hari Rabu Abu dan berakhir dengan perayaan Pentakosta. Secara umum, tugas putra-putri altar dalam masa biasa dan dalam masa khusus seperti Natal dan Paskah beberapa ritus hampir sama. Namun, disini secara khusus akan dibahas mengenai perbedaan tugas-tugas putra-putri altar dalam hari-hari raya seperti Natal dan Paskah (Marsana Windhu, 1997a: 31-32). Rincian tugasnya antara lain sebagai berikut:

1) Masa Adven

Kata Adven berasal dari bahasa latin adventus yang berarti kedatangan.

Selama masa Adven umat beriman diharapkan mempersiapkan diri untuk menyambut kedatangan Yesus yang akan lahir di tengah-tengah umat-Nya. Seluruh Gereja mengawali masa Adven dengan menandai tanda membuat lingkaran Adven, memasang empat lilin unggu dengan menghiasi dedaunan hijau dari pohon cemara dengan pita-pitanya (Waskito, 1984: 24-25). Putra-putri altar perlu ingat bahwa masa yang menandai tanda dengan membuat lingkaran dengan daun-daun hijau dan memasang empat lilin itu berarti Gereja mulai memasuki minggu Adven sebelum merayakan Natalan atau hari kelahiran Yuruselamat.

2) Malam Natal

(43)

Selain itu, perlu diketahui bagaimana posisi gua Natal untuk meletakkan patung bayi Yesus. Semua ini akan terjadi sesuai dengan kebiasaan atau tradisi Gereja setempat. Namun, pada umumnya aturan di berbagai Gereja tetap sama sesuai kalender liturgi (Daely, dkk. 2012: 116-117).

3) Hari Rabu Abu

Hari Rabu Abu merupakan awal pembukaan memasuki masa Prapaskah. Disebut Rabu Abu, karena hari Rabu Abu daun palma dari tahun sebelumnya dibakar menjadi abu dan kemudian dioleskan pada dahi umat dalam bentuk tanda salib sekaligus sebagai tanda pertobatan (Maryanto, 2004: 186). Dalam pemberian abu oleh Imam dan petugas di dahi umat, disertakan dengan nasehat “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil (Mrk 1:15) atau” Ingatlah hai manusia, bahwa kita ini abu dan akan kembali menjadi abu” (Kej 3:19). Untuk itu, pada hari Rabu Abu umat

selalu diingatkan untuk bertobat dan menyadari bahwa manusia itu berasal dari abu dan nantinya akan kembali menjadi abu. Mulai dari Rabu Abu, Gereja menganjurkan kepada umatnya untuk berpantang dan berpuasa, selama empat puluh hari dan empat puluh malam, sama seperti Yesus berpantang dan berpuasa selama empat puluh hari dan empat puluh malam (Mat 4:2). Selain itu, Masa selama 40 hari dikaitkan dengan 40 tahun perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke padang gurun menuju tanah Kanaan (Komisi Liturgi Regio Jawa Plus, 2012: 46).

(44)

4) Minggu Palma

Kekhasan dari Minggu Palma yaitu adanya pemberkataan pada daun-daun palma. Sebelum perarakan masuk dalam Gereja, daun palma sudah diperciki dengan air suci. Setelah diberkati oleh Imam, umat berarak masuk ke dalam Gereja dengan melambaikan daun palma. Peristiwa perarakan masuk mau digenangkan kembali peristiwa masa lalu dimana Yesus dieluk-elukkan sebagai Mesias masuk ke Yerusalem (Bert, 2002: 24). Tugas putra-putri altar pada Minggu Palma adalah sebelum pemberkatan daun palma putra-putri altar segera membawa air suci dan aspergil, ada yang mendapat tugas membawa wiruk dan dupa untuk memberkati daun palma (Martasudjita, 2008: 108-109).

5) Kamis Putih

Misa Kamis Putih merupakan perayaan yang cukup lama karena mengenangkan peristiwa Yesus makan bersama dengan para murid-Nya dimana Yesus menetapkan Ekaristi. Selain itu, adanya pembasuhan kaki keduabelas murid, prosesi Sakramen Maha Kudus dan malamnya dilanjutkan dengan tuguran dihadapan Sakamen Maha kudus (Maryanto, 2004: 93).

(45)

membawa wiruk dan dupa untuk mendupai Sakramen Maha Kudus, salib dan lilin bernyala untuk perarakan Sakramen Maha Kudus. Tugas putra-putri altar mempersiapkan segalanya demi kelancaran perayaan Kamis Putih tersebut (Martasudjita, 2008: 110-111).

6) Jumat Agung

Hari Jumat Agung semua Gereja dengan cara dan kebiasaanya masing-masing memperingati bagaimana Yesus dulu didera, diolok-olok bahkan dijatuhi hukuman mati dan disalibkan di kayu salib, demi menghapus dosa-dosa umat manusia. Maka, sebagai umat berdosa menyediakan diri untuk mengikuti upacara penghormatan salib suci, sebagai ungkapan rasa syukur karena sudah di selamatkan oleh Darah-Nya (Waskito, 1984: 34). Selain itu, ada kekhasan lain dari upacara Jumat Agung yaitu ucapara dibuka dan ditutup tanpa tanda salib. Kisah sengsara Yesus di beberapa tempat hanya dibacakan dan ada pula yang memperagakan. Sedangkan untuk doa umat dinyanyikan secara meriah dipimpin oleh Imam kemudian dilanjutkan dengan upacara penghormatan dan penyembahan salib.

Tugas putra-putri altar antara lain mempersiapkan bantal untuk Imam bertiarap. Setelah itu, Imam dan putra-putri altar dari altar menuju pintu depan. Lalu, Imam sendiri membawa salib yang sudah dibungkus kain merah dari pintu masuk, diapit oleh dua putra-putri altar yang membawa lilin. Imam berhenti tiga kali di tiga titik yaitu di depan pintu masuk, tengah rungan dan dimuka altar menghadap umat dan membuka kain yang dibungkus salib dengan menyanyikan seruan” Lihat Kayu Salib” dan umat menanggapi dengan kata-kata” Marilah Kita Sembah”, lalu berlutut

(46)

2012: 129-130). Upacara penghormatan dan penciuman salib oleh Imam dan putra-putri altar disusul dengan pengormatan dan penciuman salib oleh umat. Selain itu, tugas putra-putri altar berdiri di beberapa titik yang sudah disiapkan sebelumnya oleh petugas dengan memegang lap dan salib. Setelah umat mencium salib putra-putri altar melap salib tempat dimana umat mencium. Setelah upacara penghormatan salib selesai, putra-putri altar ada yang bertugas memberi taplak pada altar, ada yang memasang lilin dan salib kecil, ada yang menyediakan corporal untuk alas Sakramen Maha Kudus (Martasudjita, 2008: 114).

7) Malam Paskah

(47)

6. Pakaian Putra-putri Altar

Dalam kehidupan sehari-hari, orang memakai berbagai jenis pakain sesuai keperluan, antara lain untuk seragam sekolah atau kepentingan lain-lain. Begitu pula untuk perayaan liturgi para petugas termasuk putra-putri altar mempunyai berbagai jenis pakaian khusus.

Pakaian biasanya disesuaikan dengan masa liturgi yang dirayakan misalnya hari raya Jumat Agung memakai warna merah untuk memperingati hari wafatnya kita Tuhan Yesus (Martasudjita, 2006: 13). Dibawah ini akan dibahas secara khusus pakaian yang sering dipakai oleh putra-putri altar:

a. Gaun

Dalam perayaan Ekaristi mingguan maupun hari-hari raya putra-putri altar sering memakai gaun. Gaun tersebut sering diistilakan semacam rok yang panjangnya sampai di mata kaki. Warna gaun sering disesuaikan dengan warna liturgi pada hari yang bersangkutan (Marsana Windhu, 1997d: 21).

b. Superpli

(48)

c. Single

Istilah single berasal dari bahasa latin cingulum yang artinya tali. Ukuran singelnya tebal dan panjang yang biasanya diikat di sekeliling pinggang untuk mengencangkan atau merapikan alba, karena kadang-kadang bayu putra-putri altar panjang seperti alba, maka perlu memakai single untuk mengikat sehingga terlihat rapih (Daely, dkk. 2012: 26).

d. Kerah Lebar

Putra-putri altar setelah memakai gaun, superpil dan single, sering memakai pakaian yang berkerah lebar. Kerah lebar biasanya dipakai di atas, setelah mereka memakai gaun, single dan superpli. Warna kerah lebar disesuaikan dengan warna gaun yang dipakai atau disesuaikan dengan hari yang bersangkutan misalnya minggu biasa atau hari-hari besar seperti Natal dan Paskah (Marsana Windhu, 1997d: 21).

7. Peralatan dalam Gedung Gereja

Di dalam Gereja ada beberapa tempat khusus yang mesti perlu diketahui oleh putra-putri altar (Marsana Windhu, 1997d: 13). Peralatan tersebut antara lain sebagai berkut:

a. Altar

(49)

Dalam misa umat Allah dihimpun di sekeliling altar untuk mengambil bagian dalam perjamuan tersebut.

Dalam Kompendium ikhtisar Katekismus Gereja Katolik juga dijelaskan bahwa altar merupakan simbol Kristus yang hadir sebagai kurban persembahan. Altar digambarkan sebagai meja perjamuan perayaan Ekaristi Kudus (Kompendium KGK, no. 288). Oleh karena itu, putra-putri altar perlu mengetahui bahwa altar adalah tempat yang suci dan digambarkan sebagai tempat kurban Kristus sendiri yang hadir secara nyata dalam rupa roti anggur yang sudah dikonsekrasikan sehingga di altar tersebut tidak boleh menaruh segala sesuatu yang bukan berkaitan dengan perayaan Ekaristi Kudus, karena altar tersebut tempat suci dan kudus (Komisi Liturgi-KWI 2011: 306).

b. Meja Kredens

Meja kredens adalah meja kecil yang diletakkan dekat panti Imam atau dekat altar. Meja kredens biasanya dialas dengan taplak putih bertujuan untuk menaruh bahan-bahan persembahan yang diantar oleh umat seperti; rangkaian bunga, piala, patena, ampul, roti anggur dan hasil bumi lainnya (Marsana Windhu, 1997e: 15).

(50)

c. Tabernakel

Dalam bahasa latin kata ”tabernakel” berarti kemah. Tabernakel merupakan

tempat untuk menyimpan Sakramen Maha Kudus, maka di depan tebernakel siang dan malam lampu selalu menyala. Bagi siapa saja yang melewati di depan tabernakel hendaknya berlutut, menunduk atau membukuk kepala untuk mengormati Yesus yang ada dalam tabernakel tersebut (Marsana Windhu, 1997e: 16). Biasanya sisa hosti dari perayaan Ekaristi di simpan di dalam tabernakel dan ada juga petugas seperti prodiakan atau para suster biasanya mengantar hosti kepada orang-orang sakit (Kompendium KGK, no. 286).

d. Mimbar

Mimbar sering disebut “ambo”. Mimbar sebagai tempat untuk mewartakan

sabda Allah melalui bacaan Kitab Suci dan nyanyian Mazmur. Umat diteguhkan lewat homili yang dibawakan oleh Imam. Selain itu, mimbar juga digunakan sebagai tempat untuk membacakan doa umat (Maryanto, 2004: 128). Oleh karena itu, mimbar letaknya harus bagus sehingga bisa dilihat oleh umat yang hadir. Mimbar juga perlu dihiasi dengan indah, seperti altar, karena Tuhan juga hadir lewat pewartaan sabda-Nya (Marsana Windhu, 1997e: 15).

(51)

e. Kursi Imam

Kursi Imam dikhususkan bagi Imam sebagai memimpin perayaan Ekaristi. Kursi yang dipakai oleh Imam merupakan simbol kepemimpinan Kristus sendiri. Dari kursinya tersebut Imam menunjukkan peranannya sebagai pemimpin atau gembala umat (Maryanto, 2004: 108). Putra-putri altar perlu ingat bahwa kursi Imam hanya boleh dipakai oleh Imam sebagai gembala dan pemimpin perayaan Ekaristi bukan oleh petugas lain.

B. Liturgi

1. Pengertian Liturgi

Kata liturgi berasal dari kata “leitourgia” yang berarti ibadat. Liturgi adalah

(52)

2. Beberapa Unsur Mengenai Liturgi a. Liturgi sebagai Puncak Perayaan Iman

Umat kristiani sering mengungkapkan iman secara pribadi maupun di dalam kelompok. Dalam kelompok ada doa bersama misalnya; mengadakan jalan salib dan doa rosaria. Di dalam Gereja umat mengenal tujuh sakramen dan itu semua merupakan sebuah konsekwensi untuk menuju puncaknya pada perayaan Ekaristi. Oleh karena itu, Ekaristi merupakan rangkuman dari seluruh pengungkapan iman Gereja.

Seluruh umat dengan cara dan kebiasaannya masing-masing merayakan perayaan Ekaristi di Gereja-geraja, ibadah di wilayah-wilayah, yang sudah yang ditentukan dan itu semua merupakan liturgi resmi. Petugasnya tidak harus Uskup atau Imam, melainkan petugas lain seperti prodiakon atau katekis. Dengan demikian, perlu diketahui bahwa baik ibadah harian maupun perayaan Ekaristi yang dimimpin oleh Uskup, Imam, prodiakon atau katekis merupakan liturgi resmi karena Kristus sendiri hadir sebagai kepala Gereja dan secara langsung memimpin perayaan liturgi tersebut.

(53)

b. Keikut-sertaan Aktif Kaum Beriman dalam Perayaan Ekaristi

Sebagai bukti cinta akan rahmat dan kebaikan Allah yang telah menyelamatkan manusia dari dosa, tidak sekedar hanya mengikuti perayaan Ekaristi semata, namun diharapkan seluruh umat beriman turut berpartisipasi dan ikut mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi tersebut. Dengan kata lain, umat beriman yang menghadiri perayaan Ekaristi tidak hanya sebagai penonton yang bisu, melainkan sungguh-sungguh memahami misteri itu dengan baik dan ikut serta penuh hikmat dan mengambil bagian di dalamnya (SC, art. 48).

Keaktifan umat beriman terjadi melalui bermacam-macam cara dalam perayaan Ekaristi. Ada yang bertugas sebagai misdinar, prodiakon, lektor, dirigen, organis, pembawa persembahan, kolekte dan tata tertib. Keikutsertaan umat secara aktif juga dalam mengucapkan seruan-seruan aklamasi, jawaban-jawaban dalam mengucapkan doa-doa secara bersama-sama, seperti pendarasan mazmur, lagu-lagu serta melakukan sikap liturgis secara bersama-sama seperti; berdiri, duduk dan berlutut. Begitu pula saat hening seluruh umat diharapkan secara bersama-sama menjaga suasana keheningan (SC, art. 30).

c. Liturgi sebagai Perayaan Syukur

(54)

Dalam Ekaristi: (Eucharistia) yang artinya terimakasih atau syukur diungkapkan lewat iman akan Yesus yang wafat dan bangkit sehingga manusia mengalami perdamaian dan pengampunan. Rahmat perdamaian dan pengampunan merupakan suatu hadiah yang diterimah dari Yesus secara cuma-cuma. Maka, ungkapan rasa syukur dan terimakasih manusia atas apa yang telah diterimah dalam iman, dirayakan dalam perayaan Ekaristi.

d. Liturgi sebagai Perayaan Kurban

Kurban adalah suatu persembahan yang dihaturkan manusia kepada Allah. Kurban berwujud barang seperti hewan dan hasil bumi lainnya. Dalam Mazmur kurban merupakan suatu pujian dan syukur. Namun, kurban yang dimaksudkan disini adalah pengorbanan diri Yesus Kristus secara total di kayu salib demi keselamatan umat manusia. Kurban Yesus mencakup dan menuntaskan segala macam kurban yang dipersembahkan oleh manusia. Dalam perayaan Ekaristi, Gereja berpartisipasi dalam kurban Yesus tersebut agar manusia mengalami keselamatan (Maryanto, 2004: 108).

(55)

e. Liturgi Sebagai Kenangan

Perayaan Ekaristi merupakan suatu kenangan akan wafat dan kebangkitan Kristus. Seperti yang dikatakan oleh Yesus” Lakukanlah ini sebagai kenangan akan Daku” (Luk 22:19). Maka, dengan merayakan perayaan Ekaristi, Gereja bermaksud

untuk mengenang apa yang telah diperbuat Yesus dihadapan para murid-Nya dalam perjamuan terakhir. Dan kini, Gereja juga memenuhi amanat tersebut Gereja mengenangkan kesengsaraan Kristus, kebangkitan-Nya yang mulia dan kenaikan-Nya ke surga (Sugiyono, 2010b: 94). Pada saat konsekrasi, Gereja mengulang kata-kata dan tindakan Kristus untuk mengenang Yesus yang rela mengurbankan diri-Nya. Kata-kata dan tindakan yang dimaksudkan adalah sebagai berikut: “Terimalah dan makanlah, inilah Tubuh-Ku yang dikurbankan bagimu. Terimalah dan minumlah inilah pialah Darah-Ku darah perjanjian baru dan kekal yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa. Lakukanlah ini untuk mengenangkan Daku” (DSA I-X). Kenangan misteri Paskah Kristus tidak hanya dihayati sebagai peristiwa masa lampau, melainkan dihayati sebagai peristiwa yang terjadi sekarang ini. Maka, dengan mengenang masa lampau, Gereja mampu menghadirkan kebaikan Allah di masa sekarang ini dalam perayaan Ekaristi. Kenangan bukan sekedar mengingat-ingat peristiwa masa lampau, melainkan dalam perayaan Ekaristi kurban salib Kristus yang sekali untuk selamanya itu kini dikenang dan dihadirkan kembali dalam perayaan Ekaristi (Martasudjita, 2003b: 294-295).

f. Liturgi sebagai Sumber dan Puncak Kehidupan Gereja

(56)

Disini Ekaristi menjadi sumber dan puncak kehidupan Gereja. Dalam hal ini (LG, art. 11) menyatakan dengan tegas bahwa:

Dengan ikut serta dalam kurban Ekaristi, puncak dan seluruh hidup kristiani, mereka mempersembahkan Anak Domba Ilahi dan diri sendiri bersama dengan-Nya kepada Allah, demikianlah semua menjalankan peranannya sendiri dalam perayaan liturgi, baik dalam persembahan maupun dalam komuni suci, bukan dengan campur baur, melainkan masing-masing dengan caranya sendiri. Kemudian, sesudah memperoleh kekuatan dari Tubuh Kristus dalam perjamuan suci, mereka secara konkrit menampilkan kesatuan umat Allah yang oleh sakramen Mahaluhur itu dilambangkan dengan tepat dan diwujudkan secara mengagumkan.

Ekaristi merupakan sumber dan puncak seluruh kehidupan Gereja. Oleh karena itu, umat beriman secara aktif mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi tersebut, baik sebagai pembagi komuni, menjadi lektor, putra-putri altar, koor, pemazmur, komentator, doa umat, ada yang membawa persembahan dan lain sebagainya. Disisi lain, dengan mengambil bagian dalam perayaan Ekaristi, umat dapat mengungkapkan imannya. Iman tidak hanya diungkapkan lewat doa-doa saja, melainkan iman diharapkan perlu diwujudnyatakan dalam perbuatan nyata dalam kehidupan sehari-hari baik di tengah-tengah keluarga maupun di tengan–tengah masyarakat.

3. Sikap-sikap yang baik sebagai Seorang Pelayan

Dalam misa, para petugas maupun seluruh umat yang hadir sering melakukan beberapa tata gerak tubuh (Daely, dkk. 2012: 14). Dibawah ini akan membahas tata gerak tubuh yang sering dilakukan putra-putri altar adalah sebagai berikut:

a. Tanda Salib

(57)

misalnya saat mau makan dan setelah makan. Membuat tanda salib, mengingatkan umat, akan pembaptisan yang telah diterimanya. Tanda salib yang dilakukan dalam misa, khusunya pada saat Injil dibacakan, umat membuat tanda salib kecil dengan ibu jari, tiga kali yaitu di dahi, mulut dan dada sambil berdoa dalam hati, itu artinya bahwa ”Injil-Mu kuterima dengan budiku, kuakui dengan mulutku dan kusimpan dalam hatiku” (Marsana Windhu, 1997b: 12).

b. Sikap Berjalan

Sikap berjalan menunjukkan suatu sikap kekompakkan (Marsana Windhu, 1997b: 11). Putra-putri altar dengan pantas menjaga sikap berjalan secara kompak dalam melayani Imam maupun menerima persembahan dari umat.

c. Sikap Membungkuk Badan

Sikap membungkuk badan sering dilakukan oleh putra-putri altar bersama Imam dan para petugas lainnya, ketika mau memulai dan mengakhiri perayaan Ekaristi atau ketika berada di depan salib (Marsana Windu, 1997b: 16).

d. Sikap Menundukkan Kepala

(58)

dan menerima dari tangan imam mereka melakukan sikap menundukkan kepala sebagai tanda penghormatan kepada Imam.

e. Berlutut

Berlutut berarti memperkecil diri atau merasa kecil di hadapan Allah. Sikap ini merupakan ungkapan kerendahan hati manusia kepada Tuhan. Orang yang merasa rendah hati senantiasa menyadari dirinya amat sangat kecil di hadapan Allah. Berbeda dengan orang yang angkuh, ia merasa lebih tinggi, lebih hebat daripada orang lain dan selalu ingin dihargai oleh orang lain (Marsana Windhu, 1997b: 22).

f. Duduk

Duduk menandakan sikap bersiap sediah untuk mendengarkan. Sikap duduk dalam perayaan Ekaristi berlangsung dimulai dengan bacaan pertama, bacaan kedua, saat homili, setelah menerima komuni dan saat dibacakan pengumuman. Umat dan putra-putri altar duduk untuk mendengarkan Tuhan yang berbicara kepada umat-Nya lewat bacaan maupun lewat homili (Daely, dkk. 2012: 20).

g. Berdiri

(59)

Alleluia dinyanyikan, saat Injil di bacakan dan ketika bersama-sama mengucapkan syahadat para rasul, doa umat maupun saat menyanyikan lagu Kudus (Daely, dkk, 2012: 18).

h. Menebah/Menepuk Dada

Sikap ini merupakan lambang penyesalan akan segala dosa dan kesalahan yang telah diperbuat manusia terhadap Tuhan maupun sesama dalam kehidupan sehari-hari. Sikap ini biasanya dilakukan juga pada saat mengucapkan doa “saya

mengaku” dan pada saat mengakhiri doa Anak Domba Allah dengan kata-kata”

Kasihanilah Kami”(Marsana Windhu, 1997b: 23).

i. Mengatupkan Tangan

Sikap mengatupkan tangan menandakan manusia berhenti dari segala macam kesibukannya. Dengan begitu umat menyerahkan jiwa raganya kepada Tuhan untuk merasakan ketenangan hati dan memusatkan perhatiannya kepada Kristus yang selalu hadir dalam kehidupan umat manusia. Sikap ini berlaku juga bagi putra-putri altar sebelum, selama dalam perayaan Ekaristi (Marsana Windhu, 1997b: 33).

4. Peralatan untuk Perayaan Ekaristi

Peralatan liturgi di bawah ini disusun berdasarkan susunannya serta penjelasan dari masing-masing peralatan, antara lain:

a. Piala

Piala dalam bahasa Latin disebut ”calix” yang berarti “cawan”. Piala adalah

(60)

Sesudah konsekrasi, anggur menjadi Darah Kristus (Daely, dkk. 2012: 52). Putra putri altar perlu mengetahui bahwa tempat yang biasanya digunakan oleh Imam untuk menaruh anggur adalah piala bukan tempat lain.

Pada malam perjamuan Yesus sendiri mengambil piala yang berisi anggur dengan berkata kepada murid-murid-Nya”Ambillah dan minumlah, Inilah piala darah-Ku, darah perjanjian baru dan kekal, yang ditumpahkan bagimu dan bagi semua orang demi pengampunan dosa“ (Mat 26: 27-28). Dalam Doa Syukur Agung seluruh Gereja mengulang kata-kata konsekrasi untuk mengenang kembali peristiwa malam perjamuan Yesus bersama para murid.

b. Purifikatorium

Purifikatorium dalam bahasa latin ialah “purificatorium” yang artinya sehelai

kain untuk yang berfungsi untuk membersihkan piala dan sibori sesudah komuni. Kain purificatorium biasanya berwarna putih berbentuk persegi panjang dengan salib terletak di tengah-tengah dan dilipat menjadi tiga bagian (Maryanto, 2004: 183).

c. Sendok Kecil

(61)

d. Patena

Patena dalam bahasa latin artinya piring. Dalam liturgi yang dimaksud patena adalah berbentu seperti piring untuk meletakkan hosti kudus. Patena bentuknya berbeda-beda, ada yang bundar ada pula yang datar sedikit cekung. Patena berfungsi untuk meletakkan hosti besar. Patena dibagian ujungnya terdapat salib (Daely, dkk. 2012: 54).

e. Palla

Palla dalam bahasa latin disebut palla corporalis yang artinya kain untuk Tubuh Tuhan. Palla dibuat dari kain yang diperkeras sehingga menjadi kaku seperti papan berbentuk persegi empat. Palla berfungsi untuk menutup piala dan patena (Maryanto, 2004: 150).

f. Korporal

Korporal dalam bahasa latin “corporale” adalah serupa sehelai kain yang pada saat perayaan Ekaristi di alas di atas meja altar sebagai alas untuk meletakkan roti dan anggur yang akan dikonsekrasikan. Korporal biasanya dilipat menjadi empat bagian dan di tenganya terdapat gambar salib (Maryanto, 2004: 107).

g. Sibori

(62)

h. Ampul

Ampul merupakan tempat untuk menaruh anggur dan air yang akan digunakan dalam perayaan Ekaristi. Ampul semacam gelas kecil berwarna bening. Ampul terdiri dari dua buah yang satu untuk tempat anggur dan yang satu tempat air putih (Martasudjita, 2008: 68).

i. Piksis

Piksis berfungsi untuk menyimpan hosti besar yang akan dimasukkan dalam montrans untuk ibadah adorasi. Selain itu, piksis menyimpan hosti-hosti kecil yang akan dikirimkan kepada mereka yang sedang sakit di rumah (Maryanto, 2004: 178).

j. Lavabo

Menurut Daely, dkk (2012: 55) mengatakan bahwa lavabo artinya “saya membasuh tangan”. Dalam misa, sesudah persiapan persembahan Imam mencuci

tangan, sebagai lambang kesucian hati Imam.

5. Bahan-bahan pokok yang digunakan dalam perayaan Ekaristi a. Roti

Referensi

Dokumen terkait